Setelah beberapa hari merencanakan strategi, Xiao Feng dan Ling Yu memutuskan untuk mengumpulkan sekutu dari desa-desa terdekat. Mereka membuat rencana untuk mengunjungi desa Shui Lin, yang terkenal dengan pendekar-pendekarnya yang tangguh dan keterampilan bertarung yang mumpuni. Xiao Feng yakin bahwa jika mereka bisa mendapatkan dukungan dari mereka, kekuatan desa Ling Shan akan meningkat secara signifikan.
Pagi itu, dengan matahari yang baru muncul di cakrawala, Xiao Feng dan Ling Yu berangkat ke desa Shui Lin. Mereka mengendarai kuda, melintasi ladang hijau yang membentang di antara bukit-bukit, merasakan angin sejuk menyapu wajah mereka. Di sepanjang jalan, mereka berdiskusi tentang rencana dan harapan mereka.
“Jika kita bisa mendapatkan dukungan dari kepala desa Shui Lin, kita mungkin bisa mendapatkan lebih banyak pendekar untuk bergabung dengan kita,” ujar Xiao Feng, bersemangat.
Ling Yu mengangguk. “Aku mendengar bahwa kepala desa adalah seorang pendekar hebat yang pernah mengalahkan beberapa anggota Yin Mo Sect. Dia pasti memiliki pengetahuan yang berharga.” Sahut Wanita itu.
Beberapa waktu telah berlalu. Saat mereka mendekati desa Shui Lin, suasana hati mereka mulai meningkat pesat, antara cemas dan kewaspadaan. Mereka sempat berfikir kedatangan mereka tidak akan diterima dengan baik. Namun, begitu mereka tiba, mereka disambut dengan pemandangan yang mengkhawatirkan. Desa itu terlihat sepi, dan tidak ada tanda-tanda aktivitas sama sekali. Pagar desa tampak terbengkalai, dan beberapa rumah tampak kosong. Tidak berpenghuni.
“Ini tidak terlihat baik-baik saja,” kata Xiao Feng, menciptakan ketegangan di dalam dirinya. “Ke mana semua orang?” dia berbisik.
Dengan penuh kewaspadan mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan masuk ke dalam desa, setiap langkah penuh kehati-hatian. Akhirnya, mereka menemukan sekelompok penduduk yang berkumpul di dekat sumur. Wajah mereka menunjukkan kecemasan dan ketakutan. Ada apa ini?
“Apakah kalian melihat kepala desa?” tanya Ling Yu, berusaha mendapatkan perhatian mereka.
Melihat kedatangan mereka, seorang lelaki tua, wajahnya keriput dan matanya kelihatan sangat lelah, ia mengangguk pelan. “Dia ditangkap oleh Yin Mo Sect. Mereka datang malam tadi dan menculiknya.” Ujar pria tua hampir mati itu.
Mendengar hal tersebut kemarahan mendidih dalam diri Xiao Feng. “Mengapa tidak ada yang melawan?” tanyanya, merasa kecewa dengan keadaan desa tersebut.
“Kami sudah berusaha, tetapi mereka sangat kuat. Kami tidak memiliki kekuatan untuk melawan mereka. Semua yang kami lakukan hanya akan membawa bencana,” jawab lelaki tua itu, suara ketakutan mengguncang kata-katanya hingga lututnya bergetar hebat lalu membuat ia terjatuh.
Ling Yu meraih tangan lelaki itu. “Kami tidak akan membiarkan mereka terus menguasai desa ini. Kami ingin membantu, tetapi kami perlu tahu di mana mereka menyimpan kepala desa.” Ujar Wanita itu memastikan.
Mendengar perkataan barusan membuat pria tua berbicara “Rumor mengatakan mereka telah membawa kepala desa ke markas mereka di Gunung Hitam,” kata lelaki tua itu. “Namun, itu adalah tempat yang berbahaya. Banyak yang telah pergi dan tidak pernah kembali.” Pungkasnya sembari menggelengkan kepala.
Xiao Feng merasa ada satu pilihan. “Kita harus pergi ke Gunung Hitam dan menyelamatkan kepala desa. Jika kita bisa menyelamatkannya, kita bisa mendapatkan dukungan dari desa ini dan mengumpulkan kekuatan yang lebih besar.”
Ling Yu menatap Xiao Feng, ada keprihatinan di matanya. “Tetapi itu sangat berbahaya, Xiao Feng. Kita tidak tahu berapa banyak anggota Yin Mo Sect yang menjaga tempat itu.”
Xiao Feng merenung sejenak, memikirkan kalimat barusan “Jika kita menunggu lebih lama, mereka akan semakin kuat, dan desa ini akan jatuh,” jawab Xiao Feng dengan tegas. “Kita tidak punya waktu lagi.”
Akhirnya, setelah berdebat, Ling Yu mengangguk. “Baiklah, kita lakukan ini bersama. Kita perlu mengumpulkan orang-orang yang bersedia ikut.”
Mereka mulai mengumpulkan penduduk yang memiliki semangat untuk melawan. Beberapa orang, meskipun ketakutan, merasa terinspirasi oleh keberanian Xiao Feng dan Ling Yu. Dalam waktu singkat, mereka berhasil mengumpulkan beberapa penduduk yang bersedia untuk berjuang.
Dengan semangat yang berapi, mereka mempersiapkan diri untuk perjalanan menuju Gunung Hitam. Di tengah perjalanan, Xiao Feng berusaha mengingat semua pelajaran yang dia dapatkan dari guru tuanya. Dia tahu bahwa dia harus memimpin dengan bijaksana dan tidak membiarkan kemarahan menguasainya.
Beberapa waktu berlalu. Saat mereka mendekati kaki Gunung Hitam, suasana semakin mencekam. Kabut tebal menyelimuti area sekitar, dan suara-suara aneh terdengar dari kejauhan. Penduduk desa mulai menunjukkan ketakutan kembali.
“Apakah kita benar-benar harus melanjutkan?” tanya seorang pemuda, wajahnya begitu pucat.
“Ya, kita harus melakukannya,” jawab Xiao Feng, berusaha menjaga semangat mereka. “Kita sudah datang sejauh ini. Kita tidak bisa mundur sekarang.” Ujarnya.
Ketika mereka mulai mendaki gunung, ketegangan semakin meningkat. Setiap langkah terasa sangat berat, dan mereka semua merasakan kehadiran gelap yang mengintai di sekitar mereka. Xiao Feng memimpin di depan, matanya waspada terhadap kemungkinan serangan yang mungkin saja mengintai nyawanya atau orang yang berada dibelakang.
Tiba-tiba, dari balik pepohonan, sekelompok anggota Yin Mo Sect muncul, mengenakan jubah hitam yang mencolok. Mereka tertawa sinis melihat kelompok kecil ini dating hanya untuk mengantarkan nyawa.
“Kau berani datang ke sini, bocah?” salah satu dari mereka, seorang pria berbadan besar dengan tatapan menakutkan, bertanya. “Apakah kau ingin mati di sini?”
Mendengar perkataan itu Xiao Feng tidak mundur. “Kami datang untuk menyelamatkan kepala desa. Jika kau berani, hadapilah kami!”
Dengan kalimat yang telah terlontar keluar dari mulut Xiao Feng membuat salah satu anggota sekte maju sambil menyeringai, ia mengepalkan tinjunya dan menyerang Xiao Feng tanpa aba-aba. Namun, dengan semua pelatihan yang telah dia jalani, Xiao Feng menghindari serangan itu dengan mudah. Hal itu membuat pria tersebut mengangkat alisnya dan berusaha memberiksan serangan menggunakan tendangan maut tepat kearah leher Xiao Feng.
Namun lagi dan lagi Xiao Feng mampu menghindar hanya dengan satu gerakan kaki kearah samping. Hal itu kembali membuat pria tersebut berdecak “Cihh.” Namun kali ini Xiao Feng tidak membiarkan pria itu untuk kembali menyerang, melainkan ia bersiap untuk memberikan serangan balasan terhadap pria tersebut. Dia menyerang balik dengan serangan pedangnya. Serangan itu mengenai musuh, membuat luka besar tepat mengenai dada pria tersebut, darah mengalir dari luka tersebut dan membuatnya terjatuh. Mati seketika.
Melihat salah satu rekannya terbunuh, membuat kekacauan segera terjadi saat anggota lain dari Yin Mo Sect mulai menyerang. Pertarungan pecah. Xiao Feng berjuang melawan beberapa musuh sekaligus dengan menggunakan pedang dari gurunya yang telah mati. Beberapa musuh dapat ia atasi dengan mudah, akan tetapi hal itu juga membuatnya menyadari dalam keadaan genting, dia merasakan energi KI dalam tubuhnya mengalir pesat, mengingat semua yang telah dia pelajari.
“Jangan mundur! Kita bisa mengalahkan mereka!” teriak Ling Yu, mengobarkan semangat teman-teman mereka.
Kalimat barusan membuat semangat para penduduk desa kembali bangkit. Mereka mulai bekerja sama, serangan yang terkoordinasi membuat beberapa anggota sekte terdesak. Namun, mereka masih jauh dari kemenangan, meski telah membuat mereka terpojok. Kekuatan musuh masih sangat besar, dan setiap serangan menjadi semakin sulit untuk dihadapi.
Xiao Feng merasakan bahwa dia harus memimpin dengan bijaksana dan menemukan cara untuk mengubah keadaan. “Kita perlu berstrategi!” teriaknya. “Kita harus membagi kekuatan kita dan menyerang secara bersamaan!” ucapnya.
Mendengar perintah Xiao Feng, penduduk desa mulai bergerak, mengikuti rencana yang dibagikan oleh Xiao Feng. Mereka mulai mengoordinasikan serangan, mengalihkan perhatian musuh dan menyerang dari berbagai sisi.
Beberapa anggota kelompok aliran hitam meras panik, ketika serangan dari kelompok Xiao Feng berubah. Mereka kembali terpojok dengan anggota yang terpisah, keadaan itu membuat mereka terpaksa meregang nyawa karena tidak bisa memberikan perlawanan yang berarti. Pada akhirnya, setelah pertempuran yang sengit, mereka berhasil mengalahkan beberapa anggota Yin Mo Sect, tetapi tidak tanpa kehilangan, beberapa dari mereka harus ikut mati bersamaan dengan musuh. Xiao Feng merasa berat hati saat melihat seorang penduduk desa terluka parah bahkan diantaranya telah tewas. Dia bertekad untuk tidak membiarkan pengorbanan ini sia-sia.
“Kita harus terus bergerak!” teriak Xiao Feng. “Kita harus menemukan kepala desa sebelum mereka mengirim lebih banyak anggota untuk melawan kita!”
Setelah menempuh perjalanan melelahkan melalui jalur berbatu dan hutan lebat, akhirnya Xiao Feng dan kelompoknya tiba di kaki Gunung Hitam. Kabut tebal menyelimuti puncak gunung, menciptakan suasana yang mencekam. Suara gemuruh dari kejauhan memberi tanda bahwa bahaya semakin dekat.“Mari kita bersiap,” bisik Ling Yu kepada Xiao Feng. “Kita tidak tahu apa yang menanti kita di dalam sana.”Xiao Feng mengangguk, matanya menyapu sekeliling. “Kita harus tetap bersatu dan hati-hati. Jika kita terpisah, kita akan menghadapi risiko yang lebih besar.”Mereka mulai merangkak naik, menelusuri jalur sempit yang menuju markas kelompok aliran sesat. Saat mereka mendekati puncak, suara gaduh dan teriakan bisa terdengar dari kejauhan. Suasana yang biasanya tenang kini berubah menjadi hiruk-pikuk, menciptakan ketegangan di dalam hati setiap orang yang ikut serta.Ketika mereka sampai di puncak, pemandangan yang menakutkan menyambut mereka. Di depan, sebuah bangunan besar terbuat dari batu gelap menju
Waktu berjalan cukup cepat, setelah perjalanan yang melelahkan, Xiao Feng dan kelompoknya kembali ke desa, seolah melupakan kejadian yang cukup menyakitkan beberapa saat lalu. Mereka bahkan sempat berfikir, apakah ini sebuah keajaiban atau hanya sebuah keberuntungan.Langit malam berkilauan dengan bintang-bintang, tetapi hati mereka dipenuhi kegelisahan. Setelah pertempuran di Gunung Hitam, meskipun kemenangan ada di tangan mereka, ancaman dari kelompok aliran sesat masih terasa menggantung.Xiao Feng berdiri di tepi desa, memandang ke arah cakrawala yang jauh. “Mengapa rasanya belum berakhir?” gumamnya pelan. Pikiran tentang sekte dan kekuatannya yang luar biasa tak bisa meninggalkannya. Pertarungan itu hanyalah permulaan. Dia tahu bahwa musuh memiliki rencana yang jauh lebih besar.“Kau terlihat khawatir.” Suara lembut terdengar dari belakangnya.Xiao Feng menoleh dan melihat Ling Yu berdiri dengan anggun, rambut hitamnya yang panjang berkilauan di bawah sinar rembulan. Tatapannya l
Cahaya fajar perlahan menyelimuti hutan, menyapu embun yang menempel di dedaunan, memberikan kehangatan yang tipis setelah malam yang dingin. Xiao Feng membuka matanya perlahan, merasakan beban kelelahan yang masih tertinggal di tubuhnya. Luka di lengannya berdenyut, rasa sakit yang tajam menyusup setiap kali ia mencoba menggerakkan tangannya, tapi ia tak punya pilihan selain terus bergerak, karena jika tidak...“Perjalananku masih panjang,” bisiknya pelan.Xiao Feng menyingkirkan sisa api unggun yang kini sudah padam, lalu mengikat kembali pedangnya di pinggang. Langkahnya pelan saat ia menyusuri jalan setapak yang semakin terjal. Kabut tipis yang melingkupi lereng gunung menambah kesan misterius dan penuh tantangan ditempat tersebut. Di setiap tikungan, bayangan pepohonan tinggi tampak seperti sosok penjaga kuno yang diam-diam mengamati perjalanan Xiao Feng.Gunung Tianmu tidak hanya menjadi ujian fisik, tetapi juga mental. Setiap langkah diiringi dengan ketidakpastian, seolah-olah
Di balik altar, sebuah pintu tersembunyi perlahan terbuka, mengundang Xiao Feng untuk melangkah lebih jauh ke dalam misteri Gunung Tianmu. Udara yang keluar dari celah pintu itu dingin dan lembap, menandakan bahwa lorong di baliknya sudah lama tak disentuh cahaya matahari.Xiao Feng berdiri di tempatnya, menatap pintu yang kini terbuka lebar. Hatinya berdebar, bukan karena ketakutan, melainkan rasa penasaran yang semakin membuncah. Dia tahu, langkah berikutnya akan semakin mendekatkan dirinya pada Zirah Besi, senjata pusaka yang dia cari. Namun, di balik keinginan itu, ada perasaan yang sulit diabaikan—seperti sebuah peringatan dari alam bawah sadarnya. Tempat ini penuh bahaya yang jauh lebih besar dari sekadar penjaga raksasa tadi.Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah pertarungan sengit, dia menggenggam pedangnya lebih erat. Lorong gelap itu seperti mulut naga, siap menelannya kapan saja. Tapi tidak ada waktu untuk ragu. Dia melangkah masuk dengan hati-hati, mengamati se
Saat ini, Xiao Feng berdiri dengan sikap dingin, berusaha menjaga ketenangan dalam menghadapi pria tua misterius yang kini berdiri di depannya. Matanya yang baru saja terbuka menatap lurus ke arah Xiao Feng, seolah membaca setiap pikiran dan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara deru angin di luar ruangan hilang, digantikan oleh kesunyian yang menegangkan.“Apakah kau siap untuk mati?” suara pria tua itu terdengar berat, tapi sangat tenang. Seolah pertarungan ini hanyalah permainan kecil bagi dirinya. Xiao Feng tahu, lawannya kali ini berbeda. Bukan hanya usia pria tua itu yang membuatnya tampak penuh misteri, melainkan kekuatan tersembunyi di balik tubuh yang kurus itu. Auranya seperti gunung yang tak tergoyahkan, teguh dan tak terkalahkan.Xiao Feng menggenggam pedangnya lebih erat lagi. “Tidak, aku datang ketempat ini bukan untuk mati, tetapi aku inign hidup untuk mendapatkan kekuatan lebih...,” jawabnya dengan nada tegas. Namun di balik s
Saat ini Xiao Feng berdiri dengan napas tersengal-sengal, tubuhnya masih bergetar dari ledakan energi yang baru saja dia lepaskan. Di depan altar kuno, debu-debu mulai mengendap, mengungkapkan sosok pria tua itu yang masih berdiri tegak di hadapannya.Dengan senyum tipis pria itu tua itu membuka mulutnya perlahan. "Sudah cukup," kata pria tua itu dengan suara yang penuh wibawa. Tatapan matanya yang dulu tampak menghakimi kini berubah lembut. "Kau telah menunjukkan tekadmu, dan kekuatan yang kau miliki baru permulaan dari apa yang akan kau capai saat ini. Namun, kekuatan yang lebih besar menanti di luar sana, di tempat yang belum pernah kau bayangkan."Xiao Feng mengatur napasnya, mencoba mencerna kata-kata pria tua itu. "Aku... aku belum layak untuk pusaka ini," gumamnya dengan rendah hati, merasakan betapa kecil dirinya di hadapan kekuatan sebesar itu.Pria tua itu menggelengkan kepalanya. "Bukan soal layak atau tidak. Zirah Besi ini memang untukmu, namun belum saatnya kau menggunaka
Xiao Feng melangkah maju setelah menghancurkan cermin yang memantulkan bayangan tergelap dirinya. Serpihan kaca berkilauan di lantai, namun ruang di sekitarnya tampak semakin luas, seolah-olah terbentang tanpa batas. Kabut tipis yang dingin menyelimuti kaki Xiao Feng, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat dan menekan.Tapi di balik keheningan itu, terdengar bunyi gemerisik, nyaris seperti bisikan dari kedalaman bumi. Xiao Feng merasakan sesuatu yang kuat dan tidak kasatmata, namun kali ini bukan serangan fisik yang mengancamnya. Ada sesuatu yang merasuk ke dalam pikirannya, menggali kenangan terkelam yang sudah lama ia kubur.Lalu, tiba-tiba saja ia berada di tempat lain.Sebuah padang hijau yang ia kenali dengan baik terbentang di hadapannya. Padang tempat ia dan keluarganya dulu sering berlatih, jauh sebelum semua berubah, sebelum gurunya tewas, sebelum ia terjun ke dalam perburuan dendam. Xiao Feng tertegun. Suara tawa riang dari kejauhan menggema, dan dia melihat dua so
Ruangan besar itu kini dipenuhi energi yang bergetar hebat. Xiao Feng mengencangkan cengkeraman pada gagang pedangnya, merasakan hawa dingin dari sosok misterius di hadapannya. Sosok itu bergerak tanpa suara, hanya tampak sebagai bayangan yang menyatu dengan ruangan, seperti ilusi yang sukar ditangkap.Xiao Feng menyipitkan matanya tajam, mencoba memusatkan perhatian pada setiap gerakan halus di sekitar ruangan. Bayangan di sekeliling sosok itu seakan hidup, mengaburkan garis antara kenyataan dan imajinasi. Namun, Xiao Feng tahu bahwa ini bukan sekadar permainan visual; ini adalah pertarungan antara ketenangan batin dan kegelapan yang ingin menelannya.Dalam hitungan detik, tiba-tiba sosok itu menyerang kearah Xiao Feng. Dia butuh beberapa detik untuk menyadari serangan tersebut. Xiao Feng hanya bisa melihat kilatan hitam yang melesat ke arahnya. Dengan refleks cepat, dia menangkis serangan dengan pedangnya, namun dampak akibat serangan barusan membuat tangannya bergetar hebat. Sosok
Disisi lain. Tepatnya di tengah kejayaan Kekaisaran Thang, angin buruk mulai berhembus. Laporan demi laporan tentang kekacauan di berbagai wilayah membuat suasana istana tegang. Desa-desa dibakar, pedagang dirampok, dan rumor tentang sekte aliran sesat yang hendak menggulingkan kekuasaan mulai menyebar seperti api di musim kemarau.Di dalam aula utama istana, Kaisar Thang yang agung duduk di singgasana emasnya, ditemani oleh para menteri dan jenderal kepercayaannya."Apakah ini hanya kebetulan atau memang ada kekuatan besar yang sedang menggerakkan semua ini?" tanya Kaisar, suaranya dalam namun penuh kekhawatiran.Seorang menteri tua bernama Wen Liang maju, membungkuk hormat, lalu berkata, "Yang Mulia, informasi yang kami terima menunjukkan adanya keterkaitan antara semua kejahatan ini. Mereka tampaknya dikendalikan oleh sekte aliran sesat yang telah lama bersembunyi. Namun, lokasi pusat kekuatan mereka masih menjadi misteri."Jenderal Guan, seorang pendekar tanpa tanding yang juga ko
Waktu berjalan dengan cepat, malampun berganti pagi. Mentari terbit perlahan, menciptakan kilauan keemasan di balik pepohonan. Xiao Feng berdiri di tengah desa, menghadap beberapa penduduk yang telah berkumpul untuk mengucapkan kalimat perpisahan. Di antara mereka, ada Tuan Guo, wanita yang diselamatkan Xiao Feng dari gua, dan pemuda yang memberinya informasi tentang Bukit Barat."Tuan Xiao, terima kasih atas keberanianmu. Desa kami akhirnya bisa bernapas lega," ucap seorang pria tua dengan nada penuh haru.Xiao Feng hanya tersenyum tipis. "Kewajibanku sebagai seorang pendekar adalah melindungi mereka yang membutuhkan. Jangan berterima kasih padaku, tapi berterima kasihlah pada keberanian kalian untuk bertahan."Setelah Xiao Feng berkata-kata. Wanita yang ia selamatkan mendekat, matanya masih sedikit sembap, akibat menangis semalaman. "Aku tidak tahu bagaimana membalas kebaikanmu, Tuan Xiao. Jika bukan karena kau, aku mungkin sudah..." Suaranya tersendat, air mata kembali mengalir.Xi
Xiao Feng meninggalkan Lembah Bayangan Abadi dengan hati yang merasa puas, ketika ia telah berhasil mengalahkan salah satu pemimpin di tempat tersebut. Dengan demikian ia kembali melanjutkan perjalanan, meninggal Lembah Bayangan Abadi. Langkah-langkahnya mulai terasa berat, bukan karena lelah, tetapi karena beban pikiran yang menghantui. Kristal hitam yang ia hancurkan tadi meninggalkan banyak pertanyaan. Apa tujuan Bayangan Kegelapan yang sebenarnya? Siapa penguasa mereka? Dan, apakah ini hanya permulaan?Dari kejauhan, lembah itu mulai tampak seperti bayangan samar di balik kabut. Mataharitampak mulai terbit, sinarnya yang hangat menyentuh wajah Xiao Feng, memberinya sedikit rasa damai setelah pertempuran panjang. "Aku harus terus maju," gumamnya sambil mengeratkan cengkeraman pada gagang pedangnya.Saat menyusuri jalan setapak menuju desa terdekat, Xiao Feng melihat seorang pria tua dengan gerobak kayu yang penuh dengan barang-barang dagangan. Pria itu tampak kelelahan, berjuang me
Xiao Feng mulai melangkah memasuki Lembah Bayangan Abadi, dikelilingi tebing-tebing tinggi yang menjulang seperti dinding raksasa. Udara di lembah ini terasa dingin, tetapi ada aroma samar yang aneh, seperti tanah basah bercampur bunga liar. Suara burung atau hewan lain nyaris tak terdengar, menambah suasana sunyi yang mencekam.Di kejauhan, ia melihat reruntuhan bangunan tua yang terlihat seperti kuil, diselimuti kabut tipis yang bergerak perlahan. “Tempat ini sepertinya menyimpan rahasia yang lebih dari sekadar markas kelompok Bayangan Kegelapan,” pikirnya.Setelah beberapa saat mengamati tempat tersebut, Xiao Feng memutuskan mendekati kuil itu. Setiap langkahnya terasa berat, bukan karena lelah, tetapi karena aura lembah ini seakan menekan energinya. Ketika ia tiba di depan reruntuhan, ia melihat ukiran-ukiran aneh pada dinding batu. Gambaran ular besar melilit matahari, dengan pilar-pilar batu yang sudah rapuh berdiri di sekelilingnya.Saat ia menyentuh salah satu ukiran, batu itu
Xiao Feng melangkah perlahan meninggalkan reruntuhan tempat kelompok Bayangan Kegelapan. Cahaya matahari pagi yang menembus dedaunan terasa menenangkan, kontras dengan kegelapan yang baru saja ia hadapi. Di tangannya, gulungan peta yang ditemukan dari pemimpin kelompok itu terus digenggam erat seakan tidak ingin kehilangan benda tersebut.Ia membuka peta itu sekali lagi, mempelajari setiap detailnya. Jalur yang ditunjukkan tampak samar, tetapi ia bisa melihat bahwa jalur itu akan membawanya melewati pegunung
Ruang utama yang dimasuki Xiao Feng tampak seperti aula besar yang pernah digunakan untuk ritual. Tiang-tiang batu besar menopang langit-langit tinggi, sementara lilin-lilin merah darah menerangi tempat itu dengan cahaya yang redup. Aroma dupa menyengat bercampur dengan hawa dingin, membuat suasana semakin mencekam.Di tengah aula, sebuah altar berdiri, dihiasi ukiran ular hitam melingkar. Di atas altar, seorang pria dengan jubah hitam berdiri, tangannya menggenggam tongkat berujung tengkorak kecil yang bersinar hijau. Wajahnya setengah tertutup topeng yang menyerupai ular, memberikan kesan bahwa ia adalah pemimpin dari kelompok ini."Selamat datang di markas Bayangan Kegelapan, Pendekar muda," suara pria itu terdengar serak namun penuh kekuatan. "Aku sudah mendengar kedatanganmu. Keberanianmu patut dipuji, tapi keberanian saja tidak cukup untuk melawan kami."Xiao Feng berdiri tegak, matanya memandang tajam. "Aku tidak
Lorong-lorong sempit di dalam sarang Bayangan Kegelapan semakin menyesatkan. Xiao Feng melangkah perlahan, setiap derap kakinya dijaga agar tak bersuara. Suasana di tempat itu begitu mencekam, udara terasa berat, dipenuhi oleh aroma lembap yang bercampur dengan bau darah yang samar.Dokumen yang ia temukan sebelumnya memberikan petunjuk penting tentang pemimpin kelompok ini, tetapi tidak ada yang menyebutkan secara jelas lokasi ruangannya. Xiao Feng menyadari bahwa ia harus terus menyusuri tempat ini dam akan melawan apa pun yang menghadang di depannya.Ketika melewati sebuah lorong panjang dengan obor yang mulai padam, Xiao Feng mendengar suara bisikan pelan. Ia segera menempelkan tubuhnya ke dinding, memanfaatkan bayangan untuk menyembunyikan keberadaannya.Dua orang penjaga berbicara di sudut ruangan, tampaknya sedang mendiskusikan rencana kelompok mereka."Tuan Besar mengatakan untuk meningkatkan penjagaan di sekitar ruang utama. Kita tidak bo
Pagi itu, matahari baru saja menampakkan cahayanya, menyinari reruntuhan kecil yang tertinggal dari pertarungan semalam. Xiao Feng berdiri di halaman penginapan, menatap jasad pria yang menjadi korban ledakan senjatanya sendiri. Bau asap masih samar-samar tercium, bercampur dengan hawa pagi yang dingin.Dengan hati-hati, ia membungkuk memeriksa tubuh pria itu. Tangannya menyusuri lipatan pakaian yang compang-camping akibat ledakan. Di balik jubah gelap, ia menemukan secarik kertas kecil yang terlipat rapi. Di kertas itu tertera sebuah lambang berbentuk ular dengan mata merah menyala dan tulisan pendek dalam bahasa kuno: "Hanya bayangan yang bisa memasuki gerbang kegelapan."Xiao Feng juga menemukan peta sederhana dengan tanda X di sebuah lokasi di luar desa. "Ini pasti petunjuk ke sarang mereka," gumamnya sambil mengamati peta itu dengan seksama.Namun, saat ia hendak beranjak, pemilik penginapan, pria tua yang baik hati, mendek
Xiao Feng duduk di ruang tengah penginapan pria tua itu, menikmati semangkuk sup hangat dan segelas teh herbal yang wangi. Aroma kayu bakar yang membara di perapian menciptakan suasana nyaman, sementara angin malam berhembus lembut melalui celah jendela."Nikmati malam ini, Tuan Pendekar," kata pria tua itu dengan senyum ramah. "Di desa ini, kedamaian adalah kemewahan yang jarang kami rasakan."Xiao Feng mengangguk, menyandarkan tubuhnya pada kursi kayu. Matanya menatap ke arah jendela, memandang bintang-bintang yang berkerlip di langit. Namun, jauh di dalam hatinya, ia tetap waspada. Kedamaian ini terasa terlalu sunyi, seolah ada sesuatu yang mengintai dalam bayang-bayang malam.Saat ia hendak menutup matanya untuk beristirahat sejenak, pintu penginapan tiba-tiba terbuka dengan suara keras. "Brak!" Udara malam yang dingin menyeruak masuk, diikuti oleh langkah-langkah berat dari beberapa pria bertubuh kekar yang