Siang itu William baru saja kembali dari Italia. William memegang perusahaan keluarganya yang berada di Italia. Karena keinginan ayahnya untuk ia pindah ke Kanada tahun ini. Dengan terpaksa William pun akhirnya kembali ke Kanada.
"William," panggil Lukas saat melihat William baru saja tiba di rumah.
William langsung menoleh dan menatap Lukas "Ya, ada apa?"
"Kemarilah, ada hal penting yang harus papa bicarakan dengan mu," ujar Lukas dan William langsung berjalan mendekat ke arah orang tuanya.
"William, apa kau masih ingat dengan sahabat lama papa yang bernama Mario Nicholas?" tanya Lukas menatap lekat William.
"Ya, aku mengingatnya. Paman Mario yang istrinya adalah orang Indonesia itu?" tanya William. Lukas mengangguk.
"Papa sudah memutuskan akan menjodohkanmu dengan anak dari sahabat papa itu, namanya Marsha. Papa yakin kau pasti akan menyukai gadis itu." Lukas berkata dengan yakin.
"Tunggu, maksud papa jadi papa memintaku kembali ke Kanada hanya karena papa ingin menjodohkanku dengan anak teman papa itu?" seru William menggeram menahan emosinya.
"Ya, selain perjodohan. Papa ingin kau tinggal di Kanada bukan di Milan!" jawab Lukas dengan tegas.
"Pa, aku tidak akan mau di jodohkan. Aku sudah memiliki Alice, aku akan melamar Alice tahun depan. Hubungan aku dengannya sudah berjalan empat tahun," balas William. Dia tidak mungkin meninggalkan Alice. Hubungan mereka sudah sangat lama. Bahkan William akan melamar Alice.
"Alice bukan gadis yang tepat untuk mu. Lihatlah banyak media yang memberitakan tentang gadis itu selalu berganti pria. Bagaimana bisa papa memiliki menantu seperti itu," tukas Lukas menekankan.
"Pa, itu semua hanya pemberitaan yang tidak benar. Alice gadis baik-baik, dia tidak seperti itu!" jawab William, dingin.
"William, papa sudah katakan. anak teman papa adalah gadis yang paling tepat untukmu. Jadi sudah papa putuskan besok harus bertemu dengannya." Lukas langsung berjalan meninggalkan William.
"Ma, kalau aku tahu mama dan papa meminta ku kembali ke Kanada hanya karena sebuah perjodohan, aku bersumpah tidak akan pernah kembali ke Kanada!" seru Wiliam, dia mengepalkan sebelah tangannya dengan kuat.
"Sayang, tidak ada salahnya kamu mengenal anak dari teman papa mu. Mama dan papa hanya ingin memberikan gadis terbaik untukmu sayang," kata Veronica yang berusaha membujuk putranya itu.
William membuang napas kasar, dia beranjak dari tempat duduknya dan langsung berjalan meninggalan Veronica. Dia tidak ingin berdebat dengan ibunya.
William Geeovan sosok pria tampan, angkuh dan sangat dingin terhadap wanita. Tahun ini William berusia 28 tahun, sebelumnya William memang tinggal di Italia. tapi karena keinginan orang tuanya yang memintanya kembali ke Kanada akhirnya ia pun kembali ke Kanada.
William bukanlah anak tunggal, dia memiliki adik perempuan yang lebih mudah tiga tahun darinya yang bernama Laura Geovan. Adiknya kini tengah menentukan pilihannya sendiri, adiknya adalah seorang pelukis. Karena hobinya melukis, adiknya itu memilih untuk menjadi pelukis dari pada harus memimpin perusahaan.
Sejak Geovan Group berada di tangan William, perusahaan keluarganya kini sangat berkembang pesat. William memang sangat hebat mengelola perusahaanya. Dia mampu membuka anak perusahaan di berbagai negara. Tidak hanya bisnis di bidang properti, tapi dia juga memiliki bisnis hotel, advertising, inevstasi, majalah, technology dsb.
William terkenal sangat pekerja keras, wajahnya yang tampan, hidung yang mancung, rahang yang tegas dan tubuhnya yang atletis membuat seluruh gadis bertekuk lutut padanya. William memiliki kekasih bernama Alice Scott, mereka tengah menjalin hubungan sudah empat tahun dan William berencana akan melamar Alice tahun depan.
Kini William tidak tahu bagaimana hubungannya dengan Alice. Dia tidak mungkin meninggalkan Alice karena mereka tengah menjalin hubungan sangat lama. Alice adalah seorang artis cantik yang berasal dari Milan, Italia.
Alice berencana akan pindah ke Kanada saat ia mengetahui William sudah pindah ke Kanada. Entah apa yang harus William katakan pada Alice jika orang tuanya menjodohkannya dengan anak dari sahabat orang tuanya.
Sudah sejak lama William ingin mengenalkan Alice pada kedua orang tuanya, namun kedua orang tuanya selalu menolak untuk di kenalkan dengan Alice. Mereka selalu mengatakan jika mereka tidak ingin William menjalin hubungan dengan seorang artis yang selalu terlibat skandal.
William sudah menjelaskan pada orang tuanya, jika pemberitaan di media adalah hanya gosip semata. Tapi kedua orang tuanya tidak pernah mendengarkan, mereka selau mengatakan jika memang Alice bukan gadis yang tepat untuk bersanding dengan William.
Rasanya ingin sekali William pergi dari rumah dan tidak kembali lagi. Jika ia tidak memikirkan perasaan ibunya, mungkin William akan melakukan itu. Seburuk apapun William, ia tidak akan pernah tega untuk melukai hati ibunya,
Besok William di paksa untuk bertemu dengan gadis yang akan di jodohkannya. Entah bagaimana wujudnya William pun tidak tahu dan meskipun gadis itu cantik, William akan tetap memilih Alice. Karena memang William sangat mencintai Alice.
Sebenarnya William menyukai gadis keturunan Indonesia. Menurutnya gadis keturunan Indonesia selalu bersikap lemah lembut dan mereka memiliki budaya yang tidak bebas. Tapi, William sudah terlanjur memilih Alice sebagai kekasihnya dan tidak mungkin baginya meninggalkan Alice.
William berjalan keluar mansion dan langsung menuju mobilnya. Dia ingin menenangkan diri di perusahaanya. Menurutnya kini ruang kerjanya di perusahaan adalah tempat yang lebih baik dari pada rumahnya.
***
William turun dari mobil, dan berjalan masuk ke dalam perusahannya. Willia terus memikirkan perjodohan itu. Jika William tahu, dirinya akan dijodohkan lebih baik dia tidak kembali ke Kanada. William melangkah masuk ke dalam lift pribadinya.
Ting
Pintu lift terbuka, William berjalan keluar menuju ruang kerjanya.
"Selamat siang Tuan William," sapa Albert assistantnya. Saat melihat tuanya baru saja keluar dari lift.
"Albert ikut aku ke ruangan," tukas William dingin.
"Baik Tuan," jawab Albert.
William langsung berjalan masuk ke dalam ruang kerjanya dan Albert mengikutinya dari belakang.
"Albert, apa kau tahu tentang Nicholas Company?" tanya William menatap lekat Albert yang berdiri di hadapannya.
"Nicholas Company? Itu seperti salah satu perusahaan properti yang cukup tenama tuan, memang tidak terlalu besar. Tapi mereka cukup sukses dan ternama," jelas Albert. "Maaf tuan, kenapa tuan menanyakan Nicholas Company?" tanya Albert memastikan.
William membuang napas kasar, "Orang tuaku memintaku kembali ke Kanada hanya karena ingin menjodohkanku dengan anak dari pemilik Nicholas Company."
"Tuan, mungkin Tuan Lukas hanya ingin mencarikan gadis yang tepat untuk hidup Tuan William," jawab Albert memberikan saran.
"Terbaik dari mana! bahkan seperti apa gadis itu aku tidak tahu!" geram William.
"Tuan, lebih baik jika Tuan William bertemu terlebih dahulu dengan anak dari Nicholas Company itu. Setidaknya tuan bisa bertemu dan berbicara dengannya. Tuan tidak tahu apa dia menolaknya seperti tuan saat ini atau malah dia menerimanya." Albert kembali berusaha memberikan saran.
"Aku yakin, dia tidak mungkin menolak ku. Sudah pasti dia menerimanya, kau tahu banyak gadis yang mengincar harta ku!" seru William, dia berusaha mengendalikan emosinya.
"Tapi tuan, menurut saya tidak ada salahnya jika tuan mengenal gadis yang Tuan Lukas sudah pilihkan," kata Albert hati-hati.
Willam membuang napas kasar. "Kau, kembalilah dan selesaikan pekerjaan mu."
Albert menunduk, lalu dia undur diri dari ruang kerja William.
Wiliam menyandarkan punggungnya ke kursi. Memejamkan mata singkat, pikirannya terus memikirkan Alice. Dia tidak tahu bagaimana harus menjelaskan pada Alice.
Marsha mematut cermin, kini dirinya tengah di rias oleh make up artist yang telah di sewa oleh ibunya. Setelah selesai di make up, Marsha langsung memakai strap dress yang telah di siapkan oleh ibunya.Saat Marsha sudah mengganti pakainnya dengan gaun berwarna navy yang sangat kontras di kulit putih miliknya, Clara dan Rossa penata riasnya sangat terkejut saat melihat Marsha yang saat ini jauh lebih dewasa. Marsha terlihat sangatlah cantik dan anggun."Nona Marsha, anda sangat cantik," puji Rossa."Sayang, mama tidak menyangka putri mama sangatlah cantik," kata Clara, dia tidak berhenti menatap putrinya yang terlihat sangat cantik hari ini.Marsha hanya memutar bola matanya malas. Sangat menyebalkan hanya bertemu dengan pria yang di jodohkan, dia harus di rias seperti ini."Rossa, bisa tinggalkan aku sebentar dengan putri ku?" pinta Clara."Baik nyonya," Rossa langsung berjalan meninggalkan Clara dan Marsha.Clara melangkah mendekat ke arah Marsha, lalu dia mengelus dengan lembut pipi
William kembali menatap Marsha yang tengah mengalihkan pandangannya, jika di lihat-lihat memang Marsha adalah gadis yang sangat cantik. Itulah yang di pikir oleh William, Tapi tetap saja, William tidak pernah memiliki pasangan seorang gadis kecil seperti Marsha."Jadi kau ini tidak suka dengan perjodohan ini?" tanya William kembali."Tentu, jika aku bisa melarikan diri dan menghindar dari perjodohan ini. Percaya lah aku akan melakukannya," jawab Marsha.William menyeringai. "Good, kalau begitu kita buat kesepakatan.""Kesepakatan?" Marsha mengerutkan dahinya. Dia sedikit bingung dengan ucapan William."Ya, kesepakatan. Kita akan tetap menikah. Dan berpura-pura kita menerima perjodohan ini, aku akan membuat perjanjian besok untuk kita. Besok pagi kau ke kantor ku. Aku akan memberikan surat perjanjian itu pada mu," jelas William.Mendengar ucapan William membuat Marsha tersenyum. "Setuju! tentu aku menyetujuinya!""Allright, sekarang berikan nomor ponsel mu." William menyerakan ponsel m
Marsha mendengus tak suka. "Aku tidak perduli dengan mu yang tidak tertarik. Tapi usia ku sudah 20 tahun. Bukan gadis kecil lagi!" "Terserah, lebih baik kau tanda tangan." William menyerahkam pena pada Marsha."Ya," Marsha mengambil pena yang ada di atas meja dan langsung menandatangani surat perjanjian itu. "Sudah. " Marsha memberikan surat perjanjian pada William."William, aku ingin bertanya sesuatu pada mu," ucap Marsha setelah menyerahkan surat perjanjian itu. William menatap lekat Marsha. "Apa yang ingin kau katakan?" "Hem.. begini apa aku boleh memiliki kekasih?" tanya Marsha hati-hati."Tidak," jawab William dingin.Marsha mendelik, dia menatap tajam William. "Kenapa aku tidak boleh memiliki kekasih?" "Aku tahu kau ini belum pernah memiliki kekasih bukan? Jika sampai orang tuamu tahu kau memiliki kekasih. Lalu kau kenapa-kenapa mereka akan menyalahkanku. Aku tidak mau di salahkan atas perbuatan bodohmu!" tukas William dingin."CK! aku ini bukan anak kecil lagi. Aku bisa m
William menyandarkan punggungnya di kursi. Memejamkan mata lelah. Pikirannya kini tidak bisa berpikir jernih. Tujuannya kembali ke Kanada, hanya untuk memimpin perusahaan tapi dia harus di hadapkan dengan kenyataan harus menikahi wanita yang bahkan dia tidak mengenal wanita itu. Hingga detik ini, William masih terus memikirkan cara bagaimana dirinya harus menjelaskan pada Alice. Tidak mungkin William membiarkan kekasihnya harus terluka karena ini. Terdengar suara dering ponsel membuat William menghentikan lamunannya. William membuka matanya, dia mengambil ponselnya yang berada di atas meja. William membuang napas kasar, ketika menatap ke layar tertera ibunya menghubungi dirinya. Tidak ada pilihan lain, tidak mungkin William tidak menjawab panggilan itu. William menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan, sebelum kemudian meletakan ke telinganya. "Ya?" jawab William saat panggilannya sudah tersambung. "William, apa kau sibuk?" tanya Veronica dari seberang line. "Tidak, ada apa
Marsha mematut cermin, kini tubuhnya sudah terbalut dengan gaun berwarna merah lengan panjang. Gaun ini sungguh indah dan berkelas. Tubuh Marsha terlihat sempurna saat memakai gaun ini. Gaun lengan panjang yang memperlihatkan punggung mulus milik Marsha ini memang sangat menawan.Gaun pemberian Clara sang ibu, harus Marsha akui ibunya memiliki selera yang sangat berkelas dalam fashion. Setiap gaun yang dipilihakan oleh Clara, membuat Marsha terlihat dewasa dan sangat cantik.Marsha mengambil clutch di atas meja rias, dia kembali menatap cermin memastikan tidak ada yang kurang dari dirinya. Meski hanya bertemu dengan William, tapi Marsha selalu ingin tampil sempurna di mana pun dia berada. "Oh sweetheart, you're looking wonderfull," seru Clara dengan tatapan kagum ketika melihat Marsha menghampirinya. "Marsha, kau tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik," Mario mengusap rambut putrinya itu. 'Sayangnya aku sudah berdandan cantik hanya pergi dengan William. Harusnya jika sudah berdan
Sinar matahari pagi bersinar begitu cerah. Kini Marsha sudah berada di kampus, dia lebih menyukai datang ke kampus lebih awal. Sejak dirinya akan dijodohkan dengan William, membuat dirinya selalu ingin datang ke kampus lebih awal. Marsha duduk di taman sembari menikmati cuaca pagi yang begitu menyejukan. Musim semi adalah musim terbaik bagi Marsha. Hembusan angin begitu menenangkan. Marsha memejamkan mata sebentar, menikmati cuaca yang begitu indah. "Marsha?" panggil Karin, saat dia melangkah menuju taman dan mendapati sahabatnya tengah berada di taman.Marsha membuka matanya, dia mengalihkan pandanganya. Lalu menatap Karin yang duduk di sampingnya."Kau tidak masuk kelas?" tanya Marsha. "Tidak, nanti saja," jawab Karin. "Kau kenapa datang ke kampus Marsha? pernikahanmu sebentar lagi. Apa kau tidak melakukan persiapan?"Marsha mendesah pelan."Persiapan apa yang kau maksud? Semua telah diatur, aku tidak perlu melakukan persiapan." "Aku lupa kalau semua telah diatur," jawab Karin de
Mobil Rolls Royce milik William, kini sudah tiba di butik. William dan Marsha turun dari mobil, mereka melangkah masuk ke dalam butik itu. Pandangan Marsha kini menatap sosok wanita yang berjalan ke arahnya. "Selamat siang Tuan William dan Nona Marsha, perkenalkan saya Grace designer gaun pernikahan kalian," ujar Grace dengan senyuman hangat di wajahnya. "Siang Grace," balas Marsha. William hanya membalas dengan anggukan singkat di kepalanya. "Nona.. Mari ikut saya ke fiiting room," kata Grace."Ya," jawab Marsha singkat. Kemudian, Marsha melangkah masuk ke dalam fitting room. Seketika Marsha terdiam, menatap sebuah gaun mewah dengan taburan swarovski di gaun itu. Marsha mendekat, dia menyentuh gaun yang sangat indah itu. "Nona, apa anda menyukai gaun ini?" tanya Grace saat Marsha menyentuh gaun di hadapannya. "Aku tidak mungkin tidak menyukai gaun seindah ini," jawab Marsha dengan tatapan kagum pada gaun itu. "Ini gaun pengantin anda nona," balas Grace. "Silahkan dicoba terleb
William menyandarkan punggungnya di kursi, sembari menyesap wine di tangannya. William menatap tumpukan dokumen di hadapannya. Pikirannya sedang tidak bisa berpikir jernih. Terlebih menjelang hari pernikahannya, membuat William terus memikirkan Alice. Hingga detik ini William masih belum tahu, bagaimana harus menjelaskannya ada Alice. Terdengar suara ketukan pintu membuat William menghentikan lamunannya, William mengalihkan pandangannya, dia menatap ke arah pintu dan langsung menginterupsi untuk masuk."Tuan," sapa Albert menundukan kepalanya saat masuk ke dalam ruang kerja William. "Ada apa Albert?" tanya William dingin. "Tuan, saya ingin menginformasikan jika dua hari lagi grand launching dari perusahaan teknologi Xavier Company," ujar Albert.William membuang napas kasar. "Apa tidak bisa di wakilkan denganmu?" "Maaf tuan, tapi tidak bisa. Jika Tuan Lukas sampai tahu, beliau akan marah," jawab Albert William mengangguk. "Aku akan ke sana.""Tuan, ada hal penting yang ingin saya