Ratu masuk ke dalam mobil dengan pipi yang basah dan mata merah. “Kita pergi sekarang, Sa!”
“Kamu tidak apa-apa, ‘kan, Ra?” Sasa menatap sendu ke arah artisnya.Maharatu menatap Sasa yang duduk di kursi kemudi. Dia menghapus jejak air matanya, lalu mengulas senyum. “Aku baik. Bukankah ini sudah sering terjadi, Sa.”Dulu Sasa sempat tidak percaya saat mendengar ada artis yang bertahun-tahun bekerja di dunia entertain, tapi miskin tidak punya apa-apa. Bukan karena sang Artis berfoya-foya melainkan karena uang sang Artis habis ditangan keluarganya sendiri.Akan tetapi, setelah bertemu Ratu tiga tahun lalu, Sasa baru percaya bahwa memang ada keluarga toxic seperti itu. Bahkan, bagi Sasa nasib Maharatu lebih tragis. Mama artis berambut panjang itu bukan hanya menguasai dan menghabiskan hasil keringat Maharatu. Dia juga tega menjadikan putrinya, istri kedua Bagaskara agar bisa hidup enak.“Miris sekali hidupmu, Ra. Punya Mama yang selalu bikin naik darah, jadi istri kedua pula.” Sasa berdecak sambil geleng-geleng kepala sebelum tancap gas.Mendengar kata-kata Sasa, Ratu mencebik. “Tapi di balik mirisnya hidupku ada gaji besar bagimu.”Seketika Sasa tertawa terbahak-bahak. “Mulut yang terkunci rapat memang mahal harganya, Ra.”***Danendra mulai menggeliat, meregangkan otot-ototnya. Hal pertama yang ingin dia lihat saat bangun tidur adalah wajah ayu yang semalam dia dekap.Kenyataan terkadang tak sesuai dengan ekspektasi. Pemilik wajah ayu yang semalam dia dekap sudah tidak ada di sampingnya. Pria berambut gondrong itu langsung meloncat dari ranjang.“Nona….” Danendra masuk ke kamar mandi, kosong. “Argh! Sial.” Danen melayangkan tangan ke udara. Lagi-lagi wanita itu membuat Danendra kesal.Duduk di tepi ranjang dengan tangan yang menumpu kepala, netra Danendra menangkap benda yang berkilau. Sebuah kalung berliontin merpati menarik perhatiannya. Danendra menggenggam kalung itu erat-erat.“Aku akan menemukanmu, Nona. Pasti!”Amarah Danendra hampir meledak saat pihak hotel menolak memperlihatkan rekaman CCTV.“Maaf, Tuan kami tidak bisa sembarangan menunjukkan rekaman CCTV hotel,” kata staf hotel yang menangkupkan kedua tangannya.“Kenapa tidak bisa? Saya harus tau jam berapa istri saya meninggalkan hotel tadi malam. Istri saya saat ini sedang marah. Dan biasanya, dia akan melakukan hal-hal diluar nalar saat marah, seperti semalam misalnya. Dia mengunci diri di kamar mandi.Awas saja kalau sampai terjadi sesuatu pada istri saya. Saya akan menuntut hotel ini karena menolak menunjukkan rekaman CCTV di kondisi darurat.” Rangkaian kebohongan yang dikatakan Danendra berhasil membuat pihak hotel ketakutan.Pada akhirnya, mau tidak mau pihak hotel menunjukkan rekaman CCTV yang Danen minta. Melihat rekaman CCTV, tangan pria brewok itu mengepal erat. “Dia menggunakan masker,” rutuk Danendra.“Stop!” perintah Danendra pada staf keamanan hotel. Rekaman dijeda sejenak. “Saya harus mencatat plat taksi yang ditumpangi oleh istri saya.”“Kamu benar-benar membuat kepalaku hampir pecah, Nona. Lihat saja nanti saat aku berhasil menemukanmu,” ancam Danendra dalam hati.Beruntung bagi Danendra, wanitanya menggunakan taksi konvensional. Jadi dengan mudah Danendra bisa tau kemana wanitanya pergi.“Di sini?” Danendra memijat pangkal hidungnya saat taksi berhenti.“Iya, Tuan. Nona itu minta diantarkan ke sini,” kata si sopir taksi.Danendra berkacak pinggang di tempat parkir klub. Berharap langsung menemukan alamat si wanita. Danendra rupanya harus gigit jari. Karena ternyata si wanita minta diantar ke klub X. Tempat mereka pertama kali bertemu semalam.Ponsel Danendra tiba-tiba bergetar. “Papa,” lirih Danendra.Danen menggeser ikon hijau di ponselnya. “Ya, Pa. Kenapa?”“Kamu keluyuran kemana saja!”Suara dari seberang sana membuat Danendra menjauhkan ponselnya dari telinga.“Danen tidak kemana-mana. Danen di apartemen,” elak Danendra.“Jangan bohong kamu, Danen. Semalam Papa dan Mama ke apartemenmu. Tidak ada siapa-siapa di sana. Pokoknya Papa tidak mau tau. Temui Papa di kantor sekarang!” teriak Sanjaya di ujung telepon yang membuat Danendra memasukkan jari kelingkingnya ke lubang telinga.“Iya… iya… Danen ke sana, tapi nanti. Sekarang Danen masih ada urusan penting.”Sanjaya berdecak kesal. “Sejak kapan pengangguran punya urusan penting,” ejek Sanjaya pada putranya.“Sejak saat ini,” jawab Danendra enteng.“Terserah kamu Danen. Bicara sama kamu cuma bikin kepala Papa sakit.” Sanjaya mematikan teleponnya.“Dimatikan.” Danendra memandang ponselnya.Uang memang bisa memuluskan segalanya. Buktinya dengan lembaran kertas itu, Danen berhasil melihat CCTV parkiran klub dan mendapatkan plat nomor kendaraan yang wanitanya tumpangi.“Sepertinya jalanku untuk bertemu denganmu tidak begitu terjal, Nona.” Sudut bibir pria yang menguncir rambutnya itu terangkat.***“Ra! Aku lupa masih ada satu pekerjaan lagi hari ini.” Sasa memasang wajah memelas di depan Ratu yang sudah berganti pakaian setelah pemotretan.Ratu mendorong dahi Sasa pelan. “Kebiasaan. Belum tua tapi pikun.”“Maaf.”Tubuh Ratu sebenarnya sudah remuk redam. Tapi, mau bagaimana lagi. Dia harus profesional. “Jadi apa pekerjaan kita selanjutnya?”“Kamu ada talk show di SME TV untuk acara infotainment mereka.”“Live?”“Tidak.”“Apa tidak bisa diundur, Sa.” Ratu memijat pundaknya yang terasa berat.“Sayangnya tidak bisa, Ra karena besok kamu harus syuting seharian penuh.” Sasa tahu artisnya kelelahan, tapi pekerjaan ini benar-benar tidak bisa ditunda.“Makan dulu boleh? Aku lapar.” Ratu mengelus perutnya yang rata. Ada rasa sakit yang menusuk di hati saat Ratu mengelus perutnya.“Boleh. Mau makan apa? Aku yang traktir.” Sasa menggandeng lengan Maharatu.Jari telunjuk Maharatu mengetuk-ngetuk bibirnya. “Aku mau makanan mahal.”“Cus kita ke restoran steak terenak,” ajak Sasa penuh semangat.Setelah mengunjungi restoran yang memiliki menu steak yang Sasa bilang terenak, mobil Maharatu sudah terparkir rapi di basemen SME TV.Wawancara yang Maharatu lakukan tidak terlalu memakan waktu lama. Pekerjaan ketiga Maharatu selesai tepat jam sepuluh malam.“Akhirnya selesai juga.” Di dalam lift Maharatu merentangkan tangannya tinggi-tinggi. “Sampai apartemen aku mau berendam lalu tidur.” Ratu memeluk tubuh berisi Sasa dari samping.“Tidur yang nyenyak. Besok kita. Eh… kamu ding. Harus kerja rodi lagi,” ejek Sasa.“Dasar nyebelin.” Ratu mencubit pipi gembul Sasa, gemas. Kedua wanita itu terus bercanda sampai pintu lift terbuka.Danendra yang begitu asik dengan ponsel di tangan tidak menyadari jika Maharatu berjalan berpapasan dengannya. Aroma mawar yang tertinggal di dalam lift menyentak pikiran Danendra. “Wangi ini. Mungkinkah dia di sini?”Danendra terus menekan tombol lift. Berharap pintu lift kembali terbuka. Saat pintu lift terbuka, Danendra mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tapi, nihil. Keberadaan wanita yang dia cari tidak ada dimanapun.***Maharatu akan menyeduh susu hangat di dapur saat tiba-tiba sebuah tangan kekar memeluknya dari belakang. “Apa hari ini sangat melelahkan?”Jantung Ratu seakan berhenti berdetak, sebuah tangan kekar melingkar posesif di perutnya yang rata. Dari suara, dan aroma parfumnya, Ratu mengenali pemiliknya.Kenapa Bagas kembali secepat ini. Biasanya pria itu akan menghabiskan waktu berhari-hari bila menyangkut kesenangan Hanum –putri kesayangannya. Pikiran Ratu terus berkelindan.Susah payah Ratu menelan salivanya. “Sangat. Pagi harus syuting, sore pemotretan, dan malammya ada talkshow di SME TV.” Sebisa mungkin Ratu menyembunyikan rasa takutnya. Dia mengusap perlahan lengan Bagas.“Aku merindukanmu, Ra.” Pria berjambang tipis itu mulai menyusuri leher jenjang Ratu.Ratu segera mematikan kompornya. Dia berbalik arah, mengalungkan tangannya di leher Bagas. Maharatu terus menunduk, berharap Bagas tidak melihat tanda di lehernya. Bagas memegang dagu Ratu agar istrinya mendongak. Bagaskara menyentuh bibir Ratu, memberi kecupan perlahan yang lama-kelamaan semakin menuntut. Dia terus mencumbu istrinya, leher Ratu menjadi sasaran berik
Amarah dan hasrat yang sudah tersalurkan membuat Bagaskara lega. Pria itu menjatuhkan tubuhnya di samping Ratu. “Sekarang aku percaya, dia tidak menyentuhmu. Tidurlah! Aku akan mentransfer uang ke rekeningmu. Gunakan untuk mengobati luka-luka ini.” Ratu berdesis saat Bagaskara menyentuh ujung bibirnya. “Shh....” perih langsung menjalar ke seluruh tubuh.Bagaskara menarik tubuh Ratu ke dalam pelukannya, mencium sudut bibir Maharatu yang membiru lalu menyelimuti tubuh keduanya.Sinar matahari pagi sudah menembus tirai yang berkibar tertiup angin, menyilaukan pandangan wanita yang masih bergelung di dalam selimut itu. Tulang-tulang di tubuh Ratu seakan ingin terlepas satu per satu. Sungguh, badannya sakit semua. Belum lagi, kepalanya juga terasa pusing.Melihat matahari yang sudah meninggi, Ratu begitu panik, hari ini dia ada syuting seharian penuh. Ratu menyibak selimutnya, tergesa-gesa.“Aku terlambat,” rutuk Ratu. Kakinya baru akan menapaki lantai saat suara Bagaskara menghentikan g
Keesokan paginya, Danendra benar-benar menuruti permintaan papanya untuk ikut rapat tertutup pemegang saham. Kedatangan Danendra ke perusahaan tentu menarik perhatian semua orang, terutama kaum hawa.Jas berwarna navi senada dengan celana slim fit yang dia kenakan membuatnya terlihat berbeda juga sepatu pantofel hitam yang semakin membuat langkahnya terlihat gagah. Danendra mengikat rambutnya ke belakang dengan rapi, brewok yang pagi ini ditata rapi semakin membuat aura maskulinnya keluar.Berjalan beriringan dengan Sanjaya otomatis membuat setiap pasang mata menunduk hormat pada Danendra. “Perkenalkan, dia putra saya, Danendra Sanjaya.” Sanjaya memperkenalkan Danendra di depan semua pemegang saham.“Selamat pagi semuanya.” Danendra membungkukkan badannya, sebagai tanda hormat pada semua pemegang saham. “Perkenalkan nama saya Danendra. Suatu kehormatan bagi saya karena diberi kesempatan untuk bergabung dengan orang-orang hebat seperti Anda semua," imbuh Danendra dibarengi dengan se
Danendra berkacak pinggang di dalam apartemen tipe studio yang baru dibelinya. “Pindah lagi … pindah lagi,” gerutunya. Terpaksa pria itu pindah apartemen karena kedua orang tuanya sudah tahu letak bahkan kode apartemen lamanya.Dia ingin hidup bebas tanpa kekangan seperti saat berada di luar negeri.Danendra mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Kalung berliontin merpati. “Kenapa harus merpati.” Kalung itu berkilau di antara jari telunjuk dan tengah. Danendra memasukkan kalung itu pada kotak beludru kecil yang sengaja dia beli siang tadi. Lalu, menyimpannya di ruang wardrop.***Menghisap sebatang rokok dengan tangan kanan, sementara buku gambar dan pensil di tangan kiri, Danendra menapaki satu per satu anak tangga darurat menuju rooftop. Bagi Danendra di tempat tertinggi itu, inspirasi untuk melukis mudah muncul. Meski, sejujurnya beberapa hari ini inspirasinya adalah Maharatu. Wajah ayu Maharatu bahkan memenuhi semua kanvas miliknya.Sampai di rooftop, mata Danendra membo
Marisa menatap sinis pria yang sudah menemaninya selama dua puluh tahun itu. “Aku penasaran. Seperti apa wanita simpananmu itu? Apa dia sangat cantik? Atau sangat hebat di ranjang. Hingga seorang Bagaskara si penjelajah wanita ini,” Marisa memainkan jarinya di dada Bagaskara, “mampu bertahan sangat lama dengannya.”Gerakan jari Marisa terhenti karena Bagaskara mencengkramnya erat lalu mengibaskannya kasar. Kini giliran Bagaskara yang mencengkram dagu Marisa, lalu mendorong tubuh Marisa hingga menyentuh dinding kaca. Bagaskara menyeringai. “Lebih baik kamu tidak tau dan tidak mencari tau, Marisa!” Manik coklat Bagaskara begitu mengintimidasi. “Atau… kubuat bocah ingusan yang kamu pelihara itu lenyap seketika dari dunia entertain. Kudengar dia sedang merangkak di industri yang kukuasai ini.” Bagaskara melepas cengkramannya dengan kasar. Marisa memegangi rahangnya yang terasa sakit. “Sial! Dari mana dia tau tentang Julian,” geram Marisa.Pernikahan Bagaskara dan Marisa memang sudah
Pertanyaan Maharatu membuat Bagaskara menoleh ke belakang. “Oh, dia. Kemarilah, Ndra!” Pria asing itu mendekat ke arah Bagaskara. “Kenalkan namanya Endra. Dia sopir baru sekaligus pengawal pribadi untukmu,” jelas Bagaskara pada Ratu.Hati Ratu mencelos seketika, tidak menyangka Bagaskara akan bertindak sejauh ini. Menempatkan pengawal khusus untuknya. Tanpa pengawal saja dia sudah merasa sesak. Apalagi dengan pengawal. Seandainya bisa, Ratu ingin berteriak sekencang kencangnya.“Ratu nggak butuh pengawal Mas,” rengek Ratu.“Jangan membantah, Ra!” Bagaskara menatap Ratu tajam. “Sa,” panggil Bagas pada Sasa yang masih mematung di tempatnya.“Iya… Om.” Sasa mendekat. “Kamu masih ingat kode unit sebelah, ‘kan?”“Masih, Om.” “Ajak Endra kesana! Mulai sekarang, Endra akan menempati unit itu!” “Siap Om!”Bagaskara menatap ke arah Endra. “Ndra, kamu ikuti, Sasa!”“Baik, Tuan.” Endra mengangguk patuh, tapi tangannya mengepal erat.“Mas ngantuk. Tadi dari bandara, Mas langsung kemari. Kamu
Hanum berteriak histeris melihat kedatangan Maharatu. “Kak Maharatu!” Hanum menutup mulutnya sesekali memandang ke arah Papanya, seolah tidak percaya idolanya ada di sini. Dia bahkan berlonjak kegirangan seperti anak kecil. Sementara, Maharatu bingung dengan situasi di ruangan itu. Dia menatap Bagaskara, minta penjelasan. Ekor mata Bagaskara melirik ke arah Hanum, memberi kode pada Maharatu agar bisa menyesuaikan diri dengan situasi.“Hai, Hanum. Happy birthday.” Ratu memeluk Hanum erat.“Aku masih tidak percaya Kak Ratu ada di sini.” Terlihat jelas binar bahagia di mata remaja itu. “Papa benar-benar mengabulkan permintaanku,” sorak Hanum.Jadi ini tujuan Bagaskara mengajaknya makan malam di luar. Menyenangkan putri semata wayangnya. Maharatu tersenyum miris.Akan tetapi, dengan cepat bibir Ratu tersenyum selebar mungkin lalu memegang bahu Hanum lembut. “Om Bagas yang memintaku datang. Katanya putri cantiknya sedang berulang tahun.”“Terima kasih sudah datang Kak Ratu. Ayo duduk d
Ratu masih menangis sesenggukan di lantai. Dia menyandarkan tubuhnya di ranjang. “Mama rindu kamu, Sayang. Seandainya kamu masih ada.” Artis cantik itu hanya bisa mendekap foto USG hitam putih di dadanya. Dia meraih tas kecil di atas nakas karena suara ponsel yang terus berdering. “Pangeran,” gumam Ratu. Dia mengusap pipinya, menghentikan tangisnya, lalu menggeser ikon hijau di layar ponsel.“Hallo, Pangeran.” Kemampuan aktingnya kadang memang berguna di kehidupan sehari-hari. Contohnya seperti saat ini. Suara Ratu terdengar ceria seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal, sedetik sebelumnya dia menangis histeris.“Hallo, Kak … Kak besok aku dan Ayah pulang,” tutur Pangeran yang terdengar bersemangat.“Benarkah! Bagaimana dengan terapi Ayah?” “Terapi Ayah berjalan dengan baik, Kak.”“Syukurlah,” ucap Maharatu lega.“Kami merindukan, Kakak.”“Kakak juga merindukan kalian.” “Kakak ingin berbicara dengan Ayah?” tanya Pangeran dari seberang sana.“Boleh,” ucap Maharatu.“Hallo, putri aya