Raylene masuk ke dalam ruang istirahatnya, wanita itu tidak memiliki tenaga lagi. Ia terduduk di lantai dengan wajah yang menyedihkan.
Wanita itu mengangkat kedua tangannya, bayangan kedua orangtuanya yang tergeletak di lantai dengan darah yang menggenang di sekitar mereka membuat air mata Raylene jatuh berderai.
Dengan kedua tangannya ini lah ia mengantarkan orangtuanya ke kematian yang mengerikan.
"Yang Mulia." Melissa mendekati Raylene, wanita itu tidak akan melarikan diri dari sana tanpa majikannya.
Melihat Raylene masih hidup membuatnya merasa sangat lega. Dia takut jika majikannya tidak akan selamat seperti anggota keluarga kerajaan yang lain.
Melissa segera memeluk Raylene, dengan kondisi Raylene yang seperti ini Melissa yakin bahwa Raylene telah menemukan kebenarannya.
"Yang Mulia." Melissa bersuara pelan.
"Aku telah menyebabkan kematian orangtuaku, Melissa. Ini semua adalah salahku."
"Itu tidak benar, Putri. Apa yang terjadi saat ini bukanlah salah Anda. Ini semua karena keserakahan Jenderal Luca."
"Dia bukan Jenderal Luca, Melissa. Dia adalah Xinlaire Allegra, putra mahkota sebelumnya."
Melissa terkejut mendengar hal itu, jadi yang terjadi saat ini adalah perebutan kembali kekuasaan. Melissa telah bekerja sangat lama untuk Raylene, jadi meski kejadian di masa lalu disembunyikan, dia tetap tahu.
Tidak semua orang di kerajaan Allegra bisa dibungkam dengan larangan, terlebih untuk orang-orang yang tidak menyukai pemerintahan Raja Winston.
Ia hanya tidak menyangka bahwa putra mahkota yang disebut telah meninggal ternyata masih hidup dan kembali dengan identitas aslinya hari ini.
"Semua adalah salahku, aku jatuh cinta padanya hingga menyebabkan bencana untuk seluruh keluargaku." Raylene tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Andai waktu bisa diputar kembali, dia pasti tidak akan pernah bersinggungan dengan Xinlaire.
"Yang Mulia ini bukan salahmu, sejak awal pria itu telah merencanakannya dengan matang, dia telah menipumu dengan sandiwara yang sangat meyakinkan." Melissa adalah pelayan yang cerdas, ia mengerti situasinya dengan cepat.
Dia juga ada ketika Raylene diserang oleh bandit, tapi pada saat itu dia mengalami luka dan ditinggalkan di tempat kejadian sampai ada prajurit yang menemukannya.
Ketika ia mendengar cerita dari Raylene tentang bagaimana Luca atau lebih tepatnya Xinlaire menyelamatkan dan merawatnya, Melissa tidak heran jika majikannya akan jatuh cinta pada pria itu.
Semua yang dilakukan oleh Xinlaire untuk menipu putri-nya benar-benar sempurna. Xinlaire menarik ulur perasaan putri-nya hingga akhirnya sang putri tidak bisa enyelamatkan dirinya lagi dari jarring cinta yang dibuat oleh Xinlaire.
Melissa yakin, tidak hanya putri-nya yang akan jatuh hati pada Xinlaire dengan semua tipu daya pria itu, tapi semua wanita.
Dari semua orang yang menjadi korban hari ini, putri-nya adalah yang paling menyedihkan. Tidak hanya kehilangan orangtuanya, kehancuran keluarganya, kerajaannya, kemuliaannya, tapi juga menanggung rasa sakit karena ditipu dan dimanfaatkan oleh pria yang paling ia cintai.
Tidak peduli apa yang dikatakan oleh Melissa, itu tidak akan mengurangi semua rasa sakit yang menggerogoti hati dan jiwa Raylene.
Apa yang terjadi malam ini memberikan guncangan yang tak tertahankan untuk Raylene, setelah begitu banyak menjatuhkan air mata, seluruh tenaga Raylene benar-benar terkuras habis.
Wanita itu jatuh tidak sadarkan diri dalam pelukan Melissa.
"Yang Mulia! Yang Mulia!" Melissa menggoyangkan pelan tubuh Raylene, tapi tidak ada jawaban.
Wanita itu segera membawa Raylene ke atas ranjang, setelah merasakan denyut nadi Raylene, Melissa merasa sedikit lega.
Dia tahu bahwa apa yang terjadi pada Raylene saat ini sangat berat, tapi dia juga tidak ingin meninggalkan dunia ini. Raylene tidak melakukan kesalahan apapun, dia tidak pantas menanggung segalanya seperti ini.
Ia juga telah berjanji untuk menjaga tuan putri-nya dengan seluruh jiwanya. Bahkan jika ia tidak bisa membantu Raylene membalas dendam, dia harus membantu Raylene membebaskan diri dari Xinlaire.
Selain membantu Raylene, ia juga harus mencari cara untuk membebaskan Raphael dari penjara. Melissa memiliki perasaan khusus untuk Raphael, dia tahu di mana tempatnya, oleh sebab itu dia hanya bisa mengagumi putra mahkota itu saja.
Dia tidak pernah berani bermimpi untuk menjadi salah satu wanita Raphael meskipun tidak ada larangan seorang pelayan diangkat menjadi selir putra mahkota.
**
"Ayah! Ibu!" Raylene terbangun dengan napas yang memburu, tubuhnya kini lengket karena keringat yang membasahinya.
Wanita itu mengalami mimpi buruk, di mana ia berdiri menyaksikan bagaimana pria yang ia cintai mengayunkan pedang kepada orangtuanya.
"Yang Mulia." Melissa yang tidur di kursi segera mendekati Raylene.
Raylene turun dari tempat tidurnya. "Melissa, jam berapa sekarang? Aku harus menyapa Ayah dan Ibu."
"Yang Mulia." Melissa bersuara pilu.
Raylene mulai melangkah, tapi kemudian ia menghentikan langkahnya. "Apa yang aku lakukan? Aku bahkan belum membersihkan tubuhku. Bagaimana bisa aku menghadap ke Ayah dan Ibu dengan penampilan seperti ini."
"Yang Mulia, sadarlah." Melissa tahu bahwa saat ini Raylene sedang menolak kenyataan. "Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Ratu telah tiada."
Tubuh Raylene menjadi kaku, wajah pucat wanita itu kini terlihat tanpa kehidupan.
"Tidak mungkin, Melissa. Itu hanya mimpi. Itu hanya mimpi buruk." Dia berkata sembari menatap Melissa dengan tatapan hancur.
"Yang Mulia." Sementara itu raut wajah Melissa menunjukan bahwa itu bukan mimpi buruk melainkan kenyataan.
Kenyataan pahit yang menghantam Raylene tanpa ampun, wanita itu lagi-lagi kehilangan tenaganya dan terduduk ke lantai. Dia berharap semua yang terjadi semalam adalah mimpi buruk dan ketika ia membuka mata ia masih bisa melihat ayah dan ibunya.
Kepala Raylene sakit, tidak hanya kepalanya, seluruh anggota tubuhnya terasa sakit karena kehilangan dan kesengsaraan yang dia rasakan.
Namun, beberapa saat kemudian Raylene segera bangkit lagi.
"Yang Mulia, Anda mau pergi ke mana?" Melissa menghentikan Raylene.
"Aku harus melakukan pemakaman untuk orangtuaku dan seluruh keluargaku yang lainnya." Raylene telah gagal sebagai seorang anak, tapi dia masih ingin memberikan pemakaman yang layak untuk orangtuanya. Dia ingin memberikan penghormatan terakhirnya untuk mereka yang telah merawat dan membesarkannya sampai kemarin.
Melissa tidak bisa mencegah Raylene, wanita itu hanya bisa memegangi tangan Raylene agar tuan putri-nya itu tidak jatuh ketika melangkah.
Vivian, penjaga yang ditugaskan oleh Xinlaire untuk mengawasi Raylene juga mengikuti Raylene dari belakang.
Sementara itu di tempat lain Xinlaire sedang berdiri di aula leluhur, pria itu menatap ke barisan papan nama yang telah tersusun rapi di sana.
"Ayah, Ibu, Cersinia, aku telah membalaskan dendam kematian kalian. Beristirahatlah dengan tenang, aku akan memimpin Allegra dan meneruskan mimpi kalian untuk membangun Allegra menjadi kerajaan yang damai dan makmur."
Xinlaire telah menunggu hari ini dengan sangat sabar, ia akhirnya meletakan kembali papan nama mendiang orangtua dan adiknya ke tempat yang seharusnya. Membuat mereka semua kembali mendapatkan kehormatannya yang telah direnggut paksa oleh Winston, si pengkhianat.
Dua puluh tahun Xinlaire hidup dalam kesepian, dari sekian banyak anggota keluarganya, hanya ia sendiri yang tetap hidup, memikul tanggung jawab untuk memastikan kepemimpinan Allegra kembali ke keturunan yang sah.
Bayang-bayang kematian orangtuanya yang terjadi tepat di depan matanya tidak pernah bisa ia lupakan bahkan sampai hari ini.
Dia ingat, bagaimana tangan ayah dan ibunya saling menggenggam. Dia ingat bagaimana mereka semua tewas dengan mata terbuka, tanda kematian mereka yang tidak damai.
Dia juga ingat, adik kecilnya yang saat itu baru berusia dua tahun juga tidak luput dari pedang Winston. Bajingan itu, bahkan tidak melepaskan seorang anak kecil yang tidak tahu apapun sama sekali.
Saat itu usia Xinlaire baru berusia lima tahun, tapi ingatannya sangat kuat. Sejak kecil dia telah memiliki keistimewaan itu, di mana ia lebih berbakat dari anak-anak seusianya.
Hari itu ia berhasil melarikan diri dari kejaran para prajurit Winston, tepat ketika ia hampir tertangkap sahabat ayahnya menyelamatkannya.
Pria itu melepaskan seluruh pakaiannya, juga mengambil tanda pengenalnya sebagai putra mahkota dan meletakannya pada tubuh seorang anak kecil yang telah juga terbunuh karena kudeta yang dilakukan oleh Winston.
Setelah hari itu, ia dikirim keluar dari ibu kota dan menetap di sebuah desa terpencil dengan identitas baru.
Setiap hari yang dilalui oleh Xinlaire sangat keras, ia berlatih dan terus berlatih seperti tiada hari esok. Setiap tetes keringat dan darah yang jatuh dari tubuhnya semua ia tujukan untuk pembalasan dendam.
Bayangan kelam masa lalu itu lenyap ketika pintu aula leluhur terbuka. Xinlaire memutar tubuhnya, menatap ke sosok Raylene yang masih menggunakan pakaian semalam.
"Di mana jasad orangtuaku? Izinkan aku memberikan pemakaman yang layak untuk mereka," seru Raylene.
Xinlaire mendengkus sinis, tatapannya pada Raylene saat ini begitu dingin. "Pemakaman yang layak? Mereka semua tidak pantas mendapatkannya."
"Tidak bisakah kau sedikit berbelas kasihan padaku?"
"Aku sudah cukup berbelas kasihan padamu, Putri Raylene. Dua puluh tahun lalu, aku menyaksikan sendiri bagaimana pedang ayahmu membantai orangtua dan adikku, tapi aku tidak membiarkanmu melihat hal mengerikan itu dengan matamu sendiri." Xinlaire membenci seluruh keturunan Winston, tapi dia juga tidak bisa berbohong bahwa dia mencintai Raylene dan cukup peduli dengan wanita itu.
Dia telah berkompromi dengan kebencian di hatinya dengan tidak membiarkan Raylene melihat kejadian mengerikan itu.
"Jika memakamkannya tidak bisa, maka izinkan aku melihat jasad mereka untuk terakhir kalinya. Aku mohon padamu." Raylene merasa ia sangat menyedihkan, pria di depannya telah membunuh orangtuanya, tapi di sini ia masih harus memohon pada pria itu.
"Sayangnya kau sudah terlambat, Putri Raylene. Jasad orangtuamu dan seluruh anggota keluargamu telah dibakar bersama-sama."
"Bagaimana kau bisa begitu kejam? Kau iblis! Kau bukan manusia!" Raylene bersuara marah.
"Aku kejam? Lalu kau sebut apa orangtuamu, Putri Raylene? Mereka bahkan lebih mengerikan dari iblis. Aku di sini untuk mengambil kembali apa yang memang seharusnya menjadi milikku, tapi ayahmu, pria bajingan itu membunuh seluruh anggota keluargaku karena ingin memiliki sesuatu yang bukan haknya.
Dan ya, kau juga harus tahu bahwa ayahmu melakukan hal yang sama terhadap keluargaku. Pria itu membakar jasad orangtuaku dan anggota keluargaku yang lain.
Jangan berpikir bahwa aku adalah pria yang kejam karena apa yang terjadi hari ini adalah buah dari keserakahan orangtuamu sendiri!"
Raylene kehilangan kata-katanya, kerongkongannya sakit, dadanya sakit. Bahkan air mata pun tidak bisa menjelaskan rasa sakit seperti apa yang dia rasakan saat ini.
Dia ingin menyalahkan pria di depannya, tapi ayahnya jauh lebih salah di masa lalu. Jika ayahnya tidak mencoba mengambil apa yang bukan menjadi haknya, tidak akan mungkin ada hari seperti ini.
tbc
"Vivian!" Xinlaire kembali menghadap ke papan nama mendiang orangtua dan adiknya.Vivian segera masuk ke dalam sana. "Ya, Yang Mulia.""Bawa Putri Raylene kembali ke tempatnya. Di masa depan, pastikan agar dia tidak menginjakan kakinya ke ruangan ini karena aku tidak ingin darah kotor Winston menodai tempat ini.""Baik, Yang Mulia."Jantung Raylene seperti ditusuk oleh ratusan pisau tidak kasat mata, rasanya seperti tercabik-cabik. Wanita itu tertawa masih dengan air mata yang berderai."Selama tiga tahun ini kau telah melakukan sandiwara dengan sangat baik, Xinlaire. Kau sangat jijik padaku, tapi yang kau tunjukan padaku adalah tatapan penuh cinta dan kasih sayang.Aku harus memujimu, tidak ada orang yang lebih berbakat darimu dalam hal bersandiwara."Apa yang dikatakan oleh Raylene tidak sepenuhnya salah, dia memang sangat berbakat dalam hal bersandiwara. Di depan Winston dan yang lainnya dia bertindak begitu patuh dan setia, tidak ada yang tahu seperti apa perasaannya saat itu.Dia
Hari-hari berlalu, Xinlaire telah mengerahkan pasukannya untuk memburu semua pendukung Winston yang melarikan diri. Tidak terhitung jumlahnya berapa ribu orang yang telah binasa dalam rentang waktu singkat itu.Selain itu Xinlaire juga telah mulai membangun kembali pemerintahan Allegra yang tentu saja terkena dampak karena perebutan kembali kekuasaan yang dia lakukan.Posisi Xinlaire saat ini sudah resmi menjadi raja dari kerajaan Allegra. Pria itu telah melewati serangkaian prosesi pengangkatan sebagai pemimpin baru Allegra.Saat ini pria itu sedang berada di ruang pemerintahan dengan barisan para pejabat yang telah dipilih oleh Xinlaire berdasarkan pengamatannya selama bertahun-tahun berada di kerajaan itu sebagai Luca, si jenderal muda yang berbakat.Sementara untuk posisi lain yang kosong, Xinlaire telah memberikan perintah pada pejabat berwenang untuk membuat ujian penerimaan pegawai yang bisa diikuti oleh semua orang yang berada di kerajaan Allegra.Selain memburu pendukung Win
Xinlaire datang mengunjungi Raylene, pria itu menemukan Raylene sedang duduk di taman dengan sebotol arak di tangannya.Sudah dua minggu dia tidak melihat Raylene, dan malam ini dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mendatangi Raylene.Cahaya rembulan menyinari wajah Raylene yang menempel di meja. Mata wanita itu tertutup, tapi tangannya masih bergerak mendekatkan botol arak ke mulutnya.Kelopak matanya terbuka, ia melihat ke arah botol yang berada di depan wajahnya. Tidak ada lagi air dari sana. Raylene segera membuang botol itu ke tanah."Melissa, bawakan aku satu botol lagi!" seru Raylene. Dia telah meminum dua botol arak malam ini, tapi dia masih menginginkan arak lagi.Ia bukan peminum yang hebat, tapi sejak beberapa hari lalu dia sudah mulai berteman dengan arak. Dia berharap dengan arak itu dia bisa melupakan semua yang terjadi padanya walaupun itu hanya dalam waktu yang singkat.Melissa sudah lama menjauh ketika Xinlaire datang ke sana."Melissa!" Raylene bersuara lagi ke
"Ibu, Nenek." Charlotte beralih mengeluh pada dua perempuan di dekatnya."Sayang, jangan terlalu khawatir." Dorothy mengelus kepala cucunya dengan penuh kasih sayang."Bagaimana aku tidak terlalu khawatir, Nenek? Yang Mulia Raja mungkin akan benar-benar jatuh cinta pada Putri Raylene jika dia terus mendatangi wanita itu. Aku tahu bahwa posisi ratu hanya akan menjadi milikku, tapi aku tidak sudi berbagi hati Yang Mulia Raja dengan wanita mana pun, apalagi putri pendosa itu.""Nenek mengerti perasaanmu. Nenek akan mengurusnya untukmu." Dorothy juga tidak rela jika cucu kesayangannya harus bersaing dengan orang lain.Seorang raja bisa memiliki banyak selir, dan Dorothy sangat tahu akan hal itu, tapi ada juga raja yang tidak memiliki selir seperti raja-raja sebelumnya."Bu, bagaimana dengan Perdana Menteri? Dia mungkin akan marah jika Ibu mengambil tindakan sendiri." Rebecca bertanya pada mertuanya."Aku adalah ibunya, dia tidak akan mungkin marah padaku. Selain itu ini demi kebaikan kelu
Perbatasan kota Heath memanas, Xinlaire memimpin peperangan, membunuh para prajurit musuh yang tidak terhitung jumlahnya.Tangan pria itu dinodai oleh darah, tubuhnya dibasahi oleh keringat. Semangat juangnya untuk mempertahankan wilayah kerajaan Allegra telah menular ke seluruh pasukannya.Persiapan yang matang, strategi tempur yang tanpa celah telah membuat Xinlaire dan pasukannya berhasil memukul mundur pasukan kerajaan Onyx dan membuat pasukan musuh menderita kekalahan.Burung pemakan bangkai berpesta sore ini, mereka melahap tubuh para prajurit yang gugur dari pihak musuh, sementara prajurit dari kerajaan Allegra yang gugur telah dipindahkan untuk segera dimakamkan dengan penuh penghormatan.Xinlaire merupakan seorang pemimpin yang selalu menghargai setiap tetes darah prajuritnya yang tumpah di medan peperangan. Selain memberikan pemakaman yang layak, dia juga akan memberikan kompensasi atas jasa prajurit tersebut dan akan diberikan pada keluarganya.Tiga hari setelah mengamankan
Air mata Raylene telah mengering, wanita itu kini terbaring di ranjang dengan tatapan kosong. Tidak ada yang ingin ia lakukan sekarang, bahkan untuk sekedar membasuh tubuhnya yang dipenuhi oleh jejak Xinlaire saja dia enggan bergerak.Rasa sakit yang ia rasakan semakin lama semakin mengerikan hingga membawanya ke titik ini.Melissa masuk ke dalam, wanita itu lagi-lagi menemukan Raylene dalam kondisi menyedihkan."Yang Mulia, mari saya bantu Anda membersihkan tubuh Anda." Melissa bersuara hati-hati.Raylene tidak menjawab, dia sudah kehabisan seluruh energinya bahkan hanya untuk sekedar membuka mulutnya."Yang Mulia." Melissa bersuara lagi.Raylene masih mengabaikan Melissa, dan itu membuat hati Melissa berdenyut sakit. Melissa mengutuk Xinlaire di dalam hatinya karena tidak melepaskan Raylene yang sudah hancur berkeping-keping.Xinlaire sudah menggunakan Raylene untuk membalas dendam, pria itu seharusnya sedikit menunjukan belas kasihannya.Melissa mentertawakan dirinya sendiri, pria
Hari pernikahan Xinlaire dan Charlotte tiba, para tetua adat yang akan memimpin ritual pernikahan telah mengambil tempat mereka.Xinlaire dan Charlotte kini berdiri berdampingan. Keduanya terlihat begitu serasi. Yang satu tampan dan gagah, sementara yang lainnya indah dan menawan.Xinlaire mengenakan pakaian hitam dengan ornamen emas seperti biasanya, pria itu tidak menyukai pakaian dengan warna lain sehingga di hari pernikahannya pun dia masih mengenakan warna hitam yang identik dengan berkabung.Charlotte tampak menawan dalam balutan gaun pernikahan yang indah. Wajah wanita itu berseri-seri, hari ini dia benar-benar menjadi pusat perhatian.Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Kehadiran Raylene di sana segera mencuri perhatian semua orang termasuk Xinlaire.Raylene mengenakan gaun berwarna emas yang elegan dan mewah. Hari ini adalah hari bahagia suaminya, dia harus menunjukan penampilan terbaiknya. Ia tahu bahwa orang-orang di aula pernikahan hanya akan mentertawakannya dengan keh
Pesta telah berakhir, saat ini Charlotte telah berada di kamar pengantin mereka yang telah dihias dengan indah.Perasaan Charlotte campur aduk, wanita itu merasa sedikit malu, tapi juga bersemangat untuk malam pertamanya dengan Xinlaire.Ia menunggu kedatangan Xinlaire, seharusnya tidak lama lagi. Detik demi detik berlalu, Charlotte yang sudah mempersiapkan dirinya dengan baik terus melihat ke arah pintu. Sebelumnya dia telah diajari oleh nenek dan ibunya mengenai apa yang harus dia lakukan malam ini.Benar saja, beberapa saat kemudian pintu terbuka. Sosok gagah Xinlaire tampak di depan mata Charlotte.Charlotte segera berdiri menyambut Xinlaire. "Anda sudah datang, Yang Mulia."Raut wajah Xinlaire tidak menunjukan kehangatan seperti biasanya. Pengkhianatan yang terjadi pada keluarganya membuatnya sulit untuk mempercayai orang lain, tanpa terkecuali. Oleh sebab itu dia sulit untuk didekati.Charlotte sudah hampir terbiasa dengan sikap Xinlaire yang seperti ini, oleh sebab itu dia tida