Bab 28 Kaget? Tentu saja, Shanika tidak tahu kapan Sergio terbangun. Gadis itu bergegas membuka kunci pintu, dia tak menghiraukan Sergio yang memperhatikannya. Bisa-bisa lelaki itu menahannya untuk tetap tinggal. Tidak bisa, Shanika harus pulang sekarang. Ia khawatir dengan Nevan di rumah. Waktunya terulur dan ia pun telat pulang karena Sergio. “Mau ke mana? Sudah malam, sebaiknya kau tinggal saja di sini,” kata Sergio. Suara serak khas bangun tidurnya terdengar, tetapi Shanika enggan menetap lebih lama. Krek. Pintu berhasil dibuka, Shanika langsung berlari keluar dari kamar agar Sergio tidak mengejar. Melihat Shanika yang lari terbirit-birit membuat Sergio nyaris menganga, kelakuan gadis itu ada-ada saja. “Orang gila,” gumam Sergio sembari memijat pangkal hidungnya, kepalanya terasa pening karena tertidur dari sore. Badannya juga sudah lumayan rileks, Sergio menatap ke samping, ke tempat yang baru ditempati adiknya. “Dia kira bisa lepas dariku begitu saja? Jangan harap.” Ser
Bab 29 Carissa mengerjapkan matanya berkali-kali sambil mendengarkan degup jantungnya yang berdegup kencang saat Jovanka berkata demikian. Dia kesulitan mencerna maksud Jovanka barusan, dia terus menerka-nerka agar tidak salah sangka. Jovanka menatap Carissa dengan serius, menunggu jawaban wanita cantik di depannya. Sudah sejak lama Jovanka menaruh rasa kagum pada Carissa, tetapi tidak bisa ia ungkapkan karena Carissa seorang istri dari seorang pengusaha. “Saya sudah sejak lama mengagumimu Carissa, saya baru berani mengatakannya,” ungkap Jovanka semakin mendekatkan duduknya, dua tangannya menangkap wajah Carissa yang sudah pucat pasi. Bukan senang mendengar Jovanka mengutarakan perasaan, Carissa panik karena ini tidak benar. Carissa sudah menikah, Jovanka juga kabarnya memiliki calon istri. Apa tujuan Jovanka bicara seperti itu padanya? Carissa menelisik netra Jovanka, mencari kebohongan atau mungkin saja dia bercanda. Akan tetapi, tidak ia temukan di matanya. Jovanka serius men
Bab 30 Selama kurang lebih tiga puluh menit lamanya menempuh perjalanan, Shanika turun dari taxi dan membayarnya. Sedangkan di dalam rumah, Bu Listia sedang mengawasi Nevan yang ia suruh mengerjakan pekerjaan rumah. Menggantikan Shanika yang tidak tahu ke mana, gadis itu belum menunjukkan batang hidungnya meski malam menjelang. Nevan yang masih kecil dan tak memiliki tenaga besar pun kewalahan. Bu Listia benar-benar menyiksa raganya, Nevan tidak diberikan makan sebelum pekerjaan rumah selesai. “Itu bagian sana belum bersih, pel yang benar dong, jangan cuma bisa nangis aja kamu. Cengeng banget, kamu itu laki-laki. Gak pantes cengeng begini!” omel Bu Listia menunjuk pada lantai yang masih kotor. Tanpa adanya rasa iba, Bu Listia hanya bisa mengatur dan memerintah saja. Tidak mempedulikan Nevan yang sudah lemas daya tubuhnya. “Evan lemas, Ma, Evan capek,” keluh Nevan pada ibu tirinya. Berharap Bu Listia membiarkan dia istirahat. Selain lelah, Nevan juga sudah merasa kantuk karena ha
Bab 31 Satu Minggu pun telah berlalu, semenjak kejadian itu Shanika tidak merasakan ketakutan menghadapi Bu Listia, dia tidak segan melawan karena ibu tirinya sudah keterlaluan. Keberanian Shanika ini membuat Bu Listia naik pitam, gadis yang selalu patuh pada perintahnya malah menyerang dan melawannya. “Tenang, tenang, Shanika. Jangan gugup begini, supaya lancar interview,” gumamnya. Shanika sedang bersiap-siap di dalam kamar karena sekarang ada panggilan untuk interview kerja. Seminggu lamanya dia hanya fokus pada dua adiknya, dia juga menghindari Sergio karena masih kesal. “Non Shanika, Non mau ke mana udah rapih begini?” tanya Mbok Cahyani saat berpaspasan dengan Shanika yang akan berangkat kerja hari ini. “Aku ada interview kerja di Radja Group, Mbok, bareng sama Zora. Doain aku, ya, supaya lancar dan diterima,” balas Shanika, seulas senyum terbit di bibirnya setelah akhir-akhir ini murung. “Eh, serius? Emangnya Non Shanika nggak kuliah?” “Nggak, aku masih belum bisa kulia
Bab 32 Shanika memperjelas lagi pengelihatannya, ia ingin memastikan jika apa yang ia lihat adalah benar. Saat Sergio semakin dekat, barulah Shanika sadar kalau itu memang Sergio. Pria yang dihindari satu Minggu ini, untuk apa dia kemari? 'Mati gue, kenapa sih Kak Gio ada di sini? Merusak suasana aja itu orang!’ batinnya menggerutu kesal. Shanika mencebik, kenapa di hari bahagianya malah bertemu dengan Sergio. Rasa bahagianya luntur seketika karena bertemu dengan pria itu. Tidak mau memperhatikan lebih lama dan Sergio juga masuk ke dalam lift. Dengar-dengar dari ayahnya, Sergio ini seorang pengusaha. Mungkin saja ada keperluan datang kemari. Shanika berharap Sergio tidak menyadarinya. “Woy, Shanika! Kenapa lo melamun? Awas kesambet setan tahu rasa. Nggak lucu kalau lagi interview kerasukan setan,” kekeh Zora menarik Shanika agar naik ke dalam lift untuk melakukan interview di ruang atasan. Konon katanya, interview kali ini berhadapan langsung dengan atasan. Hal tersebut menamba
Bab 33 Sergio berpindah posisi ke depan Shanika, sepasang mata mereka saling mengunci satu sama lain. Tangan kanan Sergio terulur, mengusap pipi Shanika sambil menyampirkan helai rambutnya ke daun telinga. Darah Shanika berdesir, dia terus memperhatikan Sergio yang masih menatapnya tanpa mengalihkan walau sebentar. Shanika keheranan, Sergio sadar atau gak sadar ketika menyentuh dengan lembut. Atau mungkin … ini hanya sikap manisnya saja agar bisa menaklukannya. Shanika tidak boleh terkecoh. Kejam tetaplah kejam, tak akan semudah itu berubah lembut terkecuali ada keinginan. “Apaan sih, Kak? Siapa juga yang mau dibela, aku nggak butuh pembelaan. Aku hanya mau orang adil dalam kebenaran,” pungkas Shanika, tetapi di lubuk hatinya dia ingin Sergio percaya bahwa Shanika melawan ibunya bukan tanpa sebab. Mulut boleh berkata bohong, tetapi sikap Shanika menunjukkan bahwa dia marah karena tidak dibela Sergio. Sergio tahu kalau Shanika hanya menutupinya, mungkin karena gengsi. Shanika ber
Bab 34 “Ah … aku akan sampai, ah ….” Carissa melenguh panjang dengan badan yang mengejang ketika sampai di titik pelepasan. “Bersama, Sayang,” racau Jovanka sambil menatap wajah Carissa yang sudah merah dan berkeringat. Carissa mengangguk, dia mencakar punggung Jovanka. Jovanka ambruk di samping Carissa usai menyemburkan cairan percintaannya. “Luar biasa, Sayang, kamu semakin menakjubkan. Kau sangat pandai memuaskan ku, Baby.” Berbeda dengan Sergio yang cemas dengan keadaan istrinya, di sisi lain Carissa sedang asik liburan berdua keluar kota bersama dengan produsernya. Carissa sengaja tak pulang, dia diajak oleh Jovanka berlibur ke pulau Dewata sambil menikmati waktu libur berdua. Project film Carissa sudah selesai, dia tak memberitahu agar Sergio tidak curiga jika dirinya berselingkuh dengan Jovanka. Pria yang beberapa bulan ini mendekati, tetapi Carissa tidak menanggapi. Akan tetapi, kali ini dia menyetujui ajakan kencan Jovanka supaya dia bisa terpilih jadi pemeran utama di
Bab 35 Nyaman dengan pelukan sampai Sergio tidur dengan lelap, suhu badannya juga sudah menurun, tidak sepanas tadi. Pada pertengahan malam, Sergio terbangun karena merasakan tenggorokannya kering. Dia belum sadar kalau ada Shanika yang tidur di pelukannya, saat Sergio akan bangun, tubuhnya tertahan. Sergio baru sadar kalau Shanika disuruh menginap olehnya. Sergio yang tadinya akan mengambil minum pun urung, dia memperhatikan wajah damai Shanika yang tidur nyenyak di sampingnya. Telunjuk Sergio menyingkirkan helai rambut Shanika yang menutupi wajah cantiknya. “Sepertinya gadis ini hanya bisa diam ketika tidur saja,” gumam Sergio sembari mengulum senyum, sadar jika ada yang salah dengan dirinya. Sergio mengatupkan bibirnya rapat-rapat. “Ah, aku sudah gila, tapi dia cantik juga,” lanjutnya. Malah betah melihat Shanika yang tak terganggu sama sekali, dia terlihat nyaman tidur di pelukan, sementara Sergio merasa pegal di bagian lengan. Atensi Sergio beralih pada leher Shanika, ia me
Bab 70 “Apakah semua yang kulakukan padamu selama ini tak cukup membuktikan bagaimana perasaanku padamu?” tanya Sergio berbalik tanya pada Shanika yang tak bisa lagi berkata-kata. Dua insan tersebut masih bertatapan, dengan jarak begitu dekat. Shanika terharu, setelah semua penderitaan datang silih berganti, telah terganti oleh kebahagiaan yang harus ia syukuri. Kejadian masa lalu, kesalahan Sergio di masa itu memang masih melekat dalam benak Shanika. Jika dipikir lebih dalam, Sergio orang yang selalu ada membantunya. Tak seharusnya Shanika menumpahkan semua yang terjadi pada Sergio, karena dirinya juga bersalah. “Bisakah kita perbaiki kesalahan kita untuk lebih baik ke depannya, Mas? Aku tahu cara kita bersatu memang salah, tapi aku tak bisa membayangkan bagaimana kita tidak terikat dengan kontrak itu. Mungkin aku dan kamu tidak akan bisa bersama seperti ini,” ujar Shanika, ingin
Bab 71 “Nala di rumah sakit, Pa, Nala koma,” balas Shanika menahan rasa sedihnya karena Nala belum juga sadar sampai sekarang. Di saat ayahnya kembali dan ditemukan, rasanya teras kurang jika Nala tidak ada. Kurang lengkap. Pak Grahardi mengusap wajah gusar sambil menyandarkan punggungnya di sandaran sofa dengan perasaan terpukul. Saat kecelakaan itu terjadi, Pak Grahardi memang sedang bersama Nala. Saat itu, Pak Grahardi akan mengantar Nala sekolah, tetapi rem mobilnya mendadak blong. “Antar Papa menemui Nala, Nak, Papa ingin tahu keadaannya,” pinta Pak Grahardi, meski terlihat tegar di luar, di dalam dia begitu sedih karena apa yang terjadi pada keluarganya disebabkan oleh Bu Listia yang salah paham selama ini. “Aku akan mengobati Shanika dulu di kamar, Pa,” kata Sergio melihat ada beberapa luka di tubuh istrinya. Dahi Pak Grahardi mengkerut, tatapannya mengintim
Bab 69 Para polisi datang, langsung menghampiri Carissa dan Bu Listia yang hendak melarikan diri. Kedua kaki mereka ditembak, sehingga mereka tak bisa kabur ke mana-mana sambil menahan rasa sakit di kakinya. “Argh, lepaskan aku! Aku tidak akan mengampuni kalian! Ingat aku baik-baik, aku akan membalas dendam nanti!” teriak Bu Listia diangkat paksa oleh polisi. “Tunggu, Pak. Saya ingin bicara sesuatu,” kata Pak Grahardi sebelum Bu Listia dibawa pergi, dia harus mengatakan kebenaran agar Bu Listia tidak salah paham dan menaruh kebencian pada mendiang istrinya yang sudah dilenyapkan dengan kejamnya. “Aku dan Nancy sudah berhubungan sejak kami SMA, kami menjalin hubungan diam-diam tanpa sepengetahuan kau. Bahkan, aku dan Nancy sudah menikah saat lulus kuliah. Kami menikah dan tinggal di tempat asing, kami hidup bahagia, tapi semenjak ada kau. Nancy menderita karena aku duakan, bahkan dengan tak tahu dirinya k
Bab 68 Penutup wajah itu dilempar dengan asal, menampakan wajah si pelaku dengan jelas. Melihat itu, Shanika hampir terjerembab saat orang itu adalah Carissa. “Kak Carisssa?” pekik Shanika kaget sekaget-kagetnya. Carissa menyunggingkan senyum dengan tatapan tak bersahabatnya. “Kenapa, lo kaget?” Wanita di belakangnya pun ikut membuka, lagi-lagi Shanika dibuat tercengang karena orang yang mengincar dan menculik Nevan adalah ibu serta kakak tirinya. “Mama? Kakak? Kenapa kalian menculik Nevan dan mengincarku?” tanya Shanika pada keduanya yang berdiri sembari bersedekap dada. Pertanyaan itu dianggap angin lalu, Bu Listia langsung melayangkan tamparan serta mendorong Shanika sampai tergeletak di tanah. Plak! “Dasar anak haram, seharusnya dari awal aku menyingkirkanmu jika kehadiranmu hanya merusak kebahagiaanku dengan anakku,
Bab 67 Cukup lama mereka mencari ke seluruh penjuru rumah sakit dengan bantuan penjaga. Nihil, hasilnya tidak ada, Nevan tidak ada di sini dan dibawa lari oleh orang tak dikenal. Shanika terduduk lemas di lantai sembari menutupi wajahnya karena sudah lalai menjaga Nevan. “Maafin Kakak, gak seharusnya Kaka lalai menjagamu, Nevan,” lirih Shanika terus menyalahkan diri sendiri karena ia lalai mengawasi adiknya. Jika terjadi sesuatu pada Nevan, Shanika tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Sergio berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan Shanika yang terus menangis di pelukannya. “Tenang, kita akan cari Nevan sampai ketemu, Sayang.” “Kalau begitu ayo kita cari, Mas, kita ke kantor polisi supaya dibantu mencari Nevan,” ajak Shanika tak peduli seberapa lelah dirinya, yang Shanika pikirkan soal keselamatan adiknya. Meskipun Shanika baru pulih, dia harus bisa mencari Nevan
Bab 66 Karena Pak Hans adalah orang terdekat ayahnya sekaligus juga mereka sudah bersahabat sejak kecil, Shanika berpikir kalau Pak Hans tahu sesuatu tentang kejadian di masa lalu. Mungkin dia bisa tahu soal Bu Listia yang sangat membencinya dan juga membenci sang ibu. Pak Hans menepuk pucuk kepala Shanika yang sudah ia anggap sebagai putrinya, dia merasa bersalah sudah patuh pada Bu Listia. Pak Hans enggan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. “Kamu yakin ingin tahu?” ujar Pak Hans, sebelum bercerita ia bertanya pada Shanika siap atau tidak mendengarkan ceritanya. Shanika mengangguk mantap, dia ingin tahu hal ini sejak dulu. Hanya saja Shanika tidak tahu harus menanyakan ini pada siapa, pada Mbok Cahyani, beliau tidak tahu. Selagi mereka bertemu, Shanika ingin bertanya. Ia yakin kalau Pak Hans tahu. “Aku yakin, Pak, aku siap mendengarnya. Apa pun itu,” ujar Shanika bersungguh-sung
Bab 65 Tidak tahu berapa lama mereka bercinta, sampai keduanya merasa puas hingga tertidur pulas. Sergio bangun dari tidurnya, dia menatap Shanika yang masih tidur dan memunggunginya. Sergio tersenyum tipis, mengingat momen indah semalam membuatnya enggan untuk pergi ke alam mimpi. Andai tak punya hati nurani, tak akan ia biarkan Shanika istirahat dan terus bercinta hingga pagi hari tiba. “Udah bangun, Kak?” tanya Shanika sudah bangun lebih awal, hanya saja ia masih kantuk dan juga badannya pegal. “Baru aja, morning, Baby,” bisik Sergio melingkarkan tangan kekarnya di perut rata Shanika yang tak memakai apa-apa. “Hari ini aku mau ke rumah sakit, mau jenguk Nala sama Nevan. Mumpung Nevan libur sekolah,” ujar Shanika sambil mengusap punggung tangan Sergio yang melingkar di perutnya. Ia menghela napas panjang saat Sergio melayangkan kecupan bertubi-tubi. “Aku antar.”
Bab 64 “Ya ampun, Den Gio dan Non Shanika kenapa?” pekik Mbok Cahyani ketika membuka pintu, melihat dua majikannya sudah kotor oleh telur di sekujur tubuh. Shanika dan Sergio tidak menjawab, melewati Mbok Cahyani begitu saja lantaran Shanika diam membisu sejak jadi. Sergio menuntun Shanika, menggenggam tangannya naik ke tangga untuk membersihkan diri kamar mandi mereka. Sergio juga tak banyak bicara, membiarkan Shanika sibuk dengan pikirannya. Sergio mendorong pintu kamar mandi dengan kaki, melepaskan baju yang melekat di tubuhnya karena bau anyir begitu menyeruak masuk ke indra penciumannya. “Mandi dulu, aku akan mengobati pipimu. Pipimu memar,” kata Sergio lembut, menarik Shanika ke dalam kamar mandi tanpa menutup pintu. Toh, tidak ada yang berani masuk tanpa izin dahulu. “Mandi bareng?” tanya Shanika akhirnya buka suara setelah bungkam sekian lama, Sergio mengangguk.
Bab 63 Shanika langsung menarik selimut, menutupi Sergio yang tengah dikeloni olehnya. Nevan menatap dengan bingung, membuat Shanika jadi malu. Nevan berjalan mendekat ke arah kakaknya, bocah kecil itu naik ke atas ranjang dan memeluknya. “Kok Kakak tidurnya sama Kak Gio terus, sih? Apalagi disusui, kayak tuyul. Ih, udah gede dikeloni,” ejek Nevan menatap Sergio di balik selimut tebal. Shanika menyemburkan tawa ketika Nevan begitu polosnya mengatakan demikian. Nevan memeluknya dari samping, membuat Shanika seperti punya dua bayi. Yang satu kecil, yang satu besar. “Karena Kak Gio suami Kakak, jadi tidurnya berdua. Kamu kenapa nggak tidur? Udah malam loh,” ujar Shanika membalas pelukan adiknya. “Evan kangen Nala, Kak, kapan Nala sadar? Kok Nala tidurnya lama ….” Nada sedih Nevan barusan, hati Shanika tercenung. Hatinya teriris jika Nevan sudah me