Bab 26 Shanika diam dalam beberapa waktu yang lama. Sangat kentara jika dia tidak menuruti keinginan Sergio yang selalu saja merendahkan harga dirinya, ditambah lagi Sergio mulai menginginkan hal aneh. Tidak melihat waktu dan tempat. Diamnya Shanika, tak ayal Sergio gemas dan geram bersamaan. Gadis di sampingnya menatap kosong ke depan, Sergio bisa saja melakukannya dengan tangannya sendiri, tetapi kali ini dia akan mengasihani Shanika yang masih kepikiran ayahnya. “Sudahlah, aku sudah tidak bernafsu sekarang,” ujar Sergio, menepis tangan Shanika yang hendak membuka kancing blouse yang dipakainya. Rasa lega dirasakan Shanika jika Sergio berubah pikiran, baguslah, Shanika tidak terlalu bersedih hari ini. Tanpa berucap sepatah kata, Sergio mulai menancap pedal gas mobilnya meninggalkan lokasi kejadian. Shanika hanya bisa bergeming dan termenung di tempat duduknya, bingung pada Sergio yang akan membawanya entah ke mana. Shanika juga tidak ingin membuka suara, dia sedang malas bert
Bab 27 Wajah Shanika berubah cemas ketika Sergio menuntunnya masuk ke kamar mandi. Ia gelisah, badannya semakin panas dingin. Sergio masuk ke dalam bathtub, Shanika berdiri sambil menunduk dengan perasaan campur aduk. Sangat gila memang, ketika keduanya malah berhubungan di tempat Sergio dan Carissa sering menghabiskan waktu bersama. Perasaan bersalah hinggap di dalam diri Shanika, dia ingin segera lari andai bisa. Pasalnya, Sergio mengunci pintu. Pria itu sengaja melakukannya supaya dia tidak kabur, pria itu sudah mulai memahami gelagatnya. “Apa yang kamu pikirkan? Cepat masuk ke sini!” perintah Sergio sambil menyandarkan punggungnya di sandaran bathub, ia merentangkan tangan sambil memejamkan matanya. Sergio nyaman berendam, tubuhnya yang lelah jadi lebih rileks. “Aku akan mandi di rumah saja, aku akan menunggu di sini,” tolak Shanika memundurkan langkah secara perlahan. Awalnya Sergio memejamkan mata, matanya terbuka secara perlahan dan menatap tajam pada Shanika yang menguji
Bab 28 Kaget? Tentu saja, Shanika tidak tahu kapan Sergio terbangun. Gadis itu bergegas membuka kunci pintu, dia tak menghiraukan Sergio yang memperhatikannya. Bisa-bisa lelaki itu menahannya untuk tetap tinggal. Tidak bisa, Shanika harus pulang sekarang. Ia khawatir dengan Nevan di rumah. Waktunya terulur dan ia pun telat pulang karena Sergio. “Mau ke mana? Sudah malam, sebaiknya kau tinggal saja di sini,” kata Sergio. Suara serak khas bangun tidurnya terdengar, tetapi Shanika enggan menetap lebih lama. Krek. Pintu berhasil dibuka, Shanika langsung berlari keluar dari kamar agar Sergio tidak mengejar. Melihat Shanika yang lari terbirit-birit membuat Sergio nyaris menganga, kelakuan gadis itu ada-ada saja. “Orang gila,” gumam Sergio sembari memijat pangkal hidungnya, kepalanya terasa pening karena tertidur dari sore. Badannya juga sudah lumayan rileks, Sergio menatap ke samping, ke tempat yang baru ditempati adiknya. “Dia kira bisa lepas dariku begitu saja? Jangan harap.” Ser
Bab 29 Carissa mengerjapkan matanya berkali-kali sambil mendengarkan degup jantungnya yang berdegup kencang saat Jovanka berkata demikian. Dia kesulitan mencerna maksud Jovanka barusan, dia terus menerka-nerka agar tidak salah sangka. Jovanka menatap Carissa dengan serius, menunggu jawaban wanita cantik di depannya. Sudah sejak lama Jovanka menaruh rasa kagum pada Carissa, tetapi tidak bisa ia ungkapkan karena Carissa seorang istri dari seorang pengusaha. “Saya sudah sejak lama mengagumimu Carissa, saya baru berani mengatakannya,” ungkap Jovanka semakin mendekatkan duduknya, dua tangannya menangkap wajah Carissa yang sudah pucat pasi. Bukan senang mendengar Jovanka mengutarakan perasaan, Carissa panik karena ini tidak benar. Carissa sudah menikah, Jovanka juga kabarnya memiliki calon istri. Apa tujuan Jovanka bicara seperti itu padanya? Carissa menelisik netra Jovanka, mencari kebohongan atau mungkin saja dia bercanda. Akan tetapi, tidak ia temukan di matanya. Jovanka serius men
Bab 30 Selama kurang lebih tiga puluh menit lamanya menempuh perjalanan, Shanika turun dari taxi dan membayarnya. Sedangkan di dalam rumah, Bu Listia sedang mengawasi Nevan yang ia suruh mengerjakan pekerjaan rumah. Menggantikan Shanika yang tidak tahu ke mana, gadis itu belum menunjukkan batang hidungnya meski malam menjelang. Nevan yang masih kecil dan tak memiliki tenaga besar pun kewalahan. Bu Listia benar-benar menyiksa raganya, Nevan tidak diberikan makan sebelum pekerjaan rumah selesai. “Itu bagian sana belum bersih, pel yang benar dong, jangan cuma bisa nangis aja kamu. Cengeng banget, kamu itu laki-laki. Gak pantes cengeng begini!” omel Bu Listia menunjuk pada lantai yang masih kotor. Tanpa adanya rasa iba, Bu Listia hanya bisa mengatur dan memerintah saja. Tidak mempedulikan Nevan yang sudah lemas daya tubuhnya. “Evan lemas, Ma, Evan capek,” keluh Nevan pada ibu tirinya. Berharap Bu Listia membiarkan dia istirahat. Selain lelah, Nevan juga sudah merasa kantuk karena ha
Bab 31 Satu Minggu pun telah berlalu, semenjak kejadian itu Shanika tidak merasakan ketakutan menghadapi Bu Listia, dia tidak segan melawan karena ibu tirinya sudah keterlaluan. Keberanian Shanika ini membuat Bu Listia naik pitam, gadis yang selalu patuh pada perintahnya malah menyerang dan melawannya. “Tenang, tenang, Shanika. Jangan gugup begini, supaya lancar interview,” gumamnya. Shanika sedang bersiap-siap di dalam kamar karena sekarang ada panggilan untuk interview kerja. Seminggu lamanya dia hanya fokus pada dua adiknya, dia juga menghindari Sergio karena masih kesal. “Non Shanika, Non mau ke mana udah rapih begini?” tanya Mbok Cahyani saat berpaspasan dengan Shanika yang akan berangkat kerja hari ini. “Aku ada interview kerja di Radja Group, Mbok, bareng sama Zora. Doain aku, ya, supaya lancar dan diterima,” balas Shanika, seulas senyum terbit di bibirnya setelah akhir-akhir ini murung. “Eh, serius? Emangnya Non Shanika nggak kuliah?” “Nggak, aku masih belum bisa kulia
Bab 32 Shanika memperjelas lagi pengelihatannya, ia ingin memastikan jika apa yang ia lihat adalah benar. Saat Sergio semakin dekat, barulah Shanika sadar kalau itu memang Sergio. Pria yang dihindari satu Minggu ini, untuk apa dia kemari? 'Mati gue, kenapa sih Kak Gio ada di sini? Merusak suasana aja itu orang!’ batinnya menggerutu kesal. Shanika mencebik, kenapa di hari bahagianya malah bertemu dengan Sergio. Rasa bahagianya luntur seketika karena bertemu dengan pria itu. Tidak mau memperhatikan lebih lama dan Sergio juga masuk ke dalam lift. Dengar-dengar dari ayahnya, Sergio ini seorang pengusaha. Mungkin saja ada keperluan datang kemari. Shanika berharap Sergio tidak menyadarinya. “Woy, Shanika! Kenapa lo melamun? Awas kesambet setan tahu rasa. Nggak lucu kalau lagi interview kerasukan setan,” kekeh Zora menarik Shanika agar naik ke dalam lift untuk melakukan interview di ruang atasan. Konon katanya, interview kali ini berhadapan langsung dengan atasan. Hal tersebut menamba
Bab 33 Sergio berpindah posisi ke depan Shanika, sepasang mata mereka saling mengunci satu sama lain. Tangan kanan Sergio terulur, mengusap pipi Shanika sambil menyampirkan helai rambutnya ke daun telinga. Darah Shanika berdesir, dia terus memperhatikan Sergio yang masih menatapnya tanpa mengalihkan walau sebentar. Shanika keheranan, Sergio sadar atau gak sadar ketika menyentuh dengan lembut. Atau mungkin … ini hanya sikap manisnya saja agar bisa menaklukannya. Shanika tidak boleh terkecoh. Kejam tetaplah kejam, tak akan semudah itu berubah lembut terkecuali ada keinginan. “Apaan sih, Kak? Siapa juga yang mau dibela, aku nggak butuh pembelaan. Aku hanya mau orang adil dalam kebenaran,” pungkas Shanika, tetapi di lubuk hatinya dia ingin Sergio percaya bahwa Shanika melawan ibunya bukan tanpa sebab. Mulut boleh berkata bohong, tetapi sikap Shanika menunjukkan bahwa dia marah karena tidak dibela Sergio. Sergio tahu kalau Shanika hanya menutupinya, mungkin karena gengsi. Shanika ber