Bab 35 Nyaman dengan pelukan sampai Sergio tidur dengan lelap, suhu badannya juga sudah menurun, tidak sepanas tadi. Pada pertengahan malam, Sergio terbangun karena merasakan tenggorokannya kering. Dia belum sadar kalau ada Shanika yang tidur di pelukannya, saat Sergio akan bangun, tubuhnya tertahan. Sergio baru sadar kalau Shanika disuruh menginap olehnya. Sergio yang tadinya akan mengambil minum pun urung, dia memperhatikan wajah damai Shanika yang tidur nyenyak di sampingnya. Telunjuk Sergio menyingkirkan helai rambut Shanika yang menutupi wajah cantiknya. “Sepertinya gadis ini hanya bisa diam ketika tidur saja,” gumam Sergio sembari mengulum senyum, sadar jika ada yang salah dengan dirinya. Sergio mengatupkan bibirnya rapat-rapat. “Ah, aku sudah gila, tapi dia cantik juga,” lanjutnya. Malah betah melihat Shanika yang tak terganggu sama sekali, dia terlihat nyaman tidur di pelukan, sementara Sergio merasa pegal di bagian lengan. Atensi Sergio beralih pada leher Shanika, ia me
Bab 36 Sepanjang jalan pulang, tangan Sergio terus menggenggam tangan Shanika yang sudah berkeringat karena Sergio tak melepaskannya. Seperti biasa, mereka tak banyak mengobrol, hanya sesekali tanya jawab saja. Shanika memandangi ke luar jendela dengan tatapan kosong, sudah beberapa hari lamanya ayahnya belum juga ditemukan. Tim SAR juga masih melakukan pencarian sampai Pak Grahardi ditemukan. “Tunggu beberapa hari, nanti akan ada kabar hasil interview,” kata Sergio memecahkan keheningan, ia melirik sekilas pada Shanika yang melamun di sampingnya. “Aku 'kan udah bilang bakalan mengundurkan diri,” pungkas Shanika. Mengundurkan diri lebih baik, daripada harus bertemu dengan Sergio setiap saat, bagai tertimpa nasib sial saja. “Berani kau menolak?” Alis tebal Sergio terangkat satu, ia yang fokus menatap depan malah teralihkan pada Shanika yang memasang wajah kesal dan cemberut. “Tunggu sa
Bab 37 Carissa ditarik paksa, dengan amarah yang menyelimuti jiwa, Sergio langsung mendorongnya ke pintu dengan tatapan nyalangnya. Dia sudah terlalu sabar selama ini menghadapi keegoisan Carissa, tetapi dia tidak bisa mentolelir jika sudah dibohongi seperti ini. Bak orang bodoh yang mudah dibohongi, ke mana saja Sergio selama ini? Sampai baru mengetahui kalau Carissa sudah selesai dengan project satu Minggu lalu. “Sakit, Mas, apa yang kau lakukan!” ketus Carissa meringis kesakitan saat punggung membentur pintu, wajahnya yang sudah melas tak mudah meredamkan amarah Sergio. “Berani sekali kau menipuku, ke mana saja kau selama seminggu?! Kau membohongiku, Carissa!” ketus Sergio meninggikan nada bicaranya, baru pertama kali Sergio tak bisa menahan emosi di hadapan sang istri. Sikap Carissa sudah keterlaluan dan di luar batas, wajar jika Sergio semarah sekarang. Siapa pun yang diboho
Bab 38 “Mama, Mama!” Perdebatan ibu dan anak itu terhenti saat ada seorang wanita yang baru masuk ke rumah sembari memanggil Bu Listia. Siapa lagi jika bukan Carissa, kedatangannya ke sini ingin meminta solusi dan bantuan pada ibunya. Karena Carissa tidak bisa berpikir, dia bingung harus membujuk Sergio dengan cara bagaimana. Suaminya pergi entah ke mana, Carissa sudah menghubungi tapi ponsel Sergio tidak aktif. Alhasil dia datang ke sini, meski nanti akan dimarahi oleh ibunya. Bu Listia tidak akan bertindak kasar padanya, dia begitu memanjakan Carissa. “Ada apa, Carissa? Apa yang terjadi?” tanya Bu Listia. Nada bicaranya yang meninggi berubah lembut ketika bertemu dengan anak kesayangannya. Shanika pemasaran dengan perkataan Bu Listia yang selalu menyangkut-pautkan dirinya dengan mending ibunya. “Aku berantem sama Mas Gio, Ma, dia marah sama aku. Aku g
Bab 39 Sergio pusing setiap kali kedua orang tuanya mempertanyakan hal serupa, membahas soal anak. Bukan Sergio tidak mau, tetapi karena Carissa yang terus menunda. Jika ditanyai seperti ini, Sergio ingin menghilang saja dari bumi. Bu Yesi dan Pak Dion ingin segera memiliki cucu, usia mereka tidak lagi muda. Ingin menghabiskan waktu sembari mengurus cucu mereka sebelum menutup mata. “Gio, kamu dengerin Mama ngomong nggak, sih?” gerutu Bu Yesi pada putranya yang hanya diam saja ketika ditanya. Habis mau bagaimana, jika hanya itu saja pertanyannya, maka jawabannya akan tetap sama seperti sebelumnya. “Dengar, Ma. Jawabanku tetap sama, kami menunda sebentar lagi. Lagian aku sama Carissa mau menikmati waktu berdua,” pungkas Sergio. Kehamilan ditunda, jarang ada waktu berdua, fakta besar ini tak diberitahukan pada mereka. Mengecewakan mendengar jawaban Sergio yang s
Bab 40 Di dalam kamar miliknya, Shanika duduk di tepi ranjang sambil menatap sebuah kotak hadiah yang berisi gaun berwarna merah. Shanika bertanya-tanya, tentang siapa orang yang memberikan gaun seindah ini untuknya. Dilihat dari tampilannya, tak hanya indah, pasti mahal harganya. Seperti gaun yang berasal dari butik ternama. Drt … drt …. Lamunan Shanika bubar seketika, ia mengambil ponselnya yang berdering. Menandakan ada panggilan masuk, saat melihat layar ponsel, nama Sergiolah yang tertera di sana. Sergio menghubunginya lewat video call, tanpa pikir panjang, Shanika mengangkatnya. “Gaunnya sudah sampai?” tanya Sergio di seberang sana. Wajah frustasinya begitu kentara akibat pertengkarannya dengan Carissa. Sedari tadi Shanika kebingungan, tapi sekarang dia sudah tahu kalau gaun itu dikirim oleh Sergio. Tahu begini, Shanika tidak akan b
Bab 41 Shanika ingin menggapai benda pipih yang dipegang oleh kakak iparnya dan menghapus video mereka, Shanika benar-benar tidak mengerti dengan pemikiran Sergio yang tak tahu tujuannya apa melakukan itu. Benar-benar di luar nalar. Sudah tak punya harga diri, lagi-dipermalukan dengan cara seperti ini. “Aku mohon, hapus videonya, Kak. Apa tujuan Kakak melakukan hal itu?” tanya Shanika lirih, suaranya parau karena mulai menangis. “Agar kau patuh pada perintahku dan tak lagi membantahku, aku sengaja menyimpan video ini untuk mengancammu,” balas Sergio. Dia tidak sebodoh yang Shanika kira, saat Shanika terus memberontak dan membantah, Sergio punya cara lain agar gadis itu takluk. Shanika mendengus, ia menghapus air matanya dengan kasar sembari melepaskan baju santainya di hadapan Sergio dengan perasaan hancur berantakan. Air mata tak berhenti mengalir, Shanika harus menahan rasa malu diperlakukan layak
Bab 42 “Aku?” tanya Shanika menunjuk dirinya sendiri. Pertanyaan polos Shanika membuat Sergio gemas dan geram secara bersamaan. Bayangkan saja, sudah jelas Sergio mengajaknya, malah bertanya. “Kalau bukan pada kau, lalu pada siapa lagi? Tidak ada siapa pun di sini selain kita, bodoh sekali!” maki Sergio mengomeli. Diomeli begitu, Shanika jadi cemberut. Belum juga menjawab, Sergio sudah menariknya untuk berdanda. Sergio merengkuh tubuh Shanika ke hadapannya, tubuh keduanya saling menempel tak berjarak. Mereka saling bertatapan, sambil mengikuti alunan musik yang mengiringi tarian yang dua insan itu lakukan. Shanika gugup, pikirannya campur aduk bahkan komplit dirasakan. “Aku nggak bisa dansa, Kak, aku belum pernah dansa sama sekali,” ucap Shanika pelan, meski keluarganya kaya dan sering menghadiri pesta, dia belum pernah berdansa. Sergio ter