Angin berhembus lembut di antara pepohonan pinus yang menjulang tinggi, menggoyangkan dedaunan seperti melodi lembut. Di tengah hutan, sebuah dojo kecil berdiri kokoh, tempat di mana para murid berkumpul untuk mengasah kemampuan bela diri mereka. Di sinilah Xiao Feng berlatih, di bawah bimbingan Shifu Yan, seorang guru yang dihormati dan bijaksana. Dengan tatapan penuh harapan, ia memfokuskan diri pada gerakan-gerakan yang diajarkan.
Hari itu, pelatihan terasa berbeda. Ada ketegangan di udara, seolah-olah alam merasakan peristiwa yang akan datang. "Feng, ingat, kekuatan bukan hanya berasal dari fisik, tetapi juga dari dalam diri," suara Shifu Yan mengalun lembut namun tegas, mengingatkan Xiao Feng untuk selalu memperhatikan keseimbangan antara kekuatan dan ketenangan dalam hidupnya.
Pemuda itu tersenyum tipis sebelum akhirnya menjawab. "Ya, Shifu," jawab Xiao Feng, sambil mengatur napasnya. Dengan keahlian yang terasah, ia melanjutkan gerakan pedangnya, menghindari bayang-bayang yang seolah mengintai di sekelilingnya. Namun, meski ia berusaha keras, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Seakan ada sesuatu yang buruk akan segera terjadi.
Beberapa saat berlalu hingga akhirnya menjelang malam, langit mulai gelap, dan bintang-bintang bersinar dengan samar di balik awan. Xiao Feng duduk di tepi danau kecil di belakang dojo, salah satu tempat yang bisa menenangkan hati pemuda itu dengan merenungkan nasib dan impiannya. "Apa yang akan terjadi jika aku tidak bisa menjadi pendekar seperti yang diharapkan Shifu?" pikirnya.
Namun tiba-tiba, suara langkah kaki menghentikan lamunannya. Dari bayang-bayang pohon tidak jauh dari tempatnya, muncul dua sosok mengenakan jubah hitam. Mereka berjalan sangat cepat, seolah memiliki tujuan tertentu. Hal itu membuat Xiao Feng merasakan ada sesuatu yang tidak beres akan segera terjadi. Intuisi sebagai seorang pendekar muda memberitahunya bahwa kedatangan mereka bukanlah hal baik.
Tanpa berfikir panjang, ia segera berlari menuju dojo untuk memperingatkan Shifu Yan. Namun, saat ia sampai, pintu dojo terbuka lebar dan ia mendapati pemandangan yang membuat hatinya tercekat. Suatu pemandangan yang tidak ia harapkan sama sekali. Shifu Yan tergeletak di tanah, dikelilingi oleh sosok-sosok bertopeng yang sedang melancarkan serangan. Xiao Feng membuka matanya dengan lebar, mulutnya bergetar hebat, ia ingin menangis saat itu juga. Tetapi suara itu terhenti di tenggorakkan "Shifu!" teriaknya, suaranya pecah oleh ketakutan.
Dengan keberanian yang tersisa, Xiao Feng melompat masuk, bersiap menghadapi musuh yang tak terduga tersebut. Ia meraih pedangnya dan berlari menerjang. Namun, serangan mereka terlalu cepat, dan dalam sekejap, satu dari mereka mendorongnya ke tanah, membuatnya kehilangan kendali. "Kau hanya anak kecil yang berani," cemooh salah satu dari mereka. "Jangan menghalangi kami!" ujar salah satu dari pria tersebut sambil menunjuk ke arah Xiao Feng.
Dengan perasaan yang campur aduk, Xiao Feng berjuang bangkit, matanya terfokus pada gurunya yang terluka parah. Rasa sakit di dadanya semakin mendalam akibat serangan barusa, terlebih dengan keadaan gurunya yang semakin parah. Ia tahu, ini adalah ujian terberat dalam hidupnya. Dengan semua tenaga yang tersisa, ia melawan, mengandalkan pelajaran yang telah diajarkan Shifu Yan.
Ia berlari sembari memegang pedangnya Kembali, berharap ia bisa memberikan satu tebasan saja terhadap musuh yang berada didepannya, “Terima ini…” pekik Xiao Feng. Namun, dengan sekali gerakan, musuh dapat mengatasi hal itu dengan sangat mudah bahkan salah satu pria tersebut memberikan tendangan keras tepat mengenai dada Xiao Feng. Dengan serangan musuh terlalu kuat itu, membuat Xiao Feng merasa terdesak.
Namun tiba-tiba, suara gemuruh menggema di langit, dan kilatan petir menyambar. Salah satu sosok bertopeng terjatuh, terkejut oleh suara tersebut. Hal itu membuat celah, hingga akhirnya Xiao Feng memanfaatkan kesempatan itu, ia menyerang, mengayunkan pedangnya kembali dengan segenap kekuatan. Namun, serangan itu belum cukup untuk memberikan luka gores kecil di tubuh musuh yang kembali berdiri dengan cepat. Tentu saja, musuhnya memiliki kekuatan besar dan keberanian hampir tak terbatas. Kejadian barusan bukan karena sesuatu penjahat itu takut, melainkan hanya terkejut.
Gurunya yang masih sadarkan diri segera berteriak, ketika melihat muridnya terjatuh untuk kedua kali. "Feng, jangan!" teriak Shifu Yan dengan suara lemah, namun penuh ketegasan. "Lari! Mereka bukan lawanmu!"
Akan tetapi, kata-kata itu terlambat. Xiao Feng terlalu terperangkap dalam perasaannya. Ia tidak bisa meninggalkan gurunya. Dalam sekejap, dia mengayunkan pedangnya lagi, tetapi sebuah tendangan menghantam tubuhnya, membuatnya terjatuh kembali.
Pemuda itu meringis kesakitan, bahkan ia sempat memuntahkan darah dari dalam mulut dan saat ia terbaring di tanah, pandangannya mulai kabur. Dalam keputusasaannya, ia melihat Shifu Yan berjuang melawan musuh-musuhnya kembali. Dengan setiap gerakan, ia menyaksikan sang guru mempertaruhkan segalanya untuk melindunginya. "Jangan biarkan mereka mengalahkanmu, Shifu!" teriak Xiao Feng, suaranya dipenuhi dengan air mata.
Namun, semua usaha Shifu Yan sia-sia. Dalam satu Gerakan terakhir, salah satu musuh melayangkan serangan mematikan, dan dalam sekejap, Xiao Feng menyaksikan darah segar menyembur dari tubuh Shifu dengan pedang tertancap tepat di dadanya. Suara teriakan memecah kesunyian malam, dan tubuh Shifu Yan terjatuh ke tanah, tidak bergerak. Ia telah mati.
Xiao Feng menangis sejadi-jadinya, dunia seakan mulai runtuh di sekeliling Xiao Feng. Rasa kehilangan dan kemarahan membakar dalam dirinya. Dengan satu gerakan, dia berusaha bangkit, meski lututnya bergetar dengan hebat. Ia mengumpulkan semua keberanian yang tersisa. "Aku tidak akan membiarkan kalian lolos!" teriaknya, suaranya bergema di hutan yang sunyi.
Namun semua harapannya sirna saat salah satu musuh meraih pedang Shifu yang tertancap di dada Sang guru dan mengarahkannya tepat ke arah Xiao Feng. "Kau harus belajar untuk melepaskan," ucap pria tersebut. Senyum sinis di wajah pria itu tampak jelas, menggambarkan sesuatu yang membuat Xiao Feng ingin mengutuk pria itu. Hal tersebut membuat Xiao Feng murka akan tetapi ia tidak berdaya, hingga dalam sekejap, Xiao Feng merasakan kegelapan menutupi pandangannya. Ia terjatuh, tidak tahu apakah ia akan bangkit lagi atau menutup mata untuk selamanya.
Entah keajaiban apa yang saat ini terjadi. Ia terbangun, semuanya sudah terlambat. Saat ini, hanya ada suara desiran angin malam disertai suara hewan yang ikut bernyanyi seakan menangis di kesunyian malam. Dojo yang dulunya megah kini telah hancur. Tidak ada lagi suara tawa atau pelajaran berharga yang akan di ajarkan Sang guru, bahkan tidak hanya itu, teman-temannya bahkan ikut terbunuh, entah kapan itu terjadi. Satu hal yang ia tidak mengerti, bagaimana mungkin saat ini ia masih bisa bernafas. Hanya ada kesunyian yang menyesakkan saat ini, dan bayangan gurunya yang akan menghantui setiap hari di tempat tersebut.Rasa sakit dan kepedihan menyelimutinya seperti selimut yang sangat berat. Satu-satunya suara yang ia dengar adalah detakan jantungnya yang berpacu cepat, berdegup keras dalam kesunyian yang menyakitkan. Kenangan akan senyum Shifu Yan berkelebat dalam benaknya, mengingatkannya pada pelajaran-pelajaran berharga yang selama ini diajarkan. "Kekuatan berasal dari dalam," suara S
Saat Xiao Feng melanjutkan perjalanannya, hari-harinya dipenuhi pelatihan keras dan refleksi mendalam tentang tujuannya. Ia berjalan melalui desa-desa kecil, menanyai penduduk tentang Yin Mo Sect dan mencari informasi lebih lanjut mengenai keberadaan mereka. Di setiap langkah, ia merasakan beban kesedihan dan kemarahan, tetapi juga kekuatan baru yang muncul dari tekadnya untuk membalas dendam.Suatu pagi, ia tiba di desa kecil bernama Ling Shan, yang dikenal karena keindahan alamnya. Di sini, penduduknya hidup damai, tetapi ada aura ketakutan yang melingkupi mereka. Xiao Feng merasa ada sesuatu yang tidak beres ketika ia bertemu dengan seorang lelaki tua, Liang, yang duduk di depan sebuah kedai teh.Kedatangan Xiao Feng tentu menarik banyak perhatian, salah satu diantaranya ialah seorang lelaki tua "Apa yang membuatmu datang ke desa kami, pemuda?" tanya Liang, menatapnya dengan tatapan tajam.Xiao Feng hanya bisa terdiam sesaat, sebeluma akhirnya ia menjawab "Aku mencari informasi ten
Setelah beberapa bulan di bawah bimbingan guru tua, Xiao Feng merasa lebih siap menghadapi tantangan yang menghalangi jalannya. Setiap latihan mengajarinya tentang kontrol diri, kekuatan, dan fokus. Saat ini, setiap gerakan dan napas terasa lebih terarah, seolah-olah tubuh dan energinya bekerja dalam harmoni yang selaras.Namun, ada satu hal yang selalu membayangi pikirannya—Yin Mo Sect. Meskipun pelatihan telah mempersiapkan fisiknya, kemarahan dan rasa sakit dari kehilangan Shifu Yan terus menyala dalam hatinya, membuat api kecil membara menjadikannya api besar yang tak kunjung padam.Waktu kembali berjalan cepat. Xiao Feng yang sudah memulai perjalanan kembali menuju desa Ling Shan merasakan hatinya berdebar-debar saat ia melintasi jalan yang sama. Perasaannya campur aduk. Ia tahu bahwa banyak hal telah berubah, tetapi tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kenangan akan desa dan orang-orang yang dicintainya yang telah mati.Saat tiba di desa, suasana terasa mencekam. Penduduk t
Setelah beberapa hari merencanakan strategi, Xiao Feng dan Ling Yu memutuskan untuk mengumpulkan sekutu dari desa-desa terdekat. Mereka membuat rencana untuk mengunjungi desa Shui Lin, yang terkenal dengan pendekar-pendekarnya yang tangguh dan keterampilan bertarung yang mumpuni. Xiao Feng yakin bahwa jika mereka bisa mendapatkan dukungan dari mereka, kekuatan desa Ling Shan akan meningkat secara signifikan.Pagi itu, dengan matahari yang baru muncul di cakrawala, Xiao Feng dan Ling Yu berangkat ke desa Shui Lin. Mereka mengendarai kuda, melintasi ladang hijau yang membentang di antara bukit-bukit, merasakan angin sejuk menyapu wajah mereka. Di sepanjang jalan, mereka berdiskusi tentang rencana dan harapan mereka.“Jika kita bisa mendapatkan dukungan dari kepala desa Shui Lin, kita mungkin bisa mendapatkan lebih banyak pendekar untuk bergabung dengan kita,” ujar Xiao Feng, bersemangat.Ling Yu mengangguk. “Aku mendengar bahwa kepala desa adalah seorang pendekar hebat yang pernah menga
Setelah menempuh perjalanan melelahkan melalui jalur berbatu dan hutan lebat, akhirnya Xiao Feng dan kelompoknya tiba di kaki Gunung Hitam. Kabut tebal menyelimuti puncak gunung, menciptakan suasana yang mencekam. Suara gemuruh dari kejauhan memberi tanda bahwa bahaya semakin dekat.“Mari kita bersiap,” bisik Ling Yu kepada Xiao Feng. “Kita tidak tahu apa yang menanti kita di dalam sana.”Xiao Feng mengangguk, matanya menyapu sekeliling. “Kita harus tetap bersatu dan hati-hati. Jika kita terpisah, kita akan menghadapi risiko yang lebih besar.”Mereka mulai merangkak naik, menelusuri jalur sempit yang menuju markas kelompok aliran sesat. Saat mereka mendekati puncak, suara gaduh dan teriakan bisa terdengar dari kejauhan. Suasana yang biasanya tenang kini berubah menjadi hiruk-pikuk, menciptakan ketegangan di dalam hati setiap orang yang ikut serta.Ketika mereka sampai di puncak, pemandangan yang menakutkan menyambut mereka. Di depan, sebuah bangunan besar terbuat dari batu gelap menju
Waktu berjalan cukup cepat, setelah perjalanan yang melelahkan, Xiao Feng dan kelompoknya kembali ke desa, seolah melupakan kejadian yang cukup menyakitkan beberapa saat lalu. Mereka bahkan sempat berfikir, apakah ini sebuah keajaiban atau hanya sebuah keberuntungan.Langit malam berkilauan dengan bintang-bintang, tetapi hati mereka dipenuhi kegelisahan. Setelah pertempuran di Gunung Hitam, meskipun kemenangan ada di tangan mereka, ancaman dari kelompok aliran sesat masih terasa menggantung.Xiao Feng berdiri di tepi desa, memandang ke arah cakrawala yang jauh. “Mengapa rasanya belum berakhir?” gumamnya pelan. Pikiran tentang sekte dan kekuatannya yang luar biasa tak bisa meninggalkannya. Pertarungan itu hanyalah permulaan. Dia tahu bahwa musuh memiliki rencana yang jauh lebih besar.“Kau terlihat khawatir.” Suara lembut terdengar dari belakangnya.Xiao Feng menoleh dan melihat Ling Yu berdiri dengan anggun, rambut hitamnya yang panjang berkilauan di bawah sinar rembulan. Tatapannya l
Cahaya fajar perlahan menyelimuti hutan, menyapu embun yang menempel di dedaunan, memberikan kehangatan yang tipis setelah malam yang dingin. Xiao Feng membuka matanya perlahan, merasakan beban kelelahan yang masih tertinggal di tubuhnya. Luka di lengannya berdenyut, rasa sakit yang tajam menyusup setiap kali ia mencoba menggerakkan tangannya, tapi ia tak punya pilihan selain terus bergerak, karena jika tidak...“Perjalananku masih panjang,” bisiknya pelan.Xiao Feng menyingkirkan sisa api unggun yang kini sudah padam, lalu mengikat kembali pedangnya di pinggang. Langkahnya pelan saat ia menyusuri jalan setapak yang semakin terjal. Kabut tipis yang melingkupi lereng gunung menambah kesan misterius dan penuh tantangan ditempat tersebut. Di setiap tikungan, bayangan pepohonan tinggi tampak seperti sosok penjaga kuno yang diam-diam mengamati perjalanan Xiao Feng.Gunung Tianmu tidak hanya menjadi ujian fisik, tetapi juga mental. Setiap langkah diiringi dengan ketidakpastian, seolah-olah
Di balik altar, sebuah pintu tersembunyi perlahan terbuka, mengundang Xiao Feng untuk melangkah lebih jauh ke dalam misteri Gunung Tianmu. Udara yang keluar dari celah pintu itu dingin dan lembap, menandakan bahwa lorong di baliknya sudah lama tak disentuh cahaya matahari.Xiao Feng berdiri di tempatnya, menatap pintu yang kini terbuka lebar. Hatinya berdebar, bukan karena ketakutan, melainkan rasa penasaran yang semakin membuncah. Dia tahu, langkah berikutnya akan semakin mendekatkan dirinya pada Zirah Besi, senjata pusaka yang dia cari. Namun, di balik keinginan itu, ada perasaan yang sulit diabaikan—seperti sebuah peringatan dari alam bawah sadarnya. Tempat ini penuh bahaya yang jauh lebih besar dari sekadar penjaga raksasa tadi.Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah pertarungan sengit, dia menggenggam pedangnya lebih erat. Lorong gelap itu seperti mulut naga, siap menelannya kapan saja. Tapi tidak ada waktu untuk ragu. Dia melangkah masuk dengan hati-hati, mengamati se
Malam menjelang di kota Liyue, dengan cahaya lentera yang berkelip-kelip di sepanjang jalan utama. Xiao Feng mengenakan jubah hitam panjang untuk menyembunyikan dirinya, memadukan gerakannya dengan bayang-bayang malam. Tujuannya malam ini adalah menyusup ke markas Klan Ular Emas, tempat Lei Kun memerintah dengan tangan besi.Ia telah mengamati gerak-gerik para penjaga selama beberapa jam, mencatat pola patroli mereka dan menemukan celah dalam pengawasan. Dengan lincah, ia melompati pagar tinggi yang mengelilingi markas besar. Sepasang mata elangnya mengawasi setiap sudut, memastikan ia tidak terdeteksi.Setelah masuk, Xiao Feng bergerak dengan tenang di lorong panjang yang diterangi oleh obor di dinding. Udara di dalam gedung terasa berat, seperti memancarkan aura kegelapan yang menyelimuti setiap sudut.Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia bersembunyi di balik pilar besar, menahan napas, sambil mendengarkan percakapan dua penjaga yang lewat.“Aku dengar Lei Kun sed
Langit senja kota Liyue dihiasi oleh awan kelabu yang seakan mencerminkan suasana hati penduduknya. Saat ini Xiao Feng berjalan di antara deretan rumah kayu yang berjajar rapi saat ia pertama kali tiba di kota tersebut, namun tatapan mata orang-orang di sekitarnya terasa seperti penuh ketakutan. Banyak yang menundukkan kepala, bahkan menghindari pandangannya."Kenapa kota ini terasa begitu suram?" pikir Xiao Feng sambil terus berjalan.Saat ia melewati pasar, ia melihat beberapa penjaga berseragam gelap dengan lambang ular emas berdiri di sudut jalan. Mereka memegang tombak dan pedang, wajah mereka keras tanpa senyuman. Penduduk yang berjualan tampak gelisah setiap kali penjaga itu mendekat.Tiba-tiba, seorang penjaga menghampiri seorang pedagang buah yang sedang membereskan dagangannya. “Hei, kau!” suara kasar penjaga itu membuat pedagang gemetar.“A-ada apa, Tuan?” jawab pedagang itu gugup.“Upeti hari ini. Jangan lupa! Kalau tidak, kau tahu akibatnya.”Pedagang itu segera menyerahk
Fajar mulai menyingsing di ufuk timur, menandai awal perjalanan panjang bagi Xiao Feng. Pagi itu Ia berdiri di depan Bai Lian yang sudah menunggunya lebih awal. Beruntung ia tidak membuat Bai Lian menunggu lebih lama untuk memberikan salam perpisahan terakhir. “Terima kasih atas bimbinganmu, Bai Lian. Aku tidak akan melupakan pelajaran ini,” katanya sambil menundukkan kepala dengan hormat.Melihat sikap Xiao Feng dengan tulus, Bai Lian tersenyum tipis. “Kau telah menunjukkan potensi besar, Xiao Feng. Namun ingat, perjalananmu masih panjang. Jangan terlalu cepat merasa puas dengan kekuatan yang telah kau peroleh.”Xiao Feng mengangguk, mendengar perkataan Bai Lian barusan. Ia kemudian menoleh kearah gurunya, Xiao Chen, yang berdiri tidak jauh darinya, melihat wajah gurunya itu ingin rasanya ia mengeluarkan air mata, namun ia tahan dengan kuat perasaan itu. "Guru, apakah kau tidak akan ikut bersamaku ke Liyue?" tanya pemuda itu penuh harap.Xiao Chen menghela napas panjang, setelah meli
Saat ini Xiao Feng berdiri di tengah ruangan batu kuno, tubuhnya gemetar saat energi listrik berwarna biru menyelimuti tubuhnya. Di tangannya tergenggam Kristal Naga yang telah ia dapatkan atas arahan Bai Lian sebelumnya, sebuah artefak yang berkilau dengan cahaya yang menyilaukan. Bai Lian berdiri tidak jauh darinya, mengamati dengan ekspresi penuh keyakinan. Ia telah berjanji pada dirinya sendiri, jika kali ini ia akan memastikan Xiao Feng telah menyelesaikan semua ujian darinya."Rasakan kekuatan itu mengalir di tubuhmu," ujar Bai Lian, suaranya seperti angin yang berdesir. "Tapi jangan biarkan ia menguasaimu, lakukan seperti yang kau lakukan sebelumnya. Kau harus menjadi tuannya kali ini."Xiao Feng memejamkan mata, mencoba menyelaraskan dirinya dengan energi yang melonjak dari kristal itu. Petir kecil memancar dari tubuhnya, menciptakan suara “Crack, crack!” di udara. Setiap lonjakan membuat otot-ototnya terasa seperti terbakar, namun bersamaan dengan itu, kekuatan yang luar bias
Xiao Feng dan gurunya Xiao Chen melanjutkan perjalanan mereka di tengah kabut yang semakin pekat. Hembusan angin dingin membawa bisikan yang terasa seperti suara manusia, menggetarkan keberanian siapa pun yang mendengarnya. Namun hal itu tentu akan berpengaruh pada orang biasa, bukan seperti kedua orang yang baru saja lewat ini. Xiao Feng menggenggam pedangnya erat-erat, memasang sikap waspada setiap saat.“Guru,” ujar Xiao Feng dengan suara pelan, “kenapa rasanya kabut ini seperti hidup?”Xiao Chen, yang berjalan beberapa langkah di depannya, menghentikan langkah kakinya. Ia menoleh, menatap Xiao Feng dengan serius. “Kabut ini bukan kabut biasa Feng. Ini adalah ujian jiwa. Siapa pun yang tidak kuat mentalnya akan tersesat di sini selamanya.” Ucap gurunya memastikan.Mendengar hal itu Xiao Feng menelan ludah. “Apakah kau pernah melewati ini sebelumnya guru?”“Pernah,” jawab Xiao Chen sambil menghela napas. “Tapi ujian jiwa ini berbeda bagi setiap orang. Aku tidak bisa membantumu. Kau
Tanpa menunggu lebih lama, Xiao Feng dan Xiao Chen melanjutkan perjalanan mereka, menuju ke area yang lebih dalam dari lembah Gunung Tianmu. Jalan setapak menjadi semakin sempit dan berbahaya, diapit oleh tebing-tebing tinggi yang tampak seolah hendak runtuh kapan saja. Setiap langkah terasa semakin berat, bukan hanya karena medan yang sulit, tetapi juga tekanan spiritual yang menekan mereka.“Bai Lian tidak pernah memberikan ujian tanpa alasan,” ujar Xiao Chen sambil melirik muridnya yang terus berjuang mendaki. “Dia ingin melihat apakah kau benar-benar layak untuk pelatihan selanjutnya.”Xiao Feng hanya mengangguk mendengar kata-kata dari gurunya. Luka-luka kecil di tubuhnya akibat perjalanan sebelumnya sudah mulai pulih sepenuhnya, tetapi kelelahan mental terasa seperti beban yang sulit dilepaskan dari ingatan.Lamanya perjalanan kali ini seolah tidak terasa, hingga langkah kaki mereka mencapai dataran kecil. Di tengah perjalanan itu, tiba-tiba suara gemuruh terdengar dari kejauhan
Setelah melalui pelatihan berat dari Bai Lian, pada akhirnya wanita itu memutuskan untuk berhenti memberikan latihan lebih lanjut, karena merasa jika Xiao Feng sudah lebih dari cukup kuat untuk sekarang. Namun sebagai latihan pengganti, ia mengatakan kepada Xiao Chen jika muridnya itu harus mempelajari kembali Kitab Dewa Naga yang sudah ia dapatkan tersebut. Karena dengan itu, ia akan menjadi jauh lebih kuat dan menyatukan kekuatan petirnya yang sekarang.Mendengar arahan dari Bai Lian, Xiao Chen mengikuti kata-kata wanita itu, meski ia sendiri sebenarnya memiliki pemikiran yang sama namun hanya belum sempat untuk melakukannya.Langit semakin kelabu diikuti dengan angin dingin menghembus pelan, membawa bisikan yang hampir menyerupai suara manusia. Saat Xiao Feng dan Xiao Chen mulai melangkah lebih jauh ke dalam lembah, ketika mereka berniat untuk memperdalam kekuatan Xiao Feng, hal itu sempat membuat pertanyaan besar bagi Xiao Feng, tetapi ia menahan keinginan untuk bertanya.“Lembah
Beberapa saat yang lalu, Xiao Chen yang sedari tadi berdiri di puncak tebing, mengamati dengan tenang sosok muridnya yang berlatih di bawah bimbingan Bai Lian, hingga tiba saatnya ia diuji dengan sosok naga petir yang tercipta dari kristal yang telah dia dapatkan. Wajahnya tetap seolah tak tergoyahkan, namun dalam hatinya ia penuh dengan kekhawatiran, karena merasa takut kehilangan murid yang begitu ia banggakan. Ia tahu betul betapa ganasnya kekuatan Petir Langit, dan meskipun Xiao Feng telah membuktikan dirinya layak, akan tetapi perjalanan untuk menguasai kekuatan itu masih terlampau panjang.“Dia memiliki potensi besar,” gumam Xiao Chen, suara rendahnya hampir tenggelam oleh gemuruh petir yang membelah langit.Bai Lian, yang berdiri tak jauh darinya, hanya tersenyum tipis. “Potensi saja tidak cukup, Xiao Chen. Kau lebih tahu daripada siapa pun bahwa keinginan untuk menang kadang bisa menjadi bumerang.”“Dan itulah mengapa aku di sini,” jawab Xiao Chen dengan nada tenang namun pen
Setelah mendapatkan kristal itu Xiao Feng memandangi kristal Petir Langit yang berkilauan di tangannya. Energi kristal itu menyatu dengan tubuhnya seperti denyut nadi yang baru, setiap detik membuatnya lebih sadar akan kekuatan dahsyat yang terkandung di dalamnya. Namun, tak ada waktu untuk beristirahat kali ini. Tiba-tiba suara dari dalam tebing kembali bergema, samar dan nyaris seperti bisikan, memanggilnya untuk kembali.Xiao Chen mulai merasakan sesuatu yang aneh, kakinya terasa berat seperti ditambatkan beban tak kasat mata. Setiap langkah membawa perasaan ganjil, seolah tanah yang dipijaknya sedang menguji keberaniannya. "Apa yang sedang terjadi denganku?" gumamnya.Bai Lian yang menyadari hal itu langsung berkata, “Langkahmu berat karena Kristal Petir Langit menguji hatimu,” ucapnya. Mendengar hal tersebut, Xiao Feng terkejut dengan apa yang baru saja terjadi dengannya, ia tidak menjawab perkataan Bai Lian, melainkan ia mulai memajamkan mata berusaha untuk memahani lebih jauh