Pria yang menikah dengannya tadi pagi kini duduk di singgasana yang biasa diduduki oleh ayahnya. Hal ini memperkuat bahwa suaminya benar-benar dalang dibalik semua pengkhianatan di istana.
"Karena mereka semua pantas mendapatkannya." Suara itu sedingin es, membuat hati Raylene membeku seketika.
"Jadi, kau telah merencanakan semua ini sejak awal?"
"Kau tahu jawabannya, Putri Raylene." Cara suaminya memanggilnya terdengar seperti orang asing. Jadi, inikah arti dirinya bagi sang suami.
"Sejak awal hingga akhir kau hanya memanfaatkanku? Cinta dan kasih sayangmu padaku semuanya adalah kebohongan?" Semakin banyak Raylene bertanya semakin sesak dadanya, dia sudah tahu jawabannya, tapi dia masih bertanya seolah ingin menambah luka pada dirinya sendiri.
"Benar, aku memanfaatkanmu. Dari awal aku sudah merencanakan segalanya. Bandit yang merampokmu adalah orangku. Aku menggunakanmu untuk mendekati seluruh anggota keluargamu.
Kau juga benar, semua yang aku tunjukan padamu adalah kebohongan. Aku tidak akan pernah mencintai putri pendosa sepertimu. Aku membenci Winston dan seluruh keturunannya!"
Hati Raylene tercabik-cabik, racun menyebar di dalam hatinya mulai menyiksanya tanpa ampun. Kakinya mundur satu langkah, dia kehilangan pijakannya dan akhirnya duduk bersimpuh di lantai dan tampak begitu menyedihkan.
Dia tertawa, tapi air matanya mengalir deras. Dia tidak pernah menyangka bahwa pria yang sangat dicintainya adalah pria yang sangat kejam.
Kilasan masa lalu berputar di otaknya. Pertemuan pertamanya dengan Luca terjadi lebih dari tiga tahun lalu. Saat itu dia sedang bepergian ke sebuah tempat bersama dengan pelayan dan prajurit yang menjaganya.
Dia dihadang oleh para bandit, semua prajurit tewas. Pada saat genting Raylene diselamatkan oleh seorang pria, dan pria itu adalah Luca.
Raylene tidak sadarkan diri karena luka yang dia dapatkan, dia dibawa oleh Luca ke tempat tinggal pria itu. Dan dari sanalah cinta Raylene bersemi pada pria yang baru saja dia temui.
Untuk bersama Luca lebih lama, Raylene tidak memberitahukan identitas dirinya yang merupakan seorang putri. Dia menikmati dirawat oleh Luca yang meski tampak dingin, tapi penuh perhatian.
Hingga suatu hari Luca menemukan kebenarannya dan pada akhirnya Raylene tidak memiliki pilihan lain selain kembali ke istana.
Karena jasa Luca yang menyelamatkan Raylene, pria itu diangkat menjadi prajurit di istana.
Hari-hari yang dilalui berikutnya, Raylene sering menemui Luca di barak militer.
Tiga tahun berlalu, Luca diangkat menjadi jenderal muda karena prestasinya. Dalam waktu tiga tahun juga hubungan Raylene dan Luca menjadi semakin intim.
Suatu hari Luca melamar Raylene pada sang ayah, saat itu Raylene menyaksikannya sendiri. Dia menjadi wanita yang paling bahagia di dunia karena akhirnya dia akan menikah dengan pria yang dia cintai.
Akan tetapi, dongeng indah itu tidak bertahan lama. Raylene harus menghadapi kehancuran yang tidak terbayangkan olehnya. Orang yang paling dia cintai membantai seluruh keluarganya, memanfaatkannya, mempermainkan hatinya dan menipunya.
Wanita itu mengambil pedang yang tergeletak di lantai. Dia berdiri dengan susah payah. "Luca, aku akan membunuhmu!"
Langkah kaki Raylene tidak seimbang, tapi dirinya masih bisa mencapai posisi suaminya. Tangan kanannya menggenggam hulu pedang dengan kuat. Di matanya tampak sekali niat membunuh.
Namun, suaminya jelas bukan lawannya. Sehebat apapun Raylene dalam bela diri dia tidak akan bisa menyakiti pria itu.
Serangan Raylene dipatahkan oleh suaminya. Sekarang wanita itu berada dalam cekikan sang suami.
"Ingin membunuh seseorang yang telah mengajarimu bela diri, Putri Raylene? Sangat tidak tahu diri." Dalam satu gerakan kasar tubuh Raylene terhempas ke lantai.
Raylene mengangkat wajahnya, menatap sang suami yang berhati dingin. "Kau benar, Luca. Aku tidak akan pernah bisa membunuhmu." Wanita itu bersuara putus asa. Dia mengalihkan pandangannya pada pedang yang tergeletak di dekatnya. "Luca, mencintaimu adalah penyesalan terbesar dalam hidupku. Mari kita akhiri sampai di sini dan tidak bertemu lagi di kehidupan yang akan datang."
Raylene mengambil pedang dengan cepat, dengan satu gerakan mantap wanita itu mengangkat pedang dan mengarahkannya ke lehernya. Mengakhiri hidupnya adalah satu-satunya keinginannya saat ini.
Akan tetapi, untuk mati pun tidak semudah itu. Suaminya kembali menahannya. Bilah pedang yang dingin hanya menggores sedikit leher Raylene, membuat darah menetes di leher indahnya.
"Kau tidak akan mati tanpa izin dariku, Putri Raylene."
Sekali lagi Raylene mendengkus sinis. "Bukankah kau sangat membenci ayahku dan seluruh keturunannya? Aku membantumu dengan mengakhiri hidupku sendiri."
"Aku, Xinlaire Allegra tidak akan mengizinkan kau dan kakakmu mati dengan mudah. Penjahat Winston membantai seluruh keluargaku untuk memastikan tahta jatuh ke dirinya serta keturunannya jadi aku akan membiarkan seluruh keturunan Winston melihat bahwa tahta hanya akan dimiliki oleh keturunan sah Allegra."
Xinlaire Allegra? Raylene tidak mungkin tidak tahu nama ini meski di seluruh kerajaan Allegra tabu untuk menyebutkan nama ini.
Jadi, inilah identitas sebenarnya sang suami. Hati Raylene semakin tertikam, jadi tidak ada satu pun yang dia ketahui tentang suaminya, bahkan namanya.
Sekarang dia tahu alasan kenapa suaminya tega membantai seluruh keluarganya. Pembalasan dendam. Meski seluruh kejadian dua puluh tahun lalu telah ditutupi dengan rapat, tapi masih ada beberapa orang yang menyebutkan kejadian kelam itu.
Ayahnya, Winston Allegra merebut tahta dari kakaknya sendiri dengan cara membunuh seluruh anggota keluarganya. Tidak disangka ternyata putra mahkota yang seharusnya menduduki tahta masih hidup setelah peristiwa itu.
Jadi, yang dirinya dan keluarganya terima saat ini adalah karma dari apa yang telah ditabur oleh ayahnya sendiri di masa lalu.
Hanya saja, dari sekian banyak cara untuk membalas dendam, Xinlaire memilih untuk memanfaatkan dirinya. Membuatnya menjadi penyebab kematian kedua orangtuanya dan kerabatnya yang lain.
Selain itu dia juga telah jatuh cinta pada saudaranya sendiri, benar-benar sebuah lelucon.
Lagi-lagi Raylene tertawa seperti orang yang telah terganggu akal sehatnya. Guncangan yang begitu besar, rasa sakit yang tak tertahankan. Raylene hanyalah wanita berusia dua puluhan tahun, dia jelas tidak bisa menghadapinya.
"Rupanya semesta masih mengasihaniku. Pernikahan antara kau dan aku tidak sah karena kita adalah saudara." Raylene masih bisa mensyukuri satu hal. Setidaknya dia tidak harus menjadi istri Xinlaire seumur hidupnya.
"Suadara?" Xinlaire bersuara mengejek. "Allegra hanya memiliki satu keturunan dan itu adalah Dawson Allegra. Jangan mengotori keturunan Allegra dengan menyebut bahwa dirimu adalah saudaraku. Ayahmu dan seluruh keturunannya tidak memiliki darah kerajaan sama sekali!"
Raylene tidak mengetahui tentang kebenaran yang diucapkan oleh Xinlaire karena semua orang yang mengetahui rahasia itu sudah tewas ditangan ayahnya.
Namun, meski tidak mengetahuinya Raylene tidak berani meragukan kata-kata Xinlaire. Mereka sudah berada di titik seperti ini, tidak mungkin jika pria itu masih akan membohonginya.
Perasaan Raylene saat ini benar-benar tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Jangankan tentang suaminya, dia bahkan tidak tahu tentang asal usul dirinya sendiri. Siapa sebenarnya ayah dari ayahnya?
Xinlaire mendekati Raylene, mencengkram dagu Raylene dengan kuat. Matanya menatap Raylene ganas. "Sekarang yang tersisa hanya kau dan kakakmu, kalian berdua yang akan menanggung hukuman dari perbuatan tercela penjahat Winston."
Setelah kalimat penuh kebencian itu diucapkan, Xinlaire melepaskan tangannya dengan kasar sehingga membuat wajah Raylene menghadap ke samping.
Kata-kata Xinlaire menggema di kepala Raylene. Dia tidak melakukan kesalahan apapun, tapi dia harus menanggung segalanya.
Namun, itu juga pantas untuknya. Dia dalah putri ayahnya, selain itu dia juga yang telah menyebabkan orangtuanya tiada. Jika dia tidak masuk dalam tipu daya Xinlaire, maka kedua orangtuanya tidak akan mengalami peristiwa mengenaskan.
Dia tahu bahwa ayahnya telah melakukan kesalahan yang sangat besar, dia juga tahu bahwa ayahnya tidak pantas mendapatkan pengampunan dari Xinlaire tapi sebagai seorang anak dia tidak mengharapkan ayahnya mendapatkan balasan yang sama.
"Vivian!" Xinlaire memanggil seseorang sembari duduk kembali di singgasana.
Seorang wanita serba hitam segera muncul. "Saya menghadap, Yang Mulia."
"Bawa Putri Raylene kembali ke kamarnya."
"Baik, Yang Mulia." Vivian segera meraih tangan Raylene membantu wanita itu berdiri.
"Jika Putri Raylene mencoba untuk mengakhiri hidupnya segera pergi ke penjara untuk memotong kaki dan tangan Pangeran Raphael, biarkan dia mati perlahan."
Ucapan Xinlaire membuat kepala Raylene terarah pada pria itu. "Jangan khawatir, aku tidak akan bunuh diri. Aku akan terus hidup untuk menerima hukuman yang pantas aku dapatkan."
Setelahnya Raylene mulai melangkah dengan jiwa yang hancur. Mulai saat ini hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Sesakit apapun yang dia rasakan, dia akan terus hidup. Dia tidak akan membiarkan kakaknya kehilangan tangan dan kaki karena dirinya.
"Aku ingin melihat kakakku." Raylene ingin mengetahui kondisi kakaknya saat ini.
"Anda harus mendapatkan izin Yang Mulia Putra Mahkota terlebih dahulu." Vivian tidak akan mengikuti kata-kata Raylene karena dia hanya bekerja atas perintah dari tuannya.
Raylene sudah sangat kelelahan berhadapan dengan Xinlaire. Pria itu mungkin juga tidak akan mengizinkannya bertemu dengan kakaknya. Daripada diinjak-injak, dia lebih baik tidak bicara dengan pria itu.
"Bagaimana kondisi kakakku saat ini?"
"Pangeran Raphael mengalami beberapa luka, tapi itu tidak mengancam nyawanya. Yang Mulia Putra Mahkota masih cukup baik membiarkannya hidup."
Masih cukup baik? Raylene mendengkus dingin. Pria itu jelas memiliki maksud yang tidak baik dengan membiarkan dia dan kakaknya tetap hidup.
Kakaknya adalah putra mahkota setidaknya sampai beberapa saat lalu. Dan sekarang dari status tinggi itu dia jatuh ke kubangan lumpur, berada dalam penjara dengan status sebagai penjahat.
Raylene paham dengan baik bahwa Xinlaire memiliki maksud untuk menginjak-injak harga diri kakaknya dengan penghinaan. Rasa sakitnya jelas lebih tidak tertahankan dari sebuah kematian.
tbc
Raylene masuk ke dalam ruang istirahatnya, wanita itu tidak memiliki tenaga lagi. Ia terduduk di lantai dengan wajah yang menyedihkan.Wanita itu mengangkat kedua tangannya, bayangan kedua orangtuanya yang tergeletak di lantai dengan darah yang menggenang di sekitar mereka membuat air mata Raylene jatuh berderai.Dengan kedua tangannya ini lah ia mengantarkan orangtuanya ke kematian yang mengerikan."Yang Mulia." Melissa mendekati Raylene, wanita itu tidak akan melarikan diri dari sana tanpa majikannya.Melihat Raylene masih hidup membuatnya merasa sangat lega. Dia takut jika majikannya tidak akan selamat seperti anggota keluarga kerajaan yang lain.Melissa segera memeluk Raylene, dengan kondisi Raylene yang seperti ini Melissa yakin bahwa Raylene telah menemukan kebenarannya."Yang Mulia." Melissa bersuara pelan."Aku telah menyebabkan kematian orangtuaku, Melissa. Ini semua adalah salahku.""Itu tidak benar, Putri. Apa yang terjadi saat ini bukanlah salah Anda. Ini semua karena kes
"Vivian!" Xinlaire kembali menghadap ke papan nama mendiang orangtua dan adiknya.Vivian segera masuk ke dalam sana. "Ya, Yang Mulia.""Bawa Putri Raylene kembali ke tempatnya. Di masa depan, pastikan agar dia tidak menginjakan kakinya ke ruangan ini karena aku tidak ingin darah kotor Winston menodai tempat ini.""Baik, Yang Mulia."Jantung Raylene seperti ditusuk oleh ratusan pisau tidak kasat mata, rasanya seperti tercabik-cabik. Wanita itu tertawa masih dengan air mata yang berderai."Selama tiga tahun ini kau telah melakukan sandiwara dengan sangat baik, Xinlaire. Kau sangat jijik padaku, tapi yang kau tunjukan padaku adalah tatapan penuh cinta dan kasih sayang.Aku harus memujimu, tidak ada orang yang lebih berbakat darimu dalam hal bersandiwara."Apa yang dikatakan oleh Raylene tidak sepenuhnya salah, dia memang sangat berbakat dalam hal bersandiwara. Di depan Winston dan yang lainnya dia bertindak begitu patuh dan setia, tidak ada yang tahu seperti apa perasaannya saat itu.Dia
Hari-hari berlalu, Xinlaire telah mengerahkan pasukannya untuk memburu semua pendukung Winston yang melarikan diri. Tidak terhitung jumlahnya berapa ribu orang yang telah binasa dalam rentang waktu singkat itu.Selain itu Xinlaire juga telah mulai membangun kembali pemerintahan Allegra yang tentu saja terkena dampak karena perebutan kembali kekuasaan yang dia lakukan.Posisi Xinlaire saat ini sudah resmi menjadi raja dari kerajaan Allegra. Pria itu telah melewati serangkaian prosesi pengangkatan sebagai pemimpin baru Allegra.Saat ini pria itu sedang berada di ruang pemerintahan dengan barisan para pejabat yang telah dipilih oleh Xinlaire berdasarkan pengamatannya selama bertahun-tahun berada di kerajaan itu sebagai Luca, si jenderal muda yang berbakat.Sementara untuk posisi lain yang kosong, Xinlaire telah memberikan perintah pada pejabat berwenang untuk membuat ujian penerimaan pegawai yang bisa diikuti oleh semua orang yang berada di kerajaan Allegra.Selain memburu pendukung Win
Xinlaire datang mengunjungi Raylene, pria itu menemukan Raylene sedang duduk di taman dengan sebotol arak di tangannya.Sudah dua minggu dia tidak melihat Raylene, dan malam ini dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mendatangi Raylene.Cahaya rembulan menyinari wajah Raylene yang menempel di meja. Mata wanita itu tertutup, tapi tangannya masih bergerak mendekatkan botol arak ke mulutnya.Kelopak matanya terbuka, ia melihat ke arah botol yang berada di depan wajahnya. Tidak ada lagi air dari sana. Raylene segera membuang botol itu ke tanah."Melissa, bawakan aku satu botol lagi!" seru Raylene. Dia telah meminum dua botol arak malam ini, tapi dia masih menginginkan arak lagi.Ia bukan peminum yang hebat, tapi sejak beberapa hari lalu dia sudah mulai berteman dengan arak. Dia berharap dengan arak itu dia bisa melupakan semua yang terjadi padanya walaupun itu hanya dalam waktu yang singkat.Melissa sudah lama menjauh ketika Xinlaire datang ke sana."Melissa!" Raylene bersuara lagi ke
"Ibu, Nenek." Charlotte beralih mengeluh pada dua perempuan di dekatnya."Sayang, jangan terlalu khawatir." Dorothy mengelus kepala cucunya dengan penuh kasih sayang."Bagaimana aku tidak terlalu khawatir, Nenek? Yang Mulia Raja mungkin akan benar-benar jatuh cinta pada Putri Raylene jika dia terus mendatangi wanita itu. Aku tahu bahwa posisi ratu hanya akan menjadi milikku, tapi aku tidak sudi berbagi hati Yang Mulia Raja dengan wanita mana pun, apalagi putri pendosa itu.""Nenek mengerti perasaanmu. Nenek akan mengurusnya untukmu." Dorothy juga tidak rela jika cucu kesayangannya harus bersaing dengan orang lain.Seorang raja bisa memiliki banyak selir, dan Dorothy sangat tahu akan hal itu, tapi ada juga raja yang tidak memiliki selir seperti raja-raja sebelumnya."Bu, bagaimana dengan Perdana Menteri? Dia mungkin akan marah jika Ibu mengambil tindakan sendiri." Rebecca bertanya pada mertuanya."Aku adalah ibunya, dia tidak akan mungkin marah padaku. Selain itu ini demi kebaikan kelu
Perbatasan kota Heath memanas, Xinlaire memimpin peperangan, membunuh para prajurit musuh yang tidak terhitung jumlahnya.Tangan pria itu dinodai oleh darah, tubuhnya dibasahi oleh keringat. Semangat juangnya untuk mempertahankan wilayah kerajaan Allegra telah menular ke seluruh pasukannya.Persiapan yang matang, strategi tempur yang tanpa celah telah membuat Xinlaire dan pasukannya berhasil memukul mundur pasukan kerajaan Onyx dan membuat pasukan musuh menderita kekalahan.Burung pemakan bangkai berpesta sore ini, mereka melahap tubuh para prajurit yang gugur dari pihak musuh, sementara prajurit dari kerajaan Allegra yang gugur telah dipindahkan untuk segera dimakamkan dengan penuh penghormatan.Xinlaire merupakan seorang pemimpin yang selalu menghargai setiap tetes darah prajuritnya yang tumpah di medan peperangan. Selain memberikan pemakaman yang layak, dia juga akan memberikan kompensasi atas jasa prajurit tersebut dan akan diberikan pada keluarganya.Tiga hari setelah mengamankan
Air mata Raylene telah mengering, wanita itu kini terbaring di ranjang dengan tatapan kosong. Tidak ada yang ingin ia lakukan sekarang, bahkan untuk sekedar membasuh tubuhnya yang dipenuhi oleh jejak Xinlaire saja dia enggan bergerak.Rasa sakit yang ia rasakan semakin lama semakin mengerikan hingga membawanya ke titik ini.Melissa masuk ke dalam, wanita itu lagi-lagi menemukan Raylene dalam kondisi menyedihkan."Yang Mulia, mari saya bantu Anda membersihkan tubuh Anda." Melissa bersuara hati-hati.Raylene tidak menjawab, dia sudah kehabisan seluruh energinya bahkan hanya untuk sekedar membuka mulutnya."Yang Mulia." Melissa bersuara lagi.Raylene masih mengabaikan Melissa, dan itu membuat hati Melissa berdenyut sakit. Melissa mengutuk Xinlaire di dalam hatinya karena tidak melepaskan Raylene yang sudah hancur berkeping-keping.Xinlaire sudah menggunakan Raylene untuk membalas dendam, pria itu seharusnya sedikit menunjukan belas kasihannya.Melissa mentertawakan dirinya sendiri, pria
Hari pernikahan Xinlaire dan Charlotte tiba, para tetua adat yang akan memimpin ritual pernikahan telah mengambil tempat mereka.Xinlaire dan Charlotte kini berdiri berdampingan. Keduanya terlihat begitu serasi. Yang satu tampan dan gagah, sementara yang lainnya indah dan menawan.Xinlaire mengenakan pakaian hitam dengan ornamen emas seperti biasanya, pria itu tidak menyukai pakaian dengan warna lain sehingga di hari pernikahannya pun dia masih mengenakan warna hitam yang identik dengan berkabung.Charlotte tampak menawan dalam balutan gaun pernikahan yang indah. Wajah wanita itu berseri-seri, hari ini dia benar-benar menjadi pusat perhatian.Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Kehadiran Raylene di sana segera mencuri perhatian semua orang termasuk Xinlaire.Raylene mengenakan gaun berwarna emas yang elegan dan mewah. Hari ini adalah hari bahagia suaminya, dia harus menunjukan penampilan terbaiknya. Ia tahu bahwa orang-orang di aula pernikahan hanya akan mentertawakannya dengan keh