Setelah menempuh perjalanan melelahkan melalui jalur berbatu dan hutan lebat, akhirnya Xiao Feng dan kelompoknya tiba di kaki Gunung Hitam. Kabut tebal menyelimuti puncak gunung, menciptakan suasana yang mencekam. Suara gemuruh dari kejauhan memberi tanda bahwa bahaya semakin dekat.
“Mari kita bersiap,” bisik Ling Yu kepada Xiao Feng. “Kita tidak tahu apa yang menanti kita di dalam sana.”
Xiao Feng mengangguk, matanya menyapu sekeliling. “Kita harus tetap bersatu dan hati-hati. Jika kita terpisah, kita akan menghadapi risiko yang lebih besar.”
Mereka mulai merangkak naik, menelusuri jalur sempit yang menuju markas kelompok aliran sesat. Saat mereka mendekati puncak, suara gaduh dan teriakan bisa terdengar dari kejauhan. Suasana yang biasanya tenang kini berubah menjadi hiruk-pikuk, menciptakan ketegangan di dalam hati setiap orang yang ikut serta.
Ketika mereka sampai di puncak, pemandangan yang menakutkan menyambut mereka. Di depan, sebuah bangunan besar terbuat dari batu gelap menjulang, dikelilingi oleh pagar tinggi dan dijaga oleh banyak anggota kelompok tersebut. Di tengah pekarangan, mereka melihat seorang lelaki tua terikat di tiang, dengan kepala desa Shui Lin yang mereka cari.
“Lihat! Itu kepala desa!” seru Xiao Feng. “Kita harus menyelamatkannya!”
Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, tampak sekelompok anggota musuh mendatangi mereka, wajah mereka dipenuhi dengan kebencian dan kegelapan, bersiap membunuh para penyusup yang datang.
“Siapa yang berani masuk ke markas kami?” tanya salah satu pemimpin mereka, pria berbadan kekar yang mengenakan jubah hitam. Suaranya menggema di udara, menimbulkan rasa takut di antara penduduk desa.
“Aku Xiao Feng!” teriak Xiao Feng, keberaniannya mendorongnya untuk maju. “Kami datang untuk menyelamatkan kepala desa dan tidak akan mundur tanpa perjuangan!”
Pria itu membuka matanya dengan lebar dengan senyum tipis di wajahnya, “Tahukah kau apa yang kau hadapi?” pria itu menjawab, menyeringai. “Kau tidak akan pernah bisa melawan kami. Kami memiliki kekuatan yang jauh melebihi yang bisa kau bayangkan.”
Sebelum Xiao Feng bisa menjawab semua itu, serangan dimulai tanpa aba-aba. Beberapa anggota musuh melesat ke arah mereka, menyerang dengan gerakan sangat cepat. Xiao Feng langsung melawan, mengangkat tangan dengan pedangnya, yang bersinar dalam cahaya matahari yang redup.
Shing...!!
Dia menghindari serangan pertama, kemudian melakukan serangan balasan yang cepat, membunuh satu orang yang baru saja berusaha menyerangnya. Tenaga dalam mengalir ditubuhnya, membuat setiap gerakan terasa lebih kuat dan akurat.
“Jangan biarkan mereka mendekat!” teriak Ling Yu, memimpin kelompoknya untuk membagi kekuatan dan menyerang secara bersamaan.
Pertarungan berkecamuk. Xiao Feng dan penduduk desa bersatu, berjuang melawan gelombang serangan dari anggota musuh. Suara pedang yang berbenturan, teriakan, dan rasa sakit saling bercampur, menciptakan suasana yang menegangkan, serta bau amis darah yang mulai menyebar di udara.
Mereka berhasil mengalahkan beberapa anggota sekte, tetapi jumlah musuh tampak tak ada habisnya. Meskipun mereka telah berlatih dan berjuang dengan semangat, Xiao Feng bisa merasakan bahwa mereka tidak cukup kuat untuk menghadapi semua ini.
“Bergabunglah dan fokus pada satu titik!” teriak Xiao Feng, berusaha mengoordinasikan serangan mereka. Dia memimpin mereka untuk menyerang pemimpin anggota sekte tersebut, berharap untuk mematahkan semangat musuh.
Di tengah pertarungan, Xiao Feng melihat bahwa kepala desa masih terikat di tiang. “Kita harus membebaskannya!” teriaknya kepada Ling Yu.
Ling Yu mengangguk dan berlari ke arah tiang tempat kepala desa diikat, berusaha memotong tali yang mengikatnya. Namun, anggota dari kelompok musuh tersebut segera menyadari niatnya dan mencoba menghentikan wanita itu.
Dengan segenap tenaga, Xiao Feng menerjang ke depan, menghalangi musuh yang berusaha mendekat. Dia melawan dengan sekuat tenaga, merasakan adrenalin memompa. Setiap gerakan yang dilakukannya dipenuhi dengan tekad untuk melindungi orang-orang yang dicintainya.
Sesaat kemudian dengan usaha yang tidak sedikit, Ling Yu berhasil memotong tali yang mengikat kepala desa. “Aku sudah bebas!” teriak kepala desa, segera berdiri dan mengambil pedangnya, berniat untuk ikut serta dalam pertarungan yang sedang berkecamuk.
Bersama-sama, mereka melawan kembali. Kepala desa yang berpengalaman memberikan instruksi kepada penduduk desa, memimpin mereka dalam pertempuran. Meskipun jumlah mereka lebih sedikit, kombinasi kekuatan dan strategi mulai mengubah jalannya pertempuran.
Namun, saat pertempuran berlanjut, situasi semakin memburuk. Xiao Feng merasakan kelelahan mulai merayap, dan sepertinya mereka tidak dapat bertahan lebih lama lagi.
“Feng! Kita perlu mundur!” teriak Ling Yu, menyadari bahwa mereka mungkin tidak akan bisa menang.
Xiao Feng menarik nafas beberapa kali sebelum ia menjawab perkataan wanita itu, “Aku tidak akan mundur! Kita tidak bisa kalah di sini!” jawab Xiao Feng, keberanian menyala di dalam hatinya. “Kita harus menemukan cara untuk mengalahkan mereka!”
Dia teringat kata-kata guru tuanya tentang Kitab Dewa Naga. Saat itu, dia merasa ada sesuatu yang membara di dalam dirinya, sebuah kekuatan yang belum sepenuhnya dia sadari.
Di tengah pertempuran, Xiao Feng menghentikan langkahnya sejenak dan menutup matanya. Dia mengingat semua latihan dan bimbingan yang dia terima dari guru tua, dan bagaimana mengendalikan KI dalam tubuhnya. Dia membayangkan energi naga yang mengalir melalui dirinya, menyatu dengan kekuatan alam.
Ketika dia membuka mata, sebuah cahaya bersinar dari telapak tangannya. Energi KI meluap, dan dia merasakan kekuatan luar biasa mengalir ke seluruh tubuhnya. Xiao Feng berteriak, “Kita bisa mengalahkan mereka! Bersiaplah!”
Kali ini, Xiao Feng memimpin serangan terakhir, berharap mereka dapat memberikan serangan yang cukup berarti. Dia menggunakan teknik yang baru saja dia pelajari, mengalirkan energi KI ke dalam pedangnya. Serangan itu menghantam musuh dengan kekuatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Salah satu anggota sekte yang berada di depannya terjatuh, dan Xiao Feng merasakan tekadnya membara lebih dalam. “Sekarang, semua bersatu! Kita serang bersama-sama!” ucapnya kembali, berusaha memberikan semangat pada kelompoknya.
Mendengar seruannya, penduduk desa bersatu, melakukan serangan terakhir yang menggabungkan kekuatan dan keberanian mereka. Dalam momen yang dramatis, mereka berhasil memukul mundur beberapa anggota musuh.
Beberapa saat berlalu, setelah perjuangan yang cukup panjang, mereka berhasil memaksa anggota sekte mundur. Keberanian dan semangat kelompok itu berhasil mengalahkan musuh yang tampaknya tak terhentikan. Walaupun kelelahan Xiao Fengmerasa bangga dengan apa yang telah mereka capai saat ini.
“Apakah kita berhasil?” tanya Ling Yu, napasnya terengah-engah.
“Ya, kita berhasil, tetapi kita harus tetap waspada. Mereka mungkin akan kembali,” jawab Xiao Feng, sambil menatap ke arah markas Yin Mo Sect yang kini tampak sepi.
Ketika mereka membantu kepala desa dan penduduk desa yang terluka, Xiao Feng merasa ada yang baru bangkit dalam dirinya. Dia telah mengatasi rasa takut dan menemukan keberanian sejatinya. Dia tahu bahwa perjalanan ini adalah langkah awal menuju takdirnya di bawah langit naga.
“Mari kita pulang,” kata kepala desa. “Kita harus bersiap untuk apa pun yang akan datang.”
Waktu berjalan cukup cepat, setelah perjalanan yang melelahkan, Xiao Feng dan kelompoknya kembali ke desa, seolah melupakan kejadian yang cukup menyakitkan beberapa saat lalu. Mereka bahkan sempat berfikir, apakah ini sebuah keajaiban atau hanya sebuah keberuntungan.Langit malam berkilauan dengan bintang-bintang, tetapi hati mereka dipenuhi kegelisahan. Setelah pertempuran di Gunung Hitam, meskipun kemenangan ada di tangan mereka, ancaman dari kelompok aliran sesat masih terasa menggantung.Xiao Feng berdiri di tepi desa, memandang ke arah cakrawala yang jauh. “Mengapa rasanya belum berakhir?” gumamnya pelan. Pikiran tentang sekte dan kekuatannya yang luar biasa tak bisa meninggalkannya. Pertarungan itu hanyalah permulaan. Dia tahu bahwa musuh memiliki rencana yang jauh lebih besar.“Kau terlihat khawatir.” Suara lembut terdengar dari belakangnya.Xiao Feng menoleh dan melihat Ling Yu berdiri dengan anggun, rambut hitamnya yang panjang berkilauan di bawah sinar rembulan. Tatapannya l
Cahaya fajar perlahan menyelimuti hutan, menyapu embun yang menempel di dedaunan, memberikan kehangatan yang tipis setelah malam yang dingin. Xiao Feng membuka matanya perlahan, merasakan beban kelelahan yang masih tertinggal di tubuhnya. Luka di lengannya berdenyut, rasa sakit yang tajam menyusup setiap kali ia mencoba menggerakkan tangannya, tapi ia tak punya pilihan selain terus bergerak, karena jika tidak...“Perjalananku masih panjang,” bisiknya pelan.Xiao Feng menyingkirkan sisa api unggun yang kini sudah padam, lalu mengikat kembali pedangnya di pinggang. Langkahnya pelan saat ia menyusuri jalan setapak yang semakin terjal. Kabut tipis yang melingkupi lereng gunung menambah kesan misterius dan penuh tantangan ditempat tersebut. Di setiap tikungan, bayangan pepohonan tinggi tampak seperti sosok penjaga kuno yang diam-diam mengamati perjalanan Xiao Feng.Gunung Tianmu tidak hanya menjadi ujian fisik, tetapi juga mental. Setiap langkah diiringi dengan ketidakpastian, seolah-olah
Di balik altar, sebuah pintu tersembunyi perlahan terbuka, mengundang Xiao Feng untuk melangkah lebih jauh ke dalam misteri Gunung Tianmu. Udara yang keluar dari celah pintu itu dingin dan lembap, menandakan bahwa lorong di baliknya sudah lama tak disentuh cahaya matahari.Xiao Feng berdiri di tempatnya, menatap pintu yang kini terbuka lebar. Hatinya berdebar, bukan karena ketakutan, melainkan rasa penasaran yang semakin membuncah. Dia tahu, langkah berikutnya akan semakin mendekatkan dirinya pada Zirah Besi, senjata pusaka yang dia cari. Namun, di balik keinginan itu, ada perasaan yang sulit diabaikan—seperti sebuah peringatan dari alam bawah sadarnya. Tempat ini penuh bahaya yang jauh lebih besar dari sekadar penjaga raksasa tadi.Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah pertarungan sengit, dia menggenggam pedangnya lebih erat. Lorong gelap itu seperti mulut naga, siap menelannya kapan saja. Tapi tidak ada waktu untuk ragu. Dia melangkah masuk dengan hati-hati, mengamati se
Saat ini, Xiao Feng berdiri dengan sikap dingin, berusaha menjaga ketenangan dalam menghadapi pria tua misterius yang kini berdiri di depannya. Matanya yang baru saja terbuka menatap lurus ke arah Xiao Feng, seolah membaca setiap pikiran dan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara deru angin di luar ruangan hilang, digantikan oleh kesunyian yang menegangkan.“Apakah kau siap untuk mati?” suara pria tua itu terdengar berat, tapi sangat tenang. Seolah pertarungan ini hanyalah permainan kecil bagi dirinya. Xiao Feng tahu, lawannya kali ini berbeda. Bukan hanya usia pria tua itu yang membuatnya tampak penuh misteri, melainkan kekuatan tersembunyi di balik tubuh yang kurus itu. Auranya seperti gunung yang tak tergoyahkan, teguh dan tak terkalahkan.Xiao Feng menggenggam pedangnya lebih erat lagi. “Tidak, aku datang ketempat ini bukan untuk mati, tetapi aku inign hidup untuk mendapatkan kekuatan lebih...,” jawabnya dengan nada tegas. Namun di balik s
Saat ini Xiao Feng berdiri dengan napas tersengal-sengal, tubuhnya masih bergetar dari ledakan energi yang baru saja dia lepaskan. Di depan altar kuno, debu-debu mulai mengendap, mengungkapkan sosok pria tua itu yang masih berdiri tegak di hadapannya.Dengan senyum tipis pria itu tua itu membuka mulutnya perlahan. "Sudah cukup," kata pria tua itu dengan suara yang penuh wibawa. Tatapan matanya yang dulu tampak menghakimi kini berubah lembut. "Kau telah menunjukkan tekadmu, dan kekuatan yang kau miliki baru permulaan dari apa yang akan kau capai saat ini. Namun, kekuatan yang lebih besar menanti di luar sana, di tempat yang belum pernah kau bayangkan."Xiao Feng mengatur napasnya, mencoba mencerna kata-kata pria tua itu. "Aku... aku belum layak untuk pusaka ini," gumamnya dengan rendah hati, merasakan betapa kecil dirinya di hadapan kekuatan sebesar itu.Pria tua itu menggelengkan kepalanya. "Bukan soal layak atau tidak. Zirah Besi ini memang untukmu, namun belum saatnya kau menggunaka
Xiao Feng melangkah maju setelah menghancurkan cermin yang memantulkan bayangan tergelap dirinya. Serpihan kaca berkilauan di lantai, namun ruang di sekitarnya tampak semakin luas, seolah-olah terbentang tanpa batas. Kabut tipis yang dingin menyelimuti kaki Xiao Feng, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat dan menekan.Tapi di balik keheningan itu, terdengar bunyi gemerisik, nyaris seperti bisikan dari kedalaman bumi. Xiao Feng merasakan sesuatu yang kuat dan tidak kasatmata, namun kali ini bukan serangan fisik yang mengancamnya. Ada sesuatu yang merasuk ke dalam pikirannya, menggali kenangan terkelam yang sudah lama ia kubur.Lalu, tiba-tiba saja ia berada di tempat lain.Sebuah padang hijau yang ia kenali dengan baik terbentang di hadapannya. Padang tempat ia dan keluarganya dulu sering berlatih, jauh sebelum semua berubah, sebelum gurunya tewas, sebelum ia terjun ke dalam perburuan dendam. Xiao Feng tertegun. Suara tawa riang dari kejauhan menggema, dan dia melihat dua so
Ruangan besar itu kini dipenuhi energi yang bergetar hebat. Xiao Feng mengencangkan cengkeraman pada gagang pedangnya, merasakan hawa dingin dari sosok misterius di hadapannya. Sosok itu bergerak tanpa suara, hanya tampak sebagai bayangan yang menyatu dengan ruangan, seperti ilusi yang sukar ditangkap.Xiao Feng menyipitkan matanya tajam, mencoba memusatkan perhatian pada setiap gerakan halus di sekitar ruangan. Bayangan di sekeliling sosok itu seakan hidup, mengaburkan garis antara kenyataan dan imajinasi. Namun, Xiao Feng tahu bahwa ini bukan sekadar permainan visual; ini adalah pertarungan antara ketenangan batin dan kegelapan yang ingin menelannya.Dalam hitungan detik, tiba-tiba sosok itu menyerang kearah Xiao Feng. Dia butuh beberapa detik untuk menyadari serangan tersebut. Xiao Feng hanya bisa melihat kilatan hitam yang melesat ke arahnya. Dengan refleks cepat, dia menangkis serangan dengan pedangnya, namun dampak akibat serangan barusan membuat tangannya bergetar hebat. Sosok
Dia membuka Kitab Dewa Naga itu dengan sangat hati-hati, menghirup udara yang terasa berat oleh kekuatan yang terkandung di dalamnya. Cahaya emas lembut memancar dari setiap halaman gulungan itu, seperti energi yang mengalir langsung dari naga legendaris. Setiap huruf di kitab itu bukan sekadar tulisan; mereka hidup, berdenyut dengan kekuatan kuno yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.Tatapannya menelusuri baris demi baris, dan seiring dengan itu, tubuhnya mulai merasakan sesuatu yang aneh. Energi dari kitab itu terasa seperti menyatu dengan dirinya, mengalir melalui nadinya, dan perlahan-lahan memperkuat tulangnya. Rasa hangat yang kuat menjalar dari pusat tubuhnya, meluas ke seluruh anggota tubuhnya. Energi KI dalam tubuhnya mulai bergolak, semakin besar dan semakin terkendali. "Ini... kekuatan yang luar biasa," gumam Xiao Feng. Namun, ia tahu bahwa kekuatan itu tidak datang tanpa harga. Xiao Chen pernah memberitahunya tentang bahaya dari kitab ini. Siapa pun yang menco
Setelah membebaskan para tahanan, mereka berdua hendak kembali melanjutkan perjalanan. Di tengah hutan lebat mereka semua merasakan udara dingin mulai terasa menusuk kulit, seolah baru menemukan ketenangan yang berarti, namun ketenangan itu mendadak terpecah oleh suara gemuruh langkah kaki yang terdengar semakin mendekat.Xiao Feng lalu memberikan perintah pada tahanan yang mereka lepaskan untuk segera bersembunyi, mencari tempat yang aman, "Pergilah dari sini... Kalian harus selamat."Mendengar perintah dari Xiao Feng, orang-orang itu segera pergi menjauh, seolah tidak ingin terlibat dari pertarungan yang akan segera terjadi."Feng'Ge," ucap Bai Ling, matanya memandang lurus ke depan. "Kau dengar itu?"Xiao Feng mengangguk pelan. Ia memicingkan matanya, memeriksa lingkungan sekitarnya. "Langkah kaki... banyak sekali. Mereka datang ke arah kita."Tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul puluhan pria bersenjata. Mereka mengenakan pakaian khas dengan lambang bendera warna di dada mereka.
Xiao Feng bergerak perlahan menuju perkemahan, langkahnya begitu tenang tanpa suara sedikitpun. Bai Ling mengikuti di belakangnya, sembari mengeluarkan es dari tangannya yang berkilauan di bawah sinar matahari yang mulai redup. Aroma asap yang bercampur dengan daging panggang semakin jelas, dan suara-suara tawa kasar dari sekelompok pria mulai terdengar."Bai'er," bisik Xiao Feng sambil berhenti di balik semak belukar. "Kita akan mendekat dari dua sisi. Kau ambil sisi kiri untuk memastikan mereka tidak melarikan diri."Bai Ling mengangguk, menatap Xiao Feng dengan penuh keyakinan. "Aku mengerti. Kau hati-hati."Xiao Feng menoleh ke arah wanita yang mereka bawa. "Tetap di sini. Jangan keluar sampai kami kembali."Wanita itu menggigit bibirnya, jelas khawatir, namun akhirnya mengangguk. "Baik, Tuan Pendekar. Tolong... selamatkan mereka."**Dari balik semak-semak, Xiao Feng dan Bai Ling akhirnya bisa melihat perkemahan itu dengan jelas. Sekelompok pria kasar duduk di sekitar api unggun,
Saat Xiao Feng dan Bai Ling hendak melangkah pergi, suara langkah kaki yang tergesa-gesa menghampiri mereka dari belakang. Wanita muda yang sebelumnya mereka selamatkan berlari dengan wajah penuh kecemasan. Matanya merah, basah oleh air mata yang tak henti-hentinya mengalir.“Tuan pendekar!” panggilnya seraya berlutut di hadapan Xiao Feng. “Terima kasih telah menyelamatkan kami. Namun, aku memohon... tolong bantu aku sekali lagi. Ibu dan adik perempuanku dibawa oleh anggota mereka yang lain. Aku tak tahu harus bagaimana...”Xiao Feng menatap wanita itu dengan tatapan serius, sementara Bai Ling mengernyit, menatapnya penuh rasa iba. “Di mana mereka terakhir kali terlihat?” tanya Xiao Feng.Wanita itu menggeleng lemah. “Aku hanya mendengar salah satu dari mereka menyebut sebuah tempat di dekat lembah barat. Di sana mereka berencana mengumpulkan para tawanan lainnya.”Xiao Feng menarik napas panjang. “Baiklah, kami akan membantu. Tapi kau harus beristirahat dan kembali ke tempat yang ama
Matahari mulai terbenam di ufuk barat, menyelimuti dunia dalam semburat oranye yang perlahan memudar. Di tengah perjalanan mereka, Xiao Feng dan Bai Ling berjalan menyusuri jalan berbatu yang sunyi. Pepohonan di kiri dan kanan menjulang tinggi, menciptakan bayangan panjang yang mengintimidasi. Namun, di tengah ketenangan itu, sepasang mata dari balik rimbunan dedaunan terus mengintai mereka."Sialan... Dia jauh lebih kuat dari yang dikabarkan," gumam pria itu pelan, matanya tetap tertuju pada Xiao Feng. Setelah memastikan tidak tertangkap basah, dia segera bergerak pergi dengan langkah ringan, menghilang di antara pohon-pohon lebat. Beberapa saat kemudian, pria itu tiba di sebuah lokasi tersembunyi dan langsung melapor pada Yu Zhi, pemimpin kelompok bendera merah yang baru menggantikan Tianbao.“Ketua, aku sudah memastikan. Mereka bergerak ke arah utara, sepertinya mencari jejak kelompok kecil kita,” lapornya sambil berlutut.Yu Zhi yang sedang duduk di kursinya dengan angkuh setelah
Langit sore mulai berubah menjadi jingga keemasan ketika Xiao Feng dan Bai Ling berdiri di depan rumah utama desa. Keheningan mencekam menyelimuti mereka. Bau busuk dari mayat yang terkumpul di dalam ruangan mulai menyengat, membuat Bai Ling menutup hidungnya dengan lengan baju.“Feng'Ge,” ujar Bai Ling dengan nada serak. “Orang-orang desa ini... mereka semua korban. Kita harus melakukan sesuatu untuk memberi mereka penghormatan terakhir.”Xiao Feng mengangguk pelan. “Kita tidak bisa membiarkan mereka seperti ini. Mereka sudah cukup menderita.”Bai Ling berjalan ke arah pintu, memperhatikan tumpukan mayat yang kulit wajahnya telah dilucuti. Mata mereka yang kosong seakan berbicara, memohon keadilan atas apa yang telah terjadi. “Bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan hal sekeji ini?” gumamnya, suaranya hampir tak terdengar.Xiao Feng menghela napas panjang, tangannya menggenggam erat Pedang Pembalik Surga. “Ini adalah pekerjaan kelompok bendera lima warna itu. Mereka tak hanya meng
Xiao Feng berdiri di tengah medan pertempuran yang kini sunyi. Bau amis darah masih menyeruak di udara, menyatu dengan aroma dedaunan yang hancur akibat pertempuran. Puluhan, bahkan ratusan mayat musuh yang baru saja ia dan Bai Ling habisi tergeletak tak bernyawa. Bai Ling berdiri di sampingnya, tangan masih menggenggam pedang yang kini berlumuran darah beku."Apa yang akan kau lakukan dengan mayat-mayat ini?" tanya Bai Ling dengan suara tenang, namun sorot matanya menyiratkan kelelahan.Xiao Feng mengangkat wajahnya, memandang langit yang mulai diselimuti awan kelabu. Ia menghela napas panjang. "Aku akan membakar mereka. Dunia ini sudah cukup tercemar oleh dosa-dosa mereka. Biarkan api membersihkan semuanya."Ia kemudian mengangkat tangannya, energi petir mulai berkumpul di sekeliling tubuhnya. Udara di sekitar mereka terasa bergetar, membuat dedaunan bergemerisik. Namun, sebelum ia sempat melancarkan kekuatannya, suara gemuruh yang aneh mulai terdengar dari kejauhan."Xiao Feng," Ba
Udara malam terasa berat dengan ketegangan yang mencekam. Pria tua berambut putih berdiri tegak di tengah lapangan desa, sorot matanya seperti memaku Xiao Feng di tempatnya. Sementara itu, Bai Ling berdiri di sisi Xiao Feng bersiap dengan kipas esnya yang berpendar dari pantulan cahaya bulan.Pria itu menatap Xiao Feng dan Bai Ling secara bergantian, menatap mereka dengan dingin sebelum akhirnya berkata.“Kau terlalu muda untuk menantang kami,” ucap pria tua itu, senyumnya mencemooh. Ia mengangkat tangannya, dan tanah di sekitarnya bergetar, memperlihatkan bahwa dirinya bukan lawan biasa.Mendengar perkataan pria tua itu barusan, Xiao Feng maju selangkah, tatapannya tajam seoalah ia akan melahap pria tua itu hidup. Namun sebelum itu terjadi Xiao Feng menjawab perkataan itu “Kau mengorbankan manusia tak bersalah demi ambisi kotor kalian. Hari ini, aku akan menghentikanmu.”Pria tua itu tertawa kecil. “Coba saja, bocah. L
Wanita paruh baya itu mendekati Xiao Feng dengan langkah ragu. Matanya yang tampak basah dan wajahnya yang lelah menambah kesan rapuh. Dengan suara serak, ia berkata, “Tuan, terima kasih sudah melindungi desa kami. Tapi... bisakah kalian bermalam di sini hingga pagi? Aku takut mereka akan kembali menyerang.”Sebelumnya. Xiao Feng menatap wanita itu, matanya menyipit seolah mencoba membaca niat tersembunyi di balik permohonannya. Bai Ling, yang berdiri di sampingnya, merasakan sesuatu yang tidak beres, tetapi memilih untuk tidak langsung bicara.“Kami harus pergi sebelum fajar,” kata Xiao Feng singkat, tapi tetap menjaga nada tenangnya.Wanita itu tersenyum tipis. Namun, di balik senyum itu, ada sesuatu yang dingin, yang membuat Bai Ling merasa tidak nyaman.Tanpa aba-aba, wanita itu mengeluarkan belati dari balik kain lusuh yang dikenakannya dan mengarahkannya langsung ke dada Xiao Feng dengan kecepatan yang mengejutkan.&ld
Langit malam menggantung kelam di atas desa kecil itu, hanya diterangi oleh bulan sabit yang sinarnya redup tertutupi awan. Xiao Feng berdiri di ambang pintu, matanya tajam menatap ke arah kegelapan, mendengarkan setiap suara yang mencurigakan. Di belakangnya, Bai Ling dengan sigap memasang perangkap sederhana di sekitar rumah, menggunakan tali dan bel kecil yang ia temukan di dapur rumah.“Mereka pasti sedang mengatur strategi. Kita harus lebih dulu menyerang atau bersiap menghadapi kemungkinan terburuk,” kata Bai Ling, meluruskan punggungnya.Xiao Feng tersenyum tipis, tetapi matanya tetap tajam. “Mereka akan datang. Kita hanya perlu sedikit kesabaran.”Bai Ling menoleh padanya. “Aku tidak suka menunggu seperti ini. Kau yakin mereka akan datang malam ini?”Xiao Feng mengangguk. “Yakin. Tadi saat aku berada di kedai teh di sudut desa, aku merasakan ada yang aneh.”Bai Ling mengangkat alis, meminta pe