"Vivian!" Xinlaire kembali menghadap ke papan nama mendiang orangtua dan adiknya.
Vivian segera masuk ke dalam sana. "Ya, Yang Mulia."
"Bawa Putri Raylene kembali ke tempatnya. Di masa depan, pastikan agar dia tidak menginjakan kakinya ke ruangan ini karena aku tidak ingin darah kotor Winston menodai tempat ini."
"Baik, Yang Mulia."
Jantung Raylene seperti ditusuk oleh ratusan pisau tidak kasat mata, rasanya seperti tercabik-cabik. Wanita itu tertawa masih dengan air mata yang berderai.
"Selama tiga tahun ini kau telah melakukan sandiwara dengan sangat baik, Xinlaire. Kau sangat jijik padaku, tapi yang kau tunjukan padaku adalah tatapan penuh cinta dan kasih sayang.
Aku harus memujimu, tidak ada orang yang lebih berbakat darimu dalam hal bersandiwara."
Apa yang dikatakan oleh Raylene tidak sepenuhnya salah, dia memang sangat berbakat dalam hal bersandiwara. Di depan Winston dan yang lainnya dia bertindak begitu patuh dan setia, tidak ada yang tahu seperti apa perasaannya saat itu.
Dia ingin mencabik-cabik tubuh Winston dan yang lainnya, tapi demi membalas dendam dia harus membungkuk pada mereka semua.
Namun, tatapan penuh cinta dan kasih sayang yang ditunjukan Xinlaire pada Raylene bukanlah sandiwara, katakanlah pada awalnya memang seperti itu, tapi ia mengenal Raylene lebih jauh dia benar-benar jatuh cinta pada Raylene.
Wanita seperti Raylene sebenarnya tidak cocok menjadi anak Winston. Raylene memiliki hati yang baik dan lembut. Meski dia hanya seorang putri, tapi dia tetap memikirkan kesejahteraan rakyatnya.
Hanya saja ego Xinlaire tidak mengizinkannya untuk mengakui bahwa ia telah jatuh hati pada putri musuhnya sendiri.
Cukup dia saja yang tahu bahwa cintanya untuk Raylene bukanlah sandiwara.
"Terima kasih atas pujianmu, Putri Raylene. Aku sangat menghargainya."
Hati Raylene berdarah, wanita itu tidak bisa mengatakan apapun lagi. Xinlaire benar-benar telah meracuni hatinya hingga mati tanpa belas kasihan sedikitpun.
"Yang Mulia, silahkan," seru Vivian pada Raylene.
Raylene tidak memiliki alasan lagi untuk tetap berada di sana, dia keluar dari ruangan itu. Dia akan mengingat dengan baik kata-kata Xinlaire bahwa di masa depan dia tidak akan pernah menginjakan kakinya ke sana lagi.
Sekali lagi Raylene kembali ke ruangannya dalam keadaan yang menyedihkan. Tubuhnya jatuh ke lantai, ia sudah begitu banyak menangis, tapi air matanya seolah tidak habis sama sekali.
Ia semakin dihantam rasa bersalah terhadap orangtuanya, bahkan dia tidak bisa mengirimkan orangtuanya ke tempat peristirahatan terakhir mereka. Dia benar-benar putri yang tidak berbakti. Orangtuanya seharusnya tidak memiliki putri pembawa malapetaka sepertinya.
Raylene bersujud seolah orangtuanya ada di depannya. "Ayah, Ibu, maafkan aku." Wanita itu mengulanginya lagi dan lagi, tapi itu tidak berlangsung lama karena Melissa yang baru saja tiba segera menghentikan Raylene.
"Yang Mulia!" Melissa sakit hati melihat kening Raylene berdarah. Wanita itu buru-buru menarik Raylene ke dalam pelukannya. "Tenanglah, Yang Mulia. Tenanglah." Wanita itu bicara dengan napas yang tidak beraturan.
Tidak lama setelah itu, Raylene kembali kehilangan kesadarannya. Vivian yang mengetahui hal itu dari Raylene segera memanggil tabib istana.
Vivian telah ditugaskan untuk mengawasi Raylene, jadi dia tidak akan mengambil resiko dengan membiarkan Raylene tanpa pemeriksaan tabib.
Sementara itu di penjara, Xinlaire sedang bertemu dengan Raphael yang di rantai di kedua tangan dan kakinya.
Kemarin pria itu masih memiliki seluruh kehormatan dengan mahkota yang bertahta di atas kepalanya, tapi hari ini penampilannya sungguh berbanding terbalik. Mahkota di atas kepalanya telah berpindah ke kepala Xinlaire.
Pakaian mewahnya yang hanya bisa dikenakan oleh putra mahkota telah compang-camping dengan noda darah yang telah mengering.
Wajah tampannya juga terdapat luka lebam dan goresan pedang.
Tatapan setajam pedang diarahkan oleh Raphael pada Xinlaire. Seperti Raylene, dia telah tertipu oleh pria itu. Ia pikir Xinlaire adalah pria yang baik, tapi ternyata dia telah memelihara ular berbisa di sekitarnya yang akhirnya mematuk tuannya sendiri.
Awalnya dia sangat kagum pada bakat Xinlaire dalam berperang, dia tidak pernah iri pada Xinlaire karena para prajurit tampak lebih mengidolakannya daripada dirinya sang putra mahkota.
Raphael memiliki pemikiran bahwa dengan Xinlaire di sisinya maka mereka bisa membuat kerajaan Allegra berada dalam masa kejayaan. Dia tleha menganggap Xinlaire bukan hanya seperti seseorang yang bisa ia mintai pendapat, tapi juga sebagai saudaranya.
Namun, siapa yang menyangka bahwa ternyata Xinlaire merupakan seorang pengkhianat. Pria itu menyerang pada saat yang tepat, membunuh orangtuanya dan merebut kekuasaan.
Raphael tidak tahu kapan pastinya Xinlaire merencanakan penyerangan itu, tapi yang pasti itu tidak mungkin direncanakan dalam waktu singkat karena semuanya tertata dengan rapi.
"Jenderal Luca, lebih baik kau membunuhku atau aku pasti akan membunuhmu suatu hari nanti!"
Xinlaire tersenyum mengejek Raphael. "Dengan keadaanmu seperti ini kau masih berani bermimpi membunuhku? Raphael bahkan dalam keadaan tidak dirantai saja kau tidak akan bisa mengalahkanku!"
"Jadi, seperti inilah wajah aslimu," sinis Raphael. Selama ini tampaknya pria di depannya yang berdiri dengan angkuh selalu merendahkannya di belakangnya. "Kau telah menipu semua orang yang sangat mempercayaimu, Jenderal Luca dunia akan mengutukmu!"
"Kau harus tahu bahwa aku mendapatkan kemampuan menipu itu dari ayahmu, Raphael. Dan ya, tidak akan ada yang mengutukku karena apa yang terjadi pada orangtuamu dan seluruh pendukungnya adalah apa yang pantas mereka dapatkan."
"Tutup mulutmu, Luca!"
"Kenapa? Apakah aku salah? Kau pasti tidak lupa bagaimana cara ayahmu mendapatkan kekuasaan dua puluh tahun lalu. Oh benar, aku bukan Luca. Biarkan aku memperkenalkan diriku padamu dengan benar. Aku adalah Xinlaire Allegra, putra dari Raja Dawson yang telah dikhianati oleh bajingan Winston."
Kata-kata Xinlaire membuat Raphael terkejut, pria itu menatap Xinlaire tidak percaya. "Bagaimana mungkin, kau sudah tewas dua puluh tahun lalu."
"Sayangnya pada hari itu aku diselamatkan oleh Jenderal Aegis," balas Xinlaire. "Oh, benar, jika kau tidak percaya padaku, aku bisa mengingatkanmu tentang sesuatu yang mungkin masih kau ingat. Sehari sebelum pengkhianatan dilakukan oleh ayahmu, aku telah menyelamatkan hidupmu ketika kau hampir tenggelam di danau, apakah kau mengingat hari itu, Raphael?"
Di masa lalu, Xinlaire dan Raphael memiliki hubungan yang sangat baik. Mereka menghabiskan banyak waktu bersama, entah itu bermain atau belajar.
Raphael diam sejenak, dia tentu saja masih ingat tentang hari itu. Jika tidak ada Xinlaire yang pandai berenang maka dia pasti sudah tewas tenggelam.
Jadi, pria yang berdiri di depannya saat ini benar-benar Xinlaire.
"Meski kau adalah Xinlaire, kau tetap manusia tercela. Kau telah membunuh pamanmu sendiri!"
"Paman? Sayang sekali Winston bukanlah pamanku. Dia tidak memiliki darah Allegra sama sekali. Kakekku bukanlah ayah kandungnya, dia adalah putra dari mendiang sahabat Kakek, Kakek memiliki utang nyawa pada ayah kandung Winston oleh sebab itu dia menikahi ibu Winston dan mengakui Winston yang saat itu berada dalam kandungan ibunya sebagai anaknya sendiri.
Ayahmu mengetahui tentang rahasia yang disimpan rapat itu, dia telah membunuh seluruh orang yang mengetahui tentang rahasia itu. Dan terakhir ayahmu melakukan pengkhianatan untuk memiliki sesuatu yang bukan miliknya.
Ayahmu adalah manusia paling tercela di dunia ini, bukan hanya tidak tahu terima kasih, dia juga bermimpi untuk mewarisi tahta yang hanya boleh diwarisi oleh keturunan sah Allegra."
Lagi-lagi Raphael terdiam. Apakah yang dikatakan oleh Xinlaire adalah kebenaran? Jadi, ayahnya bukanlah keturunan Allegra, yang artinya ia juga bukan keturunan Allegra.
Jika seperti itu maka semuanya masuk akal, tidak heran jika ayahnya bisa menusukan pedang pada saudaranya sendiri, karena ternyata Raja Dawson tidak memiliki hubungan darah dengannya sama sekali.
Namun, meski tahu bahwa ayahnya salah, Raphael tetaplah seorang anak. Bagaimana mungkin dia bisa menerima orangtuanya dibunuh dengan alasan apapun.
Daripada kehilangan orangtuanya, dia lebih berharap Xinlaire tidak selamat, dengan begitu tidak akan ada yang membalas dendam pada orangtuanya.
"Lebih baik kau membunuhku, Xinlaire. Atau aku pasti akan menuntut balas atas kematian keluargaku!"
"Sayangnya aku tidak akan membunuh keturunan Winston. Salah satu alasan kenapa Winston merebut kekuasaan dari ayahku adalah untuk mengamankan posisi anak-anaknya, terutama dirimu. Aku ingin kalian melihat bahwa sampai kapan pun tahta kerajaan Allegra tidak akan pernah menjadi milik keturunan Winston!"
Dari kata-kata Xinlaire, Raphael menyimpulkan bahwa saat ini adiknya masih hidup. "Dari sekian banyak cara membalas dendam kau menggunakan Raylene untuk masuk ke istana. Xinlaire, kau benar-benar memalukan!"
"Apa yang salah dengan menggunakan Raylene? Membuatnya jatuh cinta padaku, lalu mematahkan hatinya, setelah itu aku berhasil merebut kembali tahta. Bukankah aku membunuh banyak burung dengan menggunakan adikmu."
Darah Raphael mendidih mendengar kata-kata Xinlaire. Dia tahu seberapa tulus adiknya mencintai Xinlaire, tapi ternyata Xinlaire menipunya habis-habisan.
"Xinlaire, suatu hari nanti kau pasti akan mendapatkan karmamu karena telah mempermainkan hati Raylene. Tidak akan ada wanita yang bisa mencintaimu sebaik Raylene."
Xinlaire mendengkus sinis, menunjukan seolah dia tidak peduli sama sekali dengan cinta Raylene. "Kau kira dicintai oleh adikmu adalah sesuatu yang sangt istimewa? Raphael, kau menganggap adikmu terlalu tinggi. Ada ribuan wanita yang akan melemparkan dirinya padaku.
Dan cinta, aku tidak membutuhkan cinta dari wanita mana pun di dunia ini."
Raphael benci keangkuhan Xinlaire, dia benar-benar mengasihani adiknya karena telah ditipu dan dipermainkan oleh Xinlaire.
Raphael bersumpah di dalam hatinya, bahwa jika suatu hari nanti dia bisa keluar dari penjara ini dia pasti akan membuat Xinlaire membayar segalanya. Darah kedua orangtua dan keluarganya serta air mata adiknya.
tbc
Hari-hari berlalu, Xinlaire telah mengerahkan pasukannya untuk memburu semua pendukung Winston yang melarikan diri. Tidak terhitung jumlahnya berapa ribu orang yang telah binasa dalam rentang waktu singkat itu.Selain itu Xinlaire juga telah mulai membangun kembali pemerintahan Allegra yang tentu saja terkena dampak karena perebutan kembali kekuasaan yang dia lakukan.Posisi Xinlaire saat ini sudah resmi menjadi raja dari kerajaan Allegra. Pria itu telah melewati serangkaian prosesi pengangkatan sebagai pemimpin baru Allegra.Saat ini pria itu sedang berada di ruang pemerintahan dengan barisan para pejabat yang telah dipilih oleh Xinlaire berdasarkan pengamatannya selama bertahun-tahun berada di kerajaan itu sebagai Luca, si jenderal muda yang berbakat.Sementara untuk posisi lain yang kosong, Xinlaire telah memberikan perintah pada pejabat berwenang untuk membuat ujian penerimaan pegawai yang bisa diikuti oleh semua orang yang berada di kerajaan Allegra.Selain memburu pendukung Win
Xinlaire datang mengunjungi Raylene, pria itu menemukan Raylene sedang duduk di taman dengan sebotol arak di tangannya.Sudah dua minggu dia tidak melihat Raylene, dan malam ini dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mendatangi Raylene.Cahaya rembulan menyinari wajah Raylene yang menempel di meja. Mata wanita itu tertutup, tapi tangannya masih bergerak mendekatkan botol arak ke mulutnya.Kelopak matanya terbuka, ia melihat ke arah botol yang berada di depan wajahnya. Tidak ada lagi air dari sana. Raylene segera membuang botol itu ke tanah."Melissa, bawakan aku satu botol lagi!" seru Raylene. Dia telah meminum dua botol arak malam ini, tapi dia masih menginginkan arak lagi.Ia bukan peminum yang hebat, tapi sejak beberapa hari lalu dia sudah mulai berteman dengan arak. Dia berharap dengan arak itu dia bisa melupakan semua yang terjadi padanya walaupun itu hanya dalam waktu yang singkat.Melissa sudah lama menjauh ketika Xinlaire datang ke sana."Melissa!" Raylene bersuara lagi ke
"Ibu, Nenek." Charlotte beralih mengeluh pada dua perempuan di dekatnya."Sayang, jangan terlalu khawatir." Dorothy mengelus kepala cucunya dengan penuh kasih sayang."Bagaimana aku tidak terlalu khawatir, Nenek? Yang Mulia Raja mungkin akan benar-benar jatuh cinta pada Putri Raylene jika dia terus mendatangi wanita itu. Aku tahu bahwa posisi ratu hanya akan menjadi milikku, tapi aku tidak sudi berbagi hati Yang Mulia Raja dengan wanita mana pun, apalagi putri pendosa itu.""Nenek mengerti perasaanmu. Nenek akan mengurusnya untukmu." Dorothy juga tidak rela jika cucu kesayangannya harus bersaing dengan orang lain.Seorang raja bisa memiliki banyak selir, dan Dorothy sangat tahu akan hal itu, tapi ada juga raja yang tidak memiliki selir seperti raja-raja sebelumnya."Bu, bagaimana dengan Perdana Menteri? Dia mungkin akan marah jika Ibu mengambil tindakan sendiri." Rebecca bertanya pada mertuanya."Aku adalah ibunya, dia tidak akan mungkin marah padaku. Selain itu ini demi kebaikan kelu
Perbatasan kota Heath memanas, Xinlaire memimpin peperangan, membunuh para prajurit musuh yang tidak terhitung jumlahnya.Tangan pria itu dinodai oleh darah, tubuhnya dibasahi oleh keringat. Semangat juangnya untuk mempertahankan wilayah kerajaan Allegra telah menular ke seluruh pasukannya.Persiapan yang matang, strategi tempur yang tanpa celah telah membuat Xinlaire dan pasukannya berhasil memukul mundur pasukan kerajaan Onyx dan membuat pasukan musuh menderita kekalahan.Burung pemakan bangkai berpesta sore ini, mereka melahap tubuh para prajurit yang gugur dari pihak musuh, sementara prajurit dari kerajaan Allegra yang gugur telah dipindahkan untuk segera dimakamkan dengan penuh penghormatan.Xinlaire merupakan seorang pemimpin yang selalu menghargai setiap tetes darah prajuritnya yang tumpah di medan peperangan. Selain memberikan pemakaman yang layak, dia juga akan memberikan kompensasi atas jasa prajurit tersebut dan akan diberikan pada keluarganya.Tiga hari setelah mengamankan
Air mata Raylene telah mengering, wanita itu kini terbaring di ranjang dengan tatapan kosong. Tidak ada yang ingin ia lakukan sekarang, bahkan untuk sekedar membasuh tubuhnya yang dipenuhi oleh jejak Xinlaire saja dia enggan bergerak.Rasa sakit yang ia rasakan semakin lama semakin mengerikan hingga membawanya ke titik ini.Melissa masuk ke dalam, wanita itu lagi-lagi menemukan Raylene dalam kondisi menyedihkan."Yang Mulia, mari saya bantu Anda membersihkan tubuh Anda." Melissa bersuara hati-hati.Raylene tidak menjawab, dia sudah kehabisan seluruh energinya bahkan hanya untuk sekedar membuka mulutnya."Yang Mulia." Melissa bersuara lagi.Raylene masih mengabaikan Melissa, dan itu membuat hati Melissa berdenyut sakit. Melissa mengutuk Xinlaire di dalam hatinya karena tidak melepaskan Raylene yang sudah hancur berkeping-keping.Xinlaire sudah menggunakan Raylene untuk membalas dendam, pria itu seharusnya sedikit menunjukan belas kasihannya.Melissa mentertawakan dirinya sendiri, pria
Hari pernikahan Xinlaire dan Charlotte tiba, para tetua adat yang akan memimpin ritual pernikahan telah mengambil tempat mereka.Xinlaire dan Charlotte kini berdiri berdampingan. Keduanya terlihat begitu serasi. Yang satu tampan dan gagah, sementara yang lainnya indah dan menawan.Xinlaire mengenakan pakaian hitam dengan ornamen emas seperti biasanya, pria itu tidak menyukai pakaian dengan warna lain sehingga di hari pernikahannya pun dia masih mengenakan warna hitam yang identik dengan berkabung.Charlotte tampak menawan dalam balutan gaun pernikahan yang indah. Wajah wanita itu berseri-seri, hari ini dia benar-benar menjadi pusat perhatian.Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Kehadiran Raylene di sana segera mencuri perhatian semua orang termasuk Xinlaire.Raylene mengenakan gaun berwarna emas yang elegan dan mewah. Hari ini adalah hari bahagia suaminya, dia harus menunjukan penampilan terbaiknya. Ia tahu bahwa orang-orang di aula pernikahan hanya akan mentertawakannya dengan keh
Pesta telah berakhir, saat ini Charlotte telah berada di kamar pengantin mereka yang telah dihias dengan indah.Perasaan Charlotte campur aduk, wanita itu merasa sedikit malu, tapi juga bersemangat untuk malam pertamanya dengan Xinlaire.Ia menunggu kedatangan Xinlaire, seharusnya tidak lama lagi. Detik demi detik berlalu, Charlotte yang sudah mempersiapkan dirinya dengan baik terus melihat ke arah pintu. Sebelumnya dia telah diajari oleh nenek dan ibunya mengenai apa yang harus dia lakukan malam ini.Benar saja, beberapa saat kemudian pintu terbuka. Sosok gagah Xinlaire tampak di depan mata Charlotte.Charlotte segera berdiri menyambut Xinlaire. "Anda sudah datang, Yang Mulia."Raut wajah Xinlaire tidak menunjukan kehangatan seperti biasanya. Pengkhianatan yang terjadi pada keluarganya membuatnya sulit untuk mempercayai orang lain, tanpa terkecuali. Oleh sebab itu dia sulit untuk didekati.Charlotte sudah hampir terbiasa dengan sikap Xinlaire yang seperti ini, oleh sebab itu dia tida
Dengan langkah tergesa Xinlaire pergi ke paviliun Raylene. Beberapa saat lalu dia telah menerima laporan dari Domenico bahwa Raphael berhasil melarikan diri.Di dalam kamar pengantin, Charlotte bertanya-tanya masalah mendesak apa yang membuat Xinlaire meninggalkannya tanpa mengatakan apapun.Ini adalah malam pernikahan mereka dan Xinlaire tadi mengatakan bahwa pria itu tidak akan meninggalkannya, tapi nyatanya Xinlaire tetap pergi setelah kedatangan Domenico.Apakah mungkin ada kaitannya dengan Raylene? Charlotte mulai merasa tercekik, dia segera keluar dan mengirim pelayan utamanya untuk mencari tahu ke mana Xinlaire pergi."Di mana putri Raylene?" Xinlaire bertanya pada Vivian."Putri Raylene berada di dalam, Yang Mulia."Xinlaire mendorong pintu utama paviliun, kemudian melangkah lebih ke dalam untuk memastikan bahwa Raylene benar-benar berada di dalam. Pria itu kemudian mendorong pintu kamar Raylene dengan pelan.Di atas ranjang ia melihat Raylene sedang tidur, sementara itu ada M
Pemakaman Raphael telah dilakukan, saat ini Raylene sedang menggendong putranya."Raylene, ayo kembali." Xinlaire harus menjelaskan pada Raylene ketika Raylene sudah lebih tenang. Kali ini ia merasakan bagaimana rasanya difitnah dan ia tidak memiliki bukti untuk menunjukan bahwa ia tidak bersalah sama seperti yang terjadi ketika Raylene difitnah oleh Charlotte ketika Raylene mengalami keguguran.Raylene mengangkat kepalanya, matanya masih sembab karena menangisi kepergian kakaknya."Kembali? Aku tidak akan pernah kembali bersamamu."Xinlaire tidak menepati janjinya, pria itu sekali lagi telah menghancurkan hati dan kepercayaannya."Menyingkir!" Raylene mengeluarkan belati yang ia simpan di balik gaunnya. Siapapun yang berani menghalanginya maka orang itu akan mati.Di sebelahnya ada Nora yang juga mengeluarkan belati, Nora akan menemani ke mana pun Raylene pergi."Jangan menyakiti Ratu ataupun Putra Mahkota!" Xinlaire memperingati orang-orangnya yang saat ini sudah siaga.Namun
Hari ini Xinlaire membuka gerbang, ia dan seluruh pasukannya kini berada di tanah lapang menghadapi Bennedict dan juga Raphael.Kedua belah pihak berada di tempat masing-masing saling berhadapan dengan keinginan untuk saling mengalahkan.Bennedict memiringkan wajahnya menatap Raphael mengejek. "Tampaknya adikmu gagal menjalankan tugasnya."Jika Raylene gagal maka bagaimana keadaan Raylene saat ini apakah Raylene dibunuh oleh Xinlaire?"Kau tidak perlu mencemaskan adikmu, Mantan Putra Mahkota Raphael. Raja Xinlaire pasti tidak akan membunuhnya. Adikmu terlalu cantik untuk menjadi mayat, selain itu Raja Xinlaire juga memiliki anak dengan adikmu, tapi mungkin saat ini nasib adikmu tidak terlalu baik.""Aku pasti akan membunuh bajingan itu hari ini!" Raphael berkata dengan tatapan sinis pada Xinlaire yang berada jauh di sana.Pasukan dua kerajaan itu mulai bergerak saat pemimpin mereka memberikan arahan untuk menyerang.Pagi itu cuaca sangat cerah, semangat dari kedua pasukan membara.
Raylene membuka matanya ketika ia merasa bahwa Xinlaire telah terlelap. Tangan wanita itu bergerak ke bawah bantalnya, ia mengambil belati yang sudah ia simpan sejak beberapa saat lalu.Tangan wanita itu menggenggam belatinya dengan kuat, ia duduk dengan perlahan lalu kemudian mengayunkan belatinya ke dada Xinlaire.Namun, gerakannya yang semula dipenuhi oleh keyakinan kini terhenti tepat ketika ujung runcing belati itu hanya kurang satu senti dari dada Xinlaire, tempat di mana jantung pria itu berada.Sekali lagi Raylene mengalami pertentangan batin. Dia masih tidak tahan untuk membunuh Xinlaire.Tekadnya saat ini mulai goyah, tangannya mulai gemetar. Nyatanya ia hanyalah Raylene Allegra yang tidak akan pernah mampu membunuh Xinlaire.Raylene mengutuk dirinya sendiri yang masih memiliki kelembutan hati untuk pria yang telah menyakitinya sedemikian rupa.Ia merasa bahwa dirinya benar-benar menjijikan, bahkan setelah semuanya, ternyata masih tersisa rasa untuk Xinlaire. Di dunia ini, t
Malam harinya saat semua orang masih sibuk menyingkirkan mayat dan membersihkan bekas perang Raylene menyusup keluar dari Kota Perth melewati jalur rahasia.Sekarang ia berada di tengah hutan yang gelap, Raylene mengandalkan pengetahuannya tentang alam untuk sampai ke tenda musuh."Siapa kau?!" Seorang prajurit yang sedang berpatroli menghentikan Raylene. "Ada penyusup di sini!""Aku ingin bertemu dengan Tuan Raphael," seru Raylene. "Aku adalah adiknya, Raylene Allegra."Beberapa prajurit segera berkumpul, mereka mengarahkan pedang pada Raylene.Semua prajurit yang ada di depan Raylene tahu bahwa Raphael memang memiliki adik, dan adik pria itu saat ini adalah Ratu Allegra.Karena wanita di depan mereka mengaku sebagai adik Raphael, mereka tidak bisa bertindak sembarangan."Beritahukan Tuan Raphael bahwa ada wanita bernama Raylene Allegra ingin bertemu dengannya." Salah satu orang yang mengarahkan pedang pada Raylene adalah komandan pasukan."Baik, Komandan Jackson."Beberapa sa
"Bagaimana dengan pasukan bantuan Kerajaan Allegra?" Bennedict bertanya pada mata-mata yang ia kirim untuk mengawasi di luar gerbang kota Vegaz, kota yang terletek sebelum kota Perth. Jika pasukan bantuan ingin pergi ke kota Perth, maka mereka harus melewati gerbang kota Vegaz terlebih dahulu."Pasukan bantuan Kerajaan Allegra masih berada di Kota Vegaz, Yang Mulia. Belum ada tanda-tanda mereka akan meninggalkan Kota Vegaz."Senyum tampak di wajah Bennedith. Pasukan bantuan tampaknya sangat berhati-hati. Mungkin saat ini mereka masih menyusun strategi untuk menembus para pasukannya yang telah mengepung Kota Perth.Tidak peduli strategi apapun yang sedang direncanakan oleh para jenderal Allegra, mereka tidak akan bisa mencapai grebang kota Perth. Pasukannya telah berjaga di bukit bebatuan, jika pasukan bantuan melewati bukit bebatuan itu, maka pasukannya akan menghujani pasukan bantuan dengan panah api dan batu dari atas.Pada akhirnya pasukan bantuan hanya akan menarik mundur pasukann
Pasukan musuh berhasil memanjat dinding benteng, serangan panah api dan bola api berhasil membuat pasukan yang berjaga di atas benteng berguguran.Raylene memegang pedangnya kuat, saat ada prajurit yang berhasil naik ia akan mengayunkan pedangnya membunuh prajurit-prajurit itu. Situasi di atas benteng semakin memanas, api di mana-mana, suara denting pedang beradu terdengar hampir di setiap sudut.Xinlaire memperhatikan Raylene yang berada tidak begitu jauh darinya sembari terus menyerang pasukan musuh. Xinlaire tidak bisa tidak memuji keberanian istrinya, baik dulu ataupun sekarang ini adalah pertama kalinya Raylene ikut dalam peperangan seperti ini, tapi Raylene tidak takut sama sekali. Ia benar-benar tidak salah jatuh cinta pada Raylene.Waktu berlalu, pasukan musuh kini ditarik mundur. Gerbang kota Perth masih bisa dipertahankan. Hari ini kerajaan Onyx kehilangan cukup banyak pasukannya, begitu juga dengan Allegra.Prajurit mulai mengangkat mayat-mayat yang bergeleta
Sudah dua minggu sejak pasukan dikirim menuju ke Kota Perth dan Kota Ashyr, tapi rombongan itu belum sampai ke kota tujuan mereka karena waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke sana adalah satu bulan lebih. Seorang prajurit datang dengan tergesa. Pria itu berlutut beberapa langkah di depan Xinlaire. "Yang Mulia, ada surat dari Walikota Alexander dari Kota Perth."Domenico mengambil surat itu lalu kemudian menyerahkannya pada Xinlaire. Raut wajah Xinlaire tidak terlihat baik ketika ia membaca isi surat itu. Kota Perth telah dikepung oleh pasukan kerajaan Onyx.Xinlaire tidak bisa berdiam diri di istananya saja. Ia akan turun untuk berperang. Dengan situasi saat ini Kota PErth masih bisa menunggu pasukan mereka datang dalam satu bulan ke depan. Untungnya dua minggu lalu ia telah mengirim surat ke pemimpin Kota Perth mengenai kemungkinan kerajaan Onyx akan menyerang sehingga kota itu memiliki cukup banyak cadangan makanan. Xinlaire mengambil kertas lalu menulis surat balasan. Ia memerint
Setelah hari itu, Raylene tidak mendapatkan ingatan lainnya lagi. Namun, ia masih tetap memikirkan hal-hal yang telah muncul di benaknya. Ia ingin menanyakan banyak hal pada Xinlaire, tapi entah kenapa ia merasa bahwa suaminya menyembunyikan sesuatu darinya begitu juga dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.Vivian berkata padanya bahwa sebaiknya ia tidak perlu memikirkan hal-hal yang mengganggu pikirannya begitu juga dengan Nora.Ia bisa saja pergi menemui Luana untuk bertanya, tapi mungkin Luana juga akan mengatakan hal yang sama. Lalu, apakah ia harus berhenti memikirkan hal-hal yang mengganggunya itu?"Yang Mulia." Nora memanggil Raylene, teh di tangan Raylene sudah hampir dingin karena Raylene tidak kunjung menyesapnya.Raylene tersadar. Wanita itu kemudian menghela napas. Ia tidak sadar bahwa ia telah melamun cukup lama. "Yang Mulia, apa yang sedang Anda pikirkan?" Nora bertanya pada Raylene."Aku hanya memikirkan beberapa hal, itu tidak terlalu penting." Raylene engg
Setelah malam itu, Raylene tidak pernah mengalami mimpi buruk lagi. Ia juga telah berhenti memikirkan tentang peristiwa berdarah itu. Sekarang usia kehamilannya sudah memasuki sembilan bulan. Hanya tinggal menunggu hari lagi ia akan melahirkan. Untuk mempermudah persalinannya, Raylene memperbanyak jalan kaki di pagi dan sore hari seperti yang sedang ia lakukan sekarang. Langkah kaki Raylene terhenti ketika ia merasa air mengalir di pahanya. "Yang Mulia, ada apa?" tanya Nora."Sepertinya aku akan segera melahirkan.""Yang Mulia, mari kembali ke kamar." Nora memegangi tangan Raylene. "Ada apa?" Vivian mendekat."Yang Mulia Ratu akan segera melahirkan, segera panggil tabib."Vivian segera pergi. Ia memberi arahan pada seorang prajurit untuk memberitahu Xinlaire mengenai Raylene yang akan segera melakukan persalinan.Tabib datang setelah beberapa waktu bersama dengan tim medis lainnya. Mereka semua segera menyiapkan semua yang dibutuhkan untuk proses persalinan.Tidak lama kemudian Xi