Share

BAB 7 - KENCAN I

William menyandarkan punggungnya di kursi. Memejamkan mata lelah. Pikirannya kini tidak bisa berpikir jernih. Tujuannya kembali ke Kanada, hanya untuk memimpin perusahaan tapi dia harus di hadapkan dengan kenyataan harus menikahi wanita yang bahkan dia tidak mengenal wanita itu. Hingga detik ini, William masih terus memikirkan cara bagaimana dirinya harus menjelaskan pada Alice. Tidak mungkin William membiarkan kekasihnya harus terluka karena ini. 

Terdengar suara dering ponsel membuat William menghentikan lamunannya. William membuka matanya, dia mengambil ponselnya yang berada di atas meja. William membuang napas kasar, ketika menatap ke layar tertera ibunya menghubungi dirinya. Tidak ada pilihan lain, tidak mungkin William tidak menjawab panggilan itu. William menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan, sebelum kemudian meletakan ke telinganya. 

"Ya?" jawab William saat panggilannya sudah tersambung. 

"William, apa kau sibuk?" tanya Veronica dari seberang line. 

"Tidak, ada apa?"

"Mama ingin besok, kau mengajak Marsha berkencan. Kalian kan akan menikah, mama ingin kalian mengenal lebih dekat satu sama lain."

"Tidak bisa, besok aku sibuk!" 

"William! Mama tidak mau tahu, kau harus mengajak Marsha berkencan. Kau ini jangan hanya memikirkan pekerjaanmu!" 

William mengumpat dalam hati. "Ya, nanti aku akan mengubungi Marsha."

"Good, mama senang mendengarnya. Kalau begitu mama matikan dulu. Ingat besok kau dan Marsha harus berkencan." 

Tanpa menjawab, William langsung memutuskan panggilan teleponnya. Tidak ada pilihan lain, jika William tidak menuruti keinginan ibunya itu sama saja dengan dirinya yang mencari masalah.

Padahal Marsha baru saja keluar dari kantornya, tapi kini dia harus menghubungi wanita itu. Dengan malas, William mencari kontak Marsha dan mulai menghubungi wanita itu. 

"Marsha," sapa Willam panggilannya terhubung. 

"Astaga paman, ada apa kau menghubungiku? Bukannya tadi aku sudah menandatangani surat perjanjian," seru Marsha dari seberang line.

"Berhenti memanggilku paman! Atau aku akan melemparmu!" desis William. 

"Ya yaa maaf, ada apa William?" tanya Marsha, sinis.

"Besok malam kita harus berkencan." tukas William yang sontak membuat Marsha terkejut. 

"Eh?" 

"Jangan terlalu percaya diri. Aku tidak tertarik dengan gadis kecil sepertimu. Ibuku yang memaksaku untuk berkencan denganmu besok malam!" seru William. 

"Kenapa kau tidak menolaknya?" 

"Kau jangan berisik! Kalau aku bisa menolaknya, aku pasti akan menolaknya!" 

"CK, baiklah. besok malam kau jemput aku di rumahku saja." 

"Besok, jam 7 malam aku akan menjemputmu. Kau sudah harus siap saat aku datang. Aku tidak suka menunggu!"

"Ya, tenang saja. Aku tidak akan terlambat." balas Marsha yang langsung mematikan teleponnya. 

"Sialan, gadis itu berani mematikan telepon dari ku." geram William saat Marsha dengan berani langsung mematikan teleponnya. 

***

Marsha meletakan ponselnya ke atas meja, dia mendengus kesal setelah mendapatkan telepon dari William. 

"Sha, siapa yang telepon?" tanya Karin sambil manatap Marsha.

"William," jawab Marsha dengan nada yang kesal.

"Ada apa William menghubungi mu, bukannya kalian tadi baru bertemu?" tanya Karin kembali. 

"Besok aku harus berkencan dengannya," balas Marsha.

"What? Kencan? Are you kidding me?" Karin benar-benar tidak percaya, Marsha akan berkencan dengan William. 

"CK! Jangan berpikir yang tidak-tidak. Kami berkencan karena keinginan ibunya!" seru Marsha kesal.

Karin mengangguk paham. "Baiklah, siapa tahu dengan berkencan kau akan semakin mengenal William. Dan bisa membuka hatimu untuk William."

"Jangan bicara yang tidak-tidak Karin!" Marsha mendengus tak suka. "Sudahlah, aku ingin pulang. Kepalaku pusing! Saat ini aku membutuhkan berendam."

Karin terkekeh. "Baiklah, selamat menikmati waktu bersantaimu." 

Marsha mengangguk singkat, dia beranjak dan langsung meninggalkan kafe. Sebelum meninggalkan kafe, Marsha sudah lebih dulu melunasi bill makanan yang dia pesan tadi.

***

Marsha melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Kini Mobil Marsha mulai memasuki halaman parkir mansionnya. Marsha turun dari mobil, dia melangkah masuk ke dalam rumah. Saat Marsha hendak masuk ke dalam kamar, langkah Marsha terhenti ketika melihat ibunya berada di hadapannya. 

"Marsha? Kau sudah pulang sayang?" Clara melangkah mendekat ke arah putrinya itu. 

"Ya ma," jawab Marsha.

"Sayang, mama dengar dari Bibi Veronica, kau dan William akan berkencan. Apa itu benar?" 

Marsha menghela napas kasar. "Benar."

Clara tersenyum. "Kalau begitu mama harus menyiapkan gaun untukmu. Mama ingin membuat William tidak henti menatap dirimu." 

"Ma, jangan berlebihan. Aku hanya jalan dengan William," balas Marsha malas. 

"Kau ini bagaimana, karena kau ingin berkencan dengan William. Itu yang harus membuatmu terlihat jauh lebih cantik. Mama ingin William menatap kagum dirimu," seru Clara antusias. 

Marsha memutar bola matanya malas. "Terserah mama kalau begitu aku mau masuk ke kamar dulu." Marsha langsung berjalan meninggalkan Clara, dia tidak perduli dengan apa yang direncanakan ibunya itu.

***

Marsha melangkah masuk ke dalam kamar, dia menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang. Dalam beberapa hari ini, pikirannya benar-benar sangat kacau. Hidupnya berubah saat orang tuanya menjodohkan dirinya dengan William, 

Seketika Marsha mengingat Raymond. Pria yang terus berada dihatinya. Pria yang berhasil membuatnya menunggu. Meski kini Marsha tidak tahu bagaimana menjalani semua ini. 

Marsha mengambil ponsel, dia mencari berita terbaru tentang Raymond diinternet. Senyum dibibir Marsha terukir, ketika melihat foto Raymond. Pria itu selalu terlihat tampan dengan senyuman ramah diwajah pria itu. 

Marsha membaca artikel Raymond yang telah berhasil memimpin perusahaan keluarganya. Sudah lima tahun Raymond memimpin perusahaan keluarganya di Jepang. Tahun ini harusnya Raymond sudah kembali ke Kanada. Jika saja Marsha masih memiliki nomor telepon Raymond, pasti Marsha ingin seklai menghubunginya. Marsha sungguh merindukannya. 

Namun, meski Marsha tidak bisa menghubungi Raymond. Marsha selalu percaya dengan janji Raymond. Pria itu meminta Marsha untuk menunggu, maka Marsha akan tetap menunggu. Marsha yakin, Raymond akan kembali padanya. Marsha juga yakin, hubungannya dengan Raymond akan berhasil. Beruntung, pernikahan Marsha dan William hanya pura-pura. Setelah pernikahnya berakhir, Marsha bisa kembali dengan Raymond. 

Marsah terus menatap artikel tentang Raymond. Kening Marsha berkerut dalam, ketika membaca salah satu artikel yang mengatakan Raymond berkencan dengan seorang wanita. Marsha terus membaca artikel itu. terlihat jelas foto Raymond yang tengah memeluk pinggang seorang wanita. 

"Siapa wanita ini?" gumam Marsha. 

Dengan cepat Marsha menepis pikiran buruk tentang Raymond. Marsa yakin, Raymond tidak mungkin membohongi dan melukai dirinya. Marsha sangat mengenal Raymond dengan baik. Raymond selalu menunjukan cintanya yang besar pada dirinya. 

Marsha percaya, wanita yang ada di artikel itu hanya teman Raymond. Marsha tidak akan pernah berpikir buruk tentang Raymond. Selama ini Raymond selalu bersikap baik dan lembut padanya. Bahkan Raymond sudah berjanji akan kembali. 

Marsha memilih untuk menutup ponselnya, dia tidak ingin lagi membaca artikel itu. Hingga kemudian, Marsha mulai memejamkan matanya. Tubuhnya terasa begitu lelah. Terlebih banyaknya masalah yang datang di kehidupannya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status