Di balik altar, sebuah pintu tersembunyi perlahan terbuka, mengundang Xiao Feng untuk melangkah lebih jauh ke dalam misteri Gunung Tianmu. Udara yang keluar dari celah pintu itu dingin dan lembap, menandakan bahwa lorong di baliknya sudah lama tak disentuh cahaya matahari.Xiao Feng berdiri di tempatnya, menatap pintu yang kini terbuka lebar. Hatinya berdebar, bukan karena ketakutan, melainkan rasa penasaran yang semakin membuncah. Dia tahu, langkah berikutnya akan semakin mendekatkan dirinya pada Zirah Besi, senjata pusaka yang dia cari. Namun, di balik keinginan itu, ada perasaan yang sulit diabaikan—seperti sebuah peringatan dari alam bawah sadarnya. Tempat ini penuh bahaya yang jauh lebih besar dari sekadar penjaga raksasa tadi.Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah pertarungan sengit, dia menggenggam pedangnya lebih erat. Lorong gelap itu seperti mulut naga, siap menelannya kapan saja. Tapi tidak ada waktu untuk ragu. Dia melangkah masuk dengan hati-hati, mengamati se
Saat ini, Xiao Feng berdiri dengan sikap dingin, berusaha menjaga ketenangan dalam menghadapi pria tua misterius yang kini berdiri di depannya. Matanya yang baru saja terbuka menatap lurus ke arah Xiao Feng, seolah membaca setiap pikiran dan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara deru angin di luar ruangan hilang, digantikan oleh kesunyian yang menegangkan.“Apakah kau siap untuk mati?” suara pria tua itu terdengar berat, tapi sangat tenang. Seolah pertarungan ini hanyalah permainan kecil bagi dirinya. Xiao Feng tahu, lawannya kali ini berbeda. Bukan hanya usia pria tua itu yang membuatnya tampak penuh misteri, melainkan kekuatan tersembunyi di balik tubuh yang kurus itu. Auranya seperti gunung yang tak tergoyahkan, teguh dan tak terkalahkan.Xiao Feng menggenggam pedangnya lebih erat lagi. “Tidak, aku datang ketempat ini bukan untuk mati, tetapi aku inign hidup untuk mendapatkan kekuatan lebih...,” jawabnya dengan nada tegas. Namun di balik s
Saat ini Xiao Feng berdiri dengan napas tersengal-sengal, tubuhnya masih bergetar dari ledakan energi yang baru saja dia lepaskan. Di depan altar kuno, debu-debu mulai mengendap, mengungkapkan sosok pria tua itu yang masih berdiri tegak di hadapannya.Dengan senyum tipis pria itu tua itu membuka mulutnya perlahan. "Sudah cukup," kata pria tua itu dengan suara yang penuh wibawa. Tatapan matanya yang dulu tampak menghakimi kini berubah lembut. "Kau telah menunjukkan tekadmu, dan kekuatan yang kau miliki baru permulaan dari apa yang akan kau capai saat ini. Namun, kekuatan yang lebih besar menanti di luar sana, di tempat yang belum pernah kau bayangkan."Xiao Feng mengatur napasnya, mencoba mencerna kata-kata pria tua itu. "Aku... aku belum layak untuk pusaka ini," gumamnya dengan rendah hati, merasakan betapa kecil dirinya di hadapan kekuatan sebesar itu.Pria tua itu menggelengkan kepalanya. "Bukan soal layak atau tidak. Zirah Besi ini memang untukmu, namun belum saatnya kau menggunaka
Xiao Feng melangkah maju setelah menghancurkan cermin yang memantulkan bayangan tergelap dirinya. Serpihan kaca berkilauan di lantai, namun ruang di sekitarnya tampak semakin luas, seolah-olah terbentang tanpa batas. Kabut tipis yang dingin menyelimuti kaki Xiao Feng, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat dan menekan.Tapi di balik keheningan itu, terdengar bunyi gemerisik, nyaris seperti bisikan dari kedalaman bumi. Xiao Feng merasakan sesuatu yang kuat dan tidak kasatmata, namun kali ini bukan serangan fisik yang mengancamnya. Ada sesuatu yang merasuk ke dalam pikirannya, menggali kenangan terkelam yang sudah lama ia kubur.Lalu, tiba-tiba saja ia berada di tempat lain.Sebuah padang hijau yang ia kenali dengan baik terbentang di hadapannya. Padang tempat ia dan keluarganya dulu sering berlatih, jauh sebelum semua berubah, sebelum gurunya tewas, sebelum ia terjun ke dalam perburuan dendam. Xiao Feng tertegun. Suara tawa riang dari kejauhan menggema, dan dia melihat dua so
Ruangan besar itu kini dipenuhi energi yang bergetar hebat. Xiao Feng mengencangkan cengkeraman pada gagang pedangnya, merasakan hawa dingin dari sosok misterius di hadapannya. Sosok itu bergerak tanpa suara, hanya tampak sebagai bayangan yang menyatu dengan ruangan, seperti ilusi yang sukar ditangkap.Xiao Feng menyipitkan matanya tajam, mencoba memusatkan perhatian pada setiap gerakan halus di sekitar ruangan. Bayangan di sekeliling sosok itu seakan hidup, mengaburkan garis antara kenyataan dan imajinasi. Namun, Xiao Feng tahu bahwa ini bukan sekadar permainan visual; ini adalah pertarungan antara ketenangan batin dan kegelapan yang ingin menelannya.Dalam hitungan detik, tiba-tiba sosok itu menyerang kearah Xiao Feng. Dia butuh beberapa detik untuk menyadari serangan tersebut. Xiao Feng hanya bisa melihat kilatan hitam yang melesat ke arahnya. Dengan refleks cepat, dia menangkis serangan dengan pedangnya, namun dampak akibat serangan barusan membuat tangannya bergetar hebat. Sosok
Dia membuka Kitab Dewa Naga itu dengan sangat hati-hati, menghirup udara yang terasa berat oleh kekuatan yang terkandung di dalamnya. Cahaya emas lembut memancar dari setiap halaman gulungan itu, seperti energi yang mengalir langsung dari naga legendaris. Setiap huruf di kitab itu bukan sekadar tulisan; mereka hidup, berdenyut dengan kekuatan kuno yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.Tatapannya menelusuri baris demi baris, dan seiring dengan itu, tubuhnya mulai merasakan sesuatu yang aneh. Energi dari kitab itu terasa seperti menyatu dengan dirinya, mengalir melalui nadinya, dan perlahan-lahan memperkuat tulangnya. Rasa hangat yang kuat menjalar dari pusat tubuhnya, meluas ke seluruh anggota tubuhnya. Energi KI dalam tubuhnya mulai bergolak, semakin besar dan semakin terkendali. "Ini... kekuatan yang luar biasa," gumam Xiao Feng. Namun, ia tahu bahwa kekuatan itu tidak datang tanpa harga. Xiao Chen pernah memberitahunya tentang bahaya dari kitab ini. Siapa pun yang menco
Li Mei, dengan rambut hitam panjangnya yang tergerai. Mata mereka bertemu, dan tanpa berkata apa-apa, Li Mei melangkah mendekat, tatapan penuh keteguhan, namun juga kecemasan."Kau telah melalui banyak hal," kata Li Mei dengan suara lembut, namun penuh perasaan. "Tapi aku merasakan perubahan dalam dirimu. Kau berbeda sekarang."Xiao Feng menatapnya dalam diam, membiarkan kata-katanya menggema dalam benaknya. Li Mei benar. Setelah melalui ujian batin di Gunung Tianmu, dia tidak lagi sama seperti sebelumnya. Tapi ada sesuatu tentang tatapan Li Mei yang membuat hatinya bergetar. Perasaan yang telah lama dia lupakan, sesuatu yang lebih dalam dari sekadar keinginan akan kekuatan."Kau datang ke sini... bukan hanya untuk kekuatan," lanjut Li Mei dengan tatapan lembut. "Kau datang ke sini untuk menemukan siapa dirimu sebenarnya."Xiao Feng tidak menjawab. Dia hanya bisa mengangguk pelan, menyadari bahwa perjalanan batinnya belum sepenuhnya selesai. Pada saat yang sama bayangan Li Mei menghil
Setelah mengalahkan Mo Jinhai, napas Xiao Feng masih tersengal. Ia berdiri di tengah medan pertarungan yang dipenuhi pecahan batu dan debu yang masih beterbangan. Bulan sudah tenggelam sebagian di balik awan tebal, meninggalkan suasana yang lebih suram dan mencekam. Tubuhnya terasa berat, keringat yang membasahi tubuhnya bahkan belum kering.Tiba-tiba, dari balik altar, suara berderak pelan terdengar. Xiao Feng segera menoleh, melihat pintu tersembunyi yang sebelumnya terkuak perlahan-lahan. Cahaya remang-remang terpancar dari celah pintu tersebut, seakan-akan mengundang siapa pun untuk melangkah masuk."Ini belum selesai," pikir Xiao Feng dalam hati.Meskipun rasa letih masih menghantui tubuhnya, rasa penasaran dan tekad untuk menemukan lebih banyak rahasia mendorongnya untuk maju. Dengan langkah yang hati-hati, ia melangkah mendekati pintu tersebut. Udara di dalam ruangan itu terasa dingin, seolah-olah membawa kehadiran yang tak kasat mata.Begitu memasuki ruangan di balik pintu, Xi
Langit senja kota Liyue dihiasi oleh awan kelabu yang seakan mencerminkan suasana hati penduduknya. Saat ini Xiao Feng berjalan di antara deretan rumah kayu yang berjajar rapi saat ia pertama kali tiba di kota tersebut, namun tatapan mata orang-orang di sekitarnya terasa seperti penuh ketakutan. Banyak yang menundukkan kepala, bahkan menghindari pandangannya."Kenapa kota ini terasa begitu suram?" pikir Xiao Feng sambil terus berjalan.Saat ia melewati pasar, ia melihat beberapa penjaga berseragam gelap dengan lambang ular emas berdiri di sudut jalan. Mereka memegang tombak dan pedang, wajah mereka keras tanpa senyuman. Penduduk yang berjualan tampak gelisah setiap kali penjaga itu mendekat.Tiba-tiba, seorang penjaga menghampiri seorang pedagang buah yang sedang membereskan dagangannya. “Hei, kau!” suara kasar penjaga itu membuat pedagang gemetar.“A-ada apa, Tuan?” jawab pedagang itu gugup.“Upeti hari ini. Jangan lupa! Kalau tidak, kau tahu akibatnya.”Pedagang itu segera menyerahk
Fajar mulai menyingsing di ufuk timur, menandai awal perjalanan panjang bagi Xiao Feng. Pagi itu Ia berdiri di depan Bai Lian yang sudah menunggunya lebih awal. Beruntung ia tidak membuat Bai Lian menunggu lebih lama untuk memberikan salam perpisahan terakhir. “Terima kasih atas bimbinganmu, Bai Lian. Aku tidak akan melupakan pelajaran ini,” katanya sambil menundukkan kepala dengan hormat.Melihat sikap Xiao Feng dengan tulus, Bai Lian tersenyum tipis. “Kau telah menunjukkan potensi besar, Xiao Feng. Namun ingat, perjalananmu masih panjang. Jangan terlalu cepat merasa puas dengan kekuatan yang telah kau peroleh.”Xiao Feng mengangguk, mendengar perkataan Bai Lian barusan. Ia kemudian menoleh kearah gurunya, Xiao Chen, yang berdiri tidak jauh darinya, melihat wajah gurunya itu ingin rasanya ia mengeluarkan air mata, namun ia tahan dengan kuat perasaan itu. "Guru, apakah kau tidak akan ikut bersamaku ke Liyue?" tanya pemuda itu penuh harap.Xiao Chen menghela napas panjang, setelah meli
Saat ini Xiao Feng berdiri di tengah ruangan batu kuno, tubuhnya gemetar saat energi listrik berwarna biru menyelimuti tubuhnya. Di tangannya tergenggam Kristal Naga yang telah ia dapatkan atas arahan Bai Lian sebelumnya, sebuah artefak yang berkilau dengan cahaya yang menyilaukan. Bai Lian berdiri tidak jauh darinya, mengamati dengan ekspresi penuh keyakinan. Ia telah berjanji pada dirinya sendiri, jika kali ini ia akan memastikan Xiao Feng telah menyelesaikan semua ujian darinya."Rasakan kekuatan itu mengalir di tubuhmu," ujar Bai Lian, suaranya seperti angin yang berdesir. "Tapi jangan biarkan ia menguasaimu, lakukan seperti yang kau lakukan sebelumnya. Kau harus menjadi tuannya kali ini."Xiao Feng memejamkan mata, mencoba menyelaraskan dirinya dengan energi yang melonjak dari kristal itu. Petir kecil memancar dari tubuhnya, menciptakan suara “Crack, crack!” di udara. Setiap lonjakan membuat otot-ototnya terasa seperti terbakar, namun bersamaan dengan itu, kekuatan yang luar bias
Xiao Feng dan gurunya Xiao Chen melanjutkan perjalanan mereka di tengah kabut yang semakin pekat. Hembusan angin dingin membawa bisikan yang terasa seperti suara manusia, menggetarkan keberanian siapa pun yang mendengarnya. Namun hal itu tentu akan berpengaruh pada orang biasa, bukan seperti kedua orang yang baru saja lewat ini. Xiao Feng menggenggam pedangnya erat-erat, memasang sikap waspada setiap saat.“Guru,” ujar Xiao Feng dengan suara pelan, “kenapa rasanya kabut ini seperti hidup?”Xiao Chen, yang berjalan beberapa langkah di depannya, menghentikan langkah kakinya. Ia menoleh, menatap Xiao Feng dengan serius. “Kabut ini bukan kabut biasa Feng. Ini adalah ujian jiwa. Siapa pun yang tidak kuat mentalnya akan tersesat di sini selamanya.” Ucap gurunya memastikan.Mendengar hal itu Xiao Feng menelan ludah. “Apakah kau pernah melewati ini sebelumnya guru?”“Pernah,” jawab Xiao Chen sambil menghela napas. “Tapi ujian jiwa ini berbeda bagi setiap orang. Aku tidak bisa membantumu. Kau
Tanpa menunggu lebih lama, Xiao Feng dan Xiao Chen melanjutkan perjalanan mereka, menuju ke area yang lebih dalam dari lembah Gunung Tianmu. Jalan setapak menjadi semakin sempit dan berbahaya, diapit oleh tebing-tebing tinggi yang tampak seolah hendak runtuh kapan saja. Setiap langkah terasa semakin berat, bukan hanya karena medan yang sulit, tetapi juga tekanan spiritual yang menekan mereka.“Bai Lian tidak pernah memberikan ujian tanpa alasan,” ujar Xiao Chen sambil melirik muridnya yang terus berjuang mendaki. “Dia ingin melihat apakah kau benar-benar layak untuk pelatihan selanjutnya.”Xiao Feng hanya mengangguk mendengar kata-kata dari gurunya. Luka-luka kecil di tubuhnya akibat perjalanan sebelumnya sudah mulai pulih sepenuhnya, tetapi kelelahan mental terasa seperti beban yang sulit dilepaskan dari ingatan.Lamanya perjalanan kali ini seolah tidak terasa, hingga langkah kaki mereka mencapai dataran kecil. Di tengah perjalanan itu, tiba-tiba suara gemuruh terdengar dari kejauhan
Setelah melalui pelatihan berat dari Bai Lian, pada akhirnya wanita itu memutuskan untuk berhenti memberikan latihan lebih lanjut, karena merasa jika Xiao Feng sudah lebih dari cukup kuat untuk sekarang. Namun sebagai latihan pengganti, ia mengatakan kepada Xiao Chen jika muridnya itu harus mempelajari kembali Kitab Dewa Naga yang sudah ia dapatkan tersebut. Karena dengan itu, ia akan menjadi jauh lebih kuat dan menyatukan kekuatan petirnya yang sekarang.Mendengar arahan dari Bai Lian, Xiao Chen mengikuti kata-kata wanita itu, meski ia sendiri sebenarnya memiliki pemikiran yang sama namun hanya belum sempat untuk melakukannya.Langit semakin kelabu diikuti dengan angin dingin menghembus pelan, membawa bisikan yang hampir menyerupai suara manusia. Saat Xiao Feng dan Xiao Chen mulai melangkah lebih jauh ke dalam lembah, ketika mereka berniat untuk memperdalam kekuatan Xiao Feng, hal itu sempat membuat pertanyaan besar bagi Xiao Feng, tetapi ia menahan keinginan untuk bertanya.“Lembah
Beberapa saat yang lalu, Xiao Chen yang sedari tadi berdiri di puncak tebing, mengamati dengan tenang sosok muridnya yang berlatih di bawah bimbingan Bai Lian, hingga tiba saatnya ia diuji dengan sosok naga petir yang tercipta dari kristal yang telah dia dapatkan. Wajahnya tetap seolah tak tergoyahkan, namun dalam hatinya ia penuh dengan kekhawatiran, karena merasa takut kehilangan murid yang begitu ia banggakan. Ia tahu betul betapa ganasnya kekuatan Petir Langit, dan meskipun Xiao Feng telah membuktikan dirinya layak, akan tetapi perjalanan untuk menguasai kekuatan itu masih terlampau panjang.“Dia memiliki potensi besar,” gumam Xiao Chen, suara rendahnya hampir tenggelam oleh gemuruh petir yang membelah langit.Bai Lian, yang berdiri tak jauh darinya, hanya tersenyum tipis. “Potensi saja tidak cukup, Xiao Chen. Kau lebih tahu daripada siapa pun bahwa keinginan untuk menang kadang bisa menjadi bumerang.”“Dan itulah mengapa aku di sini,” jawab Xiao Chen dengan nada tenang namun pen
Setelah mendapatkan kristal itu Xiao Feng memandangi kristal Petir Langit yang berkilauan di tangannya. Energi kristal itu menyatu dengan tubuhnya seperti denyut nadi yang baru, setiap detik membuatnya lebih sadar akan kekuatan dahsyat yang terkandung di dalamnya. Namun, tak ada waktu untuk beristirahat kali ini. Tiba-tiba suara dari dalam tebing kembali bergema, samar dan nyaris seperti bisikan, memanggilnya untuk kembali.Xiao Chen mulai merasakan sesuatu yang aneh, kakinya terasa berat seperti ditambatkan beban tak kasat mata. Setiap langkah membawa perasaan ganjil, seolah tanah yang dipijaknya sedang menguji keberaniannya. "Apa yang sedang terjadi denganku?" gumamnya.Bai Lian yang menyadari hal itu langsung berkata, “Langkahmu berat karena Kristal Petir Langit menguji hatimu,” ucapnya. Mendengar hal tersebut, Xiao Feng terkejut dengan apa yang baru saja terjadi dengannya, ia tidak menjawab perkataan Bai Lian, melainkan ia mulai memajamkan mata berusaha untuk memahani lebih jauh
Setelah malam yang panjang, Bai Lian memutuskan untuk memberikan Xiao Feng waktu pemulihan, namun tetap menegaskan bahwa ujian berikutnya akan lebih berat daripada sebelumnya. Mau tidak mau, berat ataupun mudah, ia harus tetap melewati ujian itu dengan sepenuh hati, karena jika tidak, mana mungkin kekuatan yang besar akan dia miliki.Selanjutnya, di kaki Gunung Tianmu, Bai Lian memimpin mereka ke area baru, Xioa Chen dan juga muridnya itu, tentu saja harus mengikuti Bai Lian yang menuntun arah. Lokasinya berupa dataran berbatu dengan tebing curam yang menghadap jurang besar. Kabut yang tebal menyelimuti tempat itu, membuat suasananya terasa mencekam.“Di sini kau akan menghadapi pelatihan fisik dan mental yang lebih berat,” ujar Bai Lian, berdiri tegap di tepi jurang. “Jika kau tidak bisa melewatinya, kau tidak hanya gagal, tapi mungkin juga kehilangan nyawamu.” Pungkasnya memastikan, "dan ingat! kau tidak harus selalu bergantung pada zirah besi itu, ia hanya tameng semeta, selebihnya