Hari ini Xinlaire membuka gerbang, ia dan seluruh pasukannya kini berada di tanah lapang menghadapi Bennedict dan juga Raphael.Kedua belah pihak berada di tempat masing-masing saling berhadapan dengan keinginan untuk saling mengalahkan.Bennedict memiringkan wajahnya menatap Raphael mengejek. "Tampaknya adikmu gagal menjalankan tugasnya."Jika Raylene gagal maka bagaimana keadaan Raylene saat ini apakah Raylene dibunuh oleh Xinlaire?"Kau tidak perlu mencemaskan adikmu, Mantan Putra Mahkota Raphael. Raja Xinlaire pasti tidak akan membunuhnya. Adikmu terlalu cantik untuk menjadi mayat, selain itu Raja Xinlaire juga memiliki anak dengan adikmu, tapi mungkin saat ini nasib adikmu tidak terlalu baik.""Aku pasti akan membunuh bajingan itu hari ini!" Raphael berkata dengan tatapan sinis pada Xinlaire yang berada jauh di sana.Pasukan dua kerajaan itu mulai bergerak saat pemimpin mereka memberikan arahan untuk menyerang.Pagi itu cuaca sangat cerah, semangat dari kedua pasukan membara.
Pemakaman Raphael telah dilakukan, saat ini Raylene sedang menggendong putranya."Raylene, ayo kembali." Xinlaire harus menjelaskan pada Raylene ketika Raylene sudah lebih tenang. Kali ini ia merasakan bagaimana rasanya difitnah dan ia tidak memiliki bukti untuk menunjukan bahwa ia tidak bersalah sama seperti yang terjadi ketika Raylene difitnah oleh Charlotte ketika Raylene mengalami keguguran.Raylene mengangkat kepalanya, matanya masih sembab karena menangisi kepergian kakaknya."Kembali? Aku tidak akan pernah kembali bersamamu."Xinlaire tidak menepati janjinya, pria itu sekali lagi telah menghancurkan hati dan kepercayaannya."Menyingkir!" Raylene mengeluarkan belati yang ia simpan di balik gaunnya. Siapapun yang berani menghalanginya maka orang itu akan mati.Di sebelahnya ada Nora yang juga mengeluarkan belati, Nora akan menemani ke mana pun Raylene pergi."Jangan menyakiti Ratu ataupun Putra Mahkota!" Xinlaire memperingati orang-orangnya yang saat ini sudah siaga.Namun
Bau darah tersebar di mana-mana, suara jeritan ketakutan dan suara pedang yang beradu bercampur menjadi satu.Kekacauan dan api terjadi hampir di setiap tempat. Raylene berlari di antara semua kegaduhan itu. Satu-satunya tempat yang ingin dia datangi adalah tempat istirahat orangtuanya. Dia harus memastikan keselamatan orangtuanya di atas keselamatannya sendiri.Raylene berlari seperti orang kesetanan sebelumnya, tapi ketika dia memasuki tempat istirahat orangtuanya tubuhnya seketika kehilangan tenaga.Mayat-mayat prajurit dan pelayan di tempat itu tergeletak dengan darah yang membasahi tubuh mereka. Raylene masih melangkah, dan langkahnya terhenti ketika dia melihat mayat ayah dan ibunya yang tergeletak tidak berjauhan.Tubuh Raylene jatuh. Tidak ada kata yang bisa mengungkapkan apa yang tengah dia rasakan saat ini. Semua fokus Raylene kini tertuju pada orangtuanya, wanita itu merangkak dengan suara serak yang memilukan."Ayah! Ibu!" Ratapan pilu Raylene terdengar menyakitkan. Air ma
"Kenapa? Kenapa kau membunuh keluargaku?" Raylene bertanya pilu. Dia tidak ingin mempercayai apa yang ada di hadapannya saat ini, tapi kenyataan menamparnya dengan keras.Pria yang menikah dengannya tadi pagi kini duduk di singgasana yang biasa diduduki oleh ayahnya. Hal ini memperkuat bahwa suaminya benar-benar dalang dibalik semua pengkhianatan di istana."Karena mereka semua pantas mendapatkannya." Suara itu sedingin es, membuat hati Raylene membeku seketika."Jadi, kau telah merencanakan semua ini sejak awal?""Kau tahu jawabannya, Putri Raylene." Cara suaminya memanggilnya terdengar seperti orang asing. Jadi, inikah arti dirinya bagi sang suami."Sejak awal hingga akhir kau hanya memanfaatkanku? Cinta dan kasih sayangmu padaku semuanya adalah kebohongan?" Semakin banyak Raylene bertanya semakin sesak dadanya, dia sudah tahu jawabannya, tapi dia masih bertanya seolah ingin menambah luka pada dirinya sendiri."Benar, aku memanfaatkanmu. Dari awal aku sudah merencanakan
Raylene masuk ke dalam ruang istirahatnya, wanita itu tidak memiliki tenaga lagi. Ia terduduk di lantai dengan wajah yang menyedihkan.Wanita itu mengangkat kedua tangannya, bayangan kedua orangtuanya yang tergeletak di lantai dengan darah yang menggenang di sekitar mereka membuat air mata Raylene jatuh berderai.Dengan kedua tangannya ini lah ia mengantarkan orangtuanya ke kematian yang mengerikan."Yang Mulia." Melissa mendekati Raylene, wanita itu tidak akan melarikan diri dari sana tanpa majikannya.Melihat Raylene masih hidup membuatnya merasa sangat lega. Dia takut jika majikannya tidak akan selamat seperti anggota keluarga kerajaan yang lain.Melissa segera memeluk Raylene, dengan kondisi Raylene yang seperti ini Melissa yakin bahwa Raylene telah menemukan kebenarannya."Yang Mulia." Melissa bersuara pelan."Aku telah menyebabkan kematian orangtuaku, Melissa. Ini semua adalah salahku.""Itu tidak benar, Putri. Apa yang terjadi saat ini bukanlah salah Anda. Ini semua karena kes
"Vivian!" Xinlaire kembali menghadap ke papan nama mendiang orangtua dan adiknya.Vivian segera masuk ke dalam sana. "Ya, Yang Mulia.""Bawa Putri Raylene kembali ke tempatnya. Di masa depan, pastikan agar dia tidak menginjakan kakinya ke ruangan ini karena aku tidak ingin darah kotor Winston menodai tempat ini.""Baik, Yang Mulia."Jantung Raylene seperti ditusuk oleh ratusan pisau tidak kasat mata, rasanya seperti tercabik-cabik. Wanita itu tertawa masih dengan air mata yang berderai."Selama tiga tahun ini kau telah melakukan sandiwara dengan sangat baik, Xinlaire. Kau sangat jijik padaku, tapi yang kau tunjukan padaku adalah tatapan penuh cinta dan kasih sayang.Aku harus memujimu, tidak ada orang yang lebih berbakat darimu dalam hal bersandiwara."Apa yang dikatakan oleh Raylene tidak sepenuhnya salah, dia memang sangat berbakat dalam hal bersandiwara. Di depan Winston dan yang lainnya dia bertindak begitu patuh dan setia, tidak ada yang tahu seperti apa perasaannya saat itu.Dia
Hari-hari berlalu, Xinlaire telah mengerahkan pasukannya untuk memburu semua pendukung Winston yang melarikan diri. Tidak terhitung jumlahnya berapa ribu orang yang telah binasa dalam rentang waktu singkat itu.Selain itu Xinlaire juga telah mulai membangun kembali pemerintahan Allegra yang tentu saja terkena dampak karena perebutan kembali kekuasaan yang dia lakukan.Posisi Xinlaire saat ini sudah resmi menjadi raja dari kerajaan Allegra. Pria itu telah melewati serangkaian prosesi pengangkatan sebagai pemimpin baru Allegra.Saat ini pria itu sedang berada di ruang pemerintahan dengan barisan para pejabat yang telah dipilih oleh Xinlaire berdasarkan pengamatannya selama bertahun-tahun berada di kerajaan itu sebagai Luca, si jenderal muda yang berbakat.Sementara untuk posisi lain yang kosong, Xinlaire telah memberikan perintah pada pejabat berwenang untuk membuat ujian penerimaan pegawai yang bisa diikuti oleh semua orang yang berada di kerajaan Allegra.Selain memburu pendukung Win
Xinlaire datang mengunjungi Raylene, pria itu menemukan Raylene sedang duduk di taman dengan sebotol arak di tangannya.Sudah dua minggu dia tidak melihat Raylene, dan malam ini dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mendatangi Raylene.Cahaya rembulan menyinari wajah Raylene yang menempel di meja. Mata wanita itu tertutup, tapi tangannya masih bergerak mendekatkan botol arak ke mulutnya.Kelopak matanya terbuka, ia melihat ke arah botol yang berada di depan wajahnya. Tidak ada lagi air dari sana. Raylene segera membuang botol itu ke tanah."Melissa, bawakan aku satu botol lagi!" seru Raylene. Dia telah meminum dua botol arak malam ini, tapi dia masih menginginkan arak lagi.Ia bukan peminum yang hebat, tapi sejak beberapa hari lalu dia sudah mulai berteman dengan arak. Dia berharap dengan arak itu dia bisa melupakan semua yang terjadi padanya walaupun itu hanya dalam waktu yang singkat.Melissa sudah lama menjauh ketika Xinlaire datang ke sana."Melissa!" Raylene bersuara lagi ke
Pemakaman Raphael telah dilakukan, saat ini Raylene sedang menggendong putranya."Raylene, ayo kembali." Xinlaire harus menjelaskan pada Raylene ketika Raylene sudah lebih tenang. Kali ini ia merasakan bagaimana rasanya difitnah dan ia tidak memiliki bukti untuk menunjukan bahwa ia tidak bersalah sama seperti yang terjadi ketika Raylene difitnah oleh Charlotte ketika Raylene mengalami keguguran.Raylene mengangkat kepalanya, matanya masih sembab karena menangisi kepergian kakaknya."Kembali? Aku tidak akan pernah kembali bersamamu."Xinlaire tidak menepati janjinya, pria itu sekali lagi telah menghancurkan hati dan kepercayaannya."Menyingkir!" Raylene mengeluarkan belati yang ia simpan di balik gaunnya. Siapapun yang berani menghalanginya maka orang itu akan mati.Di sebelahnya ada Nora yang juga mengeluarkan belati, Nora akan menemani ke mana pun Raylene pergi."Jangan menyakiti Ratu ataupun Putra Mahkota!" Xinlaire memperingati orang-orangnya yang saat ini sudah siaga.Namun
Hari ini Xinlaire membuka gerbang, ia dan seluruh pasukannya kini berada di tanah lapang menghadapi Bennedict dan juga Raphael.Kedua belah pihak berada di tempat masing-masing saling berhadapan dengan keinginan untuk saling mengalahkan.Bennedict memiringkan wajahnya menatap Raphael mengejek. "Tampaknya adikmu gagal menjalankan tugasnya."Jika Raylene gagal maka bagaimana keadaan Raylene saat ini apakah Raylene dibunuh oleh Xinlaire?"Kau tidak perlu mencemaskan adikmu, Mantan Putra Mahkota Raphael. Raja Xinlaire pasti tidak akan membunuhnya. Adikmu terlalu cantik untuk menjadi mayat, selain itu Raja Xinlaire juga memiliki anak dengan adikmu, tapi mungkin saat ini nasib adikmu tidak terlalu baik.""Aku pasti akan membunuh bajingan itu hari ini!" Raphael berkata dengan tatapan sinis pada Xinlaire yang berada jauh di sana.Pasukan dua kerajaan itu mulai bergerak saat pemimpin mereka memberikan arahan untuk menyerang.Pagi itu cuaca sangat cerah, semangat dari kedua pasukan membara.
Raylene membuka matanya ketika ia merasa bahwa Xinlaire telah terlelap. Tangan wanita itu bergerak ke bawah bantalnya, ia mengambil belati yang sudah ia simpan sejak beberapa saat lalu.Tangan wanita itu menggenggam belatinya dengan kuat, ia duduk dengan perlahan lalu kemudian mengayunkan belatinya ke dada Xinlaire.Namun, gerakannya yang semula dipenuhi oleh keyakinan kini terhenti tepat ketika ujung runcing belati itu hanya kurang satu senti dari dada Xinlaire, tempat di mana jantung pria itu berada.Sekali lagi Raylene mengalami pertentangan batin. Dia masih tidak tahan untuk membunuh Xinlaire.Tekadnya saat ini mulai goyah, tangannya mulai gemetar. Nyatanya ia hanyalah Raylene Allegra yang tidak akan pernah mampu membunuh Xinlaire.Raylene mengutuk dirinya sendiri yang masih memiliki kelembutan hati untuk pria yang telah menyakitinya sedemikian rupa.Ia merasa bahwa dirinya benar-benar menjijikan, bahkan setelah semuanya, ternyata masih tersisa rasa untuk Xinlaire. Di dunia ini, t
Malam harinya saat semua orang masih sibuk menyingkirkan mayat dan membersihkan bekas perang Raylene menyusup keluar dari Kota Perth melewati jalur rahasia.Sekarang ia berada di tengah hutan yang gelap, Raylene mengandalkan pengetahuannya tentang alam untuk sampai ke tenda musuh."Siapa kau?!" Seorang prajurit yang sedang berpatroli menghentikan Raylene. "Ada penyusup di sini!""Aku ingin bertemu dengan Tuan Raphael," seru Raylene. "Aku adalah adiknya, Raylene Allegra."Beberapa prajurit segera berkumpul, mereka mengarahkan pedang pada Raylene.Semua prajurit yang ada di depan Raylene tahu bahwa Raphael memang memiliki adik, dan adik pria itu saat ini adalah Ratu Allegra.Karena wanita di depan mereka mengaku sebagai adik Raphael, mereka tidak bisa bertindak sembarangan."Beritahukan Tuan Raphael bahwa ada wanita bernama Raylene Allegra ingin bertemu dengannya." Salah satu orang yang mengarahkan pedang pada Raylene adalah komandan pasukan."Baik, Komandan Jackson."Beberapa sa
"Bagaimana dengan pasukan bantuan Kerajaan Allegra?" Bennedict bertanya pada mata-mata yang ia kirim untuk mengawasi di luar gerbang kota Vegaz, kota yang terletek sebelum kota Perth. Jika pasukan bantuan ingin pergi ke kota Perth, maka mereka harus melewati gerbang kota Vegaz terlebih dahulu."Pasukan bantuan Kerajaan Allegra masih berada di Kota Vegaz, Yang Mulia. Belum ada tanda-tanda mereka akan meninggalkan Kota Vegaz."Senyum tampak di wajah Bennedith. Pasukan bantuan tampaknya sangat berhati-hati. Mungkin saat ini mereka masih menyusun strategi untuk menembus para pasukannya yang telah mengepung Kota Perth.Tidak peduli strategi apapun yang sedang direncanakan oleh para jenderal Allegra, mereka tidak akan bisa mencapai grebang kota Perth. Pasukannya telah berjaga di bukit bebatuan, jika pasukan bantuan melewati bukit bebatuan itu, maka pasukannya akan menghujani pasukan bantuan dengan panah api dan batu dari atas.Pada akhirnya pasukan bantuan hanya akan menarik mundur pasukann
Pasukan musuh berhasil memanjat dinding benteng, serangan panah api dan bola api berhasil membuat pasukan yang berjaga di atas benteng berguguran.Raylene memegang pedangnya kuat, saat ada prajurit yang berhasil naik ia akan mengayunkan pedangnya membunuh prajurit-prajurit itu. Situasi di atas benteng semakin memanas, api di mana-mana, suara denting pedang beradu terdengar hampir di setiap sudut.Xinlaire memperhatikan Raylene yang berada tidak begitu jauh darinya sembari terus menyerang pasukan musuh. Xinlaire tidak bisa tidak memuji keberanian istrinya, baik dulu ataupun sekarang ini adalah pertama kalinya Raylene ikut dalam peperangan seperti ini, tapi Raylene tidak takut sama sekali. Ia benar-benar tidak salah jatuh cinta pada Raylene.Waktu berlalu, pasukan musuh kini ditarik mundur. Gerbang kota Perth masih bisa dipertahankan. Hari ini kerajaan Onyx kehilangan cukup banyak pasukannya, begitu juga dengan Allegra.Prajurit mulai mengangkat mayat-mayat yang bergeleta
Sudah dua minggu sejak pasukan dikirim menuju ke Kota Perth dan Kota Ashyr, tapi rombongan itu belum sampai ke kota tujuan mereka karena waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke sana adalah satu bulan lebih. Seorang prajurit datang dengan tergesa. Pria itu berlutut beberapa langkah di depan Xinlaire. "Yang Mulia, ada surat dari Walikota Alexander dari Kota Perth."Domenico mengambil surat itu lalu kemudian menyerahkannya pada Xinlaire. Raut wajah Xinlaire tidak terlihat baik ketika ia membaca isi surat itu. Kota Perth telah dikepung oleh pasukan kerajaan Onyx.Xinlaire tidak bisa berdiam diri di istananya saja. Ia akan turun untuk berperang. Dengan situasi saat ini Kota PErth masih bisa menunggu pasukan mereka datang dalam satu bulan ke depan. Untungnya dua minggu lalu ia telah mengirim surat ke pemimpin Kota Perth mengenai kemungkinan kerajaan Onyx akan menyerang sehingga kota itu memiliki cukup banyak cadangan makanan. Xinlaire mengambil kertas lalu menulis surat balasan. Ia memerint
Setelah hari itu, Raylene tidak mendapatkan ingatan lainnya lagi. Namun, ia masih tetap memikirkan hal-hal yang telah muncul di benaknya. Ia ingin menanyakan banyak hal pada Xinlaire, tapi entah kenapa ia merasa bahwa suaminya menyembunyikan sesuatu darinya begitu juga dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.Vivian berkata padanya bahwa sebaiknya ia tidak perlu memikirkan hal-hal yang mengganggu pikirannya begitu juga dengan Nora.Ia bisa saja pergi menemui Luana untuk bertanya, tapi mungkin Luana juga akan mengatakan hal yang sama. Lalu, apakah ia harus berhenti memikirkan hal-hal yang mengganggunya itu?"Yang Mulia." Nora memanggil Raylene, teh di tangan Raylene sudah hampir dingin karena Raylene tidak kunjung menyesapnya.Raylene tersadar. Wanita itu kemudian menghela napas. Ia tidak sadar bahwa ia telah melamun cukup lama. "Yang Mulia, apa yang sedang Anda pikirkan?" Nora bertanya pada Raylene."Aku hanya memikirkan beberapa hal, itu tidak terlalu penting." Raylene engg
Setelah malam itu, Raylene tidak pernah mengalami mimpi buruk lagi. Ia juga telah berhenti memikirkan tentang peristiwa berdarah itu. Sekarang usia kehamilannya sudah memasuki sembilan bulan. Hanya tinggal menunggu hari lagi ia akan melahirkan. Untuk mempermudah persalinannya, Raylene memperbanyak jalan kaki di pagi dan sore hari seperti yang sedang ia lakukan sekarang. Langkah kaki Raylene terhenti ketika ia merasa air mengalir di pahanya. "Yang Mulia, ada apa?" tanya Nora."Sepertinya aku akan segera melahirkan.""Yang Mulia, mari kembali ke kamar." Nora memegangi tangan Raylene. "Ada apa?" Vivian mendekat."Yang Mulia Ratu akan segera melahirkan, segera panggil tabib."Vivian segera pergi. Ia memberi arahan pada seorang prajurit untuk memberitahu Xinlaire mengenai Raylene yang akan segera melakukan persalinan.Tabib datang setelah beberapa waktu bersama dengan tim medis lainnya. Mereka semua segera menyiapkan semua yang dibutuhkan untuk proses persalinan.Tidak lama kemudian Xi