“Hal penting apa, Ma?”“Anastasya pulang ke Indonesia,” ucap Dahlia penuh semangat. Anastasya wanita muda berusia 27 tahun yang pernah mengisi hari-hari Danendra tiga tahun silam. Menantu idaman dan ideal di mata Dahlia. Wanita muda itu cantik, anggun, pintar, dan berkelas. Dia juga merupakan putri dari salah satu pengusaha tour and travel yang terkemuka di negeri ini. Sepadan, itulah kata yang selalu digaungkan oleh Dahlia untuk Anastasya sebagai calon pendamping Danendra. Tidak heran, Dahlia begitu kecewa saat tahu Danendra dan Anastasya memilih untuk mengakhiri hubungan mereka. Karena yang Dahlia harapkan mereka akan berakhir di pelaminan.“Oh….” jawab Danendra datar. Bagi pria bertubuh kekar itu, tidak ada lagi yang menarik dari Anastasya. Karena hubungan keduanya memang sudah berakhir bertahun-tahun lalu. Lagipula yang Danendra dengar, Anastasya juga sudah memiliki pasangan saat ini.“Kok, oh, sih, Danen,” protes Dahlia karena jawaban Danendra yang tak sesuai dengan ekspektasin
Setelah langkahnya sempat terhenti, Maharatu kembali mengayunkan kakinya. Lalu, menepuk bahu Bagaskara yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya.Suaminya memang penuh kejutan. Katanya dia akan berada di Eropa selama dua minggu, nyatanya baru sepuluh hari, Bagaskara sudah berada di sini.“Mas.” Sapaan Maharatu berikan. Setelah Bagaskara menoleh. Seulas senyum meski berat harus Maharatu tunjukkan pada pria matang idaman para emak-emak yang berdiri membelakanginya.“Aku merindukanmu.” Tanpa aba-aba, Bagaskara memeluk Maharatu, menelusuri leher jenjang istrinya. Penuh hasrat. Seolah tidak mempedulikan sekitar.Segera Maharatu memegang kepala Bagaskara. Menyudahi aksi sang suami yang berhasil membuat wajahnya merah padam karena menahan malu. Terlebih lagi ada Danendra di belakang mereka. “Hentikan, Mas!”“Kenapa?” hardik Bagaskara yang tidak terima karena aksinya dihentikan. “Kalau sampai ada yang melihat Mas memperlakukanku seperti ini bisa gawat. Ini tempat umum Mas!”Bagaskara langs
Akan tetapi, Maharatu urung untuk mengetuk pintu kamar Danendra. Dia lantas berbalik arah, tetapi tidak juga kembali ke kamarnya. “Sebenarnya apa yang terjadi padaku?” Maharatu yang berada di balkon hotel menyugar rambut ke belakang. Gusar. Itu yang tengah dia rasakan. Sebenarnya kenapa ada keinginan di dalam hati untuk menjelaskan pada Danendra tentang apa yang terjadi antara dia dan Bagaskara. Bukankah itu memang hal yang wajar kalau Maharatu dan Bagaskara berhubungan badan. Mereka berdua suami istri. Dan itu juga tidak ada kena mengenanya dengan Danendra, bukan. Akan tetapi, saat mengingat wajah Danendra saat melihatnya ditarik masuk ke dalam kamar oleh Bagaskara. Dan tatapan penuh kekecewaan yang Danendra hujamkan padanya. Membuat dada Maharatu berdenyut nyeri. Maharatu menutupi seluruh wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tubuhnya sedikit membungkuk dengan siku yang bertumpu pada teralis balkon. Dinginnya udara yang menusuk ke tulang tidak dia idahkan. “Sedang apa di sini?”
“Maaf, Papa tidak bisa kembali ke sana, Num. Papa ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda, di sini.” Bagaskara duduk di tepi kolam renang dengan sebatang rokok untuk menghangatkan tubuh.Untuk pertama kalinya Bagaskara berbohong pada putri kesayangannya. Hanya demi wanita kedua. Seharusnya saat ini dia masih di Eropa, menghabiskan waktu bersama Hanum dan Marisa. Namun, Bagaskara justru ke Bali menyusul Maharatu.“Terima kasih, karena sudah mau mengerti, Papa.” Bagaskara meletakkan ponselnya di meja yang ada di samping tempatnya duduk, setelah memutuskan panggilan.Dengan perlahan Bagaskara menghisap rokoknya, menikmatinya terlebih dulu dengan memejamkan mata baru melepaskan asapnya ke udara. Bagaskara mulai merebahkan tubuhnya di kursi berjemur. Meletakkan tangannya di atas kening. Bagaskara mulai memikirkan tentang hubungannya bersama Maharatu selama tiga tahun terakhir. Berniat untuk menjebak Maharatu dalam kehidupannya. Mungkinkah sekarang justru Bagaskara lah yang terjebak dengan M
“Apanya yang gawat?” tanya Bagaskara yang ikut panik. “Nona Hanum dan Nyonya Marisa ada di sini,” terang Danendra. “Hanum dan Marisa?!” pekik Bagaskara. Tubuhnya pun terasa lemas seketika. “Bagaimana mungkin mereka ada di sini?” imbuh Bagaskara yang masih sulit untuk percaya bila putri dan istrinya berada di Bali. “Saya juga tidak tau, Tuan. Tadi Pak Ferdy menghubungi saya karena kata beliau ponsel Tuan tidak aktif. Beliau berpesan agar saya segera memberitahukan tentang kedatangan Nona Hanum dan Nyonya Marisa pada Tuan. Pak Ferdy takut kalau seandainya Nona Hanum melihat Anda bersama Nona Maharatu,” terang Danendra tanpa ada kebohongan. Faktanya, memang begitu. Ferdy benar-benar menghubungi Danendra untuk menyampaikan kedatangan anak dan istri Bagaskara. “Ini pasti ulahmu, Marisa. Awas saja kamu,” batin Bagaskara geram. Dan sialnya lagi setelah menghubungi orang untuk menyiapkan makan malam romantis bersama Maharatu, ponsel Bagaskara lowbat. Juga, karena terburu-buru sa
Mobil yang dikemudikan Danendra melaju ke sebuah villa yang ada di pinggir pantai. “Terlanjur dandan, pakai gaun, pakai berlian. Eh, ternyata nggak jadi dinner,” gerutu Maharatu di dalam mobil. Danendra hanya tersenyum, menanggapi gerutuan wanita di sampingnya. “Berarti kamu sangat ingin dinner romantis dengan Tuan Bagaskara?”“Ya, kan, hari ini ulang tahun Mas Bagas. Jadi, menurutku dinner bersamanya bukanlah sesuatu yang buruk.” Maharatu memandangi lampu jalanan yang menurutnya sangat indah malam ini. “O ….” Tanggapan Danendra begitu datar. Pria itu hanya berfokus pada jalanan. Dia ingin segera sampai ke tempat yang dituju. Ingin segera menghabiskan waktu bersama Maharatu. Di malam yang indah berpayung bulan dan bintang. Ekor mata Maharatu sesekali mencuri pandang pada pria yang menyetir dengan fokus. Kefokusan itu yang kadang membuat Maharatu tersenyum samar, tak kentara. Karena, Danendra tampak berkharisma dan seperti biasanya, terlihat tampan.Mungkinkah ini yang membuat lamp
Kata cinta dari Danendra membuat Maharatu melayang, tapi detik berikutnya. Kenyataan membuat Maharatu jatuh seketika. Maharatu mengurai pelukannya pada Danendra. Berangsur kaki Maharatu melangkah mundur. Dengan tatapan sayu Maharatu berbalik badan, berlari meninggalkan Danendra yang terpaku di tempat. Air mata Maharatu berguguran di pipi. Maharatu menuruni tangga satu per satu dengan berlari. Bergantian jari lentiknya mengusap air mata yang terlanjur luruh. “Kenapa Tuhan, kenapa harus seperti ini. Kenapa Kau menghadirkan cinta di saat yang tidak tepat. Di saat aku sudah memiliki suami.” Melihat Maharatu keluar dari dalam villa membuat dua penjaga yang tadi membukakan gerbang terperangah. “Buka gerbangnya!” titah Maharatu setengah membentak. Kedua penjaga itu saling pandang, lalu salah satu dari mereka berkata, “Tapi, Nona.” “Kubilang buka!” Kali ini suara Maharatu meninggi. Suara Maharatu yang meninggi mau tidak mau membuat dua penjaga itu membuka pintu gerbang. Keluar d
Sementara di hotel tempat Bagaskara merayakan pertambahan usia. Sebuah pesta mewah yang hanya dihadiri kerabat dan teman dekat dari Bagaskara dan Marisa sedang berlangsung. Sejak pesta dimulai, Hanum selalu bergelayut manja pada Papanya. Senyum palsu di bibir Bagaskara terus merekah sejak tadi. Bahkan, rahangnya sudah mulai terasa keram. Sama dengan Bagaskara, Marisa juga terus tersenyum sejak tadi. Namun, berbeda dengan Bagaskara, senyum di bibir Marisa benar-benar senyum kebahagiaan.Bahagia karena berhasil membuat suaminya kesal karena tidak bisa merayakan ulang tahun bersama istri kedua. “Dimana istri keduamu,” bisik Bondan yang memperhatikan sekeliling.Sudut bibir Bagaskara terangkat, dia meneguk minuman yang ada di tangannya dengan sekali teguk. “Kau ini bertanya atau mencibir?” ungkap Bagaskara kesal. Beruntung saat ini Hanum sudah tidak bergelayut manja di lengan Bagaskara. Jadi, gadis itu tidak mendengar pertanyaan Bondan yang kadang memang tidak tahu tempat.Bondan sem