Share

Bab 3

3. PELET(Terjebak Cinta Terlarang)

Aku Juga Jago Nyanyi

Penulis: Lusia Sudarti

Part 3

***

"Maya sebentar lagi kamu akan di panggil keatas panggung untuk menyumbangkan sebuah lagu, permintaan dari kedua belah pihak," kata Ibu sembari menatapku lekat.

"A-apaa buuu?" teriakku tanpa sadar, aku pun menutup mulut dengan kedua tanganku.

Dengan dada berdebar tak menentu nafas tak beraturan keringat dingin bercucuran aku mencoba untuk tidak grogi sedikitpun.

Kutarik napas dalam-dalam dan kuhembuskan perlahan, agar lebih rileks dan santai.

Akhirnya Alhamdulillah berhasil. Maklum karena aku, sudah lama sekali tidak pernah bernyanyi.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara Nardi yang telah berdiri disampingku seraya menepuk pundakku perlahan. Seketika aku mendongak menatapnya sejenak.

"Eehh Dek kamu kenapa kok pucat dan kayaknya lelah gitu?" tanyanya, ia menautkan kedua alisnya.

"Eh Paman, gak kok cuma nerfes aja. Karna sebentar lagi Maya mau bawain lagu diatas pentas," jawabku santai.

"Ohh ... Adek mau nyanyi?" tanyanya penasaran.

"Iya Paman, permintaan dari kedua belah pihak," jawabku tanpa menoleh kepadanya.

"Oh iya-iya," balasnya sembari manggut-manggut. Sementara aku menetralkan nafas, menyiapkan mental. Aku melangkah menuju meja prasmanan dimana berbagai hidangan tersaji dengan apik dan rapi, aku meraih air minum kemasan untuk membasahi tenggorokanku yang terasa begitu kering, entahlah mungkin efek dari gelisah yang melanda hatiku saat ini, atau memang karena sedari pagi hanya menyesap air putih sedikit sehabis sarapan pagi tadi. Aku kembali ketempatku semula, setelah mendapatkan yang aku cari. Aku mengedarkan pandangan ke seantero ruangangan yang dihias dengan sangat cantik dan indah. Lampu-lampu kelap-kelip aneka warna.

Kedua netraku bersirobok dengan Sunardi, ia membuang tatapan setelah menyadari aku melihatnya.

Aku mengalihkan kembali tatapanku keatas panggung yang hampir selesai proses acara inti. Sunardi sibuk melirik diri ini dan itu semua aku sadari, namun aku mengacuhkannya.

Diatas pentas/panggung begitu semarak. Apalagi setelah selesai berbagai acara inti dari pernikahan, kini acara keluarga dimulai. Aku mempersiapkan diri, karena menurut info yang kudapat, aku yang pertama kali harus naik untuk membawakan lagu.

Karena masih lumayan lama, acara demi acara aku meninggalkan ruangan sejenak, aku melangkah kebelakang panggung yang terdapat aliran air yang jernih, berbagai sayuran dan buah timun suri yang tumbuh begitu subur.

Aku duduk diatas batu besar di tepi sungai, bermain air. Aku menatap jauh, pemandangan persawahan yang menghijau, indah sekali.

Aku merenungi kehidupan yang kujalani saat ini. 'Entah sampai kapan ..."

"Dek ..."

Aku menoleh kebelakangku dimana ada suara familiar memanggilku.

"Iya, ada apa Paman?" aku menoleh dan menatapnya yang melangkah menghampiri.

"Enggak kok, Paman kira orang lain tadi, tapi kayak kenal, setelah di perhatiin. Ternyata Adek, jadi Paman samperin aja!" ujarnya seraya menjatuhkan bobot di sampingku.

Aku menggeser sedikit menjauh darinya.

"Iya, bosen di dalam, acara masih lama jadi Maya jalan-jalan sebentar," jawabku sembari melempar batu-batu kerikil ke dasar sungai yang mengalir jernih.

"Iya Dek ..."

Suasana menjadi hening sesaat.

Aku dan Sunardi tak ada yang mengeluarkan kata-kata. Kami bergelut dengan fikiran masing-masing, hanya gemericik air yang terdengar.

"Adek sudah punya calon belum," tiba-tiba Sunardi bertanya seolah menyelidik hal pribadiku.

Aku menghentikan sejenak bermain air, lalu mengalihkan tatapannya kepada Sunardi yang juga menatapku.

"Memangnya kenapa Paman? Apa Paman punya teman untuk dikenalkan padaku," jawabku seraya mengulum senyum.

Sunardi tergagap mendengar pertanyaanku.

"Emm, pu-punya Dek, banyak ...," jawabnya dengan raut muram.

"Hehehe, bercanda kok," ujarku.

"Sebenarnya aku belum memikirkan calon, aku masih ingin membesarkan Anakku dulu," sambungku seraya menoleh kepadanya, ia mendengarkan ucapanku dengan manggut-manggut.

"Memangnya kriteria laki-laki yang seperti apa idaman Adek?" tanyanya lagi, yang membuatku menjadi curiga terhadapnya.

"Enggak ada kok, yang penting bisa menyayangi Anakku dan kedua orang tuaku Paman," jawabku kemudian.

"Oh gitu ya Dek ..."

"Iya, tapi untuk saat ini, aku belum memikirkan hal itu, aku masih betah menyendiri."

"Memangnya kenapa?" tanyanya seraya beranjak dan mengajakku jalan-jalan sejenak menyusuri pematang sawah.

"Aku pengen aja menyendiri, jika sudah waktunya jodohku datang, pasti akan menikah," ucapku sambil berjalan beriringan dengannya.

"Iya sih Dek," jawabnya singkat.

"Ayo kita kembali kerumah Paman ... nanti pada kebingungan mencari kita," ujarku sembari melangkah gemulai mendahuluinya.

Aku dan Sunardi  masuk kembali kedalam ruangan keluarga.

Ketika aku menjatuhkan bobot di kursi, acara hiburan baru akan dimulai, Sunardi entah kemana!

Ibu melihatku yang telah duduk kembali di tempat semula, beliau bergegas menghampiriku dan duduk disisi kananku, aku mengamati raut wajahnya yang tampak serius.

"Ada apa Bu?" tanyaku ketika beliau telah duduk.

"Dari mana aja kamu, tadi Anjani mencarimu!" jawabnya.

"Jalan-jalan sebentar, bosen nunggu acara lama banget, lalu kemana sekarang Anakku Bu?" aku menatap Ibuku.

"Sudah sama Bapak, minta beliin es cream," jawab Ibu sembari menatapku.

"Heem, kebiasaan," ujarku seraya tersenyum.

"Kemarin juga gitu Bu, aku mau beli bakso di depan, Anjani berteriak menyusulku minta beliin es cream, minta beli bakso pula," sambungku, Ibu terkekeh mendengar ucapanku.

"Masa iya? Tadi aja cemberut nyariin kamu gak ketemu, terus nyamperin Bapak minta beliin es, hehehe."

"Emang si bocah, hehehe."

Kami berdua, Ibu dan Anak terkekeh menceritakan Anjani, Anakku.

Kedua netraku fokus kearah pelaminan, dimana terlihat MC hendak melanjutkan tugasnya.

"Baiklah sekarang kita keacara hiburan, acara keluarga, yang dimana dari kedua belah pihak pengantin, untuk menampilkan perwakilan terbaiknya masing-masing ...

Terdengar suara MC dengan begitu lantang, membacakan susunan-susunan acara.

"Mari kita sambut dengan meriah, perwakilan dari pihak mempelai wanita. yang datang dari desa Tugu Wetan ...

Maya ..."

Dengan begitu lantang MC memanggil namaku.

Plok!

Plok!

Plok!

suit!

Suit!

Suit ...!

Aku melangkah dengan anggun dan berhasil menghipnotis semua tamu undangan.

"Mbak Maya mau membawakan lagu lagu apa?" tanya MC yang kegenitan sembari tersenyum. "Hem, wulan andung-andung ...!" teriak keluarga Mbah Herman, sebelum aku menjawab.

"Baiklah ...!" jawabku seraya tersenyum.

"Saya akan mencoba membawakan lagu seperti yang diminta keluarga dan SAMAWA untuk Bibik dan Pamanku," ucapku sembari menatap kedua mempelai.

'WULAN ANDUNG-ANDUNG'

Musik Banyuwangi mengalun merdu dan menggema.

'Uu ... laaa ... n, andung-aanduung, yoroo metuo saben ulaan, saben taon, sunare condro dewiii, ala Mas, Kepilu padyang, mendem gadung byakalan wurung ...

'Ulan andung-andung, ono padyang ono mendung ala Maaas.

Tangisee wong lanaang kang keduwung. 'Yong-yong kelopo doyong, awak kuloo keloyong-loyong.

'Ulaan, andung-andung, yoro metuo saben ulaan, sabeen taoon. Sunare condro dewii ala' Maas. Kepilu padyang, mendem gadung byakalan wurung.

'Ulaan, andung-andung ono padyang onoo mendung ala' Mas ... tangise wong lanang kang keduwung.

'Yong, yong kelopo doyong, awak kulo keloyong-keloyong ...

Aku bernyanyi dengan santai dan penuh penghayatan hingga lagu berakhir.

"Terimakasih ...!" aku membungkuk hormat ketika lagu telah berakhir. Semua tamu undangan pun begitu menikmati persembahanku. Dan para keluarga pun asyik menari Janger Banyuwangi ...

Setelah lagu Banyuwangi selesai, para tamu undangan berdiri dan bertepuk tangan dengan meriah, sembari berteriak.

Lagi!

Lagi!

Lagi!

MC pun bertanya. "Bagaimana Mbak? Mereka suka sekali sama suara merdu Mbak Maya," tanyanya, ia mengumbar senyuman dan mengedipkan mata genitnya.

Hufft! Apa ini?" aku memutar bola mata dengan perasaan sebal

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status