Setelah menempuh perjalanan melelahkan melalui jalur berbatu dan hutan lebat, akhirnya Xiao Feng dan kelompoknya tiba di kaki Gunung Hitam. Kabut tebal menyelimuti puncak gunung, menciptakan suasana yang mencekam. Suara gemuruh dari kejauhan memberi tanda bahwa bahaya semakin dekat.
“Mari kita bersiap,” bisik Ling Yu kepada Xiao Feng. “Kita tidak tahu apa yang menanti kita di dalam sana.”
Xiao Feng mengangguk, matanya menyapu sekeliling. “Kita harus tetap bersatu dan hati-hati. Jika kita terpisah, kita akan menghadapi risiko yang lebih besar.”
Mereka mulai merangkak naik, menelusuri jalur sempit yang menuju markas kelompok aliran sesat. Saat mereka mendekati puncak, suara gaduh dan teriakan bisa terdengar dari kejauhan. Suasana yang biasanya tenang kini berubah menjadi hiruk-pikuk, menciptakan ketegangan di dalam hati setiap orang yang ikut serta.
Ketika mereka sampai di puncak, pemandangan yang menakutkan menyambut mereka. Di depan, sebuah bangunan besar terbuat dari batu gelap menjulang, dikelilingi oleh pagar tinggi dan dijaga oleh banyak anggota kelompok tersebut. Di tengah pekarangan, mereka melihat seorang lelaki tua terikat di tiang, dengan kepala desa Shui Lin yang mereka cari.
“Lihat! Itu kepala desa!” seru Xiao Feng. “Kita harus menyelamatkannya!”
Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, tampak sekelompok anggota musuh mendatangi mereka, wajah mereka dipenuhi dengan kebencian dan kegelapan, bersiap membunuh para penyusup yang datang.
“Siapa yang berani masuk ke markas kami?” tanya salah satu pemimpin mereka, pria berbadan kekar yang mengenakan jubah hitam. Suaranya menggema di udara, menimbulkan rasa takut di antara penduduk desa.
“Aku Xiao Feng!” teriak Xiao Feng, keberaniannya mendorongnya untuk maju. “Kami datang untuk menyelamatkan kepala desa dan tidak akan mundur tanpa perjuangan!”
Pria itu membuka matanya dengan lebar dengan senyum tipis di wajahnya, “Tahukah kau apa yang kau hadapi?” pria itu menjawab, menyeringai. “Kau tidak akan pernah bisa melawan kami. Kami memiliki kekuatan yang jauh melebihi yang bisa kau bayangkan.”
Sebelum Xiao Feng bisa menjawab semua itu, serangan dimulai tanpa aba-aba. Beberapa anggota musuh melesat ke arah mereka, menyerang dengan gerakan sangat cepat. Xiao Feng langsung melawan, mengangkat tangan dengan pedangnya, yang bersinar dalam cahaya matahari yang redup.
Shing...!!
Dia menghindari serangan pertama, kemudian melakukan serangan balasan yang cepat, membunuh satu orang yang baru saja berusaha menyerangnya. Tenaga dalam mengalir ditubuhnya, membuat setiap gerakan terasa lebih kuat dan akurat.
“Jangan biarkan mereka mendekat!” teriak Ling Yu, memimpin kelompoknya untuk membagi kekuatan dan menyerang secara bersamaan.
Pertarungan berkecamuk. Xiao Feng dan penduduk desa bersatu, berjuang melawan gelombang serangan dari anggota musuh. Suara pedang yang berbenturan, teriakan, dan rasa sakit saling bercampur, menciptakan suasana yang menegangkan, serta bau amis darah yang mulai menyebar di udara.
Mereka berhasil mengalahkan beberapa anggota sekte, tetapi jumlah musuh tampak tak ada habisnya. Meskipun mereka telah berlatih dan berjuang dengan semangat, Xiao Feng bisa merasakan bahwa mereka tidak cukup kuat untuk menghadapi semua ini.
“Bergabunglah dan fokus pada satu titik!” teriak Xiao Feng, berusaha mengoordinasikan serangan mereka. Dia memimpin mereka untuk menyerang pemimpin anggota sekte tersebut, berharap untuk mematahkan semangat musuh.
Di tengah pertarungan, Xiao Feng melihat bahwa kepala desa masih terikat di tiang. “Kita harus membebaskannya!” teriaknya kepada Ling Yu.
Ling Yu mengangguk dan berlari ke arah tiang tempat kepala desa diikat, berusaha memotong tali yang mengikatnya. Namun, anggota dari kelompok musuh tersebut segera menyadari niatnya dan mencoba menghentikan wanita itu.
Dengan segenap tenaga, Xiao Feng menerjang ke depan, menghalangi musuh yang berusaha mendekat. Dia melawan dengan sekuat tenaga, merasakan adrenalin memompa. Setiap gerakan yang dilakukannya dipenuhi dengan tekad untuk melindungi orang-orang yang dicintainya.
Sesaat kemudian dengan usaha yang tidak sedikit, Ling Yu berhasil memotong tali yang mengikat kepala desa. “Aku sudah bebas!” teriak kepala desa, segera berdiri dan mengambil pedangnya, berniat untuk ikut serta dalam pertarungan yang sedang berkecamuk.
Bersama-sama, mereka melawan kembali. Kepala desa yang berpengalaman memberikan instruksi kepada penduduk desa, memimpin mereka dalam pertempuran. Meskipun jumlah mereka lebih sedikit, kombinasi kekuatan dan strategi mulai mengubah jalannya pertempuran.
Namun, saat pertempuran berlanjut, situasi semakin memburuk. Xiao Feng merasakan kelelahan mulai merayap, dan sepertinya mereka tidak dapat bertahan lebih lama lagi.
“Feng! Kita perlu mundur!” teriak Ling Yu, menyadari bahwa mereka mungkin tidak akan bisa menang.
Xiao Feng menarik nafas beberapa kali sebelum ia menjawab perkataan wanita itu, “Aku tidak akan mundur! Kita tidak bisa kalah di sini!” jawab Xiao Feng, keberanian menyala di dalam hatinya. “Kita harus menemukan cara untuk mengalahkan mereka!”
Dia teringat kata-kata guru tuanya tentang Kitab Dewa Naga. Saat itu, dia merasa ada sesuatu yang membara di dalam dirinya, sebuah kekuatan yang belum sepenuhnya dia sadari.
Di tengah pertempuran, Xiao Feng menghentikan langkahnya sejenak dan menutup matanya. Dia mengingat semua latihan dan bimbingan yang dia terima dari guru tua, dan bagaimana mengendalikan KI dalam tubuhnya. Dia membayangkan energi naga yang mengalir melalui dirinya, menyatu dengan kekuatan alam.
Ketika dia membuka mata, sebuah cahaya bersinar dari telapak tangannya. Energi KI meluap, dan dia merasakan kekuatan luar biasa mengalir ke seluruh tubuhnya. Xiao Feng berteriak, “Kita bisa mengalahkan mereka! Bersiaplah!”
Kali ini, Xiao Feng memimpin serangan terakhir, berharap mereka dapat memberikan serangan yang cukup berarti. Dia menggunakan teknik yang baru saja dia pelajari, mengalirkan energi KI ke dalam pedangnya. Serangan itu menghantam musuh dengan kekuatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Salah satu anggota sekte yang berada di depannya terjatuh, dan Xiao Feng merasakan tekadnya membara lebih dalam. “Sekarang, semua bersatu! Kita serang bersama-sama!” ucapnya kembali, berusaha memberikan semangat pada kelompoknya.
Mendengar seruannya, penduduk desa bersatu, melakukan serangan terakhir yang menggabungkan kekuatan dan keberanian mereka. Dalam momen yang dramatis, mereka berhasil memukul mundur beberapa anggota musuh.
Beberapa saat berlalu, setelah perjuangan yang cukup panjang, mereka berhasil memaksa anggota sekte mundur. Keberanian dan semangat kelompok itu berhasil mengalahkan musuh yang tampaknya tak terhentikan. Walaupun kelelahan Xiao Fengmerasa bangga dengan apa yang telah mereka capai saat ini.
“Apakah kita berhasil?” tanya Ling Yu, napasnya terengah-engah.
“Ya, kita berhasil, tetapi kita harus tetap waspada. Mereka mungkin akan kembali,” jawab Xiao Feng, sambil menatap ke arah markas Yin Mo Sect yang kini tampak sepi.
Ketika mereka membantu kepala desa dan penduduk desa yang terluka, Xiao Feng merasa ada yang baru bangkit dalam dirinya. Dia telah mengatasi rasa takut dan menemukan keberanian sejatinya. Dia tahu bahwa perjalanan ini adalah langkah awal menuju takdirnya di bawah langit naga.
“Mari kita pulang,” kata kepala desa. “Kita harus bersiap untuk apa pun yang akan datang.”
Waktu berjalan cukup cepat, setelah perjalanan yang melelahkan, Xiao Feng dan kelompoknya kembali ke desa, seolah melupakan kejadian yang cukup menyakitkan beberapa saat lalu. Mereka bahkan sempat berfikir, apakah ini sebuah keajaiban atau hanya sebuah keberuntungan.Langit malam berkilauan dengan bintang-bintang, tetapi hati mereka dipenuhi kegelisahan. Setelah pertempuran di Gunung Hitam, meskipun kemenangan ada di tangan mereka, ancaman dari kelompok aliran sesat masih terasa menggantung.Xiao Feng berdiri di tepi desa, memandang ke arah cakrawala yang jauh. “Mengapa rasanya belum berakhir?” gumamnya pelan. Pikiran tentang sekte dan kekuatannya yang luar biasa tak bisa meninggalkannya. Pertarungan itu hanyalah permulaan. Dia tahu bahwa musuh memiliki rencana yang jauh lebih besar.“Kau terlihat khawatir.” Suara lembut terdengar dari belakangnya.Xiao Feng menoleh dan melihat Ling Yu berdiri dengan anggun, rambut hitamnya yang panjang berkilauan di bawah sinar rembulan. Tatapannya l
Cahaya fajar perlahan menyelimuti hutan, menyapu embun yang menempel di dedaunan, memberikan kehangatan yang tipis setelah malam yang dingin. Xiao Feng membuka matanya perlahan, merasakan beban kelelahan yang masih tertinggal di tubuhnya. Luka di lengannya berdenyut, rasa sakit yang tajam menyusup setiap kali ia mencoba menggerakkan tangannya, tapi ia tak punya pilihan selain terus bergerak, karena jika tidak...“Perjalananku masih panjang,” bisiknya pelan.Xiao Feng menyingkirkan sisa api unggun yang kini sudah padam, lalu mengikat kembali pedangnya di pinggang. Langkahnya pelan saat ia menyusuri jalan setapak yang semakin terjal. Kabut tipis yang melingkupi lereng gunung menambah kesan misterius dan penuh tantangan ditempat tersebut. Di setiap tikungan, bayangan pepohonan tinggi tampak seperti sosok penjaga kuno yang diam-diam mengamati perjalanan Xiao Feng.Gunung Tianmu tidak hanya menjadi ujian fisik, tetapi juga mental. Setiap langkah diiringi dengan ketidakpastian, seolah-olah
Di balik altar, sebuah pintu tersembunyi perlahan terbuka, mengundang Xiao Feng untuk melangkah lebih jauh ke dalam misteri Gunung Tianmu. Udara yang keluar dari celah pintu itu dingin dan lembap, menandakan bahwa lorong di baliknya sudah lama tak disentuh cahaya matahari.Xiao Feng berdiri di tempatnya, menatap pintu yang kini terbuka lebar. Hatinya berdebar, bukan karena ketakutan, melainkan rasa penasaran yang semakin membuncah. Dia tahu, langkah berikutnya akan semakin mendekatkan dirinya pada Zirah Besi, senjata pusaka yang dia cari. Namun, di balik keinginan itu, ada perasaan yang sulit diabaikan—seperti sebuah peringatan dari alam bawah sadarnya. Tempat ini penuh bahaya yang jauh lebih besar dari sekadar penjaga raksasa tadi.Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah pertarungan sengit, dia menggenggam pedangnya lebih erat. Lorong gelap itu seperti mulut naga, siap menelannya kapan saja. Tapi tidak ada waktu untuk ragu. Dia melangkah masuk dengan hati-hati, mengamati se
Saat ini, Xiao Feng berdiri dengan sikap dingin, berusaha menjaga ketenangan dalam menghadapi pria tua misterius yang kini berdiri di depannya. Matanya yang baru saja terbuka menatap lurus ke arah Xiao Feng, seolah membaca setiap pikiran dan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara deru angin di luar ruangan hilang, digantikan oleh kesunyian yang menegangkan.“Apakah kau siap untuk mati?” suara pria tua itu terdengar berat, tapi sangat tenang. Seolah pertarungan ini hanyalah permainan kecil bagi dirinya. Xiao Feng tahu, lawannya kali ini berbeda. Bukan hanya usia pria tua itu yang membuatnya tampak penuh misteri, melainkan kekuatan tersembunyi di balik tubuh yang kurus itu. Auranya seperti gunung yang tak tergoyahkan, teguh dan tak terkalahkan.Xiao Feng menggenggam pedangnya lebih erat lagi. “Tidak, aku datang ketempat ini bukan untuk mati, tetapi aku inign hidup untuk mendapatkan kekuatan lebih...,” jawabnya dengan nada tegas. Namun di balik s
Saat ini Xiao Feng berdiri dengan napas tersengal-sengal, tubuhnya masih bergetar dari ledakan energi yang baru saja dia lepaskan. Di depan altar kuno, debu-debu mulai mengendap, mengungkapkan sosok pria tua itu yang masih berdiri tegak di hadapannya.Dengan senyum tipis pria itu tua itu membuka mulutnya perlahan. "Sudah cukup," kata pria tua itu dengan suara yang penuh wibawa. Tatapan matanya yang dulu tampak menghakimi kini berubah lembut. "Kau telah menunjukkan tekadmu, dan kekuatan yang kau miliki baru permulaan dari apa yang akan kau capai saat ini. Namun, kekuatan yang lebih besar menanti di luar sana, di tempat yang belum pernah kau bayangkan."Xiao Feng mengatur napasnya, mencoba mencerna kata-kata pria tua itu. "Aku... aku belum layak untuk pusaka ini," gumamnya dengan rendah hati, merasakan betapa kecil dirinya di hadapan kekuatan sebesar itu.Pria tua itu menggelengkan kepalanya. "Bukan soal layak atau tidak. Zirah Besi ini memang untukmu, namun belum saatnya kau menggunaka
Xiao Feng melangkah maju setelah menghancurkan cermin yang memantulkan bayangan tergelap dirinya. Serpihan kaca berkilauan di lantai, namun ruang di sekitarnya tampak semakin luas, seolah-olah terbentang tanpa batas. Kabut tipis yang dingin menyelimuti kaki Xiao Feng, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat dan menekan.Tapi di balik keheningan itu, terdengar bunyi gemerisik, nyaris seperti bisikan dari kedalaman bumi. Xiao Feng merasakan sesuatu yang kuat dan tidak kasatmata, namun kali ini bukan serangan fisik yang mengancamnya. Ada sesuatu yang merasuk ke dalam pikirannya, menggali kenangan terkelam yang sudah lama ia kubur.Lalu, tiba-tiba saja ia berada di tempat lain.Sebuah padang hijau yang ia kenali dengan baik terbentang di hadapannya. Padang tempat ia dan keluarganya dulu sering berlatih, jauh sebelum semua berubah, sebelum gurunya tewas, sebelum ia terjun ke dalam perburuan dendam. Xiao Feng tertegun. Suara tawa riang dari kejauhan menggema, dan dia melihat dua so
Angin berhembus lembut di antara pepohonan pinus yang menjulang tinggi, menggoyangkan dedaunan seperti melodi lembut. Di tengah hutan, sebuah dojo kecil berdiri kokoh, tempat di mana para murid berkumpul untuk mengasah kemampuan bela diri mereka. Di sinilah Xiao Feng berlatih, di bawah bimbingan Shifu Yan, seorang guru yang dihormati dan bijaksana. Dengan tatapan penuh harapan, ia memfokuskan diri pada gerakan-gerakan yang diajarkan.Hari itu, pelatihan terasa berbeda. Ada ketegangan di udara, seolah-olah alam merasakan peristiwa yang akan datang. "Feng, ingat, kekuatan bukan hanya berasal dari fisik, tetapi juga dari dalam diri," suara Shifu Yan mengalun lembut namun tegas, mengingatkan Xiao Feng untuk selalu memperhatikan keseimbangan antara kekuatan dan ketenangan dalam hidupnya.Pemuda itu tersenyum tipis sebelum akhirnya menjawab. "Ya, Shifu," jawab Xiao Feng, sambil mengatur napasnya. Dengan keahlian yang terasah, ia melanjutkan gerakan pedangnya, menghindari bayang-bayang yang
Entah keajaiban apa yang saat ini terjadi. Ia terbangun, semuanya sudah terlambat. Saat ini, hanya ada suara desiran angin malam disertai suara hewan yang ikut bernyanyi seakan menangis di kesunyian malam. Dojo yang dulunya megah kini telah hancur. Tidak ada lagi suara tawa atau pelajaran berharga yang akan di ajarkan Sang guru, bahkan tidak hanya itu, teman-temannya bahkan ikut terbunuh, entah kapan itu terjadi. Satu hal yang ia tidak mengerti, bagaimana mungkin saat ini ia masih bisa bernafas. Hanya ada kesunyian yang menyesakkan saat ini, dan bayangan gurunya yang akan menghantui setiap hari di tempat tersebut.Rasa sakit dan kepedihan menyelimutinya seperti selimut yang sangat berat. Satu-satunya suara yang ia dengar adalah detakan jantungnya yang berpacu cepat, berdegup keras dalam kesunyian yang menyakitkan. Kenangan akan senyum Shifu Yan berkelebat dalam benaknya, mengingatkannya pada pelajaran-pelajaran berharga yang selama ini diajarkan. "Kekuatan berasal dari dalam," suara S