Bab 1
“Sh, hentikan, Kak!” ketus Shanika, gadis itu memberontak kuat sambil mendorong dada bidang pria yang hendak menyentuhnya. Gadis itu terisak, air matanya terus berjatuhan membasahi wajahnya akibat mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari Sergio. Dia tak lain dan tak bukan adalah suami kakaknya, kakak iparnya sendiri. Mendapat penolakan dari Shanika, Sergio melayangkan tatapan tak bersahabatnya. Di saat nafsunya sudah berada di puncak, Shanika malah menghentikannya sepihak. “Ck, kenapa kau malah menghentikanku, bodoh? Aku membawamu karena aku sudah membayarmu. Jadi terserah aku ingin melakukan apapun padamu, termasuk mengambil kesucianmu. Bukankah ini memang tujuanmu? Menjual kesucian demi uang?” papar Sergio, bibirnya menyeringai. Tatapannya menatap nakal ke arah tubuh Shanika, dia tampak mempesona dengan gaun ketat dan terbuka yang dikenakannya. Hati Shanika hancur berkeping-keping ketika Sergio menganggap dirinya seolah tak ada harganya sama sekali, tentu dia merasa sakit. Andai bukan karena butuh, Shanika tidak akan melakukan hal menyimpang ini. Demi Nala, adiknya yang kini tengah berjuang hidup di rumah sakit. “Aku terpaksa melakukan ini karena membutuhkan uang untuk pengobatan Nala, kak, bukan karena aku sukarela menginginkannya,” lirih Shanika, buliran bening terus mengalir. Sergio tidak mau mendengarkan alasan apapun. “Kalau begitu puaskan aku, aku akan memberikanmu uang sesuai yang kamu inginkan jika kamu membuatku puas malam ini, Shanika!” Shanika menengadah, menatap pilu pada Sergio. Meskipun mereka keluarga, Sergio tidak berbelas kasihan sedikitpun. Lelaki itu ingin tetap Shanika melayaninya malam ini. “Aku mohon, Kak, biarkan aku pergi. Kita nggak seharusnya melakukan hal ini, kamu kakak iparku dan kamu suami kakakku. Aku nggak mau mengkhianati Kak Carissa,” tutur Shanika bersikeras menolak keinginan Sergio. Bagi Sergio, semua pernyataan Shanika hanya mengulur waktunya. Pria itu melepaskan satu persatu kancing kemejanya, ketika sudah terlepas, ia lepas kemeja itu hingga tubuh atas tanggal. Shanika membuang pandangan ketika melihat indahnya tubuh Sergio yang jelas terpampang. Mungkin … jika wanita lain yang melihat akan terpesona, tetapi tidak berlaku bagi Shanika. Ia tidak merasa kagum ataupun Sudi melihatnya. “Tidak usah munafik, kau suka 'kan melihatku begini?” Sergio terkekeh pelan. “Ini baru baju yang kubuka, apa kau ingin celana yang selanjutnya aku buka?” “Jangan, Kak! Jangan lakukan itu!” Shanika berteriak untuk menolak. Perkataan Sergio terkesan menyebalkan, di saat Shanika bergetar ketakutan, Sergio malah menakut-nakutinya. “Biarkan aku pergi, Kak!” Shanika meminta dengan penuh permohonan, berharap dia bisa keluar dari ruangan tertutup ini. “Jika kau menolak, ingatlah jika nyawa Nala dalam bahaya karena kamu tidak bisa membayar uang operasinya!” Deg! Baru saja Shanika akan meraih handle pintu, Sergio menghentikannya. Tubuh Shanika bergeming, bulu kuduknya meremang karena yang dikatakan Sergio ada benarnya. “Hanya kamu yang berhak menentukan.” “Ta-tapi … aku tidak rela jika kesucian yang kujaga selama beberapa tahun lamanya direnggut oleh pria yang bukan suamiku. Ayahku berpesan agar aku selalu menjaga kesucian.” Helaan napas kasar terdengar, Sergio berdecak kesal lantaran Shanika semakin membuatnya geram. "Menikahlah denganku, maka aku akan bayar pengobatan adikmu. Kalau tidak, maka pergilah dan jangan muncul lagi di hadapanku!" Hanya itu yang Sergio katakan, dia tidak memberikan Shanika pilihan lain. Shanika tengah di ambang kebuntuan. Di saat kondisi rumit seperti ini, dia tidak bisa terlalu lama memikirkan cara karena nyawa Nala dalam bahaya. Alhasil, Shanika hanya mampu mengangguk lemah. Terpaksa menyetujui ucapan Sergio. “Karena aku membutuhkan uang, oleh sebab itu aku mengiyakan,” balas Shanika sambil menahan isakan, bibirnya gemetar karena merasa terpukul di situasi seperti ini. Bibir Sergio menyunggingkan senyum, dia puas karena Shanika mengiyakan juga pada akhirnya. Ia melangkah maju, mendorong Shanika hingga tubuh wanita itu menabrak tembok. “Apa kamu pernah berciuman?” tanya Sergio. Shanika menggeleng dengan polosnya, tak ayal Sergio menganga tak percaya. “Really? Di zaman seperti sakarang ini?” Gak banyak kata yang Shanika keluarkan, hanya anggukan saja yang mampu ia berikan. Ia meringis ketika rambutnya dijambak agar ia menatap wajah kakak iparnya. “Apa kau pernah melihat orang berciuman?” Lagi dan lagi Sergio bertanya, Shanika mengangguk. Ia memang suka melihat drama Korea dan China, adegan kissing memang terbiasa di dua drama sana. “Kau ingin merasakannya?” Kala Shanika hendak bicara, Sergio sudah membungkam bibirnya dengan bibir kenyal miliknya. “Tidak ma---hmp!” “Seperti inilah rasanya berciuman, menyenangkan, bukan?” bisiknya, mengusap bibir merah Shanika dengan sensual. Jika malam ini first kiss Shanika yang direnggut, lalu apalagi yang terenggut selanjutnya? *** Usai percumbuan yang kedua insan itu lakukan, Shanika tak henti-hentinya menangis. Padahal ia susah payah menahan, tak bisa bohong jika dia sedih sekarang. Bagaimana tidak, ketika dirinya harus bermain api dengan kakak iparnya sendiri bahkan melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan di sini. Shanika juga sudah setuju untuk menandatangani kontrak yang Sergio bahas. “Bolehkah aku membaca dulu isi kontraknya, Kak?” tanya Shanika ketika Sergio meletakkan dokumen yang baru selesai dia buat. Sergio berdehem, duduk di samping Shanika yang menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. “Lebay sekali, padahal belum aku apa-apakan.” Sergio berkata dengan pelan, tetapi masih bisa Shanika dengar. Shanika membuka dokumen tersebut, membacanya dengan seksama. “Kamu boleh mempertimbangkan jika ada hal yang tidak kamu sukai di sana,” kata Sergio, memerhatikan raut wajah Shanika yang meringis membaca kontraknya. “Aku tidak suka kau menyentuhku dengan kasar,” ungkap Shanika, mau bagaimanapun juga ia hanya perempuan yang masih memiliki perasaan. Meski Sergio membayarnya, bukan berarti dia bersikap kurang ajar. “Oke, lalu bagaimana jika di belakang?” tanyanya dengan gamblang. Shanika nyaris tersedak ludahnya sendiri, ia mengerutkan keningnya, pertanda dia bingung dengan ucapan kakak iparnya. “Maksudnya?” Shanika bertanya bingung. Bukan menjawab, mata Sergio membeliak, kemudian tertawa pelan melihat Shanika begitul polosnya. Sampai dia tidak mengerti ucapannya, padahal dia wanita dewasa. “Lupakan, cukup jawab iya atau tidak.” Benak Shanika berputar, mencerna maksud Sergio. Kala ia sudah mengerti, Shanika menggeleng cepat. “Tidak, itu menjijikan.” Cukup lama mereka membahas soal kontrak, Shanika pun tak segan mengutarakan keberatannya terkait hal yang tertulis di dokumen ini. Shanika dan Sergio mentandatangani sebagai perjanjian. Mulai sekarang dan seterusnya, hidup Shanika tidak akan bebas lantaran dia sudah terikat kontrak dengan kakak iparnya sendiri. Entah apa yang terjadi ke depannya, Shanika didera rasa bersalah karena sudah mengkhianti Carissa dengan berselingkuh dengan suaminya. “Kenapa Kak Gio melakukan ini?” Cukup lama saling bungkam, Shanika mengajukan pertanyaan. Cukup mencengangkan saat Shanika bertemu dengan Sergio di club malam, terlebih pria ini memesan wanita untuk bermalam dengannya. Yang diyakini, pasti ada alasannya. Sergio menenggak segelas vodka, lalu memijat keningnya. “Bukankah kau tahu bagaimana kehidupan rumah tanggaku dengan kakakmu?”Bab 02“Andai kakakmu tidak sibuk dengan dunianya, aku tidak akan melakukan ini. Aku tidak peduli mengkhianatinya atau tidak, dia sendiri bahkan tak mempedulikan perasaanku.”“Aku bingung harus menjawab apa, karena itu bukan urusanku. Tapi yang jelas, baik Mama maupun Kak Carissa tidak boleh tahu, terutama dua adikku.”Shanika menatap Sergio yang terus menenggak minuman alkohol itu. Dia sudah menebak kalau Sergio melakukan ini karena ada alasan. Alasan jelasnya karena Carissa jarang ada di rumah, sebagai suami Sergio sangat membutuhkan istri.Merasa tidak peduli dengan masalah mereka, Shanika tidak mau ambil pusing karena itu bukan urusannya. Yang harus Shanika pikirkan adalah, bagaimana cara agar dia bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi Nala.Dia tidak punya banyak waktu, suster mengatakan jika Nala harus segera ditangani. Shanika memilin jari jemarinya yang terasa dingin saking gugup dan takut.“Karena kita sudah sepakat mentandatangani kontrak, mulai sekarang dan seterusnya ka
Bab 3Mendengar itu, sepasang mata Shanika terbelalak. Bagaimana caranya ia mengembalikan uang sebanyak itu pada Sergio? Sedangkan ia saja belum memiliki penghasilan. Shanika masih kuliah, sumber uang yang ia dapatkan dari pemberian ayahnya. Jika dia mengingkari janji, dia takut Sergio benar-benar serius dengan ucapannya.“Aku akan menitipkan Nevan pada suster dulu,” balas Shanika usai berperang dengan pikirannya. Tidak ada cara lain selain pasrah.Sebelum pergi menemui Sergio, Shanika menitipkan Nevan pada suster. Setelah itu dia pergi ke bawah dan mencari keberadaan Sergio.Di depan rumah sakit, dari jarak beberapa meter terlihat seorang pria memakai pakaian formal dan kacamata hitam yang bertengger sedang menunggu di depan mobil.Itu Sergio. Lelaki itu bersandar di mobil sembari bersedekap dada, sesekali melirik ke arloji yang melingkar di pergelangannya.“Aku sudah bilang padamu untuk menunggumu di belakang, Kak,” ucap Shanika bergegas menghampiri.Ia sudah bilang jika keduanya b
Bab 4Shanika memasang sikap waspada ketika Sergio sudah menanggalkan celana panjang miliknya. Shanika memutaralihkan pandangan agar tak melihat hal yang menurutnya menjijikan. Bukan malah tergoda, ia jijik melihatnya.Saat akan beranjak, kedua kaki Shanika ditarik kasar. Baru akan berkata, Sergio langsung menindihnya dan membungkam bibirnya dengan ciuman menuntun.Napas keduanya saling beradu, di jarak sedekat ini helaan napas saling menerpa wajah masing-masing. Shanika meremas seprai, jantungnya sudah seperti gempa berhadapan dengan Sergio nyaris tak berjarak.“Biarkan aku pergi, Kak, aku janji akan mengganti uangmu. Tolong jangan lakukan ini padaku, sadarlah, ini tak benar!” tolak Shanika menahan dada bidang Sergio sekuat tenaga. Supaya dia tidak mendekatinya.Melihat usaha Shanika menjauhkannya, Sergio hanya bisa diam tanpa melakukan perlawanan. Karana ia tahu, tenaga lelaki lebih besar daripada tenaga wanita di bawahnya.“Memangnya salah jika seorang suami meminta haknya?” Dengan
Bab 5Ironis memang, ketika Shanika dan dua adiknya disuruh meninggalkan rumah padahal rumah itu adalah rumah peninggalan orang tuanya. Harta dan tempat tinggal mewah yang dinikmati tak lain dan tak bukan adalah milik Pak Grahadi.Andai saja Shanika memiliki uang atau tempat tinggal, ia pasti akan meninggalkan rumah itu daripada mereka menderita atas perlakuan ibu tirinya.Dia juga ingin mengambil haknya, warisan yang ditinggalkan oleh Pak Grahadi pada anak kandungnya. Bu Listia dan Carissa tidak ada hak untuk mengklaim semua warisan tersebut.“Cepat masuk ke mobil, daripada kamu keluyuran nggak jelas. Lebih baik kamu nyari kerja, dan ya … dari mana kamu dapat uang untuk biaya pengobatan Nala?” tanya Bu Listia ketika mereka sudah masuk ke dalam mobil.Bu Listia baru sadar kalau Shanika tidak memiliki uang untuk membayar pengobatan rumah sakit. Sebelumnya Shanika juga memohon-mohon padanya agar Bu Listia membantu membayar, tapi ditolak mentah-mentah.Alasannya karena Bu Listia tidak ma
Bab 6Telinga Shanika terasa pengang harus mendengarkan omelan ibu dan kakak tirinya di pagi hari. Tidak bisa sekali mereka membiarkan dia tenang, lama-lama Shanika tak betah tinggal di rumah dan ingin sekali mengadu pada ayahnya tentang bagaimana sikap asli mereka di belakangnya.Ya, selama ini Shanika dan dua adiknya memang selalu bungkam jika mendapatkan perlakuan tak mengenakan dari mereka. Alasannya karena … jika mereka mengadu, takut kekejaman mereka semakin menjadi-jadi.Shanika mencemaskan keadaan dua adiknya apabila tidak ada ia di rumah, takut keduanya terkena imbas.“Cepetan! Gue bentar lagi mau berangkat, bisa cepet gak sih lo? Lelet banget!” omel Carissa.Shanika membuang napas, lalu masuk ke dalam kamarnya. Sebenarnya ia gugup jika diminta datang ke sini, ia dan kakak iparnya tidak terlalu akrab.“Kakak butuh bantuan apa?” tanya Shanika tepat di belakang Carissa.Di pantulan cermin, Carissa memolesi wajahnya dengan make up. Penampilannya selalu glamour, wajar saja, karen
Bab 7Di mobil yang mereka tumpangi, hanya ada keheningan saja sepanjang jalan. Tidak ada obrolan, tidak ada juga yang membuka topik pembicaraan. Hening, Shanika juga bingung ingin mengatakan apa. Di satu sisi ia dan Sergio tidak terlalu dekat. Pun saat bertemu jarang mengobrol.Akan tetapi, sekarang keduanya sedang berduaan, kegugupan Shanika kian bertambah. Sergio terlihat santai, tak sekilas pun melirik adik iparnya yang kebingungan mencari topik pembicaraan.Alhasil, Shanika yang bingung pun memilih bungkam saja. Sebab, ingin bicara pun percuma harus membahas apa.“Jika Carissa menyuruhmu, tidak usah dituruti,” kata Sergio memecah keheningan yang ada.Suasana yang tadinya tegang, mendadak hilang. Shanika tersenyum kikuk menanggapinya. Dia tidak bisa melawan ibu dan kakak iparnya, takut berimbas pada Nevan dan Nala.“Lebih baik aku yang mengerjakan, daripada berimbas pada dua adikku. Kalau aku nggak nurut sama perintah mereka, takutnya Nevan dan Nala yang jadi sasaran,” balas Shani
Bab 8Mendapat bentakan dan penolakan dari ibu tirinya, Shanika makin ketakutan. Nala sedang dalam bahaya dan dia butuh pertolongan. Kalau bukan bantuan dari Bu Listia dan Carissa, Shanika harus pada siapa lagi untuk dimintai tolong?Keluarga satu-satunya yang ia miliki hanyalah ayahnya, jika tidak ada bantuan dari Bu Listia. Bagaimana nasib Nala yang tengah berjuang melawan rasa sakitnya?Perasaan Shanika hancur berkeping-keping, hidupnya dalam sekejap berubah berantakan karena kehilangan sosok ayah. Sosok yang menjadi pilar hidup Shanika, kini menghilang, tak ditemukan jasadnya.“Mama, Kakak, aku mohon bantu aku buat biayain pengobatan Nala. Nala dalam bahaya,” isak Shanika seraya mengatupkan kedua tangannya di depan dada, memohon supaya mereka mau membantu.Bu Listia mendengus, Carissa juga menatapnya sinis. Di situasi seperti sekarang ini, tidak adakah rasa empati mereka? Terlepas dari mereka tak memiliki ikatan darah, setidaknya memiliki rasa kemanusiaan.Sikap Bu Listia dan Cari
Bab 9Zora mengangguk pelan, wajahnya tersirat sebuah beban pikiran lantaran memberikan solusi seperti ini pada Shanika. Zora sadar ini salah, sangat salah.“Iya, karena tidak ada jalan lain untuk mendapatkan uang dengan jumlah besar. Ini satu-satunya jalan yang bisa lo tempuh supaya dapet uang yang lo butuhkan.”Mendengar saran dari Zora, Shanika tersentak kaget. Ia sampai menggeleng-gelengkan kepalanya, saran dari Zora ini tidak masuk akal. Sebutuh-butuhnya Shanika, dia enggan menggadaikan harga dirinya demi uang.Ia dengan tegas menolak. Dia tidak mau mengambil langkah ini, cara yang dapat merugikan diri sendiri nantinya.Selain ini, pasti banyak cara, bukan hanya menjual diri saja. Bergabung ke dunia malam sama saja ia terjun ke dalam jurang, akan terjebak di kedalaman. Apalagi ini harus menyerahkan tubuh, Shanika tentu tidak sudi.“Nggak, Ra, gue gak sudi kalau jual diri. Lo pasti punya banyak cara selain ini, 'kan? Kalau ini gue nggak mau,” tolak Shanika secara gamblang.Bagi si