Bab 20
Sampai di salah satu restoran bintang lima di kota Jakarta, Sergio turun dari mobil terlebih dahulu. Ia berjalan mengitari mobil dan membukakan pintu untuk istrinya. Sikap manis dan perhatian Sergio ini membuat Carissa mengulum senyum. Dia yang tadinya cemberut langsung berubah ceria karena Sergio selalu ada cara untuk mengembalikan moodnya. “Thank you,” ucap Carissa menerima jabatan tangan Sergio untuk keluar. “You are welcome, Dear,” balas Sergio sambil tersenyum tipis. Tangan kekarnya melingkar di pinggang ramping sang istri, ia merengkuh pinggang Carissa dengan mesra dan berjalan beriringan menuju dalam. “Akhirnya, setelah sekian lama kita bisa jalan berdua lagi, Mas. Aku senang sekali dan berharap bisa berduaan terus kayak gini.” “Bisa kalau kamu mengurangi kesibukan, aku selalu bisa mengatur waktu untukmu.” Jawaban Sergio terkesan menohok, CarissBab 21 Amarah Sergio memuncak, ia jadi kalap dan tak bisa mengontrol emosinya. Ia yakin, siapa pun yang ada di posisinya tadi akan bersikap sama, marah dan cemburu ketika melihat pasangan malah asik dengan yang lain. Percuma juga bicara dengan Carissa, wanita itu selalu ingin dimengerti tanpa mau mengerti. Lebih baik menghindar, daripada terjadi pertengkaran. “Memangnya hanya dia saja yang bisa marah? Aku juga bisa, bahkan jika aku mampu, aku akan menghajar pria itu di depannya,” gumam Sergio sembari menghentakkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya. Karena Sergio tidak fokus pada jalan, sampai di lantai atas ia menabrak seorang wanita yang hampir terjatuh. Sergio langsung menahannya. Shanika. Gadis yang ditabraknya. “Shanika? Kau kenapa?” Tatkala netra keduanya bersitatap, Sergio sedikit kaget ketika melihat wajah pucat Shanika dan juga keringat yang mengalir di keningnya. Amarah yang tadinya meluap pun mulai meredam, dia heran dengan keadaan Shanika yang berbeda da
Bab 22Shanika menghentikan kunyahan di mulutnya, sisa makanan yang masih tersisa pun mendadak sulit ditelan. Baru saja Shanika bisa tenang karena sudah makan, sekarang dibuat jantungan dengan permintaan Sergio.Sergio menatap Shanika dengan lalat lewat mata elangnya, dia menyeringai sembari melepaskan satu persatu kemeja putih yang dipakai. Shanika mematung di tempat, dia kehilangan fokus karena bingung mau melakukan apa.“Ayolah, Kak … ini di rumah, Kakak jangan gila mengajakku bercinta!” Shanika berdecak pelan, dia keberatan harus menuruti keinginan Sergio malam ini, terlebih lagi di rumahnya sendiri.“Sebentar saja, jika kau suka, kita lanjutkan saja sepuasnya,” celetuk Sergio, di ujung kalimatnya diiringi dengan seringai nakal yang terlukis di ujung bibirnya.Suasana malam yang sepi dan sunyi seperti ini memang terasa merinding, lebih merinding lagi jika bertemu dengan manusia modelan kakak iparnya. Yang selalu mencari perkara.“Ck, aku tak pernah suka dengan apa yang Kakak lakuk
Bab 23“Aku belum mandi dari pulang kerja, aku nggak bisa tidur karena gerah,” alibi Sergio menjawab dengan santai tanpa ada ketegangan, meski sikapnya ini bisa saja menimbulkan kecurigaan. Di balik sikap tenang Sergio, lelaki ini memang pintar mengatur eskpresi datar sehingga istrinya percaya dan tidak lanjut bertanya.“Oh, iya … aku lupa. Aku lebih suka kamu nggak pakai baju, Sayang, buka aja kalau gerah,” pinta Carissa sembari menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami, mengendus serta menciuminya.Sergio pun mengiyakan saja, dia tidak nyaman jika memakai baju kotor. Alhasil Sergio membuka baju dan menyimpannya di keranjang kotor, setelahnya itu bergabung bersama Carissa di pembaringan mereka.“Sayang.” Sergio memanggil, pandangannya menatap langit-langit kamar.“Kenapa, Mas?” balas Carissa semakin merapatkan tubuh, tak berjarak sedikit pun.“Kamu selalu ingat 'kan perkataanku? Aku nggak mengizinkan kamu seandainya ada adegan bermesraan dengan lawan main, kalau ada scene itu
Bab 24Carissa membenarkan rambutnya, dia memutus kontak mata dengan Sergio yang menatapnya dengan tatapan penuh intimidasi. Sergio tidak akan melupakan begitu saja tanpa mendengar penjelasan darinya. Mendadak tangan Carissa gemetar, ia sampai menatap lurus ke depan.“Kamu kenapa sih, Mas, natap aku sampai segitunya? Aku gak menyembunyikan hal apa pun dari kamu, aku udah jujur loh.”Sergio yang tadinya dekat dengan sang istri lekas menegakkan duduknya, memangkas jarak antara mereka. Sergio curiga kalau Carissa menyembunyikan sesuatu darinya. Apalagi dia sudah tahu ada sebuah pesan janggal yang menurutnya tak wajar.Jawaban Carissa ternyata tak membuat Sergio puas dan percaya. Sergio masih belum yakin, dia sempat melihat username kontak tersebut berawalan J. Itu artinya bukan Lyodra, tapi orang lain.“Gimana aku percaya, jawaban kamu tidak membuatku puas. Aku sudah melihat username kontaknya berawal huruf J, sementara kamu bilang itu Lyodra,” pungkas Sergio.“Itu nama panjangnya dia, a
Bab 25Wanita yang dipanggil namanya itu lekas membalikkan badan, alangkah terkejutnya Shanika kala melihat orang itu adalah Mbok Cahyani. Pembantu di rumahnya yang sudah bekerja belasan tahun lamanya.Kehadiran Mbok Cahyani membuat Shanika senang, dia mendekat dan berhambur ke pelukannya kayaknya keluarga sendiri.“Mbok, ya ampun … aku pikir nggak bakalan ketemu Mbok lagi. Gimana kabar Mbok?” tanya Shanika usai melerai pelukan.Sepasang mata mereka nampak berkaca-kaca baru bertemu setelah sekian lama. Shanika senang bertemu dengan Mbok Cahyani, mengingatkan dia pada mendiang ayahnya. Shanika tidak tahu di mana rumah Mbok Cahyani, sehingga itulah dia tidak menyusul.Mbok Cahyani mengusap pipi Shanika. “Simbok baik, Non. Mbok udah dengar berita soal kecelakaan Bapak, yang sabar ya, Non. Semoga Bapak segera ditemukan,” katanya dengan suara parau menahan tangisan.Kepergian Pak Grahardi bukan hanya membuat Shanika dan dua adiknya sedih, tetapi juga kesedihan dirasakan Mbok Cahyani. Pak G
Bab 26 Shanika diam dalam beberapa waktu yang lama. Sangat kentara jika dia tidak menuruti keinginan Sergio yang selalu saja merendahkan harga dirinya, ditambah lagi Sergio mulai menginginkan hal aneh. Tidak melihat waktu dan tempat. Diamnya Shanika, tak ayal Sergio gemas dan geram bersamaan. Gadis di sampingnya menatap kosong ke depan, Sergio bisa saja melakukannya dengan tangannya sendiri, tetapi kali ini dia akan mengasihani Shanika yang masih kepikiran ayahnya. “Sudahlah, aku sudah tidak bernafsu sekarang,” ujar Sergio, menepis tangan Shanika yang hendak membuka kancing blouse yang dipakainya. Rasa lega dirasakan Shanika jika Sergio berubah pikiran, baguslah, Shanika tidak terlalu bersedih hari ini. Tanpa berucap sepatah kata, Sergio mulai menancap pedal gas mobilnya meninggalkan lokasi kejadian. Shanika hanya bisa bergeming dan termenung di tempat duduknya, bingung pada Sergio yang akan membawanya entah ke mana. Shanika juga tidak ingin membuka suara, dia sedang malas bert
Bab 27 Wajah Shanika berubah cemas ketika Sergio menuntunnya masuk ke kamar mandi. Ia gelisah, badannya semakin panas dingin. Sergio masuk ke dalam bathtub, Shanika berdiri sambil menunduk dengan perasaan campur aduk. Sangat gila memang, ketika keduanya malah berhubungan di tempat Sergio dan Carissa sering menghabiskan waktu bersama. Perasaan bersalah hinggap di dalam diri Shanika, dia ingin segera lari andai bisa. Pasalnya, Sergio mengunci pintu. Pria itu sengaja melakukannya supaya dia tidak kabur, pria itu sudah mulai memahami gelagatnya. “Apa yang kamu pikirkan? Cepat masuk ke sini!” perintah Sergio sambil menyandarkan punggungnya di sandaran bathub, ia merentangkan tangan sambil memejamkan matanya. Sergio nyaman berendam, tubuhnya yang lelah jadi lebih rileks. “Aku akan mandi di rumah saja, aku akan menunggu di sini,” tolak Shanika memundurkan langkah secara perlahan. Awalnya Sergio memejamkan mata, matanya terbuka secara perlahan dan menatap tajam pada Shanika yang menguji
Bab 28 Kaget? Tentu saja, Shanika tidak tahu kapan Sergio terbangun. Gadis itu bergegas membuka kunci pintu, dia tak menghiraukan Sergio yang memperhatikannya. Bisa-bisa lelaki itu menahannya untuk tetap tinggal. Tidak bisa, Shanika harus pulang sekarang. Ia khawatir dengan Nevan di rumah. Waktunya terulur dan ia pun telat pulang karena Sergio. “Mau ke mana? Sudah malam, sebaiknya kau tinggal saja di sini,” kata Sergio. Suara serak khas bangun tidurnya terdengar, tetapi Shanika enggan menetap lebih lama. Krek. Pintu berhasil dibuka, Shanika langsung berlari keluar dari kamar agar Sergio tidak mengejar. Melihat Shanika yang lari terbirit-birit membuat Sergio nyaris menganga, kelakuan gadis itu ada-ada saja. “Orang gila,” gumam Sergio sembari memijat pangkal hidungnya, kepalanya terasa pening karena tertidur dari sore. Badannya juga sudah lumayan rileks, Sergio menatap ke samping, ke tempat yang baru ditempati adiknya. “Dia kira bisa lepas dariku begitu saja? Jangan harap.” Ser