Share

Bab 3. Terpaksa Menikah

Bab 3

Mendengar itu, sepasang mata Shanika terbelalak. Bagaimana caranya ia mengembalikan uang sebanyak itu pada Sergio? Sedangkan ia saja belum memiliki penghasilan. 

Shanika masih kuliah, sumber uang yang ia dapatkan dari pemberian ayahnya. Jika dia mengingkari janji, dia takut Sergio benar-benar serius dengan ucapannya.

“Aku akan menitipkan Nevan pada suster dulu,” balas Shanika usai berperang dengan pikirannya. Tidak ada cara lain selain pasrah.

Sebelum pergi menemui Sergio, Shanika menitipkan Nevan pada suster. Setelah itu dia pergi ke bawah dan mencari keberadaan Sergio.

Di depan rumah sakit, dari jarak beberapa meter terlihat seorang pria memakai pakaian formal dan kacamata hitam yang bertengger sedang menunggu di depan mobil.

Itu Sergio. Lelaki itu bersandar di mobil sembari bersedekap dada, sesekali melirik ke arloji yang melingkar di pergelangannya.

“Aku sudah bilang padamu untuk menunggumu di belakang, Kak,” ucap Shanika bergegas menghampiri.

Ia sudah bilang jika keduanya bertemu di belakang rumah sakit, tapi sayangnya tidak didengarkan. Sergio melepas kacamata hitamnya, netra hitam legamnya menatap nyalang seakan-akan siap untuk menerkam.

“Cepat masuk, kau mengulur banyak waktuku!” ajak Sergio, menarik paksa Shanika untuk dimasukkan ke dalam mobilnya.

Ditarik paksa oleh Sergio membuat Shanika kesakitan, ia meringis, merasakan tangannya kram akibat cengkraman itu. 

Di dalam mobil, tubuh Shanika berguncang ketakutan. Setiap kali bertemu dengan Sergio, air matanya akan meluncur begitu saja tanpa ia minta. 

“Kau sudah lupa dengan perkataanku kemarin, Shanika?” Di pertengahan jalan, Sergio membelokkan mobilnya di tempat sepi.

Kegiatan mengemudinya terganggu karena masih kesal dan risih mendengar Shanika mengeluarkan isak tangisnya. Sungguh, Sergio benci dengan wanita lemah.

Sergio mencengkram dagu Shanika supaya dia mau menatap wajahnya.

“Ak-aku … ak-aku … maafkan aku ….” Perkataannya terbata-bata, bibir Shanika bergegas ketakutan. Tenggorokannya tercekat, tak bisa menjelaskan betapa sibuknya ia dari semalam.

Di dalam hati Sergio tidak ada perasaan iba sedikitpun. Jika hanya mereka berdua, bukan ikatan keluarga yang terjalin, tetapi ikatan kontrak yang sudah disepakati dua belah pihak.

Sergio menghempas wajah Shanika, kepala Shanika menunduk dalam seraya meremas tas selempang.

“Kelak jangan pernah kau berani mengabaikanku, setiap detik dari waktuku berharga. Aku harus mengulur waktu karena menunggu wanita ingkar sepertimu.” Sergio terus mengomeli, meskipun Shanika hanya bisa menangis, dia bertambah ketakutan.

Mobil hitam milik Sergio melaju dengan kecepatan kencang, Shanika tidak tahu Sergio akan membawanya ke mana. Dia tak berani bertanya, bahkan untuk satu kata pun tak bisa.

Selama empat puluh menit di perjalanan, Sergio memarkirkan mobilnya di salah satu gereja yang jaraknya jauh dari rumah. Sengaja, supaya tidak ada orang tahu ketika mereka menikah diam-diam.

Tangan Sergio terulur, menarik Shanika agar mengikutinya. “Un-untuk apa kita ke sini, Kak? Apakah kamu akan menikahiku sekarang?” tanyanya mulai panik.

Membalas pertanyaan Shanika, Sergio hanya menganggukkan kepala. “Tidak perlu banyak berpikir, itu hanya akan membuang banyak waktu. Aku sudah sangat ingin menyentuhmu.”

Sulit dipercaya. Jika Sergio yang ia kenal sosok baik dan kalem ternyata malah menunjukkan sifat aslinya, dia begitu mengerikan.

Shanika mengikuti langkah Sergio, mereka berdua masuk ke dalam gereja. Gereja tampak sepi, hanya ada pendeta di depan sana. Keduanya saling berhadapan, mengucapkan janji suci pernikahan.

Kalau Sergio bersikap tenang, berbeda dengan Shanika yang terus diiringi tangisan. Mulai hari ini, hidupnya akan terus terikat dengan Sergio.

Dalam artian, dia juga sudah menjadi simpanan kakak iparnya sendiri. Tidak bisa dibayangkan kalau ini terbongkar, Shanika bingung akan berbuat apa nantinya.

“Ini bukan yang kau inginkan? Sekarang kita sudah resmi menjadi suami istri meski hanya sebatas kertas saja. Itu artinya, aku berhak atasmu dan kau tidak boleh menolak perintahku,” bisik Sergio, untuk yang kedua kalinya mereka berdua berciuman usai mengatakan janji suci pernikahan di hadapan Tuhan.

Pikiran Shanika begitu kosong, sepanjang jalan pulang dia hanya melamun. Memikirkan nasibnya yang pilu setelah ditinggalkan ayah dan ibu.

Untuk sementara waktu, Shanika terpaksa memenuhi perintah Sergio. Dia berharap menemukan jalar keluar supaya tak berhubungan dengan pria yang sudah resmi menjadi suaminya.

Namun di matanya, Sergio hanyalah pria asing. Sesakit itu Shanika sampai dia tak mau mengakui. Seperti yang Sergio bilang, pernikahan mereka hanyalah sebatas kertas dan hubungan ranjang saja. Tidak lebih dari itu.

“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Sergio memecah keheningan. Membuyarkan lamunan Shanika.

“Nevan, dia pasti mencariku. Aku akan pulang sebelum malam menjelang,” jawab Shanika.

“Tapi kau tidak lupa apa tugasmu, 'kan? Tugasmu mulai sekarang dan seterusnya menjadi partner ranjangku.”

Semuanya sudah terlanjur, Shanika sudah mengambil jalan ini supaya punya uang untuk biaya pengobatan Nala dan juga membiayai Nevan. Demi dua adiknya Shanika sampai rela menjual diri pada pria yang masih dalam lingkup keluarganya.

Sejak lama, ada rasa tertarik yang dirasakan oleh Sergio. Semua itu semula karena dulu mereka hampir dijodohkan, sebelum akhirnya Sergio menikah dengan Carissa.

Keluarga mereka dekat, sehingga itulah kedua orang tua mereka menjodohkan. Namun, Shanika menolak dan menyuruh ayahnya menjodohkan Carissa saja.

'Dulu kau menolakku, Shanika. Sekarang … kau tidak akan berani menolakku,’ batin Sergio. 

Dari lama, dia lebih tertarik pada Shanika daripada Carissa. Tapi penolakan Shanika membuat dirinya tidak terima.

Dari sekian banyaknya wanita yang mengincar, hanya Shanika paling berani menolak. Cukup mengejutkan dan membuat Sergio ingin menantang kembali.

Sepulang dari gereja, Sergio membawa Shanika ke sebuah penginapan untuk bersenang-senang. Sudah dari semalam ini menahan dan menantikan, tentu tanpa sepengetahuan istrinya.

Biarlah rahasia ini mereka berdua yang tahu.

Tubuh Shanika terdorong ke tembok, badannya terhimpit oleh badan besar Sergio. Lelaki itu tanpa aba-aba mengunci pergerakannya. Shanika sudah tak bisa tenang, apalagi saat wajah Sergio semakin dekat.

“To-tolong jangan lakukan ini sekarang, Kak, aku … aku butuh waktu,” pinta Shanika dengan suara bergetar.

Permintaan Shanika sama sekali tidak didengarkan, Sergio langsung membungkam bibir Shanika dengan tergesa. Tak ia biarkan ciuman itu terlepas walau hanya hitungan detik saja.

Kedua tangan Shanika diletakkan di atas kepala, Sergio lekas menguncinya. Mulut Shanika terbuka ketika lidah Sergio menerobos masuk ke dalam sana. Sembari memagut, memberikan lumayan dan gigitan kecil, Sergio juga terus memperdalam ciumannya.

“Eungh ….” Shanika menahan lenguhan, desahan itu ia tahan agar tak dikeluarkan saat bibir basah Sergio bersarang di lehernya. 

Gerakan Sergio semakin tak terkendali, ia terus memberikan kecupan di leher, bahu hingga bibir ranum Shanika yang sudah bengkak karena ulahnya.

“Hentikan!” teriak Shanika memberontak sembari memukul punggung Sergio. Sebagai balasan, Sergio kembali membungkam bibir kenyal yang tampak menggiurkan.

Dalam sekali angkat, Sergio sudah memangku Shanika. Mengangkatnya seperti anak kecil tanpa melepaskan pagutan bibir mereka. Dengan kasar Sergio mendorong Shanika dia telentang di pembaringan.

“Apa kau sudah siap merasakan sesuatu yang lebih nikmat dari ini?” Bibir Sergio menyeringai nakal, ia mulai melepaskan ikat pinggang.

“Apakah kamu masih perawan?” tanyanya, matanya tak lepas dari Shanika yang sudah tak menentu pikirannya. Ingin kabur dan takut menjadi satu. “Bagaimana kalau ternyata kau tidak perawan dan aku meminta kau mengembalikan separuh uangku?”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Els Arrow
sergio tak bisa menghargai wanita
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status