Waktu berjalan cukup cepat, setelah perjalanan yang melelahkan, Xiao Feng dan kelompoknya kembali ke desa, seolah melupakan kejadian yang cukup menyakitkan beberapa saat lalu. Mereka bahkan sempat berfikir, apakah ini sebuah keajaiban atau hanya sebuah keberuntungan.
Langit malam berkilauan dengan bintang-bintang, tetapi hati mereka dipenuhi kegelisahan. Setelah pertempuran di Gunung Hitam, meskipun kemenangan ada di tangan mereka, ancaman dari kelompok aliran sesat masih terasa menggantung.
Xiao Feng berdiri di tepi desa, memandang ke arah cakrawala yang jauh. “Mengapa rasanya belum berakhir?” gumamnya pelan. Pikiran tentang sekte dan kekuatannya yang luar biasa tak bisa meninggalkannya. Pertarungan itu hanyalah permulaan. Dia tahu bahwa musuh memiliki rencana yang jauh lebih besar.
“Kau terlihat khawatir.” Suara lembut terdengar dari belakangnya.
Xiao Feng menoleh dan melihat Ling Yu berdiri dengan anggun, rambut hitamnya yang panjang berkilauan di bawah sinar rembulan. Tatapannya lembut, namun penuh perhatian.
“Aku memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya,” jawab Xiao Feng, menatap langit malam lagi. “Kita menang, tapi aku merasa mereka akan kembali dengan kekuatan yang lebih besar. Dan aku... aku belum cukup kuat untuk melindungi semuanya.”
Ling Yu tersenyum tipis, lalu melangkah mendekat. “Kau telah melakukan banyak hal, Feng. Kau menunjukkan keberanian yang luar biasa. Tidak semua orang bisa melakukannya.”
“Tapi itu belum cukup,” gumam Xiao Feng, menundukkan kepala. “Jika sekte itu kembali dengan kekuatan penuh, kita mungkin tidak akan bisa bertahan.”
“Dan kau berencana melawan mereka lagi, meskipun tahu risikonya?” Ling Yu bertanya dengan nada yang lebih serius.
Xiao Feng mengangguk. “Aku tidak punya pilihan. Aku harus menjadi lebih kuat. Untuk desa ini, untuk orang-orang yang kucintai… dan untuk diriku sendiri.”
Suasana menjadi hening sejenak. Angin lembut malam menyapu wajah mereka, membawa kesegaran dan kedamaian sesaat. Namun, ketegangan di antara mereka tidak bisa diabaikan.
Ling Yu menatap Xiao Feng dalam-dalam, lalu menyentuh bahunya dengan lembut. “Kau tidak perlu melakukannya sendirian, Feng. Kami ada di sini untukmu.”
Kata-kata itu menghangatkan hati Xiao Feng. Namun, sebelum dia sempat membalas, tiba-tiba terdengar suara keras dari arah hutan. Xiao Feng segera waspada, tangannya bergerak ke gagang pedangnya.
“Mari kita periksa!” seru Ling Yu dengan cepat, mengikuti langkah Xiao Feng yang telah berlari ke arah suara.
Di tepi hutan, mereka menemukan Kepala Desa Shui Lin, yang tampak ketakutan. Wajahnya pucat, napasnya terengah-engah.
“Kepala desa, ada apa?” tanya Xiao Feng dengan cemas.
Kepala desa terengah-engah sebelum menjawab, “Kami menemukan sesuatu di pinggir hutan… sesuatu yang seharusnya tidak ada di sini.”
Xiao Feng dan Ling Yu segera mengikuti kepala desa ke arah yang dia tunjuk. Di tepi hutan, di bawah bayangan pohon-pohon tua, terlihat sebuah simbol besar yang terukir di tanah, memancarkan aura gelap dan misterius. Simbol itu berupa lingkaran yang diisi dengan garis-garis rumit, mengingatkan pada mantra kuno.
“Ini adalah… simbol pemanggilan,” kata Ling Yu dengan nada khawatir. “Ini bukan tanda yang baik, Feng. Yin Mo Sect mungkin sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih besar.”
Xiao Feng mengangguk, merasakan perasaan tidak nyaman merayap di tubuhnya. “Aku harus menemui Xiao Chen. Mungkin dia bisa memberiku petunjuk.”
Keesokan paginya, Xiao Feng pergi ke puncak gunung tempat Xiao Chen tinggal, di sebuah gua terpencil yang dipenuhi dengan energi spiritual. Ketika dia sampai, Xiao Chen sudah menunggunya di depan gua, dengan ekspresi tenang namun penuh kewaspadaan.
“Guru Xiao Chen, aku perlu bimbinganmu,” kata Xiao Feng, tanpa basa-basi.
Xiao Chen tersenyum tipis, seakan sudah mengetahui maksud kedatangan muridnya. “Aku tahu apa yang kau rasakan, Feng. Perang baru saja dimulai, dan kau telah merasakan ancaman yang lebih besar. Yin Mo Sect tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.”
“Apa sebenarnya yang mereka inginkan?” tanya Xiao Feng dengan penuh rasa ingin tahu.
Xiao Chen menatap jauh ke dalam mata Xiao Feng. “Kekuasaan, tentu saja. Namun lebih dari itu, mereka mengincar kekuatan yang tersembunyi dalam kitab-kitab kuno, termasuk Kitab Dewa Naga. Jika mereka bisa menguasai kitab itu, mereka akan memiliki kekuatan untuk menghancurkan kekaisaran dan menguasai dunia.”
Xiao Feng terdiam, mencerna kata-kata gurunya. Kitab Dewa Naga—kitab yang diwariskan kepadanya oleh salah satu gurunya yang telah gugur—bukan hanya sebuah alat untuk memperkuat tubuh dan KI, tetapi juga kunci untuk mengubah keseimbangan kekuatan dunia.
“Kau harus mempelajari kitab itu dengan hati-hati,” lanjut Xiao Chen. “Namun, ingatlah, kekuatan besar selalu datang dengan risiko besar. Setiap langkah yang kau ambil menuju kekuatan itu akan menuntut pengorbanan.”
“Aku siap melakukan apa pun, Guru. Aku akan melindungi orang-orang yang kucintai dan menghentikan sekte itu,” kata Xiao Feng dengan tekad yang membara.
Xiao Chen tersenyum lembut, lalu mengangguk. “Baiklah. Maka kau harus memulai perjalanan ini. Aku juga akan memberimu sebuah tugas. Pergilah ke Kuil Langit Tua di puncak Gunung Tianmu. Di sana, kau akan menemukan zirah besi yang konon tak tertembus. Zirah itu akan membantumu dalam pertempuran mendatang.”
Xiao Feng terkejut mendengar perintah itu. “Zirah besi legendaris itu benar-benar ada?”
Xiao Chen mengangguk. “Ya, tapi untuk mendapatkannya, kau harus melalui ujian yang berat. Itu bukan perjalanan mudah, Feng. Banyak yang sudah mencoba, dan banyak yang gagal.”
Xiao Feng mengepalkan tangan, merasakan adrenalin memompa dalam dirinya. “Aku akan berhasil, Guru. Aku harus.”
Xiao Chen menatap muridnya dengan penuh keyakinan. “Ingatlah, perjalanan ini bukan hanya tentang kekuatan fisik. Kau harus menyelaraskan KI-mu, memperkuat tekadmu, dan menjaga hatimu tetap bersih. Hanya dengan itu, kau bisa membuka potensi penuh Kitab Dewa Naga.”
Xiao Feng menunduk hormat. “Aku akan ingat kata-kata Guru.”
Dengan itu, Xiao Feng memulai perjalanan barunya. Perasaan campur aduk memenuhi hatinya—antara semangat untuk menjadi lebih kuat dan kecemasan akan tantangan besar yang menunggunya di depan.
Perjalanan menuju Gunung Tianmu akan menjadi salah satu ujian terberat dalam hidupnya, dan di balik semua itu, bayangan Yin Mo Sect orang yang seharusnya bertanggung jawab atas semua ini, wajah pria itu terus menghantuinya. Namun, dengan tekad yang kuat dan bimbingan dari Xiao Chen, dia yakin bisa menghadapi apa pun yang datang.
Pagi itu, udara terasa sejuk, embun menempel di dedaunan, memantulkan sinar matahari yang baru saja muncul. Xiao Feng berdiri di depan gerbang desa, bersiap untuk perjalanan panjangnya menuju Gunung Tianmu. Perjalanan ini bukan hanya soal mencari zirah besi legendaris, tapi juga tentang ujian batin dan kekuatan.
Dari arah belakang, Ling Yu datang menghampiri. “Kau yakin ingin melakukan ini sendirian?” tanyanya, sedikit cemas. Matanya yang lembut menatap penuh kekhawatiran terhadap pria yang ia kagumi itu.
Xiao Feng tersenyum kecil. “Ini sesuatu yang harus kulakukan sendiri. Guru Xiao Chen mengatakan bahwa ini bukan sekadar ujian fisik, tetapi ujian batin. Aku harus menghadapinya dengan tekad yang kuat.”
Ling Yu terdiam sejenak, matanya berbinar memantulkan warna pelangi yang masuk dari cahaya matahari pagi, ia lalu mengangguk pelan. “Kalau begitu, berjanjilah padaku… kau akan kembali dengan selamat.”
Xiao Feng menatap Ling Yu dalam-dalam, merasakan kehangatan dalam permintaan itu. “Aku berjanji.”
Setelah pamit, Xiao Feng mulai menapaki jalan setapak yang menuntunnya keluar dari desa. Gunung Tianmu berdiri megah di kejauhan, puncaknya tersembunyi oleh awan tebal. Setiap langkah yang diambilnya terasa berat, bukan hanya karena jaraknya, tapi juga karena beban tanggung jawab yang dia emban saat ini.
Setelah beberapa jam perjalanan, hutan di sekitarnya semakin lebat. Suara alam menjadi satu-satunya iringan yang menemani langkah kakinya. Pepohonan raksasa dengan akar-akar yang menjalar di tanah, menciptakan bayangan besar yang membuat suasana semakin misterius. Di sinilah dia mulai merasa bahwa sesuatu sedang mengawasi dari balik pepohonan.
Xiao Feng berhenti sejenak, tangannya sudah siap di gagang pedangnya. “Apa itu…?” pikirnya, merasakan ada pergerakan di sekitar tempat ia berdiri saat ini.
Tiba-tiba, angin berhembus kencang, dan dari antara pepohonan, muncul sekelompok bayangan gelap yang bergerak cepat. Mata mereka bersinar merah, tubuh mereka menyerupai manusia tapi dengan cakar dan gigi yang tajam. Hantu Hutan, makhluk-makhluk yang terkenal memburu jiwa para pengembara.
Xiao Feng menghunus pedangnya dengan cepat, siap untuk bertarung. Para Hantu Hutan itu mendekat dengan cepat, mengepungnya dari segala arah. Napas Xiao Feng mulai berirama, mencoba menenangkan diri. Setiap langkah makhluk itu terasa menggema di telinganya.
Serangan pertama datang dari arah kiri. Satu makhluk melompat dengan cakarnya yang terulur. Xiao Feng dengan cekatan memutar tubuhnya, menangkis serangan itu dengan pedangnya, lalu mengayunkan tebasan ke arah leher makhluk tersebut. Namun, Hantu Hutan itu terlalu gesit. Mereka tidak hanya kuat secara fisik, tapi juga lincah dalam bergerak.
Pertarungan menjadi semakin intens saat lebih banyak makhluk bergabung dalam serangan. Xiao Feng melompat mundur, menenangkan diri sejenak sebelum melakukan serangan balasan. Dia tahu bahwa dia tidak bisa mengandalkan kekuatan saja. Dia harus menggunakan teknik yang telah dia pelajari selama ini.
“Fokus…” gumamnya. “Ingat ajaran Guru.”
Dengan satu gerakan cepat, Xiao Feng menyerang dengan pola Pedang Langit Terbuka, teknik yang dia pelajari dari gurunya. Pedangnya berkilau, memotong udara dan menciptakan gelombang energi yang menghantam makhluk-makhluk itu. Dua dari mereka terlempar mundur, tubuh mereka berasap karena terkena serangan tersebut.
Namun, makhluk itu tidak gentar meski beberapa dari mereka telah mati. Mereka segera bangkit dan menyerang kembali, kali ini lebih ganas dari sebelumnya. Xiao Feng bertarung dengan sekuat tenaga, setiap tebasan pedangnya diiringi dengan keringat dan napas yang semakin berat. Pertarungan ini berbeda dari sebelumnya; makhluk-makhluk ini seperti tak kenal lelah.
Saat pertarungan semakin sengit, salah satu Hantu Hutan berhasil menyerang celah pertahanannya. Cakar tajam itu menggores lengan Xiao Feng, membuatnya terhuyung ke belakang. Rasa sakit menyengat, darah mulai mengalir, tapi dia tidak bisa membiarkan dirinya kalah untuk saat ini.
Dengan napas yang tersengal, dia berkonsentrasi, mengarahkan energi KI-nya ke titik luka. Meskipun tak bisa menyembuhkan luka itu sepenuhnya, energi itu mampu menahan pendarahan untuk sementara. Dia harus segera mengakhiri pertarungan ini. Jika tidak...
Xiao Feng menutup matanya sesaat, merasakan aliran energi di sekitarnya. Dengan konsentrasi penuh, dia membangkitkan kekuatan yang lebih besar, sesuatu yang telah dia latih selama berbulan-bulan. Dia membuka mata, pedangnya bersinar dengan cahaya biru yang menyilaukan.
“Pedang Langit—Serangan Akhir!” serunya.
Dengan satu ayunan penuh kekuatan, gelombang energi besar dilepaskan dari pedangnya, menyapu bersih makhluk-makhluk di sekitarnya. Hantu Hutan yang tersisa terhempas jauh, tubuh mereka lenyap dalam kilatan cahaya.
Setelah serangan itu, hutan kembali sunyi. Xiao Feng berdiri dengan napas terengah, tubuhnya gemetar karena kelelahan. Dia menancapkan pedangnya ke tanah untuk menopang tubuhnya, lalu mengambil napas dalam-dalam.
“Makhluk-makhluk itu…” gumamnya, “mereka seperti… diperintah.”
Dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa serangan ini bukanlah kebetulan. Seolah-olah ada yang sengaja mengirim mereka untuk menguji kekuatannya. Namun, pertanyaan yang lebih besar adalah: siapa yang mengirim mereka?
Dengan lengan yang masih terasa sakit dan tubuhnya kelelahan, Xiao Feng memutuskan untuk beristirahat sejenak di tempat yang aman. Dia duduk di bawah pohon besar, menatap langit yang mulai gelap.
“Aku harus terus maju,” katanya pelan. “Gunung Tianmu masih jauh, dan aku belum melihat apa-apa.”
Namun, dalam hati, dia tahu bahwa perjalanan ini baru dimulai. Pertarungan melawan Hantu Hutan hanyalah pemanasan untuk ujian yang lebih besar yang menantinya di puncak gunung.
Malam mulai datang, dan Xiao Feng menyalakan api kecil untuk menghangatkan tubuhnya. Di antara nyala api itu, bayangan masa lalu dan masa depan bergantian melintas di benaknya. Xiao Chen, gurunya yang bijaksana, telah memperingatkannya tentang perjalanan ini. Namun, Xiao Feng tak pernah menyangka akan seberat ini.
Tatapan Xiao Feng beralih ke arah gelapnya hutan di sekelilingnya. “Apa yang sebenarnya terjadi di Gunung Tianmu?” pikirnya, mencoba menenangkan pikirannya yang terus menerawang.
Besok, dia akan melanjutkan perjalanannya. Namun untuk malam ini, dia memutuskan untuk beristirahat dan memulihkan tenaganya.
Cahaya fajar perlahan menyelimuti hutan, menyapu embun yang menempel di dedaunan, memberikan kehangatan yang tipis setelah malam yang dingin. Xiao Feng membuka matanya perlahan, merasakan beban kelelahan yang masih tertinggal di tubuhnya. Luka di lengannya berdenyut, rasa sakit yang tajam menyusup setiap kali ia mencoba menggerakkan tangannya, tapi ia tak punya pilihan selain terus bergerak, karena jika tidak...“Perjalananku masih panjang,” bisiknya pelan.Xiao Feng menyingkirkan sisa api unggun yang kini sudah padam, lalu mengikat kembali pedangnya di pinggang. Langkahnya pelan saat ia menyusuri jalan setapak yang semakin terjal. Kabut tipis yang melingkupi lereng gunung menambah kesan misterius dan penuh tantangan ditempat tersebut. Di setiap tikungan, bayangan pepohonan tinggi tampak seperti sosok penjaga kuno yang diam-diam mengamati perjalanan Xiao Feng.Gunung Tianmu tidak hanya menjadi ujian fisik, tetapi juga mental. Setiap langkah diiringi dengan ketidakpastian, seolah-olah
Di balik altar, sebuah pintu tersembunyi perlahan terbuka, mengundang Xiao Feng untuk melangkah lebih jauh ke dalam misteri Gunung Tianmu. Udara yang keluar dari celah pintu itu dingin dan lembap, menandakan bahwa lorong di baliknya sudah lama tak disentuh cahaya matahari.Xiao Feng berdiri di tempatnya, menatap pintu yang kini terbuka lebar. Hatinya berdebar, bukan karena ketakutan, melainkan rasa penasaran yang semakin membuncah. Dia tahu, langkah berikutnya akan semakin mendekatkan dirinya pada Zirah Besi, senjata pusaka yang dia cari. Namun, di balik keinginan itu, ada perasaan yang sulit diabaikan—seperti sebuah peringatan dari alam bawah sadarnya. Tempat ini penuh bahaya yang jauh lebih besar dari sekadar penjaga raksasa tadi.Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah pertarungan sengit, dia menggenggam pedangnya lebih erat. Lorong gelap itu seperti mulut naga, siap menelannya kapan saja. Tapi tidak ada waktu untuk ragu. Dia melangkah masuk dengan hati-hati, mengamati se
Saat ini, Xiao Feng berdiri dengan sikap dingin, berusaha menjaga ketenangan dalam menghadapi pria tua misterius yang kini berdiri di depannya. Matanya yang baru saja terbuka menatap lurus ke arah Xiao Feng, seolah membaca setiap pikiran dan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara deru angin di luar ruangan hilang, digantikan oleh kesunyian yang menegangkan.“Apakah kau siap untuk mati?” suara pria tua itu terdengar berat, tapi sangat tenang. Seolah pertarungan ini hanyalah permainan kecil bagi dirinya. Xiao Feng tahu, lawannya kali ini berbeda. Bukan hanya usia pria tua itu yang membuatnya tampak penuh misteri, melainkan kekuatan tersembunyi di balik tubuh yang kurus itu. Auranya seperti gunung yang tak tergoyahkan, teguh dan tak terkalahkan.Xiao Feng menggenggam pedangnya lebih erat lagi. “Tidak, aku datang ketempat ini bukan untuk mati, tetapi aku inign hidup untuk mendapatkan kekuatan lebih...,” jawabnya dengan nada tegas. Namun di balik s
Saat ini Xiao Feng berdiri dengan napas tersengal-sengal, tubuhnya masih bergetar dari ledakan energi yang baru saja dia lepaskan. Di depan altar kuno, debu-debu mulai mengendap, mengungkapkan sosok pria tua itu yang masih berdiri tegak di hadapannya.Dengan senyum tipis pria itu tua itu membuka mulutnya perlahan. "Sudah cukup," kata pria tua itu dengan suara yang penuh wibawa. Tatapan matanya yang dulu tampak menghakimi kini berubah lembut. "Kau telah menunjukkan tekadmu, dan kekuatan yang kau miliki baru permulaan dari apa yang akan kau capai saat ini. Namun, kekuatan yang lebih besar menanti di luar sana, di tempat yang belum pernah kau bayangkan."Xiao Feng mengatur napasnya, mencoba mencerna kata-kata pria tua itu. "Aku... aku belum layak untuk pusaka ini," gumamnya dengan rendah hati, merasakan betapa kecil dirinya di hadapan kekuatan sebesar itu.Pria tua itu menggelengkan kepalanya. "Bukan soal layak atau tidak. Zirah Besi ini memang untukmu, namun belum saatnya kau menggunaka
Xiao Feng melangkah maju setelah menghancurkan cermin yang memantulkan bayangan tergelap dirinya. Serpihan kaca berkilauan di lantai, namun ruang di sekitarnya tampak semakin luas, seolah-olah terbentang tanpa batas. Kabut tipis yang dingin menyelimuti kaki Xiao Feng, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat dan menekan.Tapi di balik keheningan itu, terdengar bunyi gemerisik, nyaris seperti bisikan dari kedalaman bumi. Xiao Feng merasakan sesuatu yang kuat dan tidak kasatmata, namun kali ini bukan serangan fisik yang mengancamnya. Ada sesuatu yang merasuk ke dalam pikirannya, menggali kenangan terkelam yang sudah lama ia kubur.Lalu, tiba-tiba saja ia berada di tempat lain.Sebuah padang hijau yang ia kenali dengan baik terbentang di hadapannya. Padang tempat ia dan keluarganya dulu sering berlatih, jauh sebelum semua berubah, sebelum gurunya tewas, sebelum ia terjun ke dalam perburuan dendam. Xiao Feng tertegun. Suara tawa riang dari kejauhan menggema, dan dia melihat dua so
Ruangan besar itu kini dipenuhi energi yang bergetar hebat. Xiao Feng mengencangkan cengkeraman pada gagang pedangnya, merasakan hawa dingin dari sosok misterius di hadapannya. Sosok itu bergerak tanpa suara, hanya tampak sebagai bayangan yang menyatu dengan ruangan, seperti ilusi yang sukar ditangkap.Xiao Feng menyipitkan matanya tajam, mencoba memusatkan perhatian pada setiap gerakan halus di sekitar ruangan. Bayangan di sekeliling sosok itu seakan hidup, mengaburkan garis antara kenyataan dan imajinasi. Namun, Xiao Feng tahu bahwa ini bukan sekadar permainan visual; ini adalah pertarungan antara ketenangan batin dan kegelapan yang ingin menelannya.Dalam hitungan detik, tiba-tiba sosok itu menyerang kearah Xiao Feng. Dia butuh beberapa detik untuk menyadari serangan tersebut. Xiao Feng hanya bisa melihat kilatan hitam yang melesat ke arahnya. Dengan refleks cepat, dia menangkis serangan dengan pedangnya, namun dampak akibat serangan barusan membuat tangannya bergetar hebat. Sosok
Dia membuka Kitab Dewa Naga itu dengan sangat hati-hati, menghirup udara yang terasa berat oleh kekuatan yang terkandung di dalamnya. Cahaya emas lembut memancar dari setiap halaman gulungan itu, seperti energi yang mengalir langsung dari naga legendaris. Setiap huruf di kitab itu bukan sekadar tulisan; mereka hidup, berdenyut dengan kekuatan kuno yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.Tatapannya menelusuri baris demi baris, dan seiring dengan itu, tubuhnya mulai merasakan sesuatu yang aneh. Energi dari kitab itu terasa seperti menyatu dengan dirinya, mengalir melalui nadinya, dan perlahan-lahan memperkuat tulangnya. Rasa hangat yang kuat menjalar dari pusat tubuhnya, meluas ke seluruh anggota tubuhnya. Energi KI dalam tubuhnya mulai bergolak, semakin besar dan semakin terkendali. "Ini... kekuatan yang luar biasa," gumam Xiao Feng. Namun, ia tahu bahwa kekuatan itu tidak datang tanpa harga. Xiao Chen pernah memberitahunya tentang bahaya dari kitab ini. Siapa pun yang menco
Li Mei, dengan rambut hitam panjangnya yang tergerai. Mata mereka bertemu, dan tanpa berkata apa-apa, Li Mei melangkah mendekat, tatapan penuh keteguhan, namun juga kecemasan."Kau telah melalui banyak hal," kata Li Mei dengan suara lembut, namun penuh perasaan. "Tapi aku merasakan perubahan dalam dirimu. Kau berbeda sekarang."Xiao Feng menatapnya dalam diam, membiarkan kata-katanya menggema dalam benaknya. Li Mei benar. Setelah melalui ujian batin di Gunung Tianmu, dia tidak lagi sama seperti sebelumnya. Tapi ada sesuatu tentang tatapan Li Mei yang membuat hatinya bergetar. Perasaan yang telah lama dia lupakan, sesuatu yang lebih dalam dari sekadar keinginan akan kekuatan."Kau datang ke sini... bukan hanya untuk kekuatan," lanjut Li Mei dengan tatapan lembut. "Kau datang ke sini untuk menemukan siapa dirimu sebenarnya."Xiao Feng tidak menjawab. Dia hanya bisa mengangguk pelan, menyadari bahwa perjalanan batinnya belum sepenuhnya selesai. Pada saat yang sama bayangan Li Mei menghil
Setelah membebaskan para tahanan, mereka berdua hendak kembali melanjutkan perjalanan. Di tengah hutan lebat mereka semua merasakan udara dingin mulai terasa menusuk kulit, seolah baru menemukan ketenangan yang berarti, namun ketenangan itu mendadak terpecah oleh suara gemuruh langkah kaki yang terdengar semakin mendekat.Xiao Feng lalu memberikan perintah pada tahanan yang mereka lepaskan untuk segera bersembunyi, mencari tempat yang aman, "Pergilah dari sini... Kalian harus selamat."Mendengar perintah dari Xiao Feng, orang-orang itu segera pergi menjauh, seolah tidak ingin terlibat dari pertarungan yang akan segera terjadi."Feng'Ge," ucap Bai Ling, matanya memandang lurus ke depan. "Kau dengar itu?"Xiao Feng mengangguk pelan. Ia memicingkan matanya, memeriksa lingkungan sekitarnya. "Langkah kaki... banyak sekali. Mereka datang ke arah kita."Tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul puluhan pria bersenjata. Mereka mengenakan pakaian khas dengan lambang bendera warna di dada mereka.
Xiao Feng bergerak perlahan menuju perkemahan, langkahnya begitu tenang tanpa suara sedikitpun. Bai Ling mengikuti di belakangnya, sembari mengeluarkan es dari tangannya yang berkilauan di bawah sinar matahari yang mulai redup. Aroma asap yang bercampur dengan daging panggang semakin jelas, dan suara-suara tawa kasar dari sekelompok pria mulai terdengar."Bai'er," bisik Xiao Feng sambil berhenti di balik semak belukar. "Kita akan mendekat dari dua sisi. Kau ambil sisi kiri untuk memastikan mereka tidak melarikan diri."Bai Ling mengangguk, menatap Xiao Feng dengan penuh keyakinan. "Aku mengerti. Kau hati-hati."Xiao Feng menoleh ke arah wanita yang mereka bawa. "Tetap di sini. Jangan keluar sampai kami kembali."Wanita itu menggigit bibirnya, jelas khawatir, namun akhirnya mengangguk. "Baik, Tuan Pendekar. Tolong... selamatkan mereka."**Dari balik semak-semak, Xiao Feng dan Bai Ling akhirnya bisa melihat perkemahan itu dengan jelas. Sekelompok pria kasar duduk di sekitar api unggun,
Saat Xiao Feng dan Bai Ling hendak melangkah pergi, suara langkah kaki yang tergesa-gesa menghampiri mereka dari belakang. Wanita muda yang sebelumnya mereka selamatkan berlari dengan wajah penuh kecemasan. Matanya merah, basah oleh air mata yang tak henti-hentinya mengalir.“Tuan pendekar!” panggilnya seraya berlutut di hadapan Xiao Feng. “Terima kasih telah menyelamatkan kami. Namun, aku memohon... tolong bantu aku sekali lagi. Ibu dan adik perempuanku dibawa oleh anggota mereka yang lain. Aku tak tahu harus bagaimana...”Xiao Feng menatap wanita itu dengan tatapan serius, sementara Bai Ling mengernyit, menatapnya penuh rasa iba. “Di mana mereka terakhir kali terlihat?” tanya Xiao Feng.Wanita itu menggeleng lemah. “Aku hanya mendengar salah satu dari mereka menyebut sebuah tempat di dekat lembah barat. Di sana mereka berencana mengumpulkan para tawanan lainnya.”Xiao Feng menarik napas panjang. “Baiklah, kami akan membantu. Tapi kau harus beristirahat dan kembali ke tempat yang ama
Matahari mulai terbenam di ufuk barat, menyelimuti dunia dalam semburat oranye yang perlahan memudar. Di tengah perjalanan mereka, Xiao Feng dan Bai Ling berjalan menyusuri jalan berbatu yang sunyi. Pepohonan di kiri dan kanan menjulang tinggi, menciptakan bayangan panjang yang mengintimidasi. Namun, di tengah ketenangan itu, sepasang mata dari balik rimbunan dedaunan terus mengintai mereka."Sialan... Dia jauh lebih kuat dari yang dikabarkan," gumam pria itu pelan, matanya tetap tertuju pada Xiao Feng. Setelah memastikan tidak tertangkap basah, dia segera bergerak pergi dengan langkah ringan, menghilang di antara pohon-pohon lebat. Beberapa saat kemudian, pria itu tiba di sebuah lokasi tersembunyi dan langsung melapor pada Yu Zhi, pemimpin kelompok bendera merah yang baru menggantikan Tianbao.“Ketua, aku sudah memastikan. Mereka bergerak ke arah utara, sepertinya mencari jejak kelompok kecil kita,” lapornya sambil berlutut.Yu Zhi yang sedang duduk di kursinya dengan angkuh setelah
Langit sore mulai berubah menjadi jingga keemasan ketika Xiao Feng dan Bai Ling berdiri di depan rumah utama desa. Keheningan mencekam menyelimuti mereka. Bau busuk dari mayat yang terkumpul di dalam ruangan mulai menyengat, membuat Bai Ling menutup hidungnya dengan lengan baju.“Feng'Ge,” ujar Bai Ling dengan nada serak. “Orang-orang desa ini... mereka semua korban. Kita harus melakukan sesuatu untuk memberi mereka penghormatan terakhir.”Xiao Feng mengangguk pelan. “Kita tidak bisa membiarkan mereka seperti ini. Mereka sudah cukup menderita.”Bai Ling berjalan ke arah pintu, memperhatikan tumpukan mayat yang kulit wajahnya telah dilucuti. Mata mereka yang kosong seakan berbicara, memohon keadilan atas apa yang telah terjadi. “Bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan hal sekeji ini?” gumamnya, suaranya hampir tak terdengar.Xiao Feng menghela napas panjang, tangannya menggenggam erat Pedang Pembalik Surga. “Ini adalah pekerjaan kelompok bendera lima warna itu. Mereka tak hanya meng
Xiao Feng berdiri di tengah medan pertempuran yang kini sunyi. Bau amis darah masih menyeruak di udara, menyatu dengan aroma dedaunan yang hancur akibat pertempuran. Puluhan, bahkan ratusan mayat musuh yang baru saja ia dan Bai Ling habisi tergeletak tak bernyawa. Bai Ling berdiri di sampingnya, tangan masih menggenggam pedang yang kini berlumuran darah beku."Apa yang akan kau lakukan dengan mayat-mayat ini?" tanya Bai Ling dengan suara tenang, namun sorot matanya menyiratkan kelelahan.Xiao Feng mengangkat wajahnya, memandang langit yang mulai diselimuti awan kelabu. Ia menghela napas panjang. "Aku akan membakar mereka. Dunia ini sudah cukup tercemar oleh dosa-dosa mereka. Biarkan api membersihkan semuanya."Ia kemudian mengangkat tangannya, energi petir mulai berkumpul di sekeliling tubuhnya. Udara di sekitar mereka terasa bergetar, membuat dedaunan bergemerisik. Namun, sebelum ia sempat melancarkan kekuatannya, suara gemuruh yang aneh mulai terdengar dari kejauhan."Xiao Feng," Ba
Udara malam terasa berat dengan ketegangan yang mencekam. Pria tua berambut putih berdiri tegak di tengah lapangan desa, sorot matanya seperti memaku Xiao Feng di tempatnya. Sementara itu, Bai Ling berdiri di sisi Xiao Feng bersiap dengan kipas esnya yang berpendar dari pantulan cahaya bulan.Pria itu menatap Xiao Feng dan Bai Ling secara bergantian, menatap mereka dengan dingin sebelum akhirnya berkata.“Kau terlalu muda untuk menantang kami,” ucap pria tua itu, senyumnya mencemooh. Ia mengangkat tangannya, dan tanah di sekitarnya bergetar, memperlihatkan bahwa dirinya bukan lawan biasa.Mendengar perkataan pria tua itu barusan, Xiao Feng maju selangkah, tatapannya tajam seoalah ia akan melahap pria tua itu hidup. Namun sebelum itu terjadi Xiao Feng menjawab perkataan itu “Kau mengorbankan manusia tak bersalah demi ambisi kotor kalian. Hari ini, aku akan menghentikanmu.”Pria tua itu tertawa kecil. “Coba saja, bocah. L
Wanita paruh baya itu mendekati Xiao Feng dengan langkah ragu. Matanya yang tampak basah dan wajahnya yang lelah menambah kesan rapuh. Dengan suara serak, ia berkata, “Tuan, terima kasih sudah melindungi desa kami. Tapi... bisakah kalian bermalam di sini hingga pagi? Aku takut mereka akan kembali menyerang.”Sebelumnya. Xiao Feng menatap wanita itu, matanya menyipit seolah mencoba membaca niat tersembunyi di balik permohonannya. Bai Ling, yang berdiri di sampingnya, merasakan sesuatu yang tidak beres, tetapi memilih untuk tidak langsung bicara.“Kami harus pergi sebelum fajar,” kata Xiao Feng singkat, tapi tetap menjaga nada tenangnya.Wanita itu tersenyum tipis. Namun, di balik senyum itu, ada sesuatu yang dingin, yang membuat Bai Ling merasa tidak nyaman.Tanpa aba-aba, wanita itu mengeluarkan belati dari balik kain lusuh yang dikenakannya dan mengarahkannya langsung ke dada Xiao Feng dengan kecepatan yang mengejutkan.&ld
Langit malam menggantung kelam di atas desa kecil itu, hanya diterangi oleh bulan sabit yang sinarnya redup tertutupi awan. Xiao Feng berdiri di ambang pintu, matanya tajam menatap ke arah kegelapan, mendengarkan setiap suara yang mencurigakan. Di belakangnya, Bai Ling dengan sigap memasang perangkap sederhana di sekitar rumah, menggunakan tali dan bel kecil yang ia temukan di dapur rumah.“Mereka pasti sedang mengatur strategi. Kita harus lebih dulu menyerang atau bersiap menghadapi kemungkinan terburuk,” kata Bai Ling, meluruskan punggungnya.Xiao Feng tersenyum tipis, tetapi matanya tetap tajam. “Mereka akan datang. Kita hanya perlu sedikit kesabaran.”Bai Ling menoleh padanya. “Aku tidak suka menunggu seperti ini. Kau yakin mereka akan datang malam ini?”Xiao Feng mengangguk. “Yakin. Tadi saat aku berada di kedai teh di sudut desa, aku merasakan ada yang aneh.”Bai Ling mengangkat alis, meminta pe