Kekacauan dan api terjadi hampir di setiap tempat. Raylene berlari di antara semua kegaduhan itu. Satu-satunya tempat yang ingin dia datangi adalah tempat istirahat orangtuanya. Dia harus memastikan keselamatan orangtuanya di atas keselamatannya sendiri.
Raylene berlari seperti orang kesetanan sebelumnya, tapi ketika dia memasuki tempat istirahat orangtuanya tubuhnya seketika kehilangan tenaga.
Mayat-mayat prajurit dan pelayan di tempat itu tergeletak dengan darah yang membasahi tubuh mereka. Raylene masih melangkah, dan langkahnya terhenti ketika dia melihat mayat ayah dan ibunya yang tergeletak tidak berjauhan.
Tubuh Raylene jatuh. Tidak ada kata yang bisa mengungkapkan apa yang tengah dia rasakan saat ini. Semua fokus Raylene kini tertuju pada orangtuanya, wanita itu merangkak dengan suara serak yang memilukan.
"Ayah! Ibu!" Ratapan pilu Raylene terdengar menyakitkan. Air matanya mengalir tanpa henti, kerongkongannya sangat sakit, begitu juga dengan hatinya.
Raylene meraih tubuh ayahnya lalu berpindah ke tubuh sang ibu. Tangan gemetarnya telah dinodai oleh darah. Gaun malam yang dia kenakan telah basah karena darah kedua orangtuanya.
"Ayah! Ibu! Jangan tinggalkan aku." Raylene bersuara tercekat.
Sementara itu di luar masih terus terjadi pertarungan. Tidak hanya di istana, tapi di beberapa kediaman bangsawan juga terjadi hal yang sama.
Mereka semua yang mendapatkan serangan malam ini adalah para pengikut setia ayah Raylene.
"Yang Mulia ayo tinggalkan tempat ini." Melissa, pelayan pribadi Raylene memegangi lengan Raylene. Dia harus menyelamatkan nyawa majikannya.
Raylene yang tidak memiliki kekuatan lagi hanya mengikuti tarikan Melissa, tapi akhirnya wanita itu berhenti melangkah. "Aku tidak bisa pergi, aku harus mencari suami dan kakakku."
"Yang Mulia, Anda harus pergi. Anda harus menyelamatkan diri Anda. Putra Mahkota mungkin sudah tewas." Melissa masih mencengkram tangan Raylene erat. Dengan sekuat tenaganya wanita itu menarik Raylene dan membawanya meninggalkan tempat itu.
Akan tetapi, beberapa prajurit datang menghadang Raylene dan Melissa.
"Yang Mulia, Anda tidak diizinkan meninggalkan istana." Salah satu prajurit berbicara.
Melissa segera mengarahkan pedang dengan siaga. Ada empat prajurit, dia mungkin tidak akan bisa menghalau mereka semua, tapi dia bersedia mati untuk majikannya asalkan majikannya bisa menyelamatkan diri.
"Yang Mulia saya akan menghalangi mereka, segera selamatkan diri Anda." Melissa menatap Raylene dengan yakin, lalu wanita itu menyerang keempat prajurit.
Raylene tidak bisa mati sebelum dia bertemu dengan suaminya, tapi dia juga tidak bisa membiarkan Melissa berkorban untuknya. Wanita itu mengambil senjata yang tergeletak di dekatnya lalu mulai bertarung dengan para prajurit.
Setelah berhasil mengalahkan empat prajurit itu, Raylene hendak berlari lagi, tapi Melissa kembali menahannya.
"Lepaskan aku, Melissa. Aku harus menemukan suamiku."
"Maafkan saya, Yang Mulia, saya tidak bisa membiarkan Anda bertemu dengan pria keji itu."
"Apa maksudmu, Melissa?"
"Penyerangan malam ini dipimpin oleh Jenderal Luca. Dia berkhianat. Jenderal Luca adalah orang yang telah membunuh Raja dan Ratu."
Dunia Raylene berhenti berputar. Kata-kata Melissa mulai menggema di telinganya. Lalu berikutnya dia menolak untuk mempercayai kata-kata Melissa. Dia tidak bisa menerima pukulan sebesar itu setelah mengalami pukulan besar lainnya.
"Tidak mungkin! Ini tidak mungkin. Luca tidak akan melakukan hal seperti itu."
"Yang Mulia, kita tidak memiliki waktu lagi. Jenderal Luca tidak akan membiarkan keluarga kerajaan tersisa." Melissa masih berjuang untuk membawa Raylene meninggalkan istana.
Namun, Raylene melepaskan cengkraman tangan Melissa. Wanita itu pergi tanpa bisa dicegah. Dia tidak menghiraukan panggilan dari pelayannya sama sekali.
Kata-kata Melissa masih terus menempel di otak Raylene, dengan langkah tergesa wanita itu pergi mencari Luca.
Melissa pasti salah, ya, pelayan pribadinya itu pasti salah. Luca adalah pria yang penyayang dan penuh perhatian, dia tidak mungkin melakukan hal mengerikan seperti yang dikatakan oleh Melissa.
tbc"Kenapa? Kenapa kau membunuh keluargaku?" Raylene bertanya pilu. Dia tidak ingin mempercayai apa yang ada di hadapannya saat ini, tapi kenyataan menamparnya dengan keras.Pria yang menikah dengannya tadi pagi kini duduk di singgasana yang biasa diduduki oleh ayahnya. Hal ini memperkuat bahwa suaminya benar-benar dalang dibalik semua pengkhianatan di istana."Karena mereka semua pantas mendapatkannya." Suara itu sedingin es, membuat hati Raylene membeku seketika."Jadi, kau telah merencanakan semua ini sejak awal?""Kau tahu jawabannya, Putri Raylene." Cara suaminya memanggilnya terdengar seperti orang asing. Jadi, inikah arti dirinya bagi sang suami."Sejak awal hingga akhir kau hanya memanfaatkanku? Cinta dan kasih sayangmu padaku semuanya adalah kebohongan?" Semakin banyak Raylene bertanya semakin sesak dadanya, dia sudah tahu jawabannya, tapi dia masih bertanya seolah ingin menambah luka pada dirinya sendiri."Benar, aku memanfaatkanmu. Dari awal aku sudah merencanakan
Raylene masuk ke dalam ruang istirahatnya, wanita itu tidak memiliki tenaga lagi. Ia terduduk di lantai dengan wajah yang menyedihkan.Wanita itu mengangkat kedua tangannya, bayangan kedua orangtuanya yang tergeletak di lantai dengan darah yang menggenang di sekitar mereka membuat air mata Raylene jatuh berderai.Dengan kedua tangannya ini lah ia mengantarkan orangtuanya ke kematian yang mengerikan."Yang Mulia." Melissa mendekati Raylene, wanita itu tidak akan melarikan diri dari sana tanpa majikannya.Melihat Raylene masih hidup membuatnya merasa sangat lega. Dia takut jika majikannya tidak akan selamat seperti anggota keluarga kerajaan yang lain.Melissa segera memeluk Raylene, dengan kondisi Raylene yang seperti ini Melissa yakin bahwa Raylene telah menemukan kebenarannya."Yang Mulia." Melissa bersuara pelan."Aku telah menyebabkan kematian orangtuaku, Melissa. Ini semua adalah salahku.""Itu tidak benar, Putri. Apa yang terjadi saat ini bukanlah salah Anda. Ini semua karena kes
"Vivian!" Xinlaire kembali menghadap ke papan nama mendiang orangtua dan adiknya.Vivian segera masuk ke dalam sana. "Ya, Yang Mulia.""Bawa Putri Raylene kembali ke tempatnya. Di masa depan, pastikan agar dia tidak menginjakan kakinya ke ruangan ini karena aku tidak ingin darah kotor Winston menodai tempat ini.""Baik, Yang Mulia."Jantung Raylene seperti ditusuk oleh ratusan pisau tidak kasat mata, rasanya seperti tercabik-cabik. Wanita itu tertawa masih dengan air mata yang berderai."Selama tiga tahun ini kau telah melakukan sandiwara dengan sangat baik, Xinlaire. Kau sangat jijik padaku, tapi yang kau tunjukan padaku adalah tatapan penuh cinta dan kasih sayang.Aku harus memujimu, tidak ada orang yang lebih berbakat darimu dalam hal bersandiwara."Apa yang dikatakan oleh Raylene tidak sepenuhnya salah, dia memang sangat berbakat dalam hal bersandiwara. Di depan Winston dan yang lainnya dia bertindak begitu patuh dan setia, tidak ada yang tahu seperti apa perasaannya saat itu.Dia
Hari-hari berlalu, Xinlaire telah mengerahkan pasukannya untuk memburu semua pendukung Winston yang melarikan diri. Tidak terhitung jumlahnya berapa ribu orang yang telah binasa dalam rentang waktu singkat itu.Selain itu Xinlaire juga telah mulai membangun kembali pemerintahan Allegra yang tentu saja terkena dampak karena perebutan kembali kekuasaan yang dia lakukan.Posisi Xinlaire saat ini sudah resmi menjadi raja dari kerajaan Allegra. Pria itu telah melewati serangkaian prosesi pengangkatan sebagai pemimpin baru Allegra.Saat ini pria itu sedang berada di ruang pemerintahan dengan barisan para pejabat yang telah dipilih oleh Xinlaire berdasarkan pengamatannya selama bertahun-tahun berada di kerajaan itu sebagai Luca, si jenderal muda yang berbakat.Sementara untuk posisi lain yang kosong, Xinlaire telah memberikan perintah pada pejabat berwenang untuk membuat ujian penerimaan pegawai yang bisa diikuti oleh semua orang yang berada di kerajaan Allegra.Selain memburu pendukung Win
Xinlaire datang mengunjungi Raylene, pria itu menemukan Raylene sedang duduk di taman dengan sebotol arak di tangannya.Sudah dua minggu dia tidak melihat Raylene, dan malam ini dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mendatangi Raylene.Cahaya rembulan menyinari wajah Raylene yang menempel di meja. Mata wanita itu tertutup, tapi tangannya masih bergerak mendekatkan botol arak ke mulutnya.Kelopak matanya terbuka, ia melihat ke arah botol yang berada di depan wajahnya. Tidak ada lagi air dari sana. Raylene segera membuang botol itu ke tanah."Melissa, bawakan aku satu botol lagi!" seru Raylene. Dia telah meminum dua botol arak malam ini, tapi dia masih menginginkan arak lagi.Ia bukan peminum yang hebat, tapi sejak beberapa hari lalu dia sudah mulai berteman dengan arak. Dia berharap dengan arak itu dia bisa melupakan semua yang terjadi padanya walaupun itu hanya dalam waktu yang singkat.Melissa sudah lama menjauh ketika Xinlaire datang ke sana."Melissa!" Raylene bersuara lagi ke
"Ibu, Nenek." Charlotte beralih mengeluh pada dua perempuan di dekatnya."Sayang, jangan terlalu khawatir." Dorothy mengelus kepala cucunya dengan penuh kasih sayang."Bagaimana aku tidak terlalu khawatir, Nenek? Yang Mulia Raja mungkin akan benar-benar jatuh cinta pada Putri Raylene jika dia terus mendatangi wanita itu. Aku tahu bahwa posisi ratu hanya akan menjadi milikku, tapi aku tidak sudi berbagi hati Yang Mulia Raja dengan wanita mana pun, apalagi putri pendosa itu.""Nenek mengerti perasaanmu. Nenek akan mengurusnya untukmu." Dorothy juga tidak rela jika cucu kesayangannya harus bersaing dengan orang lain.Seorang raja bisa memiliki banyak selir, dan Dorothy sangat tahu akan hal itu, tapi ada juga raja yang tidak memiliki selir seperti raja-raja sebelumnya."Bu, bagaimana dengan Perdana Menteri? Dia mungkin akan marah jika Ibu mengambil tindakan sendiri." Rebecca bertanya pada mertuanya."Aku adalah ibunya, dia tidak akan mungkin marah padaku. Selain itu ini demi kebaikan kelu
Perbatasan kota Heath memanas, Xinlaire memimpin peperangan, membunuh para prajurit musuh yang tidak terhitung jumlahnya.Tangan pria itu dinodai oleh darah, tubuhnya dibasahi oleh keringat. Semangat juangnya untuk mempertahankan wilayah kerajaan Allegra telah menular ke seluruh pasukannya.Persiapan yang matang, strategi tempur yang tanpa celah telah membuat Xinlaire dan pasukannya berhasil memukul mundur pasukan kerajaan Onyx dan membuat pasukan musuh menderita kekalahan.Burung pemakan bangkai berpesta sore ini, mereka melahap tubuh para prajurit yang gugur dari pihak musuh, sementara prajurit dari kerajaan Allegra yang gugur telah dipindahkan untuk segera dimakamkan dengan penuh penghormatan.Xinlaire merupakan seorang pemimpin yang selalu menghargai setiap tetes darah prajuritnya yang tumpah di medan peperangan. Selain memberikan pemakaman yang layak, dia juga akan memberikan kompensasi atas jasa prajurit tersebut dan akan diberikan pada keluarganya.Tiga hari setelah mengamankan
Air mata Raylene telah mengering, wanita itu kini terbaring di ranjang dengan tatapan kosong. Tidak ada yang ingin ia lakukan sekarang, bahkan untuk sekedar membasuh tubuhnya yang dipenuhi oleh jejak Xinlaire saja dia enggan bergerak.Rasa sakit yang ia rasakan semakin lama semakin mengerikan hingga membawanya ke titik ini.Melissa masuk ke dalam, wanita itu lagi-lagi menemukan Raylene dalam kondisi menyedihkan."Yang Mulia, mari saya bantu Anda membersihkan tubuh Anda." Melissa bersuara hati-hati.Raylene tidak menjawab, dia sudah kehabisan seluruh energinya bahkan hanya untuk sekedar membuka mulutnya."Yang Mulia." Melissa bersuara lagi.Raylene masih mengabaikan Melissa, dan itu membuat hati Melissa berdenyut sakit. Melissa mengutuk Xinlaire di dalam hatinya karena tidak melepaskan Raylene yang sudah hancur berkeping-keping.Xinlaire sudah menggunakan Raylene untuk membalas dendam, pria itu seharusnya sedikit menunjukan belas kasihannya.Melissa mentertawakan dirinya sendiri, pria