Bab 12Tanpa adanya pemanasan, tanpa adanya aba-aba, Sergio melakukan penyatuan yang membuat inti Shanika terobek paksa. Mendengar jeritan Shanika, Sergio terhenti seketika.Ia menunduk, menatap Shanika yang menangis karena diruda paksa. Namun, Sergio sudah dikuasai oleh hawa nafsu, dia sampai tak bisa mengendalikan diri.Sudah dari lama dia menahan, sekarang dia sudah mencapai hal yang dia inginkan. Percintaan di atas ranjang. Tubuh Sergio condong ke depan, ia membungkam mulut Shanika dengan bibirnya.“Shanika ….” Sergio melepas sejenak tautan bibir mereka, dia menggeram sambil menyebutkan nama Shanika di sela-sela percintaannya.Sergio terlihat menikmati, tanpa peduli kesakitan yang dirasakan Shanika saat kini. Rasa sakit mulai terasa hampir di sekujur tubuh Shanika, yang paling sakit adalah bagian intinya.Setelah mencari posisi, Sergio mulai menyentuh setiap bagian tubuh wanita yang berada di bawah kungkungannya. Ia kehilangan akal, telah mengambil kesucian Shanika di kamarnya.Sh
Bab 13 Perkataan Shanika sama sekali tidak meluluhkan hati Sergio. Sekali berhati batu, tetap seperti itu. Lihatlah respons Sergio, lelaki itu hanya menghela napas sambil menyugar rambutnya dengan begitu santai, seolah tidak ada beban berat seperti yang Shanika rasakan. Tubuh mereka semakin dekat, tanpa jarak. Shanika semakin ke tembok, detik berikutnya ia hanya bisa memejamkan mata sembari memukul dada bidang Sergio yang melumat bibirnya dengan paksa. Shanika seperti wanita hina, hanya bisa pasrah saja ketika ada pria yang macam-macam padanya. Andai saja kontrak itu dibatalkan, andai saja waktu bisa diulang, Shanika tidak akan mengambil jalan ini. Berurusan dengan Sergio sama saja masuk ke dalam perangkap, membuat dirinya terjerat tanpa bisa melakukan apa-apa. Jempol Sergio mengelus pinggang ramping Shanika, tangan satunya menahan tengkuk wanita di hadapannya agar ciuman mereka semakin dalam. “Argh!” Sergio menjerit ketika bibir bawahnya digigit. Sedari tadi Shanika memberontak
Bab 14Sergio jadi salah tingkah karena kepergok memperhatikan Shanika. Di pantulan spion, Shanika melayangkan tatapan sinis, wanita itu tidak tahu kenapa Sergio memperhatikannya. Jangankan Shanika, Sergio saja tidak tahu kenapa ia terhanyut memperhatikan. Ia kembali melajukan mobil, tidak lagi melihat ke arah belakang.Shanika juga sibuk dengan Nevan, sampai akhirnya mobil milik Sergio berhenti di depan gerbang sekolah.“Nevan, belajar yang benar, ya. Nanti Kakak jemput kalau udah benerin motor, kalau Kakak belum jemput, kamu tunggu di pos satpam,” kata Shanika ikut ke luar, mengantar Nevan sampai ke gerbang masuk.Nevan pun memeluk kakaknya dan melambaikan tangan, bocah kecil itu berlari menyusul teman-temannya.“Shanika, saya turut berduka cita dengan meninggalnya Pak Grahardi, ya,” ucap Bu Nafa, wali kelas Nevan.Shanika mengulas senyum tipis, meski di dalam hati merasa hancur berkeping-keping. Dia sedang menunggu kabar dari kepolisian yang masih mencari keberadaan ayahnya. “Ter
Bab 15Kemunculan Sergio di belakangnya membuat Shanika dengan cepat menoleh, apalagi Sergio menimbrung obrolannya dengan dokter. Shanika tahu, di balik sikap Sergio yang penolong ini ada maksud tersembunyi. Apalagi jika bukan soal urusan ranjang.Ia yakin, kesempatan ini Sergio gunakan agar Shanika lebih bergantung padanya dan memberikan banyak celah untuk kakak iparnya. Jika begini caranya Shanika sulit terlepas dari kontrak ini.“Baik, Pak, silakan ke ruang administrasi,” kata dokter sembari pamit pada keduanya, diikuti suster di belakangnya.Setelah dokter dan suster pergi, Shanika menatap tajam pada Sergio. “Aku nggak butuh bantuan Kakak, aku bisa membiayai pengobatan Nala dengan hasil keringatku sendiri. Aku tahu Kakak menolongku bukan semata-mata karena tulus, tetapi Kakak sedang mencari kesempatan dalam kesempatan,” cacar Shanika mengomeli Sergio karena suasana sepi, ruangan ini memang jarang dilalui orang-orang terkecuali tenaga medis."Keringatmu sendiri? Bahkan, aku yang b
Bab 16Bukan hanya Shanika yang menyesal, tetapi Zora juga merasakan hal sama. Sebagai pencetus ide gila ini, Zora sudah salah mengambil tindakan yang dapat merugikan hidup sahabatnya. Shanika sudah terikat kontrak, entah apa isi kontrak itu dan dengan siapa. Pada intinya, Zora ingin membantu Shanika agar bebas dari kontrak tersebut. Akan tetapi, harus bagaimana?“Kontrak apa? Lo setuju gitu aja?” tanya Zora ia tak habis pikir dengan Shanika yang mau-mau saja diikat dengan kontrak.Positif thinking, mungkin karena pikiran Shanika sedang kalap. Tidak ada jalan pilihan lain selain menyetujui, Zora sendiri tidak pernah merasakan seperti yang dirasakan Shanika. Ia tidak boleh menghakiminya. Pun, semuanya bukan salah Shanika.Justru Shanikalah penolong bagi adiknya, Shanika gadis berani. Rela melakukan apa saja demi kesembuhan Nala, bahkan jika bertaruh nyawa pun Shanika akan melakukannya.“Gue mau bebas dari kontrak itu, tapi gue harus ngumpulin uang banyak supaya dia nggak ngancam gue s
Bab 17Kekesalan Shanika tak ayal membuat Sergio yang hendak menenggak alkohol pun terhenti, ia mendelik tajam pada Shanika yang langsung bungkam. Bibirnya terkatup rapat. Ralat, dia malah kelepasan bicara seperti itu pada Sergio.Sergio terus melayangkan tatapan, meski waktu masih siang hari, suasana di hotel ini tampak horor sekali. Sergio menyimpan botol minumannya di atas nakas, kakinya melangkah mendekat ke arah Shanika yang sigap mundur ke belakang.Jantung bertalu lebih cepat, jika Sergio sudah seperti ini Shanika harus lebih waspada. Bisa saja Sergio mengambil kesempatan jika dirinya lengah begitu saja.“Jangan mendekat! Ak-aku berkata benar, kenapa kamu menatapku seperti itu? Harusnya aku yang marah padamu, kenapa malah Kakak yang marah?” Tegang di situasi sekarang, Shanika mengeluarkan suara, basa-basi agar ketegangannya tertutupi.“Katakan sekali lagi, aku ingin tahu nyalimu sebesar apa. Katakanlah, kenapa diam saja? Tidak mungkin 'kan kau mendadak bisu hanya karena dilihat
Bab 18Cukup lama keduanya berada di mall, Shanika juga sudah selesai melakukan perawatan. Melihat diri dari cermin, Shanika akui jika dirinya berbeda kali ini. “Aku sudah selesai, ayo kita pulang.”Sergio yang awalnya fokus pada ponsel, kepalanya mendongak. Selama beberapa detik ia terpana dengan penampilan Shanika yang berbeda dari biasanya, wanita ini berubah drastis jika didandani begini.Seperti dua orang berbeda, sampai Sergio terhanyut dalam lamunan. Shanika jadi kikuk ditatap lamat-lamat, dia tak terbiasa dengan penampilannya yang sekarang. Ditambah lagi Sergio sengaja memilih dress terbuka.“Kak?” panggil Shanika menggerakkan telapak tangan di depan wajah Sergio yang nyaris tak berkedip.Sergio berdehem sembari membenarkan dasi, pura-pura batuk guna menetralkan rasa takjubnya. Jika sudah dirawat begini, Shanika sama cantiknya dengan Carissa. “Ah, ya … sudah selesai?” tanya Sergio jadi ikut grogi karena ketahuan memperhatikan Shanika.Kepala Shanika mengangguk sebagai jawaba
Bab 19Baru saja Nevan akan menimpal, ia langsung mendapatkan pelototan dari ibu tirinya, membuat nyali Nevan ciut dan mengurungkan niatnya mengeluarkan suara. Bocah kecil itu menunduk, rasa laparnya sudah tidak bisa ditahan lagi.Bilang pada ibu dan kakak tirinya pun percuma, yang peduli pada Nevan hanyalah kakaknya sendiri. Pun Sergio, dia tidak tahu sikap asli Bu Listia dan Carissa di belakangnya. Mereka kejam tak berperasaan.“Wajahmu pucat, kamu baik-baik saja?” tanya Sergio, meski Nevan menunduk, ia memperhatikan wajah adik iparnya yang terlihat pucat. Seperti sedang sakit.Ia melepaskan tangan Carissa yang melingkar, Sergio berjalan ke hadapan Nevan, lalu berjongkok di depannya. “Apa yang terjadi?” Karena pertanyaan pertama tidak mendapatkan jawaban, Sergio pun bertanya lagi. Diamnya Nevan seperti ada yang janggal, apalagi melihat wajahnya yang pucat.Nevan membalas tatapan Sergio dengan segan, dia takut salah bicara yang berujung dimarahi oleh Bu Listia dan juga Carissa. Shan