Bab 34 “Ah … aku akan sampai, ah ….” Carissa melenguh panjang dengan badan yang mengejang ketika sampai di titik pelepasan. “Bersama, Sayang,” racau Jovanka sambil menatap wajah Carissa yang sudah merah dan berkeringat. Carissa mengangguk, dia mencakar punggung Jovanka. Jovanka ambruk di samping Carissa usai menyemburkan cairan percintaannya. “Luar biasa, Sayang, kamu semakin menakjubkan. Kau sangat pandai memuaskan ku, Baby.” Berbeda dengan Sergio yang cemas dengan keadaan istrinya, di sisi lain Carissa sedang asik liburan berdua keluar kota bersama dengan produsernya. Carissa sengaja tak pulang, dia diajak oleh Jovanka berlibur ke pulau Dewata sambil menikmati waktu libur berdua. Project film Carissa sudah selesai, dia tak memberitahu agar Sergio tidak curiga jika dirinya berselingkuh dengan Jovanka. Pria yang beberapa bulan ini mendekati, tetapi Carissa tidak menanggapi. Akan tetapi, kali ini dia menyetujui ajakan kencan Jovanka supaya dia bisa terpilih jadi pemeran utama di
Bab 35 Nyaman dengan pelukan sampai Sergio tidur dengan lelap, suhu badannya juga sudah menurun, tidak sepanas tadi. Pada pertengahan malam, Sergio terbangun karena merasakan tenggorokannya kering. Dia belum sadar kalau ada Shanika yang tidur di pelukannya, saat Sergio akan bangun, tubuhnya tertahan. Sergio baru sadar kalau Shanika disuruh menginap olehnya. Sergio yang tadinya akan mengambil minum pun urung, dia memperhatikan wajah damai Shanika yang tidur nyenyak di sampingnya. Telunjuk Sergio menyingkirkan helai rambut Shanika yang menutupi wajah cantiknya. “Sepertinya gadis ini hanya bisa diam ketika tidur saja,” gumam Sergio sembari mengulum senyum, sadar jika ada yang salah dengan dirinya. Sergio mengatupkan bibirnya rapat-rapat. “Ah, aku sudah gila, tapi dia cantik juga,” lanjutnya. Malah betah melihat Shanika yang tak terganggu sama sekali, dia terlihat nyaman tidur di pelukan, sementara Sergio merasa pegal di bagian lengan. Atensi Sergio beralih pada leher Shanika, ia me
Bab 36 Sepanjang jalan pulang, tangan Sergio terus menggenggam tangan Shanika yang sudah berkeringat karena Sergio tak melepaskannya. Seperti biasa, mereka tak banyak mengobrol, hanya sesekali tanya jawab saja. Shanika memandangi ke luar jendela dengan tatapan kosong, sudah beberapa hari lamanya ayahnya belum juga ditemukan. Tim SAR juga masih melakukan pencarian sampai Pak Grahardi ditemukan. “Tunggu beberapa hari, nanti akan ada kabar hasil interview,” kata Sergio memecahkan keheningan, ia melirik sekilas pada Shanika yang melamun di sampingnya. “Aku 'kan udah bilang bakalan mengundurkan diri,” pungkas Shanika. Mengundurkan diri lebih baik, daripada harus bertemu dengan Sergio setiap saat, bagai tertimpa nasib sial saja. “Berani kau menolak?” Alis tebal Sergio terangkat satu, ia yang fokus menatap depan malah teralihkan pada Shanika yang memasang wajah kesal dan cemberut. “Tunggu sa
Bab 37 Carissa ditarik paksa, dengan amarah yang menyelimuti jiwa, Sergio langsung mendorongnya ke pintu dengan tatapan nyalangnya. Dia sudah terlalu sabar selama ini menghadapi keegoisan Carissa, tetapi dia tidak bisa mentolelir jika sudah dibohongi seperti ini. Bak orang bodoh yang mudah dibohongi, ke mana saja Sergio selama ini? Sampai baru mengetahui kalau Carissa sudah selesai dengan project satu Minggu lalu. “Sakit, Mas, apa yang kau lakukan!” ketus Carissa meringis kesakitan saat punggung membentur pintu, wajahnya yang sudah melas tak mudah meredamkan amarah Sergio. “Berani sekali kau menipuku, ke mana saja kau selama seminggu?! Kau membohongiku, Carissa!” ketus Sergio meninggikan nada bicaranya, baru pertama kali Sergio tak bisa menahan emosi di hadapan sang istri. Sikap Carissa sudah keterlaluan dan di luar batas, wajar jika Sergio semarah sekarang. Siapa pun yang diboho
Bab 38 “Mama, Mama!” Perdebatan ibu dan anak itu terhenti saat ada seorang wanita yang baru masuk ke rumah sembari memanggil Bu Listia. Siapa lagi jika bukan Carissa, kedatangannya ke sini ingin meminta solusi dan bantuan pada ibunya. Karena Carissa tidak bisa berpikir, dia bingung harus membujuk Sergio dengan cara bagaimana. Suaminya pergi entah ke mana, Carissa sudah menghubungi tapi ponsel Sergio tidak aktif. Alhasil dia datang ke sini, meski nanti akan dimarahi oleh ibunya. Bu Listia tidak akan bertindak kasar padanya, dia begitu memanjakan Carissa. “Ada apa, Carissa? Apa yang terjadi?” tanya Bu Listia. Nada bicaranya yang meninggi berubah lembut ketika bertemu dengan anak kesayangannya. Shanika pemasaran dengan perkataan Bu Listia yang selalu menyangkut-pautkan dirinya dengan mending ibunya. “Aku berantem sama Mas Gio, Ma, dia marah sama aku. Aku g
Bab 39 Sergio pusing setiap kali kedua orang tuanya mempertanyakan hal serupa, membahas soal anak. Bukan Sergio tidak mau, tetapi karena Carissa yang terus menunda. Jika ditanyai seperti ini, Sergio ingin menghilang saja dari bumi. Bu Yesi dan Pak Dion ingin segera memiliki cucu, usia mereka tidak lagi muda. Ingin menghabiskan waktu sembari mengurus cucu mereka sebelum menutup mata. “Gio, kamu dengerin Mama ngomong nggak, sih?” gerutu Bu Yesi pada putranya yang hanya diam saja ketika ditanya. Habis mau bagaimana, jika hanya itu saja pertanyannya, maka jawabannya akan tetap sama seperti sebelumnya. “Dengar, Ma. Jawabanku tetap sama, kami menunda sebentar lagi. Lagian aku sama Carissa mau menikmati waktu berdua,” pungkas Sergio. Kehamilan ditunda, jarang ada waktu berdua, fakta besar ini tak diberitahukan pada mereka. Mengecewakan mendengar jawaban Sergio yang s
Bab 40 Di dalam kamar miliknya, Shanika duduk di tepi ranjang sambil menatap sebuah kotak hadiah yang berisi gaun berwarna merah. Shanika bertanya-tanya, tentang siapa orang yang memberikan gaun seindah ini untuknya. Dilihat dari tampilannya, tak hanya indah, pasti mahal harganya. Seperti gaun yang berasal dari butik ternama. Drt … drt …. Lamunan Shanika bubar seketika, ia mengambil ponselnya yang berdering. Menandakan ada panggilan masuk, saat melihat layar ponsel, nama Sergiolah yang tertera di sana. Sergio menghubunginya lewat video call, tanpa pikir panjang, Shanika mengangkatnya. “Gaunnya sudah sampai?” tanya Sergio di seberang sana. Wajah frustasinya begitu kentara akibat pertengkarannya dengan Carissa. Sedari tadi Shanika kebingungan, tapi sekarang dia sudah tahu kalau gaun itu dikirim oleh Sergio. Tahu begini, Shanika tidak akan b
Bab 41 Shanika ingin menggapai benda pipih yang dipegang oleh kakak iparnya dan menghapus video mereka, Shanika benar-benar tidak mengerti dengan pemikiran Sergio yang tak tahu tujuannya apa melakukan itu. Benar-benar di luar nalar. Sudah tak punya harga diri, lagi-dipermalukan dengan cara seperti ini. “Aku mohon, hapus videonya, Kak. Apa tujuan Kakak melakukan hal itu?” tanya Shanika lirih, suaranya parau karena mulai menangis. “Agar kau patuh pada perintahku dan tak lagi membantahku, aku sengaja menyimpan video ini untuk mengancammu,” balas Sergio. Dia tidak sebodoh yang Shanika kira, saat Shanika terus memberontak dan membantah, Sergio punya cara lain agar gadis itu takluk. Shanika mendengus, ia menghapus air matanya dengan kasar sembari melepaskan baju santainya di hadapan Sergio dengan perasaan hancur berantakan. Air mata tak berhenti mengalir, Shanika harus menahan rasa malu diperlakukan layak
Bab 70 “Apakah semua yang kulakukan padamu selama ini tak cukup membuktikan bagaimana perasaanku padamu?” tanya Sergio berbalik tanya pada Shanika yang tak bisa lagi berkata-kata. Dua insan tersebut masih bertatapan, dengan jarak begitu dekat. Shanika terharu, setelah semua penderitaan datang silih berganti, telah terganti oleh kebahagiaan yang harus ia syukuri. Kejadian masa lalu, kesalahan Sergio di masa itu memang masih melekat dalam benak Shanika. Jika dipikir lebih dalam, Sergio orang yang selalu ada membantunya. Tak seharusnya Shanika menumpahkan semua yang terjadi pada Sergio, karena dirinya juga bersalah. “Bisakah kita perbaiki kesalahan kita untuk lebih baik ke depannya, Mas? Aku tahu cara kita bersatu memang salah, tapi aku tak bisa membayangkan bagaimana kita tidak terikat dengan kontrak itu. Mungkin aku dan kamu tidak akan bisa bersama seperti ini,” ujar Shanika, ingin
Bab 71 “Nala di rumah sakit, Pa, Nala koma,” balas Shanika menahan rasa sedihnya karena Nala belum juga sadar sampai sekarang. Di saat ayahnya kembali dan ditemukan, rasanya teras kurang jika Nala tidak ada. Kurang lengkap. Pak Grahardi mengusap wajah gusar sambil menyandarkan punggungnya di sandaran sofa dengan perasaan terpukul. Saat kecelakaan itu terjadi, Pak Grahardi memang sedang bersama Nala. Saat itu, Pak Grahardi akan mengantar Nala sekolah, tetapi rem mobilnya mendadak blong. “Antar Papa menemui Nala, Nak, Papa ingin tahu keadaannya,” pinta Pak Grahardi, meski terlihat tegar di luar, di dalam dia begitu sedih karena apa yang terjadi pada keluarganya disebabkan oleh Bu Listia yang salah paham selama ini. “Aku akan mengobati Shanika dulu di kamar, Pa,” kata Sergio melihat ada beberapa luka di tubuh istrinya. Dahi Pak Grahardi mengkerut, tatapannya mengintim
Bab 69 Para polisi datang, langsung menghampiri Carissa dan Bu Listia yang hendak melarikan diri. Kedua kaki mereka ditembak, sehingga mereka tak bisa kabur ke mana-mana sambil menahan rasa sakit di kakinya. “Argh, lepaskan aku! Aku tidak akan mengampuni kalian! Ingat aku baik-baik, aku akan membalas dendam nanti!” teriak Bu Listia diangkat paksa oleh polisi. “Tunggu, Pak. Saya ingin bicara sesuatu,” kata Pak Grahardi sebelum Bu Listia dibawa pergi, dia harus mengatakan kebenaran agar Bu Listia tidak salah paham dan menaruh kebencian pada mendiang istrinya yang sudah dilenyapkan dengan kejamnya. “Aku dan Nancy sudah berhubungan sejak kami SMA, kami menjalin hubungan diam-diam tanpa sepengetahuan kau. Bahkan, aku dan Nancy sudah menikah saat lulus kuliah. Kami menikah dan tinggal di tempat asing, kami hidup bahagia, tapi semenjak ada kau. Nancy menderita karena aku duakan, bahkan dengan tak tahu dirinya k
Bab 68 Penutup wajah itu dilempar dengan asal, menampakan wajah si pelaku dengan jelas. Melihat itu, Shanika hampir terjerembab saat orang itu adalah Carissa. “Kak Carisssa?” pekik Shanika kaget sekaget-kagetnya. Carissa menyunggingkan senyum dengan tatapan tak bersahabatnya. “Kenapa, lo kaget?” Wanita di belakangnya pun ikut membuka, lagi-lagi Shanika dibuat tercengang karena orang yang mengincar dan menculik Nevan adalah ibu serta kakak tirinya. “Mama? Kakak? Kenapa kalian menculik Nevan dan mengincarku?” tanya Shanika pada keduanya yang berdiri sembari bersedekap dada. Pertanyaan itu dianggap angin lalu, Bu Listia langsung melayangkan tamparan serta mendorong Shanika sampai tergeletak di tanah. Plak! “Dasar anak haram, seharusnya dari awal aku menyingkirkanmu jika kehadiranmu hanya merusak kebahagiaanku dengan anakku,
Bab 67 Cukup lama mereka mencari ke seluruh penjuru rumah sakit dengan bantuan penjaga. Nihil, hasilnya tidak ada, Nevan tidak ada di sini dan dibawa lari oleh orang tak dikenal. Shanika terduduk lemas di lantai sembari menutupi wajahnya karena sudah lalai menjaga Nevan. “Maafin Kakak, gak seharusnya Kaka lalai menjagamu, Nevan,” lirih Shanika terus menyalahkan diri sendiri karena ia lalai mengawasi adiknya. Jika terjadi sesuatu pada Nevan, Shanika tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Sergio berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan Shanika yang terus menangis di pelukannya. “Tenang, kita akan cari Nevan sampai ketemu, Sayang.” “Kalau begitu ayo kita cari, Mas, kita ke kantor polisi supaya dibantu mencari Nevan,” ajak Shanika tak peduli seberapa lelah dirinya, yang Shanika pikirkan soal keselamatan adiknya. Meskipun Shanika baru pulih, dia harus bisa mencari Nevan
Bab 66 Karena Pak Hans adalah orang terdekat ayahnya sekaligus juga mereka sudah bersahabat sejak kecil, Shanika berpikir kalau Pak Hans tahu sesuatu tentang kejadian di masa lalu. Mungkin dia bisa tahu soal Bu Listia yang sangat membencinya dan juga membenci sang ibu. Pak Hans menepuk pucuk kepala Shanika yang sudah ia anggap sebagai putrinya, dia merasa bersalah sudah patuh pada Bu Listia. Pak Hans enggan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. “Kamu yakin ingin tahu?” ujar Pak Hans, sebelum bercerita ia bertanya pada Shanika siap atau tidak mendengarkan ceritanya. Shanika mengangguk mantap, dia ingin tahu hal ini sejak dulu. Hanya saja Shanika tidak tahu harus menanyakan ini pada siapa, pada Mbok Cahyani, beliau tidak tahu. Selagi mereka bertemu, Shanika ingin bertanya. Ia yakin kalau Pak Hans tahu. “Aku yakin, Pak, aku siap mendengarnya. Apa pun itu,” ujar Shanika bersungguh-sung
Bab 65 Tidak tahu berapa lama mereka bercinta, sampai keduanya merasa puas hingga tertidur pulas. Sergio bangun dari tidurnya, dia menatap Shanika yang masih tidur dan memunggunginya. Sergio tersenyum tipis, mengingat momen indah semalam membuatnya enggan untuk pergi ke alam mimpi. Andai tak punya hati nurani, tak akan ia biarkan Shanika istirahat dan terus bercinta hingga pagi hari tiba. “Udah bangun, Kak?” tanya Shanika sudah bangun lebih awal, hanya saja ia masih kantuk dan juga badannya pegal. “Baru aja, morning, Baby,” bisik Sergio melingkarkan tangan kekarnya di perut rata Shanika yang tak memakai apa-apa. “Hari ini aku mau ke rumah sakit, mau jenguk Nala sama Nevan. Mumpung Nevan libur sekolah,” ujar Shanika sambil mengusap punggung tangan Sergio yang melingkar di perutnya. Ia menghela napas panjang saat Sergio melayangkan kecupan bertubi-tubi. “Aku antar.”
Bab 64 “Ya ampun, Den Gio dan Non Shanika kenapa?” pekik Mbok Cahyani ketika membuka pintu, melihat dua majikannya sudah kotor oleh telur di sekujur tubuh. Shanika dan Sergio tidak menjawab, melewati Mbok Cahyani begitu saja lantaran Shanika diam membisu sejak jadi. Sergio menuntun Shanika, menggenggam tangannya naik ke tangga untuk membersihkan diri kamar mandi mereka. Sergio juga tak banyak bicara, membiarkan Shanika sibuk dengan pikirannya. Sergio mendorong pintu kamar mandi dengan kaki, melepaskan baju yang melekat di tubuhnya karena bau anyir begitu menyeruak masuk ke indra penciumannya. “Mandi dulu, aku akan mengobati pipimu. Pipimu memar,” kata Sergio lembut, menarik Shanika ke dalam kamar mandi tanpa menutup pintu. Toh, tidak ada yang berani masuk tanpa izin dahulu. “Mandi bareng?” tanya Shanika akhirnya buka suara setelah bungkam sekian lama, Sergio mengangguk.
Bab 63 Shanika langsung menarik selimut, menutupi Sergio yang tengah dikeloni olehnya. Nevan menatap dengan bingung, membuat Shanika jadi malu. Nevan berjalan mendekat ke arah kakaknya, bocah kecil itu naik ke atas ranjang dan memeluknya. “Kok Kakak tidurnya sama Kak Gio terus, sih? Apalagi disusui, kayak tuyul. Ih, udah gede dikeloni,” ejek Nevan menatap Sergio di balik selimut tebal. Shanika menyemburkan tawa ketika Nevan begitu polosnya mengatakan demikian. Nevan memeluknya dari samping, membuat Shanika seperti punya dua bayi. Yang satu kecil, yang satu besar. “Karena Kak Gio suami Kakak, jadi tidurnya berdua. Kamu kenapa nggak tidur? Udah malam loh,” ujar Shanika membalas pelukan adiknya. “Evan kangen Nala, Kak, kapan Nala sadar? Kok Nala tidurnya lama ….” Nada sedih Nevan barusan, hati Shanika tercenung. Hatinya teriris jika Nevan sudah me