Angin berhembus lembut di antara pepohonan pinus yang menjulang tinggi, menggoyangkan dedaunan seperti melodi lembut. Di tengah hutan, sebuah dojo kecil berdiri kokoh, tempat di mana para murid berkumpul untuk mengasah kemampuan bela diri mereka. Di sinilah Xiao Feng berlatih, di bawah bimbingan Shifu Yan, seorang guru yang dihormati dan bijaksana. Dengan tatapan penuh harapan, ia memfokuskan diri pada gerakan-gerakan yang diajarkan.
Hari itu, pelatihan terasa berbeda. Ada ketegangan di udara, seolah-olah alam merasakan peristiwa yang akan datang. "Feng, ingat, kekuatan bukan hanya berasal dari fisik, tetapi juga dari dalam diri," suara Shifu Yan mengalun lembut namun tegas, mengingatkan Xiao Feng untuk selalu memperhatikan keseimbangan antara kekuatan dan ketenangan dalam hidupnya.
Pemuda itu tersenyum tipis sebelum akhirnya menjawab. "Ya, Shifu," jawab Xiao Feng, sambil mengatur napasnya. Dengan keahlian yang terasah, ia melanjutkan gerakan pedangnya, menghindari bayang-bayang yang seolah mengintai di sekelilingnya. Namun, meski ia berusaha keras, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Seakan ada sesuatu yang buruk akan segera terjadi.
Beberapa saat berlalu hingga akhirnya menjelang malam, langit mulai gelap, dan bintang-bintang bersinar dengan samar di balik awan. Xiao Feng duduk di tepi danau kecil di belakang dojo, salah satu tempat yang bisa menenangkan hati pemuda itu dengan merenungkan nasib dan impiannya. "Apa yang akan terjadi jika aku tidak bisa menjadi pendekar seperti yang diharapkan Shifu?" pikirnya.
Namun tiba-tiba, suara langkah kaki menghentikan lamunannya. Dari bayang-bayang pohon tidak jauh dari tempatnya, muncul dua sosok mengenakan jubah hitam. Mereka berjalan sangat cepat, seolah memiliki tujuan tertentu. Hal itu membuat Xiao Feng merasakan ada sesuatu yang tidak beres akan segera terjadi. Intuisi sebagai seorang pendekar muda memberitahunya bahwa kedatangan mereka bukanlah hal baik.
Tanpa berfikir panjang, ia segera berlari menuju dojo untuk memperingatkan Shifu Yan. Namun, saat ia sampai, pintu dojo terbuka lebar dan ia mendapati pemandangan yang membuat hatinya tercekat. Suatu pemandangan yang tidak ia harapkan sama sekali. Shifu Yan tergeletak di tanah, dikelilingi oleh sosok-sosok bertopeng yang sedang melancarkan serangan. Xiao Feng membuka matanya dengan lebar, mulutnya bergetar hebat, ia ingin menangis saat itu juga. Tetapi suara itu terhenti di tenggorakkan "Shifu!" teriaknya, suaranya pecah oleh ketakutan.
Dengan keberanian yang tersisa, Xiao Feng melompat masuk, bersiap menghadapi musuh yang tak terduga tersebut. Ia meraih pedangnya dan berlari menerjang. Namun, serangan mereka terlalu cepat, dan dalam sekejap, satu dari mereka mendorongnya ke tanah, membuatnya kehilangan kendali. "Kau hanya anak kecil yang berani," cemooh salah satu dari mereka. "Jangan menghalangi kami!" ujar salah satu dari pria tersebut sambil menunjuk ke arah Xiao Feng.
Dengan perasaan yang campur aduk, Xiao Feng berjuang bangkit, matanya terfokus pada gurunya yang terluka parah. Rasa sakit di dadanya semakin mendalam akibat serangan barusa, terlebih dengan keadaan gurunya yang semakin parah. Ia tahu, ini adalah ujian terberat dalam hidupnya. Dengan semua tenaga yang tersisa, ia melawan, mengandalkan pelajaran yang telah diajarkan Shifu Yan.
Ia berlari sembari memegang pedangnya Kembali, berharap ia bisa memberikan satu tebasan saja terhadap musuh yang berada didepannya, “Terima ini…” pekik Xiao Feng. Namun, dengan sekali gerakan, musuh dapat mengatasi hal itu dengan sangat mudah bahkan salah satu pria tersebut memberikan tendangan keras tepat mengenai dada Xiao Feng. Dengan serangan musuh terlalu kuat itu, membuat Xiao Feng merasa terdesak.
Namun tiba-tiba, suara gemuruh menggema di langit, dan kilatan petir menyambar. Salah satu sosok bertopeng terjatuh, terkejut oleh suara tersebut. Hal itu membuat celah, hingga akhirnya Xiao Feng memanfaatkan kesempatan itu, ia menyerang, mengayunkan pedangnya kembali dengan segenap kekuatan. Namun, serangan itu belum cukup untuk memberikan luka gores kecil di tubuh musuh yang kembali berdiri dengan cepat. Tentu saja, musuhnya memiliki kekuatan besar dan keberanian hampir tak terbatas. Kejadian barusan bukan karena sesuatu penjahat itu takut, melainkan hanya terkejut.
Gurunya yang masih sadarkan diri segera berteriak, ketika melihat muridnya terjatuh untuk kedua kali. "Feng, jangan!" teriak Shifu Yan dengan suara lemah, namun penuh ketegasan. "Lari! Mereka bukan lawanmu!"
Akan tetapi, kata-kata itu terlambat. Xiao Feng terlalu terperangkap dalam perasaannya. Ia tidak bisa meninggalkan gurunya. Dalam sekejap, dia mengayunkan pedangnya lagi, tetapi sebuah tendangan menghantam tubuhnya, membuatnya terjatuh kembali.
Pemuda itu meringis kesakitan, bahkan ia sempat memuntahkan darah dari dalam mulut dan saat ia terbaring di tanah, pandangannya mulai kabur. Dalam keputusasaannya, ia melihat Shifu Yan berjuang melawan musuh-musuhnya kembali. Dengan setiap gerakan, ia menyaksikan sang guru mempertaruhkan segalanya untuk melindunginya. "Jangan biarkan mereka mengalahkanmu, Shifu!" teriak Xiao Feng, suaranya dipenuhi dengan air mata.
Namun, semua usaha Shifu Yan sia-sia. Dalam satu Gerakan terakhir, salah satu musuh melayangkan serangan mematikan, dan dalam sekejap, Xiao Feng menyaksikan darah segar menyembur dari tubuh Shifu dengan pedang tertancap tepat di dadanya. Suara teriakan memecah kesunyian malam, dan tubuh Shifu Yan terjatuh ke tanah, tidak bergerak. Ia telah mati.
Xiao Feng menangis sejadi-jadinya, dunia seakan mulai runtuh di sekeliling Xiao Feng. Rasa kehilangan dan kemarahan membakar dalam dirinya. Dengan satu gerakan, dia berusaha bangkit, meski lututnya bergetar dengan hebat. Ia mengumpulkan semua keberanian yang tersisa. "Aku tidak akan membiarkan kalian lolos!" teriaknya, suaranya bergema di hutan yang sunyi.
Namun semua harapannya sirna saat salah satu musuh meraih pedang Shifu yang tertancap di dada Sang guru dan mengarahkannya tepat ke arah Xiao Feng. "Kau harus belajar untuk melepaskan," ucap pria tersebut. Senyum sinis di wajah pria itu tampak jelas, menggambarkan sesuatu yang membuat Xiao Feng ingin mengutuk pria itu. Hal tersebut membuat Xiao Feng murka akan tetapi ia tidak berdaya, hingga dalam sekejap, Xiao Feng merasakan kegelapan menutupi pandangannya. Ia terjatuh, tidak tahu apakah ia akan bangkit lagi atau menutup mata untuk selamanya.
Entah keajaiban apa yang saat ini terjadi. Ia terbangun, semuanya sudah terlambat. Saat ini, hanya ada suara desiran angin malam disertai suara hewan yang ikut bernyanyi seakan menangis di kesunyian malam. Dojo yang dulunya megah kini telah hancur. Tidak ada lagi suara tawa atau pelajaran berharga yang akan di ajarkan Sang guru, bahkan tidak hanya itu, teman-temannya bahkan ikut terbunuh, entah kapan itu terjadi. Satu hal yang ia tidak mengerti, bagaimana mungkin saat ini ia masih bisa bernafas. Hanya ada kesunyian yang menyesakkan saat ini, dan bayangan gurunya yang akan menghantui setiap hari di tempat tersebut.Rasa sakit dan kepedihan menyelimutinya seperti selimut yang sangat berat. Satu-satunya suara yang ia dengar adalah detakan jantungnya yang berpacu cepat, berdegup keras dalam kesunyian yang menyakitkan. Kenangan akan senyum Shifu Yan berkelebat dalam benaknya, mengingatkannya pada pelajaran-pelajaran berharga yang selama ini diajarkan. "Kekuatan berasal dari dalam," suara S
Saat Xiao Feng melanjutkan perjalanannya, hari-harinya dipenuhi pelatihan keras dan refleksi mendalam tentang tujuannya. Ia berjalan melalui desa-desa kecil, menanyai penduduk tentang Yin Mo Sect dan mencari informasi lebih lanjut mengenai keberadaan mereka. Di setiap langkah, ia merasakan beban kesedihan dan kemarahan, tetapi juga kekuatan baru yang muncul dari tekadnya untuk membalas dendam.Suatu pagi, ia tiba di desa kecil bernama Ling Shan, yang dikenal karena keindahan alamnya. Di sini, penduduknya hidup damai, tetapi ada aura ketakutan yang melingkupi mereka. Xiao Feng merasa ada sesuatu yang tidak beres ketika ia bertemu dengan seorang lelaki tua, Liang, yang duduk di depan sebuah kedai teh.Kedatangan Xiao Feng tentu menarik banyak perhatian, salah satu diantaranya ialah seorang lelaki tua "Apa yang membuatmu datang ke desa kami, pemuda?" tanya Liang, menatapnya dengan tatapan tajam.Xiao Feng hanya bisa terdiam sesaat, sebeluma akhirnya ia menjawab "Aku mencari informasi ten
Setelah beberapa bulan di bawah bimbingan guru tua, Xiao Feng merasa lebih siap menghadapi tantangan yang menghalangi jalannya. Setiap latihan mengajarinya tentang kontrol diri, kekuatan, dan fokus. Saat ini, setiap gerakan dan napas terasa lebih terarah, seolah-olah tubuh dan energinya bekerja dalam harmoni yang selaras.Namun, ada satu hal yang selalu membayangi pikirannya—Yin Mo Sect. Meskipun pelatihan telah mempersiapkan fisiknya, kemarahan dan rasa sakit dari kehilangan Shifu Yan terus menyala dalam hatinya, membuat api kecil membara menjadikannya api besar yang tak kunjung padam.Waktu kembali berjalan cepat. Xiao Feng yang sudah memulai perjalanan kembali menuju desa Ling Shan merasakan hatinya berdebar-debar saat ia melintasi jalan yang sama. Perasaannya campur aduk. Ia tahu bahwa banyak hal telah berubah, tetapi tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kenangan akan desa dan orang-orang yang dicintainya yang telah mati.Saat tiba di desa, suasana terasa mencekam. Penduduk t
Setelah beberapa hari merencanakan strategi, Xiao Feng dan Ling Yu memutuskan untuk mengumpulkan sekutu dari desa-desa terdekat. Mereka membuat rencana untuk mengunjungi desa Shui Lin, yang terkenal dengan pendekar-pendekarnya yang tangguh dan keterampilan bertarung yang mumpuni. Xiao Feng yakin bahwa jika mereka bisa mendapatkan dukungan dari mereka, kekuatan desa Ling Shan akan meningkat secara signifikan.Pagi itu, dengan matahari yang baru muncul di cakrawala, Xiao Feng dan Ling Yu berangkat ke desa Shui Lin. Mereka mengendarai kuda, melintasi ladang hijau yang membentang di antara bukit-bukit, merasakan angin sejuk menyapu wajah mereka. Di sepanjang jalan, mereka berdiskusi tentang rencana dan harapan mereka.“Jika kita bisa mendapatkan dukungan dari kepala desa Shui Lin, kita mungkin bisa mendapatkan lebih banyak pendekar untuk bergabung dengan kita,” ujar Xiao Feng, bersemangat.Ling Yu mengangguk. “Aku mendengar bahwa kepala desa adalah seorang pendekar hebat yang pernah menga
Setelah menempuh perjalanan melelahkan melalui jalur berbatu dan hutan lebat, akhirnya Xiao Feng dan kelompoknya tiba di kaki Gunung Hitam. Kabut tebal menyelimuti puncak gunung, menciptakan suasana yang mencekam. Suara gemuruh dari kejauhan memberi tanda bahwa bahaya semakin dekat.“Mari kita bersiap,” bisik Ling Yu kepada Xiao Feng. “Kita tidak tahu apa yang menanti kita di dalam sana.”Xiao Feng mengangguk, matanya menyapu sekeliling. “Kita harus tetap bersatu dan hati-hati. Jika kita terpisah, kita akan menghadapi risiko yang lebih besar.”Mereka mulai merangkak naik, menelusuri jalur sempit yang menuju markas kelompok aliran sesat. Saat mereka mendekati puncak, suara gaduh dan teriakan bisa terdengar dari kejauhan. Suasana yang biasanya tenang kini berubah menjadi hiruk-pikuk, menciptakan ketegangan di dalam hati setiap orang yang ikut serta.Ketika mereka sampai di puncak, pemandangan yang menakutkan menyambut mereka. Di depan, sebuah bangunan besar terbuat dari batu gelap menju
Waktu berjalan cukup cepat, setelah perjalanan yang melelahkan, Xiao Feng dan kelompoknya kembali ke desa, seolah melupakan kejadian yang cukup menyakitkan beberapa saat lalu. Mereka bahkan sempat berfikir, apakah ini sebuah keajaiban atau hanya sebuah keberuntungan.Langit malam berkilauan dengan bintang-bintang, tetapi hati mereka dipenuhi kegelisahan. Setelah pertempuran di Gunung Hitam, meskipun kemenangan ada di tangan mereka, ancaman dari kelompok aliran sesat masih terasa menggantung.Xiao Feng berdiri di tepi desa, memandang ke arah cakrawala yang jauh. “Mengapa rasanya belum berakhir?” gumamnya pelan. Pikiran tentang sekte dan kekuatannya yang luar biasa tak bisa meninggalkannya. Pertarungan itu hanyalah permulaan. Dia tahu bahwa musuh memiliki rencana yang jauh lebih besar.“Kau terlihat khawatir.” Suara lembut terdengar dari belakangnya.Xiao Feng menoleh dan melihat Ling Yu berdiri dengan anggun, rambut hitamnya yang panjang berkilauan di bawah sinar rembulan. Tatapannya l
Cahaya fajar perlahan menyelimuti hutan, menyapu embun yang menempel di dedaunan, memberikan kehangatan yang tipis setelah malam yang dingin. Xiao Feng membuka matanya perlahan, merasakan beban kelelahan yang masih tertinggal di tubuhnya. Luka di lengannya berdenyut, rasa sakit yang tajam menyusup setiap kali ia mencoba menggerakkan tangannya, tapi ia tak punya pilihan selain terus bergerak, karena jika tidak...“Perjalananku masih panjang,” bisiknya pelan.Xiao Feng menyingkirkan sisa api unggun yang kini sudah padam, lalu mengikat kembali pedangnya di pinggang. Langkahnya pelan saat ia menyusuri jalan setapak yang semakin terjal. Kabut tipis yang melingkupi lereng gunung menambah kesan misterius dan penuh tantangan ditempat tersebut. Di setiap tikungan, bayangan pepohonan tinggi tampak seperti sosok penjaga kuno yang diam-diam mengamati perjalanan Xiao Feng.Gunung Tianmu tidak hanya menjadi ujian fisik, tetapi juga mental. Setiap langkah diiringi dengan ketidakpastian, seolah-olah
Di balik altar, sebuah pintu tersembunyi perlahan terbuka, mengundang Xiao Feng untuk melangkah lebih jauh ke dalam misteri Gunung Tianmu. Udara yang keluar dari celah pintu itu dingin dan lembap, menandakan bahwa lorong di baliknya sudah lama tak disentuh cahaya matahari.Xiao Feng berdiri di tempatnya, menatap pintu yang kini terbuka lebar. Hatinya berdebar, bukan karena ketakutan, melainkan rasa penasaran yang semakin membuncah. Dia tahu, langkah berikutnya akan semakin mendekatkan dirinya pada Zirah Besi, senjata pusaka yang dia cari. Namun, di balik keinginan itu, ada perasaan yang sulit diabaikan—seperti sebuah peringatan dari alam bawah sadarnya. Tempat ini penuh bahaya yang jauh lebih besar dari sekadar penjaga raksasa tadi.Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah pertarungan sengit, dia menggenggam pedangnya lebih erat. Lorong gelap itu seperti mulut naga, siap menelannya kapan saja. Tapi tidak ada waktu untuk ragu. Dia melangkah masuk dengan hati-hati, mengamati se
Setelah membebaskan para tahanan, mereka berdua hendak kembali melanjutkan perjalanan. Di tengah hutan lebat mereka semua merasakan udara dingin mulai terasa menusuk kulit, seolah baru menemukan ketenangan yang berarti, namun ketenangan itu mendadak terpecah oleh suara gemuruh langkah kaki yang terdengar semakin mendekat.Xiao Feng lalu memberikan perintah pada tahanan yang mereka lepaskan untuk segera bersembunyi, mencari tempat yang aman, "Pergilah dari sini... Kalian harus selamat."Mendengar perintah dari Xiao Feng, orang-orang itu segera pergi menjauh, seolah tidak ingin terlibat dari pertarungan yang akan segera terjadi."Feng'Ge," ucap Bai Ling, matanya memandang lurus ke depan. "Kau dengar itu?"Xiao Feng mengangguk pelan. Ia memicingkan matanya, memeriksa lingkungan sekitarnya. "Langkah kaki... banyak sekali. Mereka datang ke arah kita."Tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul puluhan pria bersenjata. Mereka mengenakan pakaian khas dengan lambang bendera warna di dada mereka.
Xiao Feng bergerak perlahan menuju perkemahan, langkahnya begitu tenang tanpa suara sedikitpun. Bai Ling mengikuti di belakangnya, sembari mengeluarkan es dari tangannya yang berkilauan di bawah sinar matahari yang mulai redup. Aroma asap yang bercampur dengan daging panggang semakin jelas, dan suara-suara tawa kasar dari sekelompok pria mulai terdengar."Bai'er," bisik Xiao Feng sambil berhenti di balik semak belukar. "Kita akan mendekat dari dua sisi. Kau ambil sisi kiri untuk memastikan mereka tidak melarikan diri."Bai Ling mengangguk, menatap Xiao Feng dengan penuh keyakinan. "Aku mengerti. Kau hati-hati."Xiao Feng menoleh ke arah wanita yang mereka bawa. "Tetap di sini. Jangan keluar sampai kami kembali."Wanita itu menggigit bibirnya, jelas khawatir, namun akhirnya mengangguk. "Baik, Tuan Pendekar. Tolong... selamatkan mereka."**Dari balik semak-semak, Xiao Feng dan Bai Ling akhirnya bisa melihat perkemahan itu dengan jelas. Sekelompok pria kasar duduk di sekitar api unggun,
Saat Xiao Feng dan Bai Ling hendak melangkah pergi, suara langkah kaki yang tergesa-gesa menghampiri mereka dari belakang. Wanita muda yang sebelumnya mereka selamatkan berlari dengan wajah penuh kecemasan. Matanya merah, basah oleh air mata yang tak henti-hentinya mengalir.“Tuan pendekar!” panggilnya seraya berlutut di hadapan Xiao Feng. “Terima kasih telah menyelamatkan kami. Namun, aku memohon... tolong bantu aku sekali lagi. Ibu dan adik perempuanku dibawa oleh anggota mereka yang lain. Aku tak tahu harus bagaimana...”Xiao Feng menatap wanita itu dengan tatapan serius, sementara Bai Ling mengernyit, menatapnya penuh rasa iba. “Di mana mereka terakhir kali terlihat?” tanya Xiao Feng.Wanita itu menggeleng lemah. “Aku hanya mendengar salah satu dari mereka menyebut sebuah tempat di dekat lembah barat. Di sana mereka berencana mengumpulkan para tawanan lainnya.”Xiao Feng menarik napas panjang. “Baiklah, kami akan membantu. Tapi kau harus beristirahat dan kembali ke tempat yang ama
Matahari mulai terbenam di ufuk barat, menyelimuti dunia dalam semburat oranye yang perlahan memudar. Di tengah perjalanan mereka, Xiao Feng dan Bai Ling berjalan menyusuri jalan berbatu yang sunyi. Pepohonan di kiri dan kanan menjulang tinggi, menciptakan bayangan panjang yang mengintimidasi. Namun, di tengah ketenangan itu, sepasang mata dari balik rimbunan dedaunan terus mengintai mereka."Sialan... Dia jauh lebih kuat dari yang dikabarkan," gumam pria itu pelan, matanya tetap tertuju pada Xiao Feng. Setelah memastikan tidak tertangkap basah, dia segera bergerak pergi dengan langkah ringan, menghilang di antara pohon-pohon lebat. Beberapa saat kemudian, pria itu tiba di sebuah lokasi tersembunyi dan langsung melapor pada Yu Zhi, pemimpin kelompok bendera merah yang baru menggantikan Tianbao.“Ketua, aku sudah memastikan. Mereka bergerak ke arah utara, sepertinya mencari jejak kelompok kecil kita,” lapornya sambil berlutut.Yu Zhi yang sedang duduk di kursinya dengan angkuh setelah
Langit sore mulai berubah menjadi jingga keemasan ketika Xiao Feng dan Bai Ling berdiri di depan rumah utama desa. Keheningan mencekam menyelimuti mereka. Bau busuk dari mayat yang terkumpul di dalam ruangan mulai menyengat, membuat Bai Ling menutup hidungnya dengan lengan baju.“Feng'Ge,” ujar Bai Ling dengan nada serak. “Orang-orang desa ini... mereka semua korban. Kita harus melakukan sesuatu untuk memberi mereka penghormatan terakhir.”Xiao Feng mengangguk pelan. “Kita tidak bisa membiarkan mereka seperti ini. Mereka sudah cukup menderita.”Bai Ling berjalan ke arah pintu, memperhatikan tumpukan mayat yang kulit wajahnya telah dilucuti. Mata mereka yang kosong seakan berbicara, memohon keadilan atas apa yang telah terjadi. “Bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan hal sekeji ini?” gumamnya, suaranya hampir tak terdengar.Xiao Feng menghela napas panjang, tangannya menggenggam erat Pedang Pembalik Surga. “Ini adalah pekerjaan kelompok bendera lima warna itu. Mereka tak hanya meng
Xiao Feng berdiri di tengah medan pertempuran yang kini sunyi. Bau amis darah masih menyeruak di udara, menyatu dengan aroma dedaunan yang hancur akibat pertempuran. Puluhan, bahkan ratusan mayat musuh yang baru saja ia dan Bai Ling habisi tergeletak tak bernyawa. Bai Ling berdiri di sampingnya, tangan masih menggenggam pedang yang kini berlumuran darah beku."Apa yang akan kau lakukan dengan mayat-mayat ini?" tanya Bai Ling dengan suara tenang, namun sorot matanya menyiratkan kelelahan.Xiao Feng mengangkat wajahnya, memandang langit yang mulai diselimuti awan kelabu. Ia menghela napas panjang. "Aku akan membakar mereka. Dunia ini sudah cukup tercemar oleh dosa-dosa mereka. Biarkan api membersihkan semuanya."Ia kemudian mengangkat tangannya, energi petir mulai berkumpul di sekeliling tubuhnya. Udara di sekitar mereka terasa bergetar, membuat dedaunan bergemerisik. Namun, sebelum ia sempat melancarkan kekuatannya, suara gemuruh yang aneh mulai terdengar dari kejauhan."Xiao Feng," Ba
Udara malam terasa berat dengan ketegangan yang mencekam. Pria tua berambut putih berdiri tegak di tengah lapangan desa, sorot matanya seperti memaku Xiao Feng di tempatnya. Sementara itu, Bai Ling berdiri di sisi Xiao Feng bersiap dengan kipas esnya yang berpendar dari pantulan cahaya bulan.Pria itu menatap Xiao Feng dan Bai Ling secara bergantian, menatap mereka dengan dingin sebelum akhirnya berkata.“Kau terlalu muda untuk menantang kami,” ucap pria tua itu, senyumnya mencemooh. Ia mengangkat tangannya, dan tanah di sekitarnya bergetar, memperlihatkan bahwa dirinya bukan lawan biasa.Mendengar perkataan pria tua itu barusan, Xiao Feng maju selangkah, tatapannya tajam seoalah ia akan melahap pria tua itu hidup. Namun sebelum itu terjadi Xiao Feng menjawab perkataan itu “Kau mengorbankan manusia tak bersalah demi ambisi kotor kalian. Hari ini, aku akan menghentikanmu.”Pria tua itu tertawa kecil. “Coba saja, bocah. L
Wanita paruh baya itu mendekati Xiao Feng dengan langkah ragu. Matanya yang tampak basah dan wajahnya yang lelah menambah kesan rapuh. Dengan suara serak, ia berkata, “Tuan, terima kasih sudah melindungi desa kami. Tapi... bisakah kalian bermalam di sini hingga pagi? Aku takut mereka akan kembali menyerang.”Sebelumnya. Xiao Feng menatap wanita itu, matanya menyipit seolah mencoba membaca niat tersembunyi di balik permohonannya. Bai Ling, yang berdiri di sampingnya, merasakan sesuatu yang tidak beres, tetapi memilih untuk tidak langsung bicara.“Kami harus pergi sebelum fajar,” kata Xiao Feng singkat, tapi tetap menjaga nada tenangnya.Wanita itu tersenyum tipis. Namun, di balik senyum itu, ada sesuatu yang dingin, yang membuat Bai Ling merasa tidak nyaman.Tanpa aba-aba, wanita itu mengeluarkan belati dari balik kain lusuh yang dikenakannya dan mengarahkannya langsung ke dada Xiao Feng dengan kecepatan yang mengejutkan.&ld
Langit malam menggantung kelam di atas desa kecil itu, hanya diterangi oleh bulan sabit yang sinarnya redup tertutupi awan. Xiao Feng berdiri di ambang pintu, matanya tajam menatap ke arah kegelapan, mendengarkan setiap suara yang mencurigakan. Di belakangnya, Bai Ling dengan sigap memasang perangkap sederhana di sekitar rumah, menggunakan tali dan bel kecil yang ia temukan di dapur rumah.“Mereka pasti sedang mengatur strategi. Kita harus lebih dulu menyerang atau bersiap menghadapi kemungkinan terburuk,” kata Bai Ling, meluruskan punggungnya.Xiao Feng tersenyum tipis, tetapi matanya tetap tajam. “Mereka akan datang. Kita hanya perlu sedikit kesabaran.”Bai Ling menoleh padanya. “Aku tidak suka menunggu seperti ini. Kau yakin mereka akan datang malam ini?”Xiao Feng mengangguk. “Yakin. Tadi saat aku berada di kedai teh di sudut desa, aku merasakan ada yang aneh.”Bai Ling mengangkat alis, meminta pe