Hari ini benar-benar sangat melelahkan bagi Maharatu, artis muda berusia 24 tahun. Pagi sampai siang hari dia harus syuting drama series terbaru. Sore hari sampai menjelang malam, dia harus pemotretan sebuah brand baju ternama.
Jam di pergelangan tangan perempuan berambut panjang itu sudah menunjukkan jam sepuluh malam saat wanita cantik itu sampai apartemen miliknya.“Aku sangat lelah,” keluh Ratu yang berjalan lunglai menuju kamar.Setelah membersihkan wajah dari make up yang membuat wajah terasa berat, Maharatu menuju kamar mandi lalu menyalakan lilin aroma terapi.Dia duduk di pinggir bathtub, mengisinya dengan air hangat kemudian menuangkan sabun beraroma mawar, kesukaannya. Kaki jenjang Ratu masuk ke dalam air. Disusul seluruh tubuhnya.Ratu memejamkan mata dengan kepala yang disandarkan pada bathtub menikmati aroma mawar yang membuatnya rileks. Rasa lelah membuat Ratu tertidur sepersekian menit.Hingga nada dering khusus membuatnya kaget. “Astaga, bisa-bisa kamu tertidur Ratu,” rutuknya pada diri sendiri.Ratu menggeser ikon warna hijau di ponselnya.“Hallo, Mas,” sapa Ratu lembut.“Kamu dimana?” Suara berat seorang pria memenuhi pendengaran Maharatu.“Aku dirumah,” jawab Ratu.“Alihkan ke panggilan video!” titah sang penelpon.Tidak ada pilihan lain, Maharatu menurut.Melihat penampilan Maharatu, jakun pria di seberang sana naik-turun. “Kamu menggodaku?”Pria mana yang tidak tergoda melihat seorang wanita yang berendam di dalam bathtub dengan rambut yang diikat ke atas dan sedikit berantakan, sehingga leher jenjangnya terekspos sempurna.“Siapa yang menggoda. Aku memang sedang mandi.” Ratu mencebik.“Seandainya saja aku bisa ke sana. Habis kamu malam ini,” ancam si penelpon.Ratu hanya menanggapi dengan senyum tipis. “Memangnya Mas dimana?”“Aku ada di klub X. Biasa menemani calon investor bersenang-senang.”“Selamat bersenang-senang kalau begitu,” kata Ratu yang akan mematikan panggilan video.“Tapi kamu bisa ke sini, ‘kan?”“Hah,” Ratu melebarkan matanya.“Setelah sampai langsung hubungi aku. Aku akan memesan spesial room.” Panggilan terputus sepihak.“Sial!” umpat Ratu menahan kesal.Pria satu itu memang sangat egois. Mengenalnya adalah suatu bencana bagi Ratu meski harus wanita berkulit putih itu akui. Karena Bagaskara juga, dia bisa berada di puncak karir seperti sekarang.Gegas Ratu membersihkan dirinya dari busa yang menempel di tubuh. Ratu kembali memoles wajahnya dengan make up dan lipstik merah merona kesukaan Bagaskara, suaminya.Ratu melapisi dress sepaha bertali spageti berwarna hitam dengan Hoodie over zise. Meski sudah memakai Hoodie, Ratu tetap memakai topi, masker dan kacamata hitamnya.Memacu mobil dengan kecepatan tinggi, Ratu harus segera sampai di klub X. Bagaskara paling tidak suka menunggu.“Aku sudah sampai.” Ketik Ratu pada aplikasi berbalas pesan. Maharatu memilih tetap berada di dalam mobil, menunggu balasan dari Bagaskara.“Maaf Sayang. Aku lupa hari ini Hanum ulang tahun. Aku harus menyiapkan kejutan untuknya. Lalu besok pagi Marisa mengajakku ke Singapura untuk merayakan ulang tahun Hanum.”Balasan yang sangat panjang kali lebar dari Bagaskara membuat bibir tipis Ratu melengkung.“Tidak masalah, Mas. Ulang tahun Hanum lebih penting, bukan!” balas Ratu.“Kamu memang pengertian, Ratu.”“Ayo kita nikmati malam ini, Ratu!” Ratu mengangkat tangannya ke atas. Karena sudah terlanjur sampai di klub, Ratu ingin bersenang-senang. Melepas penat.Ratu melepas Hoodie miliknya. Memasukkan kacamata dan maskernya kedalam tas.Ratu duduk di meja bartender, menenggak segelas minuman. Ini memang bukan pertama kalinya Ratu masuk klub. Bekerja di dunia entertainment, membuatnya cukup mengenal dunia malam. Karena dia harus pandai berbaur dengan artis lain dan para koleganya.Ratu bangkit bergabung dengan yang lainnya di lantai dansa. Wanita itu terus meliukkan tubuhnya. Tanpa dia sadari, ada sepasang mata yang terus memperhatikannya dari jauh.Mata elang Danendra terus berfokus pada seorang wanita cantik dengan tubuh sintal yang duduk sendirian di meja bartender.“Kalian pergilah!” usir Danendra pada dua wanita di sampingnya.“Apa kamu tidak ingin bersenang-senang dengan kami, Danendra,” ucap salah satu wanita. Tangan kedua wanita itu terus mengusap dada Danendra.“Pergi kubilang!” Suara Danendra meninggi. Tatapannya pada kedua wanita itu berubah nyalang.Tidak ingin terkena masalah. Kedua wanita itu memilih pergi.Setelah kedua wanita itu pergi, pandangan Danendra kembali berfokus pada wanita cantik di meja bartender. Kecantikan wanita itu benar-benar mengalihkan dunia Danendra.Danendra memutar gelas minuman di tangannya sembari memperhatikan gerakan sensual si wanita yang sudah beralih ke lantai dansa.“Sepertinya dia mabuk berat,” gumam Danendra dengan senyuman tipis.Hingga beberapa lelaki mulai mendekati si wanita. Pemandangan yang membuat darah Danendra memanas. “Sial, berani mereka mendekati mangsaku.” Danendra meletakkan gelasnya lalu, ikut turun ke lantai dansa.Karena terlalu mabuk, Maharatu menanggapi semua pria yang berjoget di sekitarnya.Danendra menepuk bahu lelaki yang berjoget dengan Maharatu. “Minggir, dia milikku!”Melihat siapa yang menepuk bahunya, si lelaki memilih menyingkir. “Sorry, gue nggak tau.”Dalam jarak dekat, Danendra bisa melihat pipi Maharatu yang merah karena mabuk.Perawakan Danendra yang hampir mirip dengan Bagaskara, ditambah Maharatu yang mabuk berat, membuat Maharatu mengira Danendra adalah Bagaskara.“Mas disini?” Mata Maharatu menyipit. Beberapa kali dia bersendawa kemudian mengalungkan tangannya di leher Danendra.“Hem, aku disini.” Sengaja Danendra berbisik di telinga Maharatu. Memancing sesuatu. Danendra tak acuh siapa yang dimaksud Maharatu, yang terpenting bagi Danendra adalah bisa memiliki wanita cantik di depannya, meski hanya semalam.“Tapi… aroma Mas berbeda.”“Aku memakai parfum baru,” kilah Danendra yang tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Dia mulai menjelajahi leher Ratu. “Aku suka wangi tubuhmu, Cantik.” Aroma mawar di tubuh Maharatu semakin membuat Danendra berdesir.Maharatu menghentikan cumbuan Danendra.“Kenapa? Kamu tidak suka?” Kening Danendra mengernyit.“Jangan di sini! Nanti ada yang lihat,” bisik Maharatu yang serupa rayuan bagi Danendra.“Baiklah, kita cari tempat lain.”Setelah mengambil tas Maharatu, Danendra memapah Maharatu meninggalkan klub. Pria bertubuh tegap itu membawa Maharatu ke sebuah hotel elit.Danendra membaringkan tubuh Maharatu di ranjang king size. Dia dengan tidak sabar mulai melepas pakaiannya, menampakkan tubuhnya yang penuh otot.Lelaki berambut gondrong itu kembali mencumbu Maharatu. Sementara Maharatu pasrah saat Danendra mencumbunya karena alam bawah sadar Maharatu mengira Danendra adalah Bagaskara.“Mas, kenapa brewokan? Rambut, Mas juga gondrong.” Bibir Maharatu mengerucut, matanya lagi-lagi menyipit.Melihat bibir Maharatu yang mengerucut, membuat Danendra gemas. Pria itu mengecup bibir Maharatu berulang kali. “Kamu terlalu banyak bicara.”Dengan tidak sabar, Danendra mencoba melepas dress yang melekat di tubuh wanita yang berada di bawah kungkungannya.Maharatu memiringkan kepalanya, memperhatikan wajah lelaki yang berada di atas tubuhnya dengan seksama. Ratu menahan dada Danendra, sebelum Danendra berhasil menanggalkan dress yang dikenakan Ratu. “Tunggu!”Wajah Bagaskara perlahan mulai memudar dan berganti dengan wajah lain. “Kamu siapa?!” Maharatu mendorong tubuh Danendra sekuat mungkin, hingga Danendra jatuh dari atas ranjang.“Aw!” Danendra mengusap bokongnya. “Kuat sekali tenaganya,” imbuh Danendra.Sementara, Maharatu berdiri di atas ranjang dengan tubuh sempoyongan. “Kamu mau memperkosaku, ya!” Jari Maharatu menunjuk ke arah Danendra.“Enak saja. Kamu sendiri yang mengajakku ke sini, Nona,” sahut Danendra.“Bohong!” Maharatu memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri, perutnya juga mulai bergejolak. Wanita berkulit putih itu berlari ke kamar mandi dengan tangan yang membekap mulutnya sendiri lalu mengunci kamar mandi dari dalam. Maharatu mengeluarkan semua isi perutnya. “Pusing sekali.” Maharatu sesekali memukul kepalanya sendiri. Dia berjalan gontai ke arah bathtub. Membaringkan tubuhnya di sana lalu memejamkan mata.Suara Maharatu yang muntah-muntah sudah tidak terdengar lagi dari luar. Namun, Danendra heran. Kenapa wanita itu
Ratu masuk ke dalam mobil dengan pipi yang basah dan mata merah. “Kita pergi sekarang, Sa!”“Kamu tidak apa-apa, ‘kan, Ra?” Sasa menatap sendu ke arah artisnya.Maharatu menatap Sasa yang duduk di kursi kemudi. Dia menghapus jejak air matanya, lalu mengulas senyum. “Aku baik. Bukankah ini sudah sering terjadi, Sa.”Dulu Sasa sempat tidak percaya saat mendengar ada artis yang bertahun-tahun bekerja di dunia entertain, tapi miskin tidak punya apa-apa. Bukan karena sang Artis berfoya-foya melainkan karena uang sang Artis habis ditangan keluarganya sendiri. Akan tetapi, setelah bertemu Ratu tiga tahun lalu, Sasa baru percaya bahwa memang ada keluarga toxic seperti itu. Bahkan, bagi Sasa nasib Maharatu lebih tragis. Mama artis berambut panjang itu bukan hanya menguasai dan menghabiskan hasil keringat Maharatu. Dia juga tega menjadikan putrinya, istri kedua Bagaskara agar bisa hidup enak.“Miris sekali hidupmu, Ra. Punya Mama yang selalu bikin naik darah, jadi istri kedua pula.” Sasa berde
Jantung Ratu seakan berhenti berdetak, sebuah tangan kekar melingkar posesif di perutnya yang rata. Dari suara, dan aroma parfumnya, Ratu mengenali pemiliknya.Kenapa Bagas kembali secepat ini. Biasanya pria itu akan menghabiskan waktu berhari-hari bila menyangkut kesenangan Hanum –putri kesayangannya. Pikiran Ratu terus berkelindan.Susah payah Ratu menelan salivanya. “Sangat. Pagi harus syuting, sore pemotretan, dan malammya ada talkshow di SME TV.” Sebisa mungkin Ratu menyembunyikan rasa takutnya. Dia mengusap perlahan lengan Bagas.“Aku merindukanmu, Ra.” Pria berjambang tipis itu mulai menyusuri leher jenjang Ratu.Ratu segera mematikan kompornya. Dia berbalik arah, mengalungkan tangannya di leher Bagas. Maharatu terus menunduk, berharap Bagas tidak melihat tanda di lehernya. Bagas memegang dagu Ratu agar istrinya mendongak. Bagaskara menyentuh bibir Ratu, memberi kecupan perlahan yang lama-kelamaan semakin menuntut. Dia terus mencumbu istrinya, leher Ratu menjadi sasaran berik
Amarah dan hasrat yang sudah tersalurkan membuat Bagaskara lega. Pria itu menjatuhkan tubuhnya di samping Ratu. “Sekarang aku percaya, dia tidak menyentuhmu. Tidurlah! Aku akan mentransfer uang ke rekeningmu. Gunakan untuk mengobati luka-luka ini.” Ratu berdesis saat Bagaskara menyentuh ujung bibirnya. “Shh....” perih langsung menjalar ke seluruh tubuh.Bagaskara menarik tubuh Ratu ke dalam pelukannya, mencium sudut bibir Maharatu yang membiru lalu menyelimuti tubuh keduanya.Sinar matahari pagi sudah menembus tirai yang berkibar tertiup angin, menyilaukan pandangan wanita yang masih bergelung di dalam selimut itu. Tulang-tulang di tubuh Ratu seakan ingin terlepas satu per satu. Sungguh, badannya sakit semua. Belum lagi, kepalanya juga terasa pusing.Melihat matahari yang sudah meninggi, Ratu begitu panik, hari ini dia ada syuting seharian penuh. Ratu menyibak selimutnya, tergesa-gesa.“Aku terlambat,” rutuk Ratu. Kakinya baru akan menapaki lantai saat suara Bagaskara menghentikan g
Keesokan paginya, Danendra benar-benar menuruti permintaan papanya untuk ikut rapat tertutup pemegang saham. Kedatangan Danendra ke perusahaan tentu menarik perhatian semua orang, terutama kaum hawa.Jas berwarna navi senada dengan celana slim fit yang dia kenakan membuatnya terlihat berbeda juga sepatu pantofel hitam yang semakin membuat langkahnya terlihat gagah. Danendra mengikat rambutnya ke belakang dengan rapi, brewok yang pagi ini ditata rapi semakin membuat aura maskulinnya keluar.Berjalan beriringan dengan Sanjaya otomatis membuat setiap pasang mata menunduk hormat pada Danendra. “Perkenalkan, dia putra saya, Danendra Sanjaya.” Sanjaya memperkenalkan Danendra di depan semua pemegang saham.“Selamat pagi semuanya.” Danendra membungkukkan badannya, sebagai tanda hormat pada semua pemegang saham. “Perkenalkan nama saya Danendra. Suatu kehormatan bagi saya karena diberi kesempatan untuk bergabung dengan orang-orang hebat seperti Anda semua," imbuh Danendra dibarengi dengan se
Danendra berkacak pinggang di dalam apartemen tipe studio yang baru dibelinya. “Pindah lagi … pindah lagi,” gerutunya. Terpaksa pria itu pindah apartemen karena kedua orang tuanya sudah tahu letak bahkan kode apartemen lamanya.Dia ingin hidup bebas tanpa kekangan seperti saat berada di luar negeri.Danendra mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Kalung berliontin merpati. “Kenapa harus merpati.” Kalung itu berkilau di antara jari telunjuk dan tengah. Danendra memasukkan kalung itu pada kotak beludru kecil yang sengaja dia beli siang tadi. Lalu, menyimpannya di ruang wardrop.***Menghisap sebatang rokok dengan tangan kanan, sementara buku gambar dan pensil di tangan kiri, Danendra menapaki satu per satu anak tangga darurat menuju rooftop. Bagi Danendra di tempat tertinggi itu, inspirasi untuk melukis mudah muncul. Meski, sejujurnya beberapa hari ini inspirasinya adalah Maharatu. Wajah ayu Maharatu bahkan memenuhi semua kanvas miliknya.Sampai di rooftop, mata Danendra membo
Marisa menatap sinis pria yang sudah menemaninya selama dua puluh tahun itu. “Aku penasaran. Seperti apa wanita simpananmu itu? Apa dia sangat cantik? Atau sangat hebat di ranjang. Hingga seorang Bagaskara si penjelajah wanita ini,” Marisa memainkan jarinya di dada Bagaskara, “mampu bertahan sangat lama dengannya.”Gerakan jari Marisa terhenti karena Bagaskara mencengkramnya erat lalu mengibaskannya kasar. Kini giliran Bagaskara yang mencengkram dagu Marisa, lalu mendorong tubuh Marisa hingga menyentuh dinding kaca. Bagaskara menyeringai. “Lebih baik kamu tidak tau dan tidak mencari tau, Marisa!” Manik coklat Bagaskara begitu mengintimidasi. “Atau… kubuat bocah ingusan yang kamu pelihara itu lenyap seketika dari dunia entertain. Kudengar dia sedang merangkak di industri yang kukuasai ini.” Bagaskara melepas cengkramannya dengan kasar. Marisa memegangi rahangnya yang terasa sakit. “Sial! Dari mana dia tau tentang Julian,” geram Marisa.Pernikahan Bagaskara dan Marisa memang sudah
Pertanyaan Maharatu membuat Bagaskara menoleh ke belakang. “Oh, dia. Kemarilah, Ndra!” Pria asing itu mendekat ke arah Bagaskara. “Kenalkan namanya Endra. Dia sopir baru sekaligus pengawal pribadi untukmu,” jelas Bagaskara pada Ratu.Hati Ratu mencelos seketika, tidak menyangka Bagaskara akan bertindak sejauh ini. Menempatkan pengawal khusus untuknya. Tanpa pengawal saja dia sudah merasa sesak. Apalagi dengan pengawal. Seandainya bisa, Ratu ingin berteriak sekencang kencangnya.“Ratu nggak butuh pengawal Mas,” rengek Ratu.“Jangan membantah, Ra!” Bagaskara menatap Ratu tajam. “Sa,” panggil Bagas pada Sasa yang masih mematung di tempatnya.“Iya… Om.” Sasa mendekat. “Kamu masih ingat kode unit sebelah, ‘kan?”“Masih, Om.” “Ajak Endra kesana! Mulai sekarang, Endra akan menempati unit itu!” “Siap Om!”Bagaskara menatap ke arah Endra. “Ndra, kamu ikuti, Sasa!”“Baik, Tuan.” Endra mengangguk patuh, tapi tangannya mengepal erat.“Mas ngantuk. Tadi dari bandara, Mas langsung kemari. Kamu