Gabby mengempaskan tubuhnya ke kasur lalu membenamkan wajah di atas bantal sambil menggeram kesal. “Arghh! Aku kenapa, sih?”Dia sendiri bahkan tak mengerti kenapa harus merasa kesal saat melihat Raizel berciuman dengan Lascrea. Apa mungkin karena Gabby merasa dipermainkan? Pasalnya hanya kepada Raizel saja dia berani menyerahkan kesuciannya. Sementara Raizel bisa dengan mudahnya melakukan apa pun dengan wanita lain.“Dasar Cowok Brengsek!”Gabby jadi teringat ucapan mantan Raizel saat ditemui di restauran. Pikirnya, Apa memang Raizel sesering itu mempermainkan wanita? Namun kenapa harus Gabby yang jadi korban selanjutnya? Wanita itu sangat jauh dari kesan seksi. Hanya seorang gadis sederhana yang memiliki paras manis dan lugu. Berbeda dengan Lascrea ataupun mantan-mantan Raizel.“Kalau tau bakal begini, harusnya aku nggak sebodoh itu nyerahin semuanya.”Gabby mengacak-acak rambutnya sendiri, merasa sedikit frustrasi. Sementara Raizel tersipu saat memasuki kamar yang tadi pagi sempat
Raizel memanggil Gabby ke ruangan kerjanya dengan alasan ingin dibuatkan kopi seperti biasa. Sebenarnya itu hanya akal-akalan Raizel saja agar bertemu dengan Gabby dan memastikan perasaannya sekali lagi.Gabby yang masih menyimpan kesal kepada Raizel terpaksa harus membuatkan kopi dengan malas-malasan. Saat dia meraih wadah gula untuk menaburkannya ke kopi hitam Raizel, tiba-tiba tangannya menyentuh wadah garam sehingga Gabby memiliki ide gila untuk menukar rasa manisnya dengan sejumput garam.“Urusan dia marah mah belakangan. Yang penting kerjain aja dulu!” gumamnya, menyeringai sambil menabur garam lebih banyak lagi.Setelah kopi sudah siap disajikan, Gabby pun bergegas ke ruang kerja Raizel dengan membawa nampan. Sementara Raizel rupanya sudah menanti kehadiran Gabby sejak tadi. Dia bahkan membawa cermin kecil ke mejanya dan berkali-kali menatap wajah tampannya di cermin. Memasang berbagai macam ekspresi seraya menyapa bayangannya sendiri di cermin, seperti tengah latihan percakap
Sudah tiga hari lamanya Gabby bersikap ketus terhadap Raizel. Tiap kali pria itu bertegur sapa atau memerintahkan sesuatu, pasti tak pernah Gabby kerjakan dengan sungguh-sungguh. Tentu saja hal tersebut membuat Raizel sangat geram. Apalagi respons Gabby terhadapnya sangat berbeda dari sebelumnya. Biasanya, gadis itu selalu membantah jika disalahkan dan mengucap seribu alasan untuk membela diri. Namun, sekarang sudah tidak lagi. Tiap Gabby disalahkan, dia selalu pasrah dan membawa-bawa nama Lascrea.Pagi itu Raizel bangun terlalu siang dan merasakan dahaga yang membuat tenggorokannya seperti tercekat. Dia meregangkan otot-ototnya sambil menguap. Kemudian menoleh ke atas nakas untuk mengambil segelas air putih yang selalu tersedia seperti biasa.Tangan kekar Raizel terulur sembarang. Kepalanya tak menoleh sedikit pun dan kedua mata yang menatap lurus ke depan itu masih terlihat sayu. Telapak tangan yang sudah menyentuh permukaan nakas melambai-lambai karena tak dapat meraih benda yang d
Gabby mengerutkan keningnya. Ucapan Raizel masih sulit dicerna oleh akal sehatnya, karena bertentangan dengan realita yang dia lihat. Pada akhirnya, Gabby juga keceplosan dan menyangkut-pautkan semua ini dengan Lascrea.“Kalau kamu nggak permainkan aku, kamu nggak akan mungkin ciuman sama Lascrea, Bos!”Kedua mata Raizel membulat secara otomatis bersamaan mulutnya yang terbuka lebar.Bagaimana mungkin Gabby bisa berbicara dengan lugas mengenai kejadian itu? Raizel mengingat-ingat apakah dia pernah bercerita kepada Gabby? Seingatnya tidak. Jika gadis itu bisa tiba-tiba tahu, berarti ada satu kemungkinan yang terpikirkan oleh Raizel.“Ja-jadi kamu ngintip?” tanya Raizel sedikit memekik. Sepertinya dia cukup syok.Namun, Gabby tak kalah syok dan balik memekik untuk menyanggahnya. “Ih, bukan ngintip! Tapi nggak sengaja lihat!” Rasa kesal dan malu kini melebur jadi satu.Rizel menghela napas panjang sambil mengusap kasar wajahnya. Kepalanya menggeleng, tak habis pikir dengan Gabby. Sampai
‘Apa aku nggak salah denger? Barusan dia bilang apa?’Gabby membuka matanya lebih lebar. Dia tertegun mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari mulut Raizel. Berkali-kali dia menelan ludah karena merasa tenggorokannya mendadak tercekat hingga tak bisa mengeluarkan kata-kata.“Sebenernya aku males jelasin tentang Lascrea karena itu nggak penting banget. Tapi ngeliat kamu jadi berubah gini gara-gara dia kayaknya aku harus ngomong kalau apa yang kamu lihat waktu itu nggak sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya.”Setelah bungkam beberapa lama, akhirnya kamu membuka mulut untuk merespons ucapan Raizel.“Nggak sesuai gimana? Orang jelas-jelas aku lihat kalian ciuman.”“Dia yang cium aku paksa, Gabby. Bukan ciuman! Emang kamu nggak lihat aku langsung dorong dan bentak dia?”Gabby terdiam. Dia memang tak melihat kejadian setelah itu karena langsung bergegas lari ke kamar akibat cemburu. Gadis itu hanya menggeleng pelan dengan mulut yang sudah mengkerucut.“Tuh, kan. Makannya biasain l
Raizel membelalakkan matanya tatkala bibir mereka bersentuhan. Ini kali kedua dia mendapat ciuman secara tiba-tiba setelah kejadian di kamar Lascrea. Bedanya, ciuman kali ini membuat perasaan Raizel melayang tinggi. Rasanya ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan dalam perut hingga dadanya. Dia tak ingin mendorong Gabby seperti yang dilakukannya kemarin terhadap Lascrea. Yang ada Raizel malah menyambutnya dengan mengangkup wajah Gabby dengan kedua tangan. Entah apa yang merasuki pikiran Gabby, dia pun menarik handuk Raizel hingga pria itu terlihat polos. Tak ada lagi yang menutup bagian dari tubuhnya. Raizel tersenyum puas melihat gadis yang semula polos kini terlihat sangat agresif. Pria itu tak ingin kalah dari Gabby. Bisa tercoreng harga dirinya jika dia tak bersikap lebih dominan dalam permainan yang menyenangkan ini. Sepasang tangan kekar Raizel meraih bongkahan yang ada di belakang tubuh Gabby lalu mengangkatnya untuk menggendongnya hingga kedua kaki Gabby melingkar di pinggan
Gabby tersipu malu di dalam kamarnya taatkala mengingat kejadian hari ini. Berkali-kali dia membenamkan wajah di bantalnya seraya histeris sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Dia belum pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Saat di sekolah dia terlalu sibuk belajar karena ingin masuk perguruan tinggi, sehingga tak ada waktu untuk mengurus masalah percintaan. Sayangnya, setelah menerima beasiswa di perguruan tinggi, Gabby harus putus kuliah karena harus bekerja untuk membantu melunasi hutang kedua orang tuanya. Pasalnya, Laura dan Riko tak hanya berhutang kepada Raizel saja. Ada beberapa situs pinjaman online ilegal yang pernah dipakai juga oleh mereka. Gabby bermonolog sendiri dalam kamar. Membayangkan wajah tampan Raizel yang terus menghantuinya. “Berarti apa yang dibilang mantannya kemarin nggak bener!” Tatapan Gabby menerawang, memandang langit-langit. “Eh, bisa aja bener, sih. Tapi, dianya aja yang nggak spesial,” ralat Gabby, merasa bangga dengan dirinya sendiri. “
Gabby tampak berbeda dengan potongan rambut pixie berwarna ash gray dan kacamata model frame cat eye. Richardo mempersiapkan identitas palsu yang dapat digunakan Gabby untuk menjerat George. Mereka berencana untuk menjadikan Gabby sebagai umpan agar George jatuh cinta kepadanya. Meskipun sebenarnya Raizel sedikit tak rela, tapi dia percaya kepada Gabby bahwa gadis itu akan bekerja sesuai rules dan tidak melewati batas.“Apakah dia tak akan mengenaliku?” tanya Gabby, melihat pantulan bayangannya sendiri di cermin.Richardo dan Raizel bertepuk tangan, merasa takjub dengan perubahan Gabby yang sangat signifikan. Bagaimana mereka tak merasa takjub jika gadis yang semula tampak lugu kini terlihat seksi dan badass.“Kalau kamu masih meragukan penampilanmu, akan kupanggilkan Lascrea dan mengetesnya, apakah dia mengenalimu apa tidak.Lascrea yang tengah sibuk memberikan brieffing kepada para staff seketika menghentikan aktivitas, saat Handy Talky miliknya berbunyi dan terdengar suara Raizel y
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Saat Gabby dan George mencari cara untuk mengawasi gerak-gerik Raizel secara intens, tiba-tiba saja Gabby mendapatkan tawaran sebagai asisten pribadinya dengan menggantikan sosok Lascrea. Bagaimana mungkin Gabby menolak jika hal tersebut dapat menguntungkannya? Dia akan jadi lebih mudah mengumpulkan bukti tentang bisnis kotor Raizel secara spesifik. Dengan menjadi asisten pribadinya, Gabby dapat mengikuti Raizel dengan mudah, kapan pun dan di mana pun. Di tengah lamunan yang diiringi perasaan antusias, tiba-tiba Gabby dikejutkan oleh pertanyaan Raizel yang tengah menanti jawabannya. "Jadi gmana, Gabby? Apa kamu mau jadi asisten pribadiku?"Sontak Gabby terperangah dan mengenyahkan lamunannya. Dia pun mengerjapkan mata seraya bertanya dengan raut kikuk. "Eh? Emang Lascrea ke mana?"Raizel menghela napas gusar. Sejujurnya dia enggan membahas wanita itu serta masalah yang tengah mereka alami. "Emm, Paniang ceritanya. Intinya Lascrea udah nggak tinggal di
Sepulangnya dari taman, Raizel menemukan sepucuk surat yang tergeletak di atas kasur. Dia menautkan kedua alisnya saat meraih selembar kertas itu, lalu terduduk di tepi kasur untuk membacanya dengan hikmat. Dear, Raizel Eleizer. Terima kasih sudah memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga selama sepuluh tahun ini. Aku sangat bahagia pernah menemanimu walau hanya sebatas asisten. Tapi sekarang aku mau minta maaf kalau aku nggak bisa lanjut kerja dan tinggal sama kamu lagi. Jaga diri baik-baik, Rai. Aku akan berusaha buang perasaan terlarang ini buat kamu. Semoga kita bisa dipertemukan kembali sebagai partner yang lebih baik. Thanks, Lascrea Raizel meremas surat itu usai membacanya, lalu melempar kertas yang sudah berubah menjadi gumpalan ke sembarang arah. "Argh!" Pemuda itu mengerang dalam kamarnya seraya mengacak rambut sendiri. Dia tak pernah berekspektasi bahwa keadaannya akan brakhir seperti ini. "Kalau udah kayak gini, siapa yang akan hanndle pekerjaanku ke depann
Raizel termenung di sebuah taman sambil membenamkan wajah di kedua telapak tangan. Kali ini ada yang berbeda darinya. Pria itu benar-benar sendiri tanpa ditemani ajudan maupun Lascrea. Dia cukup syok setelah mendengar kenyataan bahwa asisten sekaligus orang terdekatnya, ternyata memendam rasa. Terlebih lagi, pagi itu mereka terbangun tanpa busana setelah Raizel mabuk parah sebelumnya. "Aish! Apa yang udah gue lakuin malam itu? Kenapa gue nggak inget sedikit pun?" Raizel tampak frustrasi hingga mengacak-ngacak rambutnya sendiri. "Gue nggak mungkin segampang itu tidur sama dia kalau nggak ada sesuatu yang aneh." Raizel terus bermonolog hingga akhirnya raut yang tampak gusar itu seketika berubah setelah melihat kehadiran seseorang yang membuatnya terperangah. "Ga-Gaby?" Raizel tak berkedip sedetik pun. Bahkan kedua matanya terbelalak, disertai mulut yang terbuka lebar. "Ka-kamu Gabby, 'kan?" Raizel berdiri lalu mengucek matanya, seolah-olah tak percaya dengan apa yang dia lihat. Se
Setelah memarkirkan mobilnya di halaman depan, George turun dengan menenteng beberapa kantung belanjaan dan memasuki villa yang kini ditempati oleh Gabby. Sorot matanya tampak berbinar disertai senyum merekah yang menghias wajah tampannya. Pria itu berlari kecil, memasuki villa sambil berseru, "Gabby ...!" Sementara sosok yang dipanggil tengah bersantai di depan televisi seraya memakan sepotong kue. Wanita itu menoleh ke arah seruan yang terdengar dari arah belakangnya. Sampai akhirnya dia melihat sosok George yang menenteng beberapa kantung belanjaan. "George?" lirih Gabby, tak kalah semringah. "Lihat, aku bawa apa!" George menaik-turunkan kedua alisnya sambil menunjukkan apa yang ada di tangannya. Sementara Gabby terlihat bingung hingga kedua alisnya bertaut. "Apa?" tanya Gabby. George pun terkekeh lalu melangkah, mendekati Gabby. "Aku beliin beberapa baju buat kamu. Nggak mungkin kan, kamu tiap hari pake baju papaku," jawab George seraya meletakkan kantung belanjaannya
Raizel terbangun di kasurnya dengan tubuh polos yang sudah terbalut oleh selimut. Awalnya dia belum tersadar dan hanya bisa menguap seraya meregangkan otot-ototnya yang terasa sedikit pegal. Sampai akhirnya dia menoleh ke arah samping dengan mata terpicing. Samar-samar, terlihat sosok wanita yang tengah terlelap di sebelahnya. Raizel pun terpaku selama beberapa detik hingga akhirnya terperangah dengan apa yang dia lihat. "Lascrea?" pekik Raizel seraya terbelalak. Kenyataan yang begitu menghantam benaknya adalah saat menyadari bahwa Lascrea dan dirinya sama-sama tak berpakaian dan hanya dibalut oleh selimut. "Apa yang terjadi?" Berbagai macam pertanyaan terus bergelayut dalam benak. Raizel benar-benar tak ingat dengan apa yang sudah terjadi tadi malam. Pengaruh alkohol yang kuat telah membuatnya lupa diri bahkan menguasai alam bawah sadarnya. Raizel pun mendengus kasar seraya menjambak rambutnya sendiri. Pria itu khawatir jika dia benar-benar melalukan hal yang sama sekali tak d
Lascrea berhasil melumat bibir Raizel hingga pria itu mengerutkan keningnya di tengah rasa pengar. Aroma alkohol yang menguar dari mulutnya tak menghentikan Lascrea untuk terus menjelajahi mulut pria itu, bahkan kini tangannya mulai beraksi untuk menanggalkan kemeja Raizel. Raizel yang mengira bahwa gadis di pangkuannya adalah Gabby pun hanya bisa pasrah dan membalas lumatan pada bibirnya. Kedua tangannya melingkar di pinggang Lascrea, sesekali mengelus punggung wanita itu yang masih dibalut oleh blazer hitam andalannya. Sementara Lascrea semakin gencar dengan aksinya. Ciuman yang semula intens di sekitar bibir, kini pindah ke leher jenjang Raizel. Sontak pria itu mulai melenguh indah, merasakan sensasi yang luar biasa di tengah rasa pengar. Jemari indah Lascrea kini melepas ikat pinggang Raizel dan berusaha untuk menanggalkan celananya. Dia tak ingin melewatkan kesempatan indah yang mungkin tak akan datang dua kali dalam hidupnya. Entah apa jadinya jika Raizel tahu bahwa wanita y
Raizel hampir putus asa karena Gabby tak kunjung ditemukan. kehampaan bergelung dengan perasaan gundah karena tak ada lagi senyuman manis yang selalu menyejukkan hati. Hari-harinya menjadi berantakan karena fokusnya menjadi terpecah-belah. 'Sebenarnya pergi ke mana dia?'Raizel meneguk sebotol wine sambil terduduk di bangku kerjanya. Tersirat sebuah sesal karena sempat mengizinkan Gabby turut serta dalam menjalankan misi.'Andai dia nggak baper sama George, mungkin semuanya nggak akan kayak gini.' Tiba-tiba Raizel menggeleng kuat, menepis lamunannya. 'Nggak! Andai sejak awal aku nggak izinin dia buat jadi umpan, mungkin mereka nggak akan berhubungan sejauh itu." Raizel menggeram sambil meletakkan gelas wine dengan kasar hingga dia tak sadar akan kehadiran Lascrea yang tiba-tiba masuk ke ruangannya. "Boss?"tanya Lascrea pelan. Raut wajahnya terlihat meringis saat memperhatikan kondisi bosnya saat ini. Sementara Raizel melirik ke arah Lascrea dengan mata terpicing. Mungkin pengaruh
Gabby menceritakan kronologis saat mengenal Raizel tanpa ada yang terlewat sedikit pun. Dia bahkan bercerita tentang pertemuannya dengan Elven hingga menemukan villa ini untuk bersembunyi. George menyimak seraya terduduk di sebelah Gabby. Dia mulai memahami situasi yang dialami oleh gadis itu. "Kalau begitu, kau bisa bersembunyi di sini untuk sementara waktu, Angella!" Ucapan George membuat kedua alis Gabby terangkat. Pria itu lupa kalau nama Gabby bukanlah Angella. Atau mungkin jauh di dalam lubuk hati George, dia masih menganggap sosok Gabby adalah Angella yang pernah dia cintai. Melihat raut wajah Gabby, seketika George tersadar bahwa dia salah ucap. "Ah, maaf! Maksudku.... " Perkataan George terhenti karena dia lupa siapa nama asli Angella."Gabby! Panggil saja aku Gabby!" Untung saja Gabby langsung memotong ucapan George dan memperkenalkan diri sehingga kecanggungan yang tercipta segera terempas. "Maaf, aku belum terbiasa memanggilmu dengan nama lain," ucap George seraya
George memasuki pekarangan villa dengan mengendarai mobil SUV hitam miliknya. Setelah turun dari mobil, George melangkah menuju pot tempat dia biasa menyembunyikan kunci. Namun, baru saja pria itu menghentikan langkah, alangkah terkejutnya dia saat mendapati potnya jatuh dan terpecah belah. George bahkan tak dapat menemukan kunci villanya di sana. "Sial! Siapa yang udah ke sini?" George segera menghambur ke dalam untuk memastikan bahwa ada seseorang yang telah menerobos masuk ke villanya. Pemuda itu mengedarkan pandang ke seluruh ruangan hingga terdistraksi oleh suara televisi di ruang tengah. Dia bahkan melihat pantulan cahaya yang terpancar dari televisi. George melangkah secara perlahan untuk mendekati sumber suara. Setelah dia menghentikan langkah, kedua matanya membulat secara otomatis. Ternyata benar dugaannya. Ada seseorang yang menyelinap masuk ke dalam villa. Seorang wanita yang tengah bersantai di depan televisi dengan secangkir teh hangat dan memakai handuk kimono milik