Marsha mematut cermin, kini dirinya tengah di rias oleh make up artist yang telah di sewa oleh ibunya. Setelah selesai di make up, Marsha langsung memakai strap dress yang telah di siapkan oleh ibunya.
Saat Marsha sudah mengganti pakainnya dengan gaun berwarna navy yang sangat kontras di kulit putih miliknya, Clara dan Rossa penata riasnya sangat terkejut saat melihat Marsha yang saat ini jauh lebih dewasa. Marsha terlihat sangatlah cantik dan anggun.
"Nona Marsha, anda sangat cantik," puji Rossa.
"Sayang, mama tidak menyangka putri mama sangatlah cantik," kata Clara, dia tidak berhenti menatap putrinya yang terlihat sangat cantik hari ini.
Marsha hanya memutar bola matanya malas. Sangat menyebalkan hanya bertemu dengan pria yang di jodohkan, dia harus di rias seperti ini.
"Rossa, bisa tinggalkan aku sebentar dengan putri ku?" pinta Clara.
"Baik nyonya," Rossa langsung berjalan meninggalkan Clara dan Marsha.
Clara melangkah mendekat ke arah Marsha, lalu dia mengelus dengan lembut pipi putrinya itu. "Marsha, wajah mu harus senyum sayang. Mama tidak ingin Paman Lukas dan anaknya melihat mu dengan wajah mu yang cemberut seperti itu."
"Ma, mama tahu kan aku tidak ingin menikah," kata Marsha yang mencoba membujuk ibunya kembali.
Clara mendesah pelan. "Sayang, bukankah kau sudah setuju untuk pertemuan ini?"
'Bagaimana tidak setuju, jika papa dan mama selalu memaksa!' batin Marsha.
"Yasudah ayo kita berangkat sekarang, papa sudah menunggu di bawah," ajak Clara. Marsha mengangguk pelan.
***
Marsha dan keluarganya kini sudah tiba di mansion mewah milik Keluarga Geovan. Marsha yang melihat mansion ini pun sempat terkejut karena mansion ini jauh lebih besar dari masion keluarganya. Marsha dan keluarganya mulai turun dari mobil, para pelayan menyambut ramah kedatangan Marsha dan keluarganya.
"Mario," panggil Lukas saat melihat Mario.
"Lukas," Mario langsung memeluk Lukas.
"Ini putri mu?" tanya Lukas.
"Ya, ini Marsha Nicholas putri ku," jawab Mario.
"Marsha, kau cantik sekali sayang.." Veronica sejak tadi tidak berhenti menatap Marsha yang sangat cantik.
Marsha tersenyum "Apa kabar paman dan bibi?"
"Kami semua baik sayang," jawab Veonica.
"Kau sangat cantik Marsha," puji Lukas.
"Terimakasih paman."
"Lebih baik kita masuk," kata Veronica. Kemudian mereka semua berjalan masuk ke dalam mansion. Saat Veronica melihat salah satu pelayannya, dia meminta untuk pelayan memanggil William.
"Marsha, kau masih kuliah kan?" tanya Veronia dengan tatapan lembut pada Marsha.
Marsha mengangguk dan tersenyum, "Masih bibi, saat ini aku smester lima."
"Apa rencanamu setelah lulus kuliah nanti Marsha?" tanya Lukas.
"Karena aku berencana untuk membuka perusahaan event organizer paman tapi mungkin bisa berubah. Aku belum memastikannya," jawab Marsha.
Lukas tersenyum. "Hebat kalau kau sudah berniat membuka bisnis sendiri."
Obrolan mereka terhenti, ketika sosok pria tampan, dengan tubuh tegap dan atletis menuruni tangga. Semua orang pun menatap sosok pria itu sambil tersenyum.
Marsha mengernyitkan dahinya saat melihat sosok pria tampan itu, dia tidak henti mentap pria tampan itu yang melangkah mendekat.
Veronica tersenyum ke arah putranya. "William sayang.. perkenalkan ini Marsha," kata Veronica yang memperkenalkan Marsha. "Sedangkan di sebelah Marsha adalah Paman Mario dan juga Bibi Clara," lanjutnya.
'Jadi pria itu bernama William,' batin Marsha. Namun, tiba-tiba mata Marsha membulat sempurna, saat menatap pria yang bernama William.
"Astaga dia!" Marsha terkejut saat melihat William.
William yang merasa terus di tatap oleh gadis di hadapannya, dia memincingkan matanya menatap gadis yang berada di hadapannya itu. "Gadis itu?" William terkejut saat melihat gadis yang berada di hadapanya itu.
"William duduk lah dulu," pinta Lukas dan William langsung duduk tepat di samping Veronica.
"William, jadi papa sudah memutuskan kalian akan menikah satu minggu lagi," ujar Lukas yang sontak membuat Marsha dan William terkejut.
"Pa, apa tidak terlalu cepat?" seru William yang berusaha menahan emosinya.
"Tidak, ini semua sudah di atur," tukas Lukas tegas.
"Bukan begitu Mario?" Lukas kini mengalihkan pandangannya menatap Mario.
Mario mengangguk. "Benar, kami sudah menyiapkan pernikahan kalian."
'Apa-apaan ini kenapa aku akan menikah satu minggu lagi,' batin Marsha.
Mendengar dirinya akan menikah satu minggu lagi, benar-benar membuat Marsha seperti tersambar petir. Bahkan ayah dan ibunya tidak mengatakan apa pun pada dirinya. Entah kenapa Marsha merutuki kebodohannya yang mau bertemu dengan keluarga dari pria yang dijodohkan olehnya. Jika Marsha tahu orang tuanya sudah menyetujui mereka akan menikah satu minggu lagi, sudah pasti Marsha akan melarikan diri.
"Paman dan bibi, maaf boleh aku berbicara sebentar dengan Marsha?" kata William menatap Mario dan Clara.
Lukas dan Veronica tersenyum saat mendengar William ingin mengobrol dengan Marsha.
"Tentu boleh, kau akan menjadi suaminya," jawab Clara.
"Marsha, pergilah dengan William. Dia ingin mengobrol dengan mu," kata Mario.
Marsha menghela napas dalam dan langsung beranjak dari tempat duduknya. Lalu mengikuti William menuju taman di mansionnya.
"Jadi kau Marsha?" seru William yang kini sudah tiba di taman belakang mansion keluarganya.
"Astaga Paman, aku tidak tahu kalau kau itu William.." kata Marsha yang membuat William langsung menatap tajam dirinya.
Marsha berdecak kesal. "Kau itu lebih tua dariku. Jadi aku memanggilmu dengan sebutan paman."
"Panggil aku William," tukas William dingin.
Marsha mendengus. "Baiklah, William. Maaf telah merusak bajumu. Sungguh aku tidak sengaja."
"Lupakan masalah bajuku gadis kecil! Jika lain kali kau menabrakku dengan kuemu lagi, lihatlah aku akan melemparmu dari sini!" desis William tajam.
"Tenanglah aku akan berhati-hati." balas Marsha. "Yasudah, apa yang ingin kau bicarakan. Kenapa kau membawa ku kesini?" tanya Marsha dengan wajah kesal.
"Aku ingin bertanya dengan mu, apa kau menginginkan perjodohan ini?" tanya Willam sambil menatap lekat Marsha yang berdiri di hadapannya.
"Aku ini masih muda, siapa yang ingin dijodohkan denganmu. Terlebih usia kita berbeda jauh," balas Marsha sinis.
"Kau tidak menyukai perjodohan ini? harusnya kau bangga akan menjadi Nyonya Geovan," ujar William yang masih tidak percaya ada gadis yang menolaknya. Dalam hidup William tidak pernah di tolak oleh gadis mana pun.
Marsha membuang napas kasar. "Aku tidak perduli dengan itu. Memangnya siapa yang menginginkan menikah muda."
William masih tidak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh gadis kecil di hadapannya ini. Gadis yang ternyata menabraknya kemarin dan menumpahkan kuenya ke baju miliknya. Dan kini ternyata gadis kecil itu akan dijodohkan padanya.
William kembali menatap Marsha yang tengah mengalihkan pandangannya, jika di lihat-lihat memang Marsha adalah gadis yang sangat cantik. Itulah yang di pikir oleh William, Tapi tetap saja, William tidak pernah memiliki pasangan seorang gadis kecil seperti Marsha.
"Jadi kau ini tidak suka dengan perjodohan ini?" tanya William kembali.
"Tentu, jika aku bisa melarikan diri dan menghindar dari perjodohan ini. Percaya lah aku akan melakukannya," jawab Marsha meyakinkan.
William menyeringai, "Good, kalau begitu kita buat kesepakatan."
"Kesepakatan?" Marsha mengerutkan dahinya. Dia sedikit bingung dengan ucapan William.
William kembali menatap Marsha yang tengah mengalihkan pandangannya, jika di lihat-lihat memang Marsha adalah gadis yang sangat cantik. Itulah yang di pikir oleh William, Tapi tetap saja, William tidak pernah memiliki pasangan seorang gadis kecil seperti Marsha."Jadi kau ini tidak suka dengan perjodohan ini?" tanya William kembali."Tentu, jika aku bisa melarikan diri dan menghindar dari perjodohan ini. Percaya lah aku akan melakukannya," jawab Marsha.William menyeringai. "Good, kalau begitu kita buat kesepakatan.""Kesepakatan?" Marsha mengerutkan dahinya. Dia sedikit bingung dengan ucapan William."Ya, kesepakatan. Kita akan tetap menikah. Dan berpura-pura kita menerima perjodohan ini, aku akan membuat perjanjian besok untuk kita. Besok pagi kau ke kantor ku. Aku akan memberikan surat perjanjian itu pada mu," jelas William.Mendengar ucapan William membuat Marsha tersenyum. "Setuju! tentu aku menyetujuinya!""Allright, sekarang berikan nomor ponsel mu." William menyerakan ponsel m
Marsha mendengus tak suka. "Aku tidak perduli dengan mu yang tidak tertarik. Tapi usia ku sudah 20 tahun. Bukan gadis kecil lagi!" "Terserah, lebih baik kau tanda tangan." William menyerahkam pena pada Marsha."Ya," Marsha mengambil pena yang ada di atas meja dan langsung menandatangani surat perjanjian itu. "Sudah. " Marsha memberikan surat perjanjian pada William."William, aku ingin bertanya sesuatu pada mu," ucap Marsha setelah menyerahkan surat perjanjian itu. William menatap lekat Marsha. "Apa yang ingin kau katakan?" "Hem.. begini apa aku boleh memiliki kekasih?" tanya Marsha hati-hati."Tidak," jawab William dingin.Marsha mendelik, dia menatap tajam William. "Kenapa aku tidak boleh memiliki kekasih?" "Aku tahu kau ini belum pernah memiliki kekasih bukan? Jika sampai orang tuamu tahu kau memiliki kekasih. Lalu kau kenapa-kenapa mereka akan menyalahkanku. Aku tidak mau di salahkan atas perbuatan bodohmu!" tukas William dingin."CK! aku ini bukan anak kecil lagi. Aku bisa m
William menyandarkan punggungnya di kursi. Memejamkan mata lelah. Pikirannya kini tidak bisa berpikir jernih. Tujuannya kembali ke Kanada, hanya untuk memimpin perusahaan tapi dia harus di hadapkan dengan kenyataan harus menikahi wanita yang bahkan dia tidak mengenal wanita itu. Hingga detik ini, William masih terus memikirkan cara bagaimana dirinya harus menjelaskan pada Alice. Tidak mungkin William membiarkan kekasihnya harus terluka karena ini. Terdengar suara dering ponsel membuat William menghentikan lamunannya. William membuka matanya, dia mengambil ponselnya yang berada di atas meja. William membuang napas kasar, ketika menatap ke layar tertera ibunya menghubungi dirinya. Tidak ada pilihan lain, tidak mungkin William tidak menjawab panggilan itu. William menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan, sebelum kemudian meletakan ke telinganya. "Ya?" jawab William saat panggilannya sudah tersambung. "William, apa kau sibuk?" tanya Veronica dari seberang line. "Tidak, ada apa
Marsha mematut cermin, kini tubuhnya sudah terbalut dengan gaun berwarna merah lengan panjang. Gaun ini sungguh indah dan berkelas. Tubuh Marsha terlihat sempurna saat memakai gaun ini. Gaun lengan panjang yang memperlihatkan punggung mulus milik Marsha ini memang sangat menawan.Gaun pemberian Clara sang ibu, harus Marsha akui ibunya memiliki selera yang sangat berkelas dalam fashion. Setiap gaun yang dipilihakan oleh Clara, membuat Marsha terlihat dewasa dan sangat cantik.Marsha mengambil clutch di atas meja rias, dia kembali menatap cermin memastikan tidak ada yang kurang dari dirinya. Meski hanya bertemu dengan William, tapi Marsha selalu ingin tampil sempurna di mana pun dia berada. "Oh sweetheart, you're looking wonderfull," seru Clara dengan tatapan kagum ketika melihat Marsha menghampirinya. "Marsha, kau tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik," Mario mengusap rambut putrinya itu. 'Sayangnya aku sudah berdandan cantik hanya pergi dengan William. Harusnya jika sudah berdan
Sinar matahari pagi bersinar begitu cerah. Kini Marsha sudah berada di kampus, dia lebih menyukai datang ke kampus lebih awal. Sejak dirinya akan dijodohkan dengan William, membuat dirinya selalu ingin datang ke kampus lebih awal. Marsha duduk di taman sembari menikmati cuaca pagi yang begitu menyejukan. Musim semi adalah musim terbaik bagi Marsha. Hembusan angin begitu menenangkan. Marsha memejamkan mata sebentar, menikmati cuaca yang begitu indah. "Marsha?" panggil Karin, saat dia melangkah menuju taman dan mendapati sahabatnya tengah berada di taman.Marsha membuka matanya, dia mengalihkan pandanganya. Lalu menatap Karin yang duduk di sampingnya."Kau tidak masuk kelas?" tanya Marsha. "Tidak, nanti saja," jawab Karin. "Kau kenapa datang ke kampus Marsha? pernikahanmu sebentar lagi. Apa kau tidak melakukan persiapan?"Marsha mendesah pelan."Persiapan apa yang kau maksud? Semua telah diatur, aku tidak perlu melakukan persiapan." "Aku lupa kalau semua telah diatur," jawab Karin de
Mobil Rolls Royce milik William, kini sudah tiba di butik. William dan Marsha turun dari mobil, mereka melangkah masuk ke dalam butik itu. Pandangan Marsha kini menatap sosok wanita yang berjalan ke arahnya. "Selamat siang Tuan William dan Nona Marsha, perkenalkan saya Grace designer gaun pernikahan kalian," ujar Grace dengan senyuman hangat di wajahnya. "Siang Grace," balas Marsha. William hanya membalas dengan anggukan singkat di kepalanya. "Nona.. Mari ikut saya ke fiiting room," kata Grace."Ya," jawab Marsha singkat. Kemudian, Marsha melangkah masuk ke dalam fitting room. Seketika Marsha terdiam, menatap sebuah gaun mewah dengan taburan swarovski di gaun itu. Marsha mendekat, dia menyentuh gaun yang sangat indah itu. "Nona, apa anda menyukai gaun ini?" tanya Grace saat Marsha menyentuh gaun di hadapannya. "Aku tidak mungkin tidak menyukai gaun seindah ini," jawab Marsha dengan tatapan kagum pada gaun itu. "Ini gaun pengantin anda nona," balas Grace. "Silahkan dicoba terleb
William menyandarkan punggungnya di kursi, sembari menyesap wine di tangannya. William menatap tumpukan dokumen di hadapannya. Pikirannya sedang tidak bisa berpikir jernih. Terlebih menjelang hari pernikahannya, membuat William terus memikirkan Alice. Hingga detik ini William masih belum tahu, bagaimana harus menjelaskannya ada Alice. Terdengar suara ketukan pintu membuat William menghentikan lamunannya, William mengalihkan pandangannya, dia menatap ke arah pintu dan langsung menginterupsi untuk masuk."Tuan," sapa Albert menundukan kepalanya saat masuk ke dalam ruang kerja William. "Ada apa Albert?" tanya William dingin. "Tuan, saya ingin menginformasikan jika dua hari lagi grand launching dari perusahaan teknologi Xavier Company," ujar Albert.William membuang napas kasar. "Apa tidak bisa di wakilkan denganmu?" "Maaf tuan, tapi tidak bisa. Jika Tuan Lukas sampai tahu, beliau akan marah," jawab Albert William mengangguk. "Aku akan ke sana.""Tuan, ada hal penting yang ingin saya
Marsha memarkiran mobilnya di salah satu butik Hermes Toronto. Tadi siang, setelah Marsha menyelesaikan kuliahnya Veronica mengirimkan pesan padanya untuk bertemu di salah satu butik Hermes. Kini Marsha melangkah masuk ke dalam butik. Saat tiba di dalam, Marsha sudah melihat Veronita tengah memilih tas. Marsha melangkah mendekat ke arah Veronica. "Bibi Veronica," sapa Marsha yang kini berada di belakang Veronica. Tentu Veronica belum menyadari kedatangannya. Karena Veronica tengah fokus pada tas-tas yang dipilih olehnya. Veronica mengalihkan pandangannya, seketika senyum di bibirnya terukir saat melihat Marsha sudah berada di hadapannya. "Sayang, kau sudah datang? Maafkan bibi yang tidak melihatmu sayang.." "Tidak apa-apa bibi," jawab Marsha. "Aku juga baru datang." "Baiklah, sayang bibi sudah memilihkan beberapa dress keluaran terbaru untukmu. Dan bibi juga sudah memilihkan tas keluaran terbaru untukmu," ujar Veronica. Marsha mendelik, maenatap tak percaya. Marsha menelan saliv