Bab 16Bukan hanya Shanika yang menyesal, tetapi Zora juga merasakan hal sama. Sebagai pencetus ide gila ini, Zora sudah salah mengambil tindakan yang dapat merugikan hidup sahabatnya. Shanika sudah terikat kontrak, entah apa isi kontrak itu dan dengan siapa. Pada intinya, Zora ingin membantu Shanika agar bebas dari kontrak tersebut. Akan tetapi, harus bagaimana?“Kontrak apa? Lo setuju gitu aja?” tanya Zora ia tak habis pikir dengan Shanika yang mau-mau saja diikat dengan kontrak.Positif thinking, mungkin karena pikiran Shanika sedang kalap. Tidak ada jalan pilihan lain selain menyetujui, Zora sendiri tidak pernah merasakan seperti yang dirasakan Shanika. Ia tidak boleh menghakiminya. Pun, semuanya bukan salah Shanika.Justru Shanikalah penolong bagi adiknya, Shanika gadis berani. Rela melakukan apa saja demi kesembuhan Nala, bahkan jika bertaruh nyawa pun Shanika akan melakukannya.“Gue mau bebas dari kontrak itu, tapi gue harus ngumpulin uang banyak supaya dia nggak ngancam gue s
Bab 17Kekesalan Shanika tak ayal membuat Sergio yang hendak menenggak alkohol pun terhenti, ia mendelik tajam pada Shanika yang langsung bungkam. Bibirnya terkatup rapat. Ralat, dia malah kelepasan bicara seperti itu pada Sergio.Sergio terus melayangkan tatapan, meski waktu masih siang hari, suasana di hotel ini tampak horor sekali. Sergio menyimpan botol minumannya di atas nakas, kakinya melangkah mendekat ke arah Shanika yang sigap mundur ke belakang.Jantung bertalu lebih cepat, jika Sergio sudah seperti ini Shanika harus lebih waspada. Bisa saja Sergio mengambil kesempatan jika dirinya lengah begitu saja.“Jangan mendekat! Ak-aku berkata benar, kenapa kamu menatapku seperti itu? Harusnya aku yang marah padamu, kenapa malah Kakak yang marah?” Tegang di situasi sekarang, Shanika mengeluarkan suara, basa-basi agar ketegangannya tertutupi.“Katakan sekali lagi, aku ingin tahu nyalimu sebesar apa. Katakanlah, kenapa diam saja? Tidak mungkin 'kan kau mendadak bisu hanya karena dilihat
Bab 18Cukup lama keduanya berada di mall, Shanika juga sudah selesai melakukan perawatan. Melihat diri dari cermin, Shanika akui jika dirinya berbeda kali ini. “Aku sudah selesai, ayo kita pulang.”Sergio yang awalnya fokus pada ponsel, kepalanya mendongak. Selama beberapa detik ia terpana dengan penampilan Shanika yang berbeda dari biasanya, wanita ini berubah drastis jika didandani begini.Seperti dua orang berbeda, sampai Sergio terhanyut dalam lamunan. Shanika jadi kikuk ditatap lamat-lamat, dia tak terbiasa dengan penampilannya yang sekarang. Ditambah lagi Sergio sengaja memilih dress terbuka.“Kak?” panggil Shanika menggerakkan telapak tangan di depan wajah Sergio yang nyaris tak berkedip.Sergio berdehem sembari membenarkan dasi, pura-pura batuk guna menetralkan rasa takjubnya. Jika sudah dirawat begini, Shanika sama cantiknya dengan Carissa. “Ah, ya … sudah selesai?” tanya Sergio jadi ikut grogi karena ketahuan memperhatikan Shanika.Kepala Shanika mengangguk sebagai jawaba
Bab 19Baru saja Nevan akan menimpal, ia langsung mendapatkan pelototan dari ibu tirinya, membuat nyali Nevan ciut dan mengurungkan niatnya mengeluarkan suara. Bocah kecil itu menunduk, rasa laparnya sudah tidak bisa ditahan lagi.Bilang pada ibu dan kakak tirinya pun percuma, yang peduli pada Nevan hanyalah kakaknya sendiri. Pun Sergio, dia tidak tahu sikap asli Bu Listia dan Carissa di belakangnya. Mereka kejam tak berperasaan.“Wajahmu pucat, kamu baik-baik saja?” tanya Sergio, meski Nevan menunduk, ia memperhatikan wajah adik iparnya yang terlihat pucat. Seperti sedang sakit.Ia melepaskan tangan Carissa yang melingkar, Sergio berjalan ke hadapan Nevan, lalu berjongkok di depannya. “Apa yang terjadi?” Karena pertanyaan pertama tidak mendapatkan jawaban, Sergio pun bertanya lagi. Diamnya Nevan seperti ada yang janggal, apalagi melihat wajahnya yang pucat.Nevan membalas tatapan Sergio dengan segan, dia takut salah bicara yang berujung dimarahi oleh Bu Listia dan juga Carissa. Shan
Bab 20 Sampai di salah satu restoran bintang lima di kota Jakarta, Sergio turun dari mobil terlebih dahulu. Ia berjalan mengitari mobil dan membukakan pintu untuk istrinya. Sikap manis dan perhatian Sergio ini membuat Carissa mengulum senyum. Dia yang tadinya cemberut langsung berubah ceria karena Sergio selalu ada cara untuk mengembalikan moodnya. “Thank you,” ucap Carissa menerima jabatan tangan Sergio untuk keluar. “You are welcome, Dear,” balas Sergio sambil tersenyum tipis. Tangan kekarnya melingkar di pinggang ramping sang istri, ia merengkuh pinggang Carissa dengan mesra dan berjalan beriringan menuju dalam. “Akhirnya, setelah sekian lama kita bisa jalan berdua lagi, Mas. Aku senang sekali dan berharap bisa berduaan terus kayak gini.” “Bisa kalau kamu mengurangi kesibukan, aku selalu bisa mengatur waktu untukmu.” Jawaban Sergio terkesan menohok, Cariss
Bab 21 Amarah Sergio memuncak, ia jadi kalap dan tak bisa mengontrol emosinya. Ia yakin, siapa pun yang ada di posisinya tadi akan bersikap sama, marah dan cemburu ketika melihat pasangan malah asik dengan yang lain. Percuma juga bicara dengan Carissa, wanita itu selalu ingin dimengerti tanpa mau mengerti. Lebih baik menghindar, daripada terjadi pertengkaran. “Memangnya hanya dia saja yang bisa marah? Aku juga bisa, bahkan jika aku mampu, aku akan menghajar pria itu di depannya,” gumam Sergio sembari menghentakkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya. Karena Sergio tidak fokus pada jalan, sampai di lantai atas ia menabrak seorang wanita yang hampir terjatuh. Sergio langsung menahannya. Shanika. Gadis yang ditabraknya. “Shanika? Kau kenapa?” Tatkala netra keduanya bersitatap, Sergio sedikit kaget ketika melihat wajah pucat Shanika dan juga keringat yang mengalir di keningnya. Amarah yang tadinya meluap pun mulai meredam, dia heran dengan keadaan Shanika yang berbeda da
Bab 22Shanika menghentikan kunyahan di mulutnya, sisa makanan yang masih tersisa pun mendadak sulit ditelan. Baru saja Shanika bisa tenang karena sudah makan, sekarang dibuat jantungan dengan permintaan Sergio.Sergio menatap Shanika dengan lalat lewat mata elangnya, dia menyeringai sembari melepaskan satu persatu kemeja putih yang dipakai. Shanika mematung di tempat, dia kehilangan fokus karena bingung mau melakukan apa.“Ayolah, Kak … ini di rumah, Kakak jangan gila mengajakku bercinta!” Shanika berdecak pelan, dia keberatan harus menuruti keinginan Sergio malam ini, terlebih lagi di rumahnya sendiri.“Sebentar saja, jika kau suka, kita lanjutkan saja sepuasnya,” celetuk Sergio, di ujung kalimatnya diiringi dengan seringai nakal yang terlukis di ujung bibirnya.Suasana malam yang sepi dan sunyi seperti ini memang terasa merinding, lebih merinding lagi jika bertemu dengan manusia modelan kakak iparnya. Yang selalu mencari perkara.“Ck, aku tak pernah suka dengan apa yang Kakak lakuk
Bab 23“Aku belum mandi dari pulang kerja, aku nggak bisa tidur karena gerah,” alibi Sergio menjawab dengan santai tanpa ada ketegangan, meski sikapnya ini bisa saja menimbulkan kecurigaan. Di balik sikap tenang Sergio, lelaki ini memang pintar mengatur eskpresi datar sehingga istrinya percaya dan tidak lanjut bertanya.“Oh, iya … aku lupa. Aku lebih suka kamu nggak pakai baju, Sayang, buka aja kalau gerah,” pinta Carissa sembari menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami, mengendus serta menciuminya.Sergio pun mengiyakan saja, dia tidak nyaman jika memakai baju kotor. Alhasil Sergio membuka baju dan menyimpannya di keranjang kotor, setelahnya itu bergabung bersama Carissa di pembaringan mereka.“Sayang.” Sergio memanggil, pandangannya menatap langit-langit kamar.“Kenapa, Mas?” balas Carissa semakin merapatkan tubuh, tak berjarak sedikit pun.“Kamu selalu ingat 'kan perkataanku? Aku nggak mengizinkan kamu seandainya ada adegan bermesraan dengan lawan main, kalau ada scene itu