Malam harinya saat semua orang masih sibuk menyingkirkan mayat dan membersihkan bekas perang Raylene menyusup keluar dari Kota Perth melewati jalur rahasia.Sekarang ia berada di tengah hutan yang gelap, Raylene mengandalkan pengetahuannya tentang alam untuk sampai ke tenda musuh."Siapa kau?!" Seorang prajurit yang sedang berpatroli menghentikan Raylene. "Ada penyusup di sini!""Aku ingin bertemu dengan Tuan Raphael," seru Raylene. "Aku adalah adiknya, Raylene Allegra."Beberapa prajurit segera berkumpul, mereka mengarahkan pedang pada Raylene.Semua prajurit yang ada di depan Raylene tahu bahwa Raphael memang memiliki adik, dan adik pria itu saat ini adalah Ratu Allegra.Karena wanita di depan mereka mengaku sebagai adik Raphael, mereka tidak bisa bertindak sembarangan."Beritahukan Tuan Raphael bahwa ada wanita bernama Raylene Allegra ingin bertemu dengannya." Salah satu orang yang mengarahkan pedang pada Raylene adalah komandan pasukan."Baik, Komandan Jackson."Beberapa sa
Raylene membuka matanya ketika ia merasa bahwa Xinlaire telah terlelap. Tangan wanita itu bergerak ke bawah bantalnya, ia mengambil belati yang sudah ia simpan sejak beberapa saat lalu.Tangan wanita itu menggenggam belatinya dengan kuat, ia duduk dengan perlahan lalu kemudian mengayunkan belatinya ke dada Xinlaire.Namun, gerakannya yang semula dipenuhi oleh keyakinan kini terhenti tepat ketika ujung runcing belati itu hanya kurang satu senti dari dada Xinlaire, tempat di mana jantung pria itu berada.Sekali lagi Raylene mengalami pertentangan batin. Dia masih tidak tahan untuk membunuh Xinlaire.Tekadnya saat ini mulai goyah, tangannya mulai gemetar. Nyatanya ia hanyalah Raylene Allegra yang tidak akan pernah mampu membunuh Xinlaire.Raylene mengutuk dirinya sendiri yang masih memiliki kelembutan hati untuk pria yang telah menyakitinya sedemikian rupa.Ia merasa bahwa dirinya benar-benar menjijikan, bahkan setelah semuanya, ternyata masih tersisa rasa untuk Xinlaire. Di dunia ini, t
Hari ini Xinlaire membuka gerbang, ia dan seluruh pasukannya kini berada di tanah lapang menghadapi Bennedict dan juga Raphael.Kedua belah pihak berada di tempat masing-masing saling berhadapan dengan keinginan untuk saling mengalahkan.Bennedict memiringkan wajahnya menatap Raphael mengejek. "Tampaknya adikmu gagal menjalankan tugasnya."Jika Raylene gagal maka bagaimana keadaan Raylene saat ini apakah Raylene dibunuh oleh Xinlaire?"Kau tidak perlu mencemaskan adikmu, Mantan Putra Mahkota Raphael. Raja Xinlaire pasti tidak akan membunuhnya. Adikmu terlalu cantik untuk menjadi mayat, selain itu Raja Xinlaire juga memiliki anak dengan adikmu, tapi mungkin saat ini nasib adikmu tidak terlalu baik.""Aku pasti akan membunuh bajingan itu hari ini!" Raphael berkata dengan tatapan sinis pada Xinlaire yang berada jauh di sana.Pasukan dua kerajaan itu mulai bergerak saat pemimpin mereka memberikan arahan untuk menyerang.Pagi itu cuaca sangat cerah, semangat dari kedua pasukan membara.
Pemakaman Raphael telah dilakukan, saat ini Raylene sedang menggendong putranya."Raylene, ayo kembali." Xinlaire harus menjelaskan pada Raylene ketika Raylene sudah lebih tenang. Kali ini ia merasakan bagaimana rasanya difitnah dan ia tidak memiliki bukti untuk menunjukan bahwa ia tidak bersalah sama seperti yang terjadi ketika Raylene difitnah oleh Charlotte ketika Raylene mengalami keguguran.Raylene mengangkat kepalanya, matanya masih sembab karena menangisi kepergian kakaknya."Kembali? Aku tidak akan pernah kembali bersamamu."Xinlaire tidak menepati janjinya, pria itu sekali lagi telah menghancurkan hati dan kepercayaannya."Menyingkir!" Raylene mengeluarkan belati yang ia simpan di balik gaunnya. Siapapun yang berani menghalanginya maka orang itu akan mati.Di sebelahnya ada Nora yang juga mengeluarkan belati, Nora akan menemani ke mana pun Raylene pergi."Jangan menyakiti Ratu ataupun Putra Mahkota!" Xinlaire memperingati orang-orangnya yang saat ini sudah siaga.Namun
Bau darah tersebar di mana-mana, suara jeritan ketakutan dan suara pedang yang beradu bercampur menjadi satu.Kekacauan dan api terjadi hampir di setiap tempat. Raylene berlari di antara semua kegaduhan itu. Satu-satunya tempat yang ingin dia datangi adalah tempat istirahat orangtuanya. Dia harus memastikan keselamatan orangtuanya di atas keselamatannya sendiri.Raylene berlari seperti orang kesetanan sebelumnya, tapi ketika dia memasuki tempat istirahat orangtuanya tubuhnya seketika kehilangan tenaga.Mayat-mayat prajurit dan pelayan di tempat itu tergeletak dengan darah yang membasahi tubuh mereka. Raylene masih melangkah, dan langkahnya terhenti ketika dia melihat mayat ayah dan ibunya yang tergeletak tidak berjauhan.Tubuh Raylene jatuh. Tidak ada kata yang bisa mengungkapkan apa yang tengah dia rasakan saat ini. Semua fokus Raylene kini tertuju pada orangtuanya, wanita itu merangkak dengan suara serak yang memilukan."Ayah! Ibu!" Ratapan pilu Raylene terdengar menyakitkan. Air ma
"Kenapa? Kenapa kau membunuh keluargaku?" Raylene bertanya pilu. Dia tidak ingin mempercayai apa yang ada di hadapannya saat ini, tapi kenyataan menamparnya dengan keras.Pria yang menikah dengannya tadi pagi kini duduk di singgasana yang biasa diduduki oleh ayahnya. Hal ini memperkuat bahwa suaminya benar-benar dalang dibalik semua pengkhianatan di istana."Karena mereka semua pantas mendapatkannya." Suara itu sedingin es, membuat hati Raylene membeku seketika."Jadi, kau telah merencanakan semua ini sejak awal?""Kau tahu jawabannya, Putri Raylene." Cara suaminya memanggilnya terdengar seperti orang asing. Jadi, inikah arti dirinya bagi sang suami."Sejak awal hingga akhir kau hanya memanfaatkanku? Cinta dan kasih sayangmu padaku semuanya adalah kebohongan?" Semakin banyak Raylene bertanya semakin sesak dadanya, dia sudah tahu jawabannya, tapi dia masih bertanya seolah ingin menambah luka pada dirinya sendiri."Benar, aku memanfaatkanmu. Dari awal aku sudah merencanakan
Raylene masuk ke dalam ruang istirahatnya, wanita itu tidak memiliki tenaga lagi. Ia terduduk di lantai dengan wajah yang menyedihkan.Wanita itu mengangkat kedua tangannya, bayangan kedua orangtuanya yang tergeletak di lantai dengan darah yang menggenang di sekitar mereka membuat air mata Raylene jatuh berderai.Dengan kedua tangannya ini lah ia mengantarkan orangtuanya ke kematian yang mengerikan."Yang Mulia." Melissa mendekati Raylene, wanita itu tidak akan melarikan diri dari sana tanpa majikannya.Melihat Raylene masih hidup membuatnya merasa sangat lega. Dia takut jika majikannya tidak akan selamat seperti anggota keluarga kerajaan yang lain.Melissa segera memeluk Raylene, dengan kondisi Raylene yang seperti ini Melissa yakin bahwa Raylene telah menemukan kebenarannya."Yang Mulia." Melissa bersuara pelan."Aku telah menyebabkan kematian orangtuaku, Melissa. Ini semua adalah salahku.""Itu tidak benar, Putri. Apa yang terjadi saat ini bukanlah salah Anda. Ini semua karena kes
"Vivian!" Xinlaire kembali menghadap ke papan nama mendiang orangtua dan adiknya.Vivian segera masuk ke dalam sana. "Ya, Yang Mulia.""Bawa Putri Raylene kembali ke tempatnya. Di masa depan, pastikan agar dia tidak menginjakan kakinya ke ruangan ini karena aku tidak ingin darah kotor Winston menodai tempat ini.""Baik, Yang Mulia."Jantung Raylene seperti ditusuk oleh ratusan pisau tidak kasat mata, rasanya seperti tercabik-cabik. Wanita itu tertawa masih dengan air mata yang berderai."Selama tiga tahun ini kau telah melakukan sandiwara dengan sangat baik, Xinlaire. Kau sangat jijik padaku, tapi yang kau tunjukan padaku adalah tatapan penuh cinta dan kasih sayang.Aku harus memujimu, tidak ada orang yang lebih berbakat darimu dalam hal bersandiwara."Apa yang dikatakan oleh Raylene tidak sepenuhnya salah, dia memang sangat berbakat dalam hal bersandiwara. Di depan Winston dan yang lainnya dia bertindak begitu patuh dan setia, tidak ada yang tahu seperti apa perasaannya saat itu.Dia