"Pa, aku tidak mau pa. papa tahu kan aku ini masih belum lulus kuliah? usia ku masih sangat muda untuk menikah. Aku tidak mau paa..." kata Marsha dengan nada memohon pada ayahnya.
"Papa tidak mau tahu, kau harus menikah dengan William. Anak sahabat papa itu bukan pria sembarangan Marsha, papa memberikan masa depan yang baik untuk mu!" seru Mario dengan nada penekanan dan tidak ingin di bantah.
"Ma, bantuin aku ma. Jangan diam saja ma, aku tidak mau menikah muda mah," bujuk Marsha dengan penuh permohonan pada Clara.
"Sayang, apa yang di katakan papa itu benar. Kau pasti akan bahagia dengan William. Dia anak dari Paman Lukas. kau tahu kan Paman Lukas pemilik Geovan Group? masa depan mu akan sangat baik jika kau menikah dengan William sayang," ujar Clara dengan suara lembut.
"Kenapa mama sama saja dengan papa!" ucap Marsha ketus.
"Marsha, meskipun nanti kamu menikah dengan William. Kau akan tetap bisa melanjutkan kuliah mu, jadi papa tidak ingin mendengar alasan apapun dari mu. Kau akan tetap menikah dengan William!" kata Mario tegas. Kemudian dia langsung meninggalkan putrinya itu.
Marsha menghela napas dalam, percuma saja membantah ayahnya. Itu tidak akan pernah berhasil untuknya.
Marsha Nicholas seorang gadis yang sangat cantik dan periang. Marsha adalah mahasiswi jurusan bisnis di salah satu universitas ternama di Toronto, Kanada. Di kampus Marsha sangat terkenal, bahkan banyak pria yang menganggumi Marsha. Marsha memiliki tubuh yang sangat ideal, tubuhnya ramping dan kulitnya putih.
Ayah Marsha berasal dari Kanada sedangkan ibunya asli orang indonesia. Marsha sudah tiga tahun tinggal di Kanada, sebelumnya Marsha bersekolah di Indonesia.
Marsha terpaksa meninggalkan Indonesia karena keinginan Mario membuka perusahaan di Kanada. Mario adalah pengusaha property yang cukup sukses. Sedangkan Clara sang ibu sering membantu perusahaan Mario.
Jika boleh memilih, Marsha lebih suka tinggal di Indonesia dari pada di Kanada. Masakan Indonesia adalah makanan kesukaan Marsha. Tapi Mario dan Clara melarang Marsha tinggal sendiri di Indonesia. Mungkin karena Marsha adalah anak tunggal jadi kedua orang tuanya banyak sekali melarang Marsha.
Tahun ini usia Marsha baru saja menginjak usia ke 20 tahun, Saat ini Marsha masih baru semester lima. Tapi ayahnya sudah berniat menjodohkannya dengan anak sahabatnya. Marsha memang mengenal sahabat dari ayahnya. Siapa yang tidak mengenal pemilik Geovan Group, perusahaan terbesar yang memiliki banyak anak perusahaan yang tersebar di berbagai negara.
Marsha memang tidak pernah mengenal sosok William putra dari sahabat ayahnya. Karena memang ayahnya mengatakan jika William baru saja pindah dari Italia ke Kanada. Entah harus di katakan beruntung atau sial karena memang Marsha tidak perduli dengan kekayaan seorang William Geovan.
Marsha ingin sekali menolak, tapi dia tidak bisa melakukan apa pun. Alasan Marsha ingin menolak adalah karena sudah ada pria yang telah berada dihatinya. Pria bernama Raymond Jefferson yang sudah sejak dulu selalu ada di hari Marsha. Pria yang selalu Marsha tunggu. Pria itu juga yang Marsha inginkan menjadi suaminya. Namun kini, Marsha tidak tahu apa dia mampu melewati ini semua.
***
Marsha duduk di sebuah kafe dekat dengan kampusnya. Pagi ini Marsha datang lebih awal dari sebelumnya. Pikirannya terus memikirkan banyak hal tentu tentang perjodohan yang dia sediri tidak pernah menginginkan itu.
"Marsha," Suara seorang perempuan memanggil nama Marsha dengan cukup keras. Hingga membuat Marsha yang terngah duduk, menoleh ke sumber suara itu. Marsha tersenyum tipis saat melihat sosok perempuan berjalan menghampirinya, "Karin?" sapa Marsha.
"Marsha kenapa kau disini? kenapa tidak masuk kelas?" tanya Karin, lalu dia duduk di hadapan Marsha.
"Tidak rin. nanti saja," jawab Marsha singkat.
Karin mengerutkan dahinya, lalu dia menatap lekat Marsha. "Kau kenapa? Kau ada masalah?"
Marsha menghela nafas dalam. "Apa kau tahu ayah ku akan menjodohkan ku dengan anak dari sahabatnya."
"Apa? Dijodohkan? Kau serius?" tanya Karin kembali yang terkejut mendengar Marsha akan dijodohkan.
Marsha mengangguk singkat. "Ya, dan itu terlihat sangat bodoh bukan? Diusiaku yang masih 20 tahun aku harus menikah. That is crazy!"
"Lalu bagaimana dengan kuliah mu?" tanya Karin pelan. Dia melihat dengan jelas wajah Marsha yang terlihat begitu muram.
"Ayahku mengatakan, aku akan tetap berkuliah meski aku sudah menikah nanti," balas Marsha.
Karin menganggukan kepalanya. "Apa kau sudah mengenal siapa yang akan menjadi suami mu?"
"Anak dari pemilik Geovan Group," jawab Marsha dengan helaan napas berat.
"Geovan Group? Kau sedang tidak bercanda kan Marsha?" Kali ini Karin benar-benar terkejut mendengar ucapan Marsha.
Marsha berdecak kesal. "Untuk apa aku bercanda Karin! Kau yang benar saja!"
"Apa kau tahu itu adalah perusahaan besar. Artinya kau tidak perlu lagi itu menghemat uang jajan dari orang tua mu. Sudah pasti suami mu akan memberikan uang bulanan yang besar pada mu," kata Karin dengan antusias saat mendengar sahabatnya itu akan menikah dengan anak pemilik dari Geovan Goup.
"Kau ini sama saja dengan orang tua ku!" seru Marsha kesal. "Aku tidak perduli dengan Geovan Group. Meskipun itu adalah perusahaan besar tapi aku tetap tidak mau dijodohkan!" lanjutnya dengan tegas.
Karin mengela napas berat. "Tapi kau tahu bukan ayah mu itu sama kerasnya dengan mu, percuma saja kau menolak aku yakin ayah mu sudah pasti akan memaksa mu untuk menikah."
"Kau benar Karin, tapi bagaimana kau tahu aku hanya mencintai Raymond," kata Marsha dengan wajah yang muram. Dia langsung meletakan kepalanya di atas meja.
Karin terdiam, lalu dia menyentuh punggung tangan sahabatnya itu. "Marsha, menurut ku perasaanmu dengan Raymond hanya perasaan yang tidak serius. Lagi pula dulu Raymond pernah menyatakan perasaannya tapi kau tolak Jadi lupakanlah Raymond dan mulailah kehidupanmu dengan pria lain."
Marsha mendengus kesal. "Ini semua karena ayahku yang melarangku memiliki kekasih! jika tidak sudah sejak dulu Raymond menjadi kekasihku."
Karin menggeleng pelan, lalu menarik napas dalam dan menghembuskan perlahan. "Marsha, dengarkan aku. Menurutku tidak ada salahnya kau menemui anak dari pemiliki Geovan Group, siapa tahu anak dari Geovan Group itu pria yang tampan. Atau mungkin bisa jadi dia lebih tampan dari Raymond."
"Aku tidak perduli Karin! intinya aku tidak mau menikah di usia muda. Bagaimana kalau orang mengira aku hamil di luar nikah?" dengus Marsha kesal.
Karin berdecak pelan. "Kau ini bodoh atau apa Marsha! we are living in Kanada not Indonesia anymore!" tukas Karin menekankan. "Di Kanada orang tidak perduli kau hamil di luar nikah atau tidak."
"Tapi tetap saja, kau tahu teman-teman kita banyak yang di Indonesia. Aku tidak ingin mereka berpikir tidak-tidak tentangku!" balas Marsha yang begitu frustasi. Dia langsung mengacak-ngacak rambut panjangnya.
"Sudahlah Marsha, teman-teman kita pasti tahu bagaimana sifatmu. Kau bukan gadis seperti itu," kata Karin yang berusaha menenangkan Marsha. "Menurutku, lebih baik kau jalanin saja dulu, bahkan kau belum bertemu dengan pria itu bukan?"
"Ah, aku tidak tahu lagi..." Marsha kembali membenturkan kepalanya di atas meja.
***
Hi, ini kisah awal orang tua Sean, Miracle, Selena, dan Dominic. (Yang baru tayang Sean dan Miracle, Selenam dan Dominic soon yaa)
Follow I*: abigail_kusuma95 (Boleh DM aku misalkan bingung.)
Selamat membaca :)
Marsha yang baru saja kembali dari kampus. Dia memutuskan mendengarkan saran dari Karin. Paling tidak Marsha bertemu dahulu dengan anak dari Geovan Group. Akhirnya Marsha mengatakan pada kedua orang tuanya jika ia mau untuk di pertemukan terlebih dahulu dengan sosok William Geovan.Kedua orang tuanya pun sangat bahagia dengan keputusan Marsha ini. Tapi Marsha sudah mengatakan pada orang tuanya, jika dia hanya ingin bertemu terlebih dahulu. Marsha ingin tahu apakah pria yang di jodohkan padanya menyukai perjodohan ini. Marsha sangat berharap pria itu tidak menyukai perjodohan ini.Entah harus bicara apa dengan Raymond. Karena Raymond sebenarnya tahu jika Marsha menyukai Raymond. Hanya saja Marsha menolak Raymond karena larangan dari orang tuanya, yang tidak memperbolehkan dirinya memiliki seorang kekasih.Raymond pernah mengatakan pada Marsha, jika dia akan menunggu Marsha hingga Marsha siap untuk menerima dirinya. Dan Marsha sudah berencana menerima Raymond saat dirinya lulus kuliah n
Siang itu William baru saja kembali dari Italia. William memegang perusahaan keluarganya yang berada di Italia. Karena keinginan ayahnya untuk ia pindah ke Kanada tahun ini. Dengan terpaksa William pun akhirnya kembali ke Kanada."William," panggil Lukas saat melihat William baru saja tiba di rumah.William langsung menoleh dan menatap Lukas "Ya, ada apa?""Kemarilah, ada hal penting yang harus papa bicarakan dengan mu," ujar Lukas dan William langsung berjalan mendekat ke arah orang tuanya."William, apa kau masih ingat dengan sahabat lama papa yang bernama Mario Nicholas?" tanya Lukas menatap lekat William."Ya, aku mengingatnya. Paman Mario yang istrinya adalah orang Indonesia itu?" tanya William. Lukas mengangguk."Papa sudah memutuskan akan menjodohkanmu dengan anak dari sahabat papa itu, namanya Marsha. Papa yakin kau pasti akan menyukai gadis itu." Lukas berkata dengan yakin."Tunggu, maksud papa jadi papa memintaku kembali ke Kanada hanya karena papa ingin menjodohkanku dengan
Marsha mematut cermin, kini dirinya tengah di rias oleh make up artist yang telah di sewa oleh ibunya. Setelah selesai di make up, Marsha langsung memakai strap dress yang telah di siapkan oleh ibunya.Saat Marsha sudah mengganti pakainnya dengan gaun berwarna navy yang sangat kontras di kulit putih miliknya, Clara dan Rossa penata riasnya sangat terkejut saat melihat Marsha yang saat ini jauh lebih dewasa. Marsha terlihat sangatlah cantik dan anggun."Nona Marsha, anda sangat cantik," puji Rossa."Sayang, mama tidak menyangka putri mama sangatlah cantik," kata Clara, dia tidak berhenti menatap putrinya yang terlihat sangat cantik hari ini.Marsha hanya memutar bola matanya malas. Sangat menyebalkan hanya bertemu dengan pria yang di jodohkan, dia harus di rias seperti ini."Rossa, bisa tinggalkan aku sebentar dengan putri ku?" pinta Clara."Baik nyonya," Rossa langsung berjalan meninggalkan Clara dan Marsha.Clara melangkah mendekat ke arah Marsha, lalu dia mengelus dengan lembut pipi
William kembali menatap Marsha yang tengah mengalihkan pandangannya, jika di lihat-lihat memang Marsha adalah gadis yang sangat cantik. Itulah yang di pikir oleh William, Tapi tetap saja, William tidak pernah memiliki pasangan seorang gadis kecil seperti Marsha."Jadi kau ini tidak suka dengan perjodohan ini?" tanya William kembali."Tentu, jika aku bisa melarikan diri dan menghindar dari perjodohan ini. Percaya lah aku akan melakukannya," jawab Marsha.William menyeringai. "Good, kalau begitu kita buat kesepakatan.""Kesepakatan?" Marsha mengerutkan dahinya. Dia sedikit bingung dengan ucapan William."Ya, kesepakatan. Kita akan tetap menikah. Dan berpura-pura kita menerima perjodohan ini, aku akan membuat perjanjian besok untuk kita. Besok pagi kau ke kantor ku. Aku akan memberikan surat perjanjian itu pada mu," jelas William.Mendengar ucapan William membuat Marsha tersenyum. "Setuju! tentu aku menyetujuinya!""Allright, sekarang berikan nomor ponsel mu." William menyerakan ponsel m
Marsha mendengus tak suka. "Aku tidak perduli dengan mu yang tidak tertarik. Tapi usia ku sudah 20 tahun. Bukan gadis kecil lagi!" "Terserah, lebih baik kau tanda tangan." William menyerahkam pena pada Marsha."Ya," Marsha mengambil pena yang ada di atas meja dan langsung menandatangani surat perjanjian itu. "Sudah. " Marsha memberikan surat perjanjian pada William."William, aku ingin bertanya sesuatu pada mu," ucap Marsha setelah menyerahkan surat perjanjian itu. William menatap lekat Marsha. "Apa yang ingin kau katakan?" "Hem.. begini apa aku boleh memiliki kekasih?" tanya Marsha hati-hati."Tidak," jawab William dingin.Marsha mendelik, dia menatap tajam William. "Kenapa aku tidak boleh memiliki kekasih?" "Aku tahu kau ini belum pernah memiliki kekasih bukan? Jika sampai orang tuamu tahu kau memiliki kekasih. Lalu kau kenapa-kenapa mereka akan menyalahkanku. Aku tidak mau di salahkan atas perbuatan bodohmu!" tukas William dingin."CK! aku ini bukan anak kecil lagi. Aku bisa m
William menyandarkan punggungnya di kursi. Memejamkan mata lelah. Pikirannya kini tidak bisa berpikir jernih. Tujuannya kembali ke Kanada, hanya untuk memimpin perusahaan tapi dia harus di hadapkan dengan kenyataan harus menikahi wanita yang bahkan dia tidak mengenal wanita itu. Hingga detik ini, William masih terus memikirkan cara bagaimana dirinya harus menjelaskan pada Alice. Tidak mungkin William membiarkan kekasihnya harus terluka karena ini. Terdengar suara dering ponsel membuat William menghentikan lamunannya. William membuka matanya, dia mengambil ponselnya yang berada di atas meja. William membuang napas kasar, ketika menatap ke layar tertera ibunya menghubungi dirinya. Tidak ada pilihan lain, tidak mungkin William tidak menjawab panggilan itu. William menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan, sebelum kemudian meletakan ke telinganya. "Ya?" jawab William saat panggilannya sudah tersambung. "William, apa kau sibuk?" tanya Veronica dari seberang line. "Tidak, ada apa
Marsha mematut cermin, kini tubuhnya sudah terbalut dengan gaun berwarna merah lengan panjang. Gaun ini sungguh indah dan berkelas. Tubuh Marsha terlihat sempurna saat memakai gaun ini. Gaun lengan panjang yang memperlihatkan punggung mulus milik Marsha ini memang sangat menawan.Gaun pemberian Clara sang ibu, harus Marsha akui ibunya memiliki selera yang sangat berkelas dalam fashion. Setiap gaun yang dipilihakan oleh Clara, membuat Marsha terlihat dewasa dan sangat cantik.Marsha mengambil clutch di atas meja rias, dia kembali menatap cermin memastikan tidak ada yang kurang dari dirinya. Meski hanya bertemu dengan William, tapi Marsha selalu ingin tampil sempurna di mana pun dia berada. "Oh sweetheart, you're looking wonderfull," seru Clara dengan tatapan kagum ketika melihat Marsha menghampirinya. "Marsha, kau tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik," Mario mengusap rambut putrinya itu. 'Sayangnya aku sudah berdandan cantik hanya pergi dengan William. Harusnya jika sudah berdan
Sinar matahari pagi bersinar begitu cerah. Kini Marsha sudah berada di kampus, dia lebih menyukai datang ke kampus lebih awal. Sejak dirinya akan dijodohkan dengan William, membuat dirinya selalu ingin datang ke kampus lebih awal. Marsha duduk di taman sembari menikmati cuaca pagi yang begitu menyejukan. Musim semi adalah musim terbaik bagi Marsha. Hembusan angin begitu menenangkan. Marsha memejamkan mata sebentar, menikmati cuaca yang begitu indah. "Marsha?" panggil Karin, saat dia melangkah menuju taman dan mendapati sahabatnya tengah berada di taman.Marsha membuka matanya, dia mengalihkan pandanganya. Lalu menatap Karin yang duduk di sampingnya."Kau tidak masuk kelas?" tanya Marsha. "Tidak, nanti saja," jawab Karin. "Kau kenapa datang ke kampus Marsha? pernikahanmu sebentar lagi. Apa kau tidak melakukan persiapan?"Marsha mendesah pelan."Persiapan apa yang kau maksud? Semua telah diatur, aku tidak perlu melakukan persiapan." "Aku lupa kalau semua telah diatur," jawab Karin de