***
"Saya terima nikah dan kawinnya Nabila Ghania binti Almarhum Abdul Qodir. Dengan mas kawin seperangkat alat salat dan sebuah sepeda mini dibayar tunai." Dengan suara yang lugas, Kak Sabiru berucap dengan lantang.
"Bagaimana para saksi?" Pak penghulu menatap saksi nikah yang terdiri dari dokter Tama dan Om Johan dan juga ke pada para hadirin.
"Sah."
"Sah!"
"Alhamdulillah."
Kak Sabiru melepas jabatan tangannya pada wali hakimku. Terdengar mulutnya mengucap syukur. Termasuk diriku. Tersenyum manis Kak Sabiru menyodorkan tangan kanannya padaku.
Tangan itu kuraih. Lalu dengan penuh ketakziman sembari menundukkan kepala, kucium punggung tangan lelaki yang sudah benar-benar sah menjadi pendamping hidup ini.
Kak Sabiru tidak menggenggam erat tanganku, tetapi dengan sangat lembut. Sungguh terkesan dia tidak ingin menyakiti. Lalu kurasakan tangan Kak Sabiru memegang ubun-ubunku. Aku memejamkan seraya mengaminkan setiap doa baik yang ia haturkan untuk kehidupan pernikahan kami di kemudian hari.
"Kamu cantik banget hari ini, Bila," bisik Kak Sabiru lembut di telinga. Usai dia mencium kening singkat barusan.
Aku tersipu mendengarnya. Hampir sembilan bulan hidup bersama dengannya, baru kali ini Kak Sabiru memujiku.
"Kakak juga ganteng." Aku pun balas memuji lirih. Walau agak panas juga pipi ini saat mengucap kata itu dan sedikit gengsi. Tetapi, sudahlah! Toh memuji pasangan sendiri itu halal.
Kak Sabiru sendiri mengulum senyum mendengar pujianku. Namun, tatapannya begitu lekat. Dirinya seolah baru pertama kali melihatku.
"Jangan pandangi aku seperti ini, Kak! Malu." Aku melarang sembari menunduk.
Namun, Kak Sabiru justru menaikkan daguku agar balas menatapnya. "Hari ini kamu terlihat lima kali lebih cantik dari biasanya. Kebaya ini membuat auramu ke luar," pujinya lagi.
Busana pernikahan kami kali ini masih ditangani oleh Kiara. Hanya saja kali ini gadis itu sengaja membuat baju kami terlihat lebih mewah. Dan itu atas permintaan langsung dari Kak Sabiru sendiri. Padahal aku menginginkan yang biasa saja.
"Untuk wanita terkasih aku ingin memberikan yang terbaik. Aku ingin hari ini dikenang untuk selamanya olehmu," ucap Kak Sabiru kala itu ketika aku menegurnya saat kami fitting baju di butik Kiara.
"Tapi, Kak ... aku gak suka yang berlebihan. Aku mau biasa saja," kilahku saat itu. Kupandangi kebaya putih berkerah Shanghai bertabur kristal swarovski yang melekat cantik pada tubuh manekin itu.
"Aku gak lantas jatuh miskin hanya karena membuatkan kebaya ini untukmu, Bila," tukas Kak Sabiru tenang. "Lagian ini juga Kiara yang ngedesaign. Dia gak akan meminta bayaran mahal," lanjut Kak Sabiru menenangkan waktu itu begitu kalem.
"Udah pengantinnya jangan pandang-pandang begitu!" Tiba-tiba terdengar suara pak penghulu menegur. Membuat aku dan Kak Sabiru refleks tersipu malu. "Nanti lihat-lihatannya diteruskan di kamar saja. Sekarang mempelai pria baca sighat taliq talak dulu," lanjut Pak penghulu.
Kak Sabiru menganguk patuh. Pria itu mulai menerima microfon, lalu mulai membaca perjanjian tentang jatuhnya talak karena kondisi tertentu. Aku sendiri dan para hadirin diam menyimak janji itu.
Usai pembacaan itu adalah acara sesi foto. Kak Sabiru sengaja menyewa juru kamera profesional. Berbeda dengan pernikahan pertama kami uang serba sederhana dan seadanya. Kali ini cukup meriah walau tidak berlebihan. Sangat sesuai dengan karakter Kak Sabiru yang tenang.
Kami berpose sesuai arahan sang juru kamera. Entah mengapa masih saja ada malu saat fotografer itu menyuruhku untuk bergaya mesra dengan Kak Sabiru. Apalagi ketika Elma yang iseng meledek aku semakin gugup.
Berbeda dengan Kak Sabiru. Pria itu tetap tampak tenang. Dirinya pun santai saja jika disuruh foto begini begitu.
Acara sakral ijab qobul di masjid terdekat telah terlewati. Kemudian acara selanjutnya adalah walimatul ursy di rumah.
"Ya ampun so sweet banget sih," gemas Elma pada kami saat Kak Sabiru bersiap memboncengkan aku dengan sepeda mini mas kawin tadi. "Zayn ... nanti kira-kira kamu mau kasih aku mahar apa kalo kita nikah?" tanya Elma manja pada kekasihnya.
"Yang pasti bukan jet pribadi karena aku gak sanggup belinya," sahut Zayn datar.
"Ihhh ... kamu pikir aku ini cewek matre?!" Mulut Elma mengurucut manja.
Melihat itu aku, Kak Sabiru, dokter Tama terkekeh geli. Hanya Kiara saja yang mengulum senyum.
Selanjutnya selepas melambai tangan aku dan Kak Sabiru pulang ke rumah dengan menaiki sepeda mini ini. Sangat menyenangkan. Walau agak ribet karena kami masih memakai pakaian pengantin.
Lima belas menit menggayuh sepeda dengan santai, akhirnya aku dan Kak Sabiru bisa bernapas lega. Kami telah sampai di rumah dan mulai siap menikmati makanan prasmanan.
Tadinya begitu usai acara aku ingin menemui Keanu. Ingin menggendong dan yang pasti ingin memberinya ASI. Bayi tiga bulan itu terakhir menyusu tiga jam lalu. Aku takut kalau dia kelaparan. Tetapi Ibu tidak mengizinkan aku menemuinya. Sehingga aku terpaksa hanya melihatnya dari kejauhan.
Keanu tampak anteng digendong oleh Nasya. Adik tiri yang baru datang bersama ibunya dari Medan tiga hari yang lalu. Aku memang menyuruh mereka untuk datang di hari istimewa ini. Karena bagaimanapun juga keduanya juga masih keluarga. Dan beruntung baik Ibu maupun Kak Sabiru tidak keberatan.
Hari ini aku sungguh-sungguh merasa amat bahagia. Pernikahan kali ini semua orang yang kusayang ada. Dan yang pasti pernikahan kali Kak Sabiru tidak sebatang kara lagi. Ada Om Hendri yang mendampingi sebagai ayah kandung. Ada pula Tante Lisa yang berperan sebagai ibu. Walau wanita itu tidak sepenuhnya menyukai Kak Sabiru, tetapi dia menunjukkan itikad baiknya.
Lalu yang membuat hati semakin bahagia adalah jika dulu Elma terlihat bersedih di hari pernikahan pertamaku dengan Kak Sabiru dengan alasan yang tidak dimengerti. Kali ini gadis itu tampak begitu semringah. Matanya lentiknya berbinar cerah. Senyum seakan tidak pernah lepas dari bibir gadis itu. Dirinya juga begitu lengket dengan menempel terus pada Zayn.
Sementara Zayn sendiri terlihat datar saja. Ekspresinya tidak bisa kutebak. Seharusnya dia bahagia melihat aku menikahi kakaknya. Jika menang benar Zayn telah ikhlas melepasku.
Adalagi Kiara. Gadis semampai yang pelit bicara itu juga menunjukkan ekspresi sama dengan Zayn. Berbanding terbalik dengan tunangannya dokter Tama. Lelaki itu persis adik kandungnya. Terlihat begitu antusias menikmati acara pernikahanku ini.
"Makan, ya?" suruh Kak Sabiru. Pria itu datang dengan membawa piring berisi nasi lengkap dengan lauk.
"Nanti aja." Aku menggeleng.
Entah mengapa seleraku makan hilang. Padahal jika dalam kondisi biasa dengan banyak makanan nikmat seperti ini pasti aku akan kalap. Karena keadaan seorang ibu menyusui pasti akan lebih mudah lapar. Namun sepertinya hal itu tidak berlaku pada hari bahagia seperti ini.
"Kakak suapin, ya. Aak ...." Kak Sabiru mengangsurkan sendok itu ke mulutku.
Sekali lagi aku menggeleng. "Aku bisa makan sendiri," tolak menutup mulut.
"Bila ... kamu harus makan! Nanti ASI-mu gak lancar, lho. Kalo kamu telat makan begitu." Kak Sabiru terus mencoba membujuk.
"Kok Bila, sih?" tegurku dengan sedikit mendelik.
"Emang?"
"Ibu, mama, atau bunda kek," sahutku enteng, "kan sekarang aku dah jadi ibu. Ibunya Keanu. Putra kita," lanjutku sambil menahan senyum.
"Oh iya ... Bunda." Kak Sabiru kembali mengulum senyum. "Ya udah, nih Bunda ak dulu biar kuat," lanjut Kak Sabiru meneruskan untuk menyuapi aku.
Karena terus memaksa, akhirnya kuterima angsuran sendok itu. Mengunyah perlahan nasi berserta lauknya. Kak Sabiru terlihat senang melihatnya. Pria itu kian semangat untuk menyuapiku.
"Kakak juga makan dong, jangan cuma aku aja!" perintahku perhatian.
"Kok kakak? Ayah dong! Pasangan bunda kan ayah bukan kakak."
"Oh iya," sahutku kembali tersipu. "Ya udah Ayah ikut makan juga." Aku menyuruh.
"Suapin." Tak disangka kata itu meluncur dari mulut pria kalem yang kini begitu menawan hati. "Sembilan bulan menikah ayah kan belum pernah dimanjain sama bunda. Yang ada digalakin mulu kemarin-kemarin," lanjutnya sembari menyodorkan sendok kosong padaku.
"Ihhh ... apaan sih?!" tukasku gemas campur malu, saat Kak Sabiru mengungkit sikapku padanya di waktu lalu. Karena geregetan kucubit pelan pinggangnya.
"Auwww!" Kak Sabiru mengaduh kecil.
"Makanya jangan suka ngeledek!" ujarku pura-pura merajuk.
"Ohhh ... so sweet banget sih kalian berdua. Jadi pengen cepat nikah deh."
Tiba-tiba Elma datang menghampiri kami. Aku yang masih ingin mencubit pinggang Kak Sabiru menghentikan kelakuan itu.
"Ahhh ... gak boleh baper! Gak boleh baper!" Elma memperingati diri sendiri.
"Makanya buru nikah dong! Udah tua gitu," timpal Kak Sabiru setengah meledek.
"Udah pengen banget, Bir," sambar Elma jujur, "tapi Zayn bilang dia masih terlalu muda untuk menikah. Masih ingin mengejar karier dulu. Apalagi Bang Tama juga belum menentukan hari bahagia dia," lanjut Elma dengan bibir manyun.
"Sabar ya, El." Aku menepuk pelan pundak gadis yang usianya dua tahun lebih tua dariku itu. "Mungkin Allah belum mengizinkan kamu untuk cepat-cepat mereguk manisnya rumah tangga dan ...." Aku menggantung ucapan.
"Dan apa?" tanya Elma dan Kak Sabiru bersamaan.
"Dan indahnya surga dunia," jawabku lirih karena malu. Untuk menahan malu aku menggigit bibir bawah pelan.
"Cie ... yang udah gak sabar pengen ngerasain surga dunia!" ledek Elma seraya menyenggol-nyenggol lenganku.
"Ihhh ... apaan sih, El?!" tegurku malu sembari menepis tangan Elma. Sementara Kak Sabiru hanya tersenyum simpul diledek seperti itu oleh Elma.
"Kak Bila ...."
Kak Sabiru dan Elma ikut menoleh mendengar namaku disebut. Nasya datang membawa Keanu mendekat. Tampak pipi bayi tampanku penuh air mata. Lekas kuambil alih menggendong Keanu dari gadis berumur delapan belas tahun itu.
"Sepertinya Keanu lapar, Kak Bila. Tapi gak mau mimi susu botol," terang Nasya seraya menyodorkan botol berisi cairan susu ASI perahanku.
"Cup ... cup ... cup, Sayang."
Aku memeluk dan menepuk-nepuk pantat Keanu lembut. Berusaha menenangkan bayi yang kini sudah mulai bisa tengkurap itu. Namun, Keanu bukannya diam justru tangisnya kian kencang. Membuat hati tidak terasa nyaman mendengarnya. Bayi itu terus saja menolak susu botol yang kuberikan padanya.
"Udah, La, susu gih! Kasihan dengernya!" suruh Elma sembari mengelus-elus kepala botak Keanu.
Dulu Keanu sewaktu lahir rambutnya tebal sekali. Tetapi pas dicukur gundul beberapa waktu lalu tumbuhnya jadi tidak beraturan. Botak di beberapa tempat.
"Sini ikut ayah." Kak Sabiru mengambil alih untuk menggendong Keanu.
Kami lantas menuju ke kamar pribadi. Begitu pintu ditutup lekas kubuka kancing kebaya ini untuk menyusui Keanu. Ahhh ... ribet juga rasanya pakai kebaya. Namun, rasa tidak nyaman itu berangsur sirna begitu melihat Keanu rakus menyedot air susuku.
Kak Sabiru duduk di samping sembari merangkul lembut pundakku. Sesekali dia menggoda bayi kami, dengan melepas mulut sang bayi dari putingku. Membuat Keanu merengek. Lantas jika rengekan sudah berubah menjadi tangisan, Kak Sabiru mengizinkan Keanu menyedot air susuku lagi.
"Iseng banget jadi orang," tegurku sedikit gemas melihat keusilan Kak Sabiru pada Keanu.
"Habis iri sama Keanu," balas Kak Sabiru santai.
"Iri?" Aku mengerutkan dahi. Tidak paham apa maksudnya.
"Hu-um." Kak Sabiru mengangguk mantap. "Keanu bebas menikmati air susumu. Aku sebagai ayahnya bahkan belum pernah memegangnya," lanjut Kak Sabiru masih tetap tenang.
Aku melongo sembari membulatkan mata. "Kok mesum sih?!" tegurku seraya menghadiahi perutnya dengan cubitan gemas.
"Aduuuh!" Kak Sabiru mengaduh. Pria itu menangkis serangan cubitanku. "Ampun, Sayang. Sakit nih."
"Habisnya mesum gitu. Gak suka ah!" rajukku sebal sambil membuang muka.
"Ya maaf," ucap Kak Sabiru cepat. "Cuma bercanda kok," lanjutnya sembari meraih wajahku untuk dibingkainya. "Maaf, ya. Pliss ... jangan marah lagi, Bunda sayang." Lagi Kak Sabiru mengucap kata maaf. Tatapan kami saling beradu.
Ceklek
Suara pintu yang terbuka membuat aku dan Kak Sabiru menoleh spontan. Rupanya Ibu yang menguak pintu itu. Dirinya terpaku sesaat melihat kami tengah bertatap-tatapan.
"Ya Allah ... yang di luar nyariin sampai kelimpungan. Ini malah berdua-duaan di sini. Sabar dong! Habis ini juga acaranya selesai," ujar Ibu masih di depan pintu.
"Keanu nangis. Dia gak mau susu dalam botol." Aku berkilah. "Emang Nasya gak bilang aku lagi nyusuin Keanu?"
"Ahhh ... ibu lupa gak nanya dia," balas Ibu cepat.
"Memang ada apa, Bu?" Kak Sabiru menimpali.
"Itu teman-teman kamu mau pamit pulang," jawab Ibu.
"Tapi, Keanu baru aja merem. Nanti nangis lagi kalo langsung aku taruh di boks." Aku beralasan.
"Ya udah biar Sabir saja yang menemui mereka. Kamu susuin Keanu sampai benar-benar pulas."
Usai menyuruh seperti itu Ibu pun beranjak pergi. Meninggalkan aku dan Kak Sabiru juga Keanu bertiga di kamar ini.
"Ya udah aku temuin teman-teman dulu, ya," pamit Kak Sabiru bangkit berdiri. Kuiyakan dengan anggukan. "Sampai jumpa di malam pertama kita."
Bisikan nakal dari Kak Sabiru membuat pipiku seketika memanas. Sementara pria itu hanya mengulum senyum untuk kemudian berlalu setelah menutup pintu.
Next
Hari yang melelahkan. Acara ijab qobul kami telah telah usai dari beberapa jam yang lalu. Badan yang terasa penat terbayarkan dengan rasa haru bahagia. Banyaknya tamu yang hadir untuk memberikan ucapan selamat kian membuat hati melambung bahagia.Kini hubunganku dengan Kak Sabiru benar-benar sudah halal. Telah sempurna ibadah panjang kami. Tidak ada lagi keraguan. Dan aku telah siap untuk mendampingi pria itu dalam suka maupun duka.Malam kian merayap. Jam besar di ruang keluarga telah berdentang sepuluh kali. Keanu bahkan sudah tertidur dari tiga jam yang lalu. Sedangkan aku ... aku tengah duduk di meja rias kamar sembari menatap pantulan wajah sendiri.Malam ini adalah malam pertama aku dan Kak Sabiru yang sesungguhnya. Layaknya pengantin baru pada umumnya hati ini pun dilanda kegugupan. Walau telah bertekad akan melaksanakan kewajiban seba
Aku mendengkus lelah sekaligus kecewa mendapati Kak Sabiru sudah terbuai mimpi. Hati kecilku masih ingin bercengkrama dengan dia. Masih ingin bermanja-manja.Entahlah ... akhir-akhir ini semenjak Keanu lahir ke dunia, aku merasa sangat mengagumi pria ini. Sikapnya yang teramat perhatian pada kami dan juga siaga membuatku merasa beruntung memilikinya. Kemudian akan semakin jauh cinta padanya jika teringat masa-masa kelabu kami.Kak Sabiru yang sabar akan selalu tersenyum walau kumaki. Dirinya tetap perhatian biar pun didiamkan. Dan teguh bertahan untuk bertanggung jawab, meski aku menolaknya berulang kali.Mengingat perilaku bodoh sendiri tak terasa air mataku menitik. Namun, lekas kuhapus. Pelan kurebahkan tubuh di sampingnya. Memiringkan posisi agar bisa menatap lekat torehan karya Tuhan pada wajah pria ini.Kak Sabiru terlihat damai dalam lelapnya. Dadanya turun naik dengan napas yang beratu
Aku membuka mata. Sorot sinar mentari pagi yang menerobos melalui kaca jendela sungguh menyilaukan. Sepertinya hari sudah beranjak siang. Untuk melihat waktu kulirik jam digital kecil pada buffet kamar. Pukul delapan lebih dua puluh tiga menit. Benar sudah siang.Aduh ... kenapa aku bisa bangun kesiangan begini? Namun, otak ini dengan cepat mengirim sinyal memori. Seketika bibirku melukis senyum teringat kenapa bisa terlambat bangun.Selepas subuh tadi Kak Sabiru meminta jatah sarapan batinnya. Pria itu luar biasa perkasa. Aku dibuatnya takluk berkali-kali. Dirinya bagaikan singa lapar saat menikmati tubuhku. Bukan kasar, tetapi menggairahkan. Itu semakin membuatku mabuk kepayang kepadanya. Ingin terus merasakan kembali perlakuan lembut dan manisnya. Seperti candu, aku ingin setiap saat disentuh pria itu."Aku akan membawamu mendaki puncak kenikmatan
Kak Sabiru mengambil cuti selama seminggu untuk hari pernikahannya. Dan tiga hari lagi cuti Kak Sabiru dari kantornya akan berakhir. Besok pria itu akan kembali bekerja.Sebenarnya Kak Sabiru mengajak untuk berbulan madu. Bahkan Om Hendri telah menyiapkan tiket untuk kami berlibur. Namun, aku menolaknya.Keanu masih terlalu kecil untuk ditinggal. Apalagi dia masihfullASI. Tidak tega rasanya meninggalkan bayi mungil itu bersama neneknya. Terlebih Ibu sering kewalahan menghadapi jerit tangisnya.Keanu kalau sudah menangis cuma aku yang bisa menenangkan. Sebab aku punya penawarannya, yaitu ASI ini. Karena alasan itulah baik Kak Sabiru maupun Om Hendri maklum.Masa libur yang lumayan terasa singkat ini digunakan seefektif mungkin oleh Kak Sabiru. Dirinya benar-benar meluangkan waktunya untukquality timebersama aku dan Keanu. Sepertinya dia sadar sebentar lagi akan kemb
❤️❤️❤️"Bila?" Terdengar suara Kak Sabiru dan Elma menegur bersamaan.Seketika aku dan Zayn terkesiap mendengar teguran itu. Gegas aku lekas bangkit. Sialnya pengait gelang yang kupakai tersangkut di kemeja Zayn. Dan itu membuatku susah untuk bangkit."Kok malah tindih-tindihan terus dari tadi. Kasihan Zayn dong, Bil, kamu tindih terus." Elma menegur lagi. Ada rona cemburu yang terlukis pada wajahnya."Sembarang!" selorohku tidak terima. "Ini gelangku nyangkut di kemeja Zayn." Aku menerangkan dengan sedikit mengeluh."Sini!"Kak Sabiru jongkok untuk membantu melepas gelangku. Sepertinya pria itu kesusahan melepasnya. Dan aku sungguh tidak menyangka jika Kak Sabiru memilih untuk menarik paksa. Sehingga gelang rantai mungil yang terbuat dari emas putih itu patah.&nb
Hari ini aku dan Kak Sabiru resmi meninggalkan rumah Ibu. Kami sepakat memulai hidup mandiri. Walau Ibu terlihat sedih dengan kepindahan kami, tapi perempuan itu mengikhlaskan.Bagaimanapun juga aku telah lama bersuami. Sudah menjadi kewajiban seorang istri jika harus menuruti perintah ataupun keinginan sang suami. Seperti perintah Kak Sabiru ini.Bukan tanpa alasan Kak Sabiru menginginkan kepindahan. Dirinya juga telah nyaman tinggal di rumah Ibu. Sudah lebih tiga tahun pria itu bermukim di situ dari semenjak menikah dengan almarhum Kamila dulu.Namun, Kak Sabiru menginginkan kemandirian dalam rumah tangganya. Pria itu ingin sepenuhnya mengimani keluarga kecilnya di rumah sendiri. Apalagi sekarang rumah kecil Ibu telah ramai penghuni. Kamar tidurnya sudah terisi orang semua. Walau Bu Halimah sudah mudik dari dua hari yang lalu, tetapi Ibu tidak akan kesepian lagi jika ditinggal oleh kami. Sudah ada Paman dan
Doa selama seharian ini tidak didengar Tuhan. Semesta justru seolah mendukung. Petang ini langit tampak begitu cerah. Begitu bersih tanpa awan dan bertabur bintang.Sedari maghrib tadi keluarga Kiara bolak-balik menelepon. Mengingatkan pada kami tentang jamuan makan malamnya. Bahkan adik bungsu Kiara sengaja disuruh untuk menjemput kami oleh ibunya."Tunggu sebentar, ya. Kak Biru lagi jemaah isya di mushola." Aku memberi tahu remaja imut itu.Gadis itu mengangguk paham. Tanpa membantah dirinya balik lagi ke rumahnya yang tepat berhadapan dengan rumah ini. Namun, di pintu pagar pemudi itu berpapasan dengan Kak Sabiru.Dari ruang tamu kulihat Kak Sabiru dan gadis itu terlibat perbincangan sejenak. Usai menyampaikan sesu
Memuliakan tetangga memang wajib. Bukan sunnah. Namun, jika tetangganya seperti Tante Santi, aku tidak yakin apakah akan mampu melakukannya. Pasalnya wanita paruh baya yang masih terlihat ayu itu terlalu rempong.Menurutku, Tante Santi agak lancang karena terlalu sering mencampuri urusan rumah tangga yang kubina dengan Kak Sabiru. Padahal memang siapa dia? Dirinya tidak lebih dari orang luar saja. Tetangga dekat yang kebetulan pernah meluangkan waktunya untuk ikut mengasuh Kak Sabiru. Ketika suamiku itu baru saja ditinggal pergi selama-lamanya oleh sang ibu.Menurutku pula, karena alasan tersebut Tante Santi jadi seolah punya senjata yang ampuh. Wanita itu akan mengungkit kebaikan kecilnya di masa lalu untuk memeras Kak Sabiru. Kukatakan memeras karena setiap hari selalu saja ada barang atau uang yang dia pinjam.Kak Sabiru yang memang sangat menghindari keributan akan selalu memenuhi permintaan wanita itu.
Sedikit ragu aku melangkah menuju kamar. Membuka laci nakas. Aku memang menyimpan alat tes kehamilan. Usia Keanu genap 18 bulan, aku memang lepas KB.Kak Sabiru menginginkan adik untuk Keanu. Sebenarnya aku kasihan pada Keanu. Dia masih terlalu kecil. Namun, aku juga tidak bisa membantah perintah suami.Langkah pelan kuayun ke kamar mandi sembari membawa cawan kecil di tangan. Hati-hati zaman itu kuisi dengan air seni sendiri. Lalu mulai mencelupkan alat tersebut pada cairan berwarna kuning kecoklatan itu.Beberapa detik kemudian tanda dua garis merah muncul. Mulutku ternganga. Antara bahagia dan galau. Bahagia karena impian Kak Sabiru mendapat momongan lekas terpenuhi. Namun, kalau juga karena Keanu belum lepas ASI."Udah, Bil?" tanya Kak Sabiru dari luar. Sepertinya dia sudah tidak sabar. Aku diam tidak menyahut. Hanya langsung membuka pintu kamar mandi saja. "Bagaimana hasilnya?" tanya Kak Sabiru antusi
"Sedang apa?" Aku dan Elma menyela cepat.Kak Sabiru bergeming. Dia tampak menyesali ucapannya."Ayo katakan, Biru! Apa yang sedang Zayn rencanakan?" desak Elma sambil menarik-narik lengan suamiku. Seperti anak kecil yang merengek pada kakaknya."Aduh gimana ya?" Kak Sabiru mengusap tengkuknya beberapa kali. "Sebenarnya ini tuh rahasia, El. Aku sudah berjanji untuk tidak membocorkannya padamu," tutur Kak Sabiru dengan wajah meragu. "Laki-laki itu yang dipegang adalah omongannya, jadi ... sorry to say. Aku gak bisa." Kak Sabiru angkat bahu, lalu menangkup kedua tangan."Yah ... Biru gak asyik," keluh Elma kecewa. Gadis itu sengaja memanyunkan bibirnya ke depan."Denger, El, percaya deh sama Zayn. Dia itu pemuda yang baik." Suamiku berucap yakin. "Udah yuk lanjut makan!" suruhnya sambil menunjuk makanan dengan matanya.
"Kiara?" sapaku dengan perasaan tidak menentu.Jika aku paling mencemburui Kiara, maka Zayn adalah lelaki paling mencemburui Kak Sabiru cemburui. Sama halnya Zayn yang masih saja perhatian padaku, Kiara bahkan tidak pernah mundur untuk mendapatkan suamiku."Hai, Bila? Baru pulang?" Kiara balas menyambut kalem. Tangannya terulur menjawil pipi Keanu. Bagai sehati bayi itu langsung merengek dijawil oleh wanita yang dicemburui ibunya.Reza menyusul usai mematikan mesin mobil. Pria itu menganguk ramah pada Kiara dan ditanggapi senyuman simpul oleh sang gadis."Iya, nih," sahutku sambil berusaha mendiamkan Keanu, "tumben main? Ada apa?" Aku mencoba santai saat bertanya."Kayaknya kamu gak suka aku menginjakkan kaki di sini deh." Kiara menebak sotoy sembari berkacak pinggang. "Cemburu, ya?" Kiara meledek dengan seringai kecil.Aku mendesah pelan. "Salut ya. Setelah serangkaian ak
Usia sholat Isya bersama, kuajak Kak Sabiru makan malam bareng. Lelaki itu menurut. Walau dia jujur mengaku sudah mampir makan di restoran favorit saat balik ambil laptop."Pantes saja aku nungguinnya lama," balasku dengan sedikit merajuk. Bibir pun sengaja kubuat cemberut. Kak Sabiru paling senang melihat aku bermanja-manja padanya.Begitu sampai di meja makan kubuka tudung saji. Hanya ada menu semur daging dan jamur goreng krispi. Walau begitu ada tatapanmupengyang kulihat dari matanya."Aromanya bikin cacing di perut menggeliat lagi," selorohnya sambil menarik kursi. Pria itu langsung menyomot jamur goreng tersebut. Lantas mengunyahnya perlahan-lahan.Bunyi kriuk-kriuk yang keluar dari mulut membuat aku tersenyum senang. Dengan semangat kuciduk nasi dari dalam rice cooker. Nasi putih pulen dengan asap yang masih mengebul kusiram dengan kuah semur dan potongan dagingnya.
Sambil menunggu kepulangan Kak Sabiru, Keanu aku kompres dengan air hangat. Saat menatap mata mungil Keanu yang terlelap, rasa menyesal menusuk sukma. Hanya karena uang aku mengabaikan anak ini. Padahal Kak Sabiru sudah mencukupi segala kebutuhan. Pantas rasanya jika lelaki itu kesal.Pelan-pelan suhu tubuh Keanu mulai turun. Rasa khawatir ini perlahan luntur. Kutengok jam kotak yang menempel pada dinding. Sudah satu jam lebih Kak Sabiru pergi. Namun, belum ada tanda-tanda ia kembali.Sembari menunggu kedatangan suami kesayangan, aku membersihkan badan. Tidak perlu lama-lama karena malam kian menjelang. Apalagi saat mendengar kumandang adzan Isya, kegiatan ini lekas kusudahi.Ketika melintas untuk kembali ke kamar tampak Ibu tengah menikmati hidangan makan malam sendiri. Wanita itu hanya menengok sekilas tanpa mau menyapa. Mungkin dia masih marah.B
Rasanya seperti maling yang tertangkap basah. Tiba-tiba aku dilanda gugup. Apalagi saat melihat wajah Kak Sabiru yang datar. Tidak ada senyum, tetapi tidak dingin. Di sisi lain Elma pun menampakkan muka yang sama. Dia yang biasanya ceria hanya menatapku sekilas. Lalu langsung mendekati Nasya yang masih betah berbaring. Tatapan dari Zayn, ia acuhkan. "Bagaimana keadaanmu, Sya?" tanya Elma pelan. "Sudah lumayan membaik," sahut Nasya lemah. "Syukurlah. Maaf ya, aku baru datang hari ini. Kalo Biru tidak mengabari kemarin, aku mana tahu," tutur Elma sambil melirik padaku. Aku sendiri agak tertohok mendengar ucapannya. Sungguh ... bukannya tidak mau memberi kabar pada yang lain, kekalutan pada kondisi Nasya membuat aku lupa melakukannya. "Gak papa, Mbak Elma." Nasya mengedip ramah. Elma tersenyum simpul pada Nasya. Kini tatapannya beralih pada sosok menju
Tidak salah lagi. Itu Kiara dan Zayn. Sedang apa mereka berdua di sini? Setahuku keduanya tidak begitu dekat.Baiklah dari pada otak dipenuhi tanya, lebih baik kuhampiri saja mereka. Tanpa berpikir lagi, kaki ini melangkah menuju tempat Zayn duduk. Tangisan kecil dari Keanu menyadarkan Zayn dan Kiara. Keduanya menoleh melihat kedatanganku."Bila ...." Zayn tampak terpana melihat kedatanganku. Bibirnya melengkung indah. Ya ... mana pernah dia cemberut jika ketemu aku. "Bareng Keanu aja?" Dia menebak sambil menyapu sekeliling. Mungkin mencari tahu dengan siapa aku datang."Iya." Aku membalas pelan. Lalu mulai duduk di samping Kiara. Keanu yang rewel kuberi sepotong muffin kudapan dua orang ini. Alhasil bocah itu diam menikmati makanan warna cokelat tersebut."Mau minum apa?" tawar Zayn hangat."Apa saja yang penting dingin. Sama air mineral buat Keanu.""Oke."
"Saya cari Sabiru," balasnya benar-benar datar tanpa senyum."Eum ... saya istrinya." Aku masih bersikap ramah. Bahkan tangan ini terulur. Sayangnya aku dibuat menahan ludah yang pahit, karena wanita itu mengabaikan tangan ini. Dirinya tetap menaikan dagu tanpa mau menjabat.Ini masih terlalu pagi untuk emosi. Dan aku juga mau tersulut karenanya. Oke ... tahan napas sejenak."Kalo boleh tahu apa keperluan Ibu mencari suami saya?" Pertanyaan yang ke luar dari mulut ini tetap kubuat selembut mungkin. Karena bagaimanapun juga melayani tamu dengan baik adalah kewajiban."Tolong pertemukan saya dengan suamimu!" pintanya tegas.Benar-benar wanita batu. Dia yang butuh kenapa lagaknya songong begini?Astaghfirullah hal adzim."Siapa, Bil?"Dari belakang Kak Sabiru datang. Lelaki yang masih santai dengan piyama tidurnya mendekat, sembari menggendong K
"Usir Mas Reza, Kak Bila! Aku mau bercerai dengan dia!' teriak Nasya lantang walau masih lemah. Telunjuknya mengarah pada Reza dengan tatapan sengit. Dan air matanya tetap saja berderai."Nasya Sayang---""Aku bilang pergi!" Nasya menyambar keras. Matanya mendelik marah pada suaminya."Sya ... tolong maafin, Mas. Sumpah---""Kamu dengar gak sih aku bilang pergi!" Nasya kembali menggertak."Sabar, Nak." Ibu Halimah menenangkan sang putri yang dipenuhi arah dengan dekapan lembut."Reza, tolong kamu patuhi perintah Nasya. Biarkan dia beristirahat untuk memulihkan kondisinya." Ibuku pun mulai angkat bicara.Namun, dasar Reza bebal! Seruan Nasya dan nasihat Ibu hanya jadi angin lalu saja baginya. Dia tetap bersikukuh berdiri di ruangan ini."Mas, tolong jangan buat keributan di sini!" Aku yang geregetan akhirnya turun tangan dengan menarik paks