Setelah beberapa bulan di bawah bimbingan guru tua, Xiao Feng merasa lebih siap menghadapi tantangan yang menghalangi jalannya. Setiap latihan mengajarinya tentang kontrol diri, kekuatan, dan fokus. Saat ini, setiap gerakan dan napas terasa lebih terarah, seolah-olah tubuh dan energinya bekerja dalam harmoni yang selaras.
Namun, ada satu hal yang selalu membayangi pikirannya—Yin Mo Sect. Meskipun pelatihan telah mempersiapkan fisiknya, kemarahan dan rasa sakit dari kehilangan Shifu Yan terus menyala dalam hatinya, membuat api kecil membara menjadikannya api besar yang tak kunjung padam.
Waktu kembali berjalan cepat. Xiao Feng yang sudah memulai perjalanan kembali menuju desa Ling Shan merasakan hatinya berdebar-debar saat ia melintasi jalan yang sama. Perasaannya campur aduk. Ia tahu bahwa banyak hal telah berubah, tetapi tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kenangan akan desa dan orang-orang yang dicintainya yang telah mati.
Saat tiba di desa, suasana terasa mencekam. Penduduk tampak gelisah, dan bisikan tentang ancaman dari Yin Mo Sect terus beredar Dimana-mana. Mehyadari hal itu Xiao Feng segera menuju ke kedai teh, untuk menenangkan pikiran yang semakin rumit, selain itu ia bermaksud untuk menemui salah satu orang. Ya Liang tempat pria tua itu biasanya duduk adalah tempat yang cocok untuk ia singgahi.Namun ia mendapati lelaki tua itu sedang berbicara dengan beberapa penduduk desa, wajahnya tampak begitu cemas, entah mengapa.
"Liang!" panggil Xiao Feng, melangkah maju, mendekat kearah pria tua itu.
Liang menoleh dan matanya menyala ketika melihat pemuda tersebut. "Xiao Feng! Kau kembali lebih cepat dari yang kuharapkan." Ungkapnya seolah merasa perduli dengan kehadiran pemuda itu.
"Apa yang terjadi di sini?" tanya Xiao Feng, khawatir.
Pria tua itu tidak langsung menjawab, melainkan menundukkan kepala beberapa saat, sebelum akhirnya membuka mulut "Yin Mo Sect baru saja mengancam kami lagi. Mereka meminta kami untuk menyerahkan semua yang kami miliki, atau mereka akan datang dengan kekuatan penuh," jawab Liang dengan nada serius. "Kami tidak memiliki banyak pilihan, dan penduduk desa sangat ketakutan." Ujarnya sembari mengepalkan tangan, seolah menaruh dendam begitu besar terhadap kelompok aliran sesat.
Mendengar hal itu kemarahan kembali menyala dalam diri Xiao Feng. "Aku tidak akan membiarkan mereka menghancurkan desa ini! Aku akan melawan mereka." Timpalnya sembari menggertakkan gigi, berusaha menahan amarah.
Liang mengguncang kepalanya beberapa kali. "Kau harus hati-hati, anak muda. Kekuatan mereka jauh lebih besar dari yang bisa kau bayangkan. Jangan biarkan emosimu menguasaimu." Ujar pria itu kembali mengingatkan.
"Aku tidak akan mundur," tekad Xiao Feng membara. "Aku tidak akan membiarkan orang-orang yang kucintai menderita lagi." Timpalnya memastikan. “Permisi.”
Tanpa menunggu tanggapan Liang, Xiao Feng segera berangkat mencari tahu informasi lebih lanjut tentang rencana Yin Mo Sect. Dia berjalan menuju tempat pertemuan penduduk desa, di mana mereka berkumpul dan membahas situasi yang semakin genting.
Ketika tiba ditempat yang ia tuju, ia melihat di tengah kerumunan, seorang wanita muda berdiri, wajahnya tampak tegas meskipun matanya penuh kekhawatiran. Xiao Feng mengenal wanita itu; dia adalah Ling Yu, putri kepala desa. “Kita tidak bisa menyerah pada ancaman mereka,” ujarnya dengan suara lantang. “Kita harus melawan dan mempertahankan desa kita!”
Mendengar kalimat yang terlontar keluar dari mulut wanita tersebut. Suara gemuruh dukungan memenuhi udara, tetapi Xiao Feng merasakan ada sesuatu yang kurang. Dia tahu mereka membutuhkan strategi yang lebih baik daripada sekadar keberanian.
Setelah pertemuan itu, Xiao Feng menghampiri Ling Yu. “Kau berbicara dengan berani, tetapi kita perlu rencana,” ujarnya. “Yin Mo Sect tidak akan datang tanpa persiapan.”
Perkataan Xiao Feng membuat Ling Yu menatapnya dengan antusias, seolah baru saja menyadari kesalahn yang ia lakukan. “Apa yang kau sarankan?” tanya Wanita itu serius.
“Aku ingin kita mengumpulkan informasi tentang mereka,” jawab Xiao Feng. “Kita harus mengetahui kekuatan dan kelemahan mereka. Jika kita bisa mengumpulkan sekutu, mungkin kita bisa melawan mereka.”
Ling Yu mengangguk, matanya berbinar. “Aku setuju. Kita bisa meminta bantuan dari desa-desa terdekat. Jika kita bersatu, mungkin kita bisa mengusir mereka.” Timpalnya sembari mengepalkan tangan, ia merasa bersemangat dengan ide barusan.
Mereka mulai merencanakan strategi, mengumpulkan penduduk desa dan mendiskusikan langkah-langkah selanjutnya. Xiao Feng merasa semangat yang membara, ia merasa bahwa dia tidak lagi sendirian. Bersama Ling Yu dan penduduk desa, dia membangun rencana untuk melawan Yin Mo Sect, salah satu kelompok aliran sesat yang menyebar teror.
Siang berlalu berganti dengan awan jingga di upuk timur. Malam itu, saat bintang-bintang bersinar cerah di langit, Xiao Feng dan Ling Yu menghabiskan waktu berbicara tentang harapan dan impian mereka. Ling Yu berbagi tentang keinginannya untuk menjaga desa dan semua orang yang dicintainya, sementara Xiao Feng menceritakan tentang perjalanan dan pelatihannya yang sudah ia lalui beberapa waktu belakangan.
“Mungkin kita bisa menjadikan desa ini tempat yang lebih aman,” ujar Ling Yu. “Aku percaya kita bisa mengalahkan mereka jika kita bersatu.” Ungkapnya sembari menatap Xiao Feng.
“Ya,” jawab Xiao Feng, merasa terinspirasi oleh semangatnya. “Bersama, kita bisa melawan apa pun.” Timpalnya memastikan.
Namun, di balik semangat tersebut, ada ketakutan yang terus menghantuinya. Dia tahu bahwa Yin Mo Sect akan segera datang, dan saat itu tiba, semuanya akan diuji, entah dia akan berhasil atau tidak. Apakah mereka cukup kuat untuk bertahan? Apakah semua usaha ini akan sia-sia?
Ketika malam semakin larut, Xiao Feng teringat akan kata-kata guru tua. "Ketakutanmu adalah kekuatanmu." Dia bertekad untuk mengubah ketakutannya menjadi kekuatan untuk melindungi orang-orang yang dicintainya.
Malam berganti hingga saat fajar menjemput diikuti suara kicauan burung yang mulai bernyanyi dan hembusan angin lembut, menyejukan suasanpagi. Saat matahari terbit, Xiao Feng bersiap untuk menghadapi tantangan yang akan datang. Dia mempersiapkan senjata dan perlengkapan, siap untuk memimpin penduduk desa dalam menghadapi musuh yang sangat ditakuti. Dengan Ling Yu di sisinya dan penduduk desa yang telah bersatu, dia tahu bahwa mereka bisa menghadapi apa pun, meski tidak ada yang menjamin keselematan mereka.
“Bersiaplah!” teriak Xiao Feng kepada mereka. “Kita akan mengumpulkan informasi dan membangun kekuatan untuk melawan Yin Mo Sect! Kita tidak akan membiarkan mereka mengambil apa pun dari kita!” ujarnya memberikan semangat.
Suara sorakan memenuhi udara, mengisi semangat dan keberanian ke dalam hati setiap orang yang mendengarnya. Xiao Feng merasa ada api baru yang menyala dalam dirinya, dorongan untuk tidak hanya melawan musuh, tetapi juga untuk melindungi orang yang dicintai.
Setelah beberapa hari merencanakan strategi, Xiao Feng dan Ling Yu memutuskan untuk mengumpulkan sekutu dari desa-desa terdekat. Mereka membuat rencana untuk mengunjungi desa Shui Lin, yang terkenal dengan pendekar-pendekarnya yang tangguh dan keterampilan bertarung yang mumpuni. Xiao Feng yakin bahwa jika mereka bisa mendapatkan dukungan dari mereka, kekuatan desa Ling Shan akan meningkat secara signifikan.Pagi itu, dengan matahari yang baru muncul di cakrawala, Xiao Feng dan Ling Yu berangkat ke desa Shui Lin. Mereka mengendarai kuda, melintasi ladang hijau yang membentang di antara bukit-bukit, merasakan angin sejuk menyapu wajah mereka. Di sepanjang jalan, mereka berdiskusi tentang rencana dan harapan mereka.“Jika kita bisa mendapatkan dukungan dari kepala desa Shui Lin, kita mungkin bisa mendapatkan lebih banyak pendekar untuk bergabung dengan kita,” ujar Xiao Feng, bersemangat.Ling Yu mengangguk. “Aku mendengar bahwa kepala desa adalah seorang pendekar hebat yang pernah menga
Setelah menempuh perjalanan melelahkan melalui jalur berbatu dan hutan lebat, akhirnya Xiao Feng dan kelompoknya tiba di kaki Gunung Hitam. Kabut tebal menyelimuti puncak gunung, menciptakan suasana yang mencekam. Suara gemuruh dari kejauhan memberi tanda bahwa bahaya semakin dekat.“Mari kita bersiap,” bisik Ling Yu kepada Xiao Feng. “Kita tidak tahu apa yang menanti kita di dalam sana.”Xiao Feng mengangguk, matanya menyapu sekeliling. “Kita harus tetap bersatu dan hati-hati. Jika kita terpisah, kita akan menghadapi risiko yang lebih besar.”Mereka mulai merangkak naik, menelusuri jalur sempit yang menuju markas kelompok aliran sesat. Saat mereka mendekati puncak, suara gaduh dan teriakan bisa terdengar dari kejauhan. Suasana yang biasanya tenang kini berubah menjadi hiruk-pikuk, menciptakan ketegangan di dalam hati setiap orang yang ikut serta.Ketika mereka sampai di puncak, pemandangan yang menakutkan menyambut mereka. Di depan, sebuah bangunan besar terbuat dari batu gelap menju
Waktu berjalan cukup cepat, setelah perjalanan yang melelahkan, Xiao Feng dan kelompoknya kembali ke desa, seolah melupakan kejadian yang cukup menyakitkan beberapa saat lalu. Mereka bahkan sempat berfikir, apakah ini sebuah keajaiban atau hanya sebuah keberuntungan.Langit malam berkilauan dengan bintang-bintang, tetapi hati mereka dipenuhi kegelisahan. Setelah pertempuran di Gunung Hitam, meskipun kemenangan ada di tangan mereka, ancaman dari kelompok aliran sesat masih terasa menggantung.Xiao Feng berdiri di tepi desa, memandang ke arah cakrawala yang jauh. “Mengapa rasanya belum berakhir?” gumamnya pelan. Pikiran tentang sekte dan kekuatannya yang luar biasa tak bisa meninggalkannya. Pertarungan itu hanyalah permulaan. Dia tahu bahwa musuh memiliki rencana yang jauh lebih besar.“Kau terlihat khawatir.” Suara lembut terdengar dari belakangnya.Xiao Feng menoleh dan melihat Ling Yu berdiri dengan anggun, rambut hitamnya yang panjang berkilauan di bawah sinar rembulan. Tatapannya l
Cahaya fajar perlahan menyelimuti hutan, menyapu embun yang menempel di dedaunan, memberikan kehangatan yang tipis setelah malam yang dingin. Xiao Feng membuka matanya perlahan, merasakan beban kelelahan yang masih tertinggal di tubuhnya. Luka di lengannya berdenyut, rasa sakit yang tajam menyusup setiap kali ia mencoba menggerakkan tangannya, tapi ia tak punya pilihan selain terus bergerak, karena jika tidak...“Perjalananku masih panjang,” bisiknya pelan.Xiao Feng menyingkirkan sisa api unggun yang kini sudah padam, lalu mengikat kembali pedangnya di pinggang. Langkahnya pelan saat ia menyusuri jalan setapak yang semakin terjal. Kabut tipis yang melingkupi lereng gunung menambah kesan misterius dan penuh tantangan ditempat tersebut. Di setiap tikungan, bayangan pepohonan tinggi tampak seperti sosok penjaga kuno yang diam-diam mengamati perjalanan Xiao Feng.Gunung Tianmu tidak hanya menjadi ujian fisik, tetapi juga mental. Setiap langkah diiringi dengan ketidakpastian, seolah-olah
Di balik altar, sebuah pintu tersembunyi perlahan terbuka, mengundang Xiao Feng untuk melangkah lebih jauh ke dalam misteri Gunung Tianmu. Udara yang keluar dari celah pintu itu dingin dan lembap, menandakan bahwa lorong di baliknya sudah lama tak disentuh cahaya matahari.Xiao Feng berdiri di tempatnya, menatap pintu yang kini terbuka lebar. Hatinya berdebar, bukan karena ketakutan, melainkan rasa penasaran yang semakin membuncah. Dia tahu, langkah berikutnya akan semakin mendekatkan dirinya pada Zirah Besi, senjata pusaka yang dia cari. Namun, di balik keinginan itu, ada perasaan yang sulit diabaikan—seperti sebuah peringatan dari alam bawah sadarnya. Tempat ini penuh bahaya yang jauh lebih besar dari sekadar penjaga raksasa tadi.Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah pertarungan sengit, dia menggenggam pedangnya lebih erat. Lorong gelap itu seperti mulut naga, siap menelannya kapan saja. Tapi tidak ada waktu untuk ragu. Dia melangkah masuk dengan hati-hati, mengamati se
Saat ini, Xiao Feng berdiri dengan sikap dingin, berusaha menjaga ketenangan dalam menghadapi pria tua misterius yang kini berdiri di depannya. Matanya yang baru saja terbuka menatap lurus ke arah Xiao Feng, seolah membaca setiap pikiran dan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara deru angin di luar ruangan hilang, digantikan oleh kesunyian yang menegangkan.“Apakah kau siap untuk mati?” suara pria tua itu terdengar berat, tapi sangat tenang. Seolah pertarungan ini hanyalah permainan kecil bagi dirinya. Xiao Feng tahu, lawannya kali ini berbeda. Bukan hanya usia pria tua itu yang membuatnya tampak penuh misteri, melainkan kekuatan tersembunyi di balik tubuh yang kurus itu. Auranya seperti gunung yang tak tergoyahkan, teguh dan tak terkalahkan.Xiao Feng menggenggam pedangnya lebih erat lagi. “Tidak, aku datang ketempat ini bukan untuk mati, tetapi aku inign hidup untuk mendapatkan kekuatan lebih...,” jawabnya dengan nada tegas. Namun di balik s
Saat ini Xiao Feng berdiri dengan napas tersengal-sengal, tubuhnya masih bergetar dari ledakan energi yang baru saja dia lepaskan. Di depan altar kuno, debu-debu mulai mengendap, mengungkapkan sosok pria tua itu yang masih berdiri tegak di hadapannya.Dengan senyum tipis pria itu tua itu membuka mulutnya perlahan. "Sudah cukup," kata pria tua itu dengan suara yang penuh wibawa. Tatapan matanya yang dulu tampak menghakimi kini berubah lembut. "Kau telah menunjukkan tekadmu, dan kekuatan yang kau miliki baru permulaan dari apa yang akan kau capai saat ini. Namun, kekuatan yang lebih besar menanti di luar sana, di tempat yang belum pernah kau bayangkan."Xiao Feng mengatur napasnya, mencoba mencerna kata-kata pria tua itu. "Aku... aku belum layak untuk pusaka ini," gumamnya dengan rendah hati, merasakan betapa kecil dirinya di hadapan kekuatan sebesar itu.Pria tua itu menggelengkan kepalanya. "Bukan soal layak atau tidak. Zirah Besi ini memang untukmu, namun belum saatnya kau menggunaka
Xiao Feng melangkah maju setelah menghancurkan cermin yang memantulkan bayangan tergelap dirinya. Serpihan kaca berkilauan di lantai, namun ruang di sekitarnya tampak semakin luas, seolah-olah terbentang tanpa batas. Kabut tipis yang dingin menyelimuti kaki Xiao Feng, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat dan menekan.Tapi di balik keheningan itu, terdengar bunyi gemerisik, nyaris seperti bisikan dari kedalaman bumi. Xiao Feng merasakan sesuatu yang kuat dan tidak kasatmata, namun kali ini bukan serangan fisik yang mengancamnya. Ada sesuatu yang merasuk ke dalam pikirannya, menggali kenangan terkelam yang sudah lama ia kubur.Lalu, tiba-tiba saja ia berada di tempat lain.Sebuah padang hijau yang ia kenali dengan baik terbentang di hadapannya. Padang tempat ia dan keluarganya dulu sering berlatih, jauh sebelum semua berubah, sebelum gurunya tewas, sebelum ia terjun ke dalam perburuan dendam. Xiao Feng tertegun. Suara tawa riang dari kejauhan menggema, dan dia melihat dua so
Malam itu, api unggun mulai mengecil, tetapi semangat diskusi mereka semakin membara. Xiao Feng duduk bersila di dekat api, wajahnya penuh perhatian mendengarkan informasi yang dibagikan oleh keempat kakak seperguruannya. Qing Yue, dengan tangan terlipat di dada, memulai penjelasan."Kami sudah mencari keberadaanmu selama bertahun-tahun, Xiao Feng. Dalam perjalanan itu, kami mendengar banyak tentang kelompok yang memperjualbelikan orang untuk dijadikan budak. Awalnya, kami pikir mereka bagian dari kelompok bendera lima warna, tetapi ternyata lebih dari itu. Ada banyak kelompok kecil lainnya yang memanfaatkan kekacauan ini," pungkasnya.Yang Zhan, yang tombaknya selalu berada dalam jangkauan, menyambung, "Kami menemukan salah satu tempat itu di kota Lanzhou. Sebuah kota yang dipenuhi oleh aktivitas gelap. Mereka menjual budak, senjata, dan segala macam barang haram. Dan yang paling parah, mereka melakukannya di depan mata penguasa kota yang sepertinya terlibat atau seti
Nyala api unggun di tengah gua kecil itu masih berkobar lembut, memancarkan cahaya hangat yang berpendar di dinding batu. Xiao Feng, dengan hati penuh harap, baru saja menyampaikan rencana untuk melanjutkan perjuangannya menghancurkan kelompok bendera lima warna yang masih tersisa. Namun, di tengah pembicaraan itu, Long Wei tampak termenung. Ia mengangkat wajahnya, matanya menyipit, memandang Xiao Feng dengan tatapan yang sulit diterjemahkan."Aku tidak yakin," ucap Long Wei akhirnya, memecah keheningan yang menggantung di udara.Semua mata langsung tertuju padanya. Yang Zhan, yang sejak tadi diam dengan tombaknya di tangan, mengangkat alisnya. "Tidak yakin? Maksudmu apa, Kakak Long Wei?"Long Wei menghela napas panjang, meletakkan pedangnya di tanah tepat berada di sampingnya. "Maksudku, kita hanya bertujuh di sini. Dan kau ingin kita menghadapi seluruh kelompok bendera lima warna? Kelompok itu bukan hanya sekelompok perampok biasa. Mereka memiliki ratusan, bah
Malam sudah larut ketika Xiao Feng dan Bai Ling duduk bersama lima kakak seperguruannya di sebuah gua kecil yang mereka temukan di lereng pegunungan utara. Nyala api unggun di tengah mereka memberikan kehangatan di tengah hawa dingin yang menusuk. Kelima pendekar itu, yang sebelumnya penuh amarah, kini menatap Xiao Feng dengan keraguan yang belum sepenuhnya hilang.Xiao Feng menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sebelum mulai berbicara. Bai Ling duduk di sisinya, memberikan dukungan dalam keheningan."Aku tahu kalian sulit mempercayai apa yang akan aku ceritakan," kata Xiao Feng, memecah keheningan. Matanya menatap satu per satu wajah kakak seperguruannya. "Tapi aku tidak punya alasan untuk berbohong. Dengarkan aku hingga selesai."Long Wei, yang duduk dengan tangan terlipat di dadanya, menyeringai kecil. "Baiklah, Xiao Feng. Kami akan mendengar ceritamu. Tapi jangan berpikir kami akan mudah percaya."Xiao Feng mengangguk pelan. "Kalian semua
Langit sore mulai memerah saat Xiao Feng dan Bai Ling melintasi jalan setapak menuju pegunungan utara. Hembusan angin dingin dari puncak gunung terasa menusuk kulit, tetapi mereka terus melangkah, tekad mereka terlalu kuat untuk dihentikan oleh cuaca."Feng'Ge," Bai Ling memecah keheningan. "Kita hampir sampai. Kau siap untuk apa pun yang akan terjadi di sana?"Xiao Feng tersenyum tipis, menoleh ke arah Bai Ling. "Aku selalu siap, Bai'er. Tapi ingat, kita tidak tahu apa yang menunggu di sana. Bersiaplah untuk segalanya."Namun, sebelum Bai Ling sempat menjawab, suara langkah kaki berat terdengar dari arah depan. Xiao Feng menghentikan langkahnya, instingnya membuat tangan kirinya langsung bergerak ke gagang pedang yang tergantung di pinggang. Bai Ling juga berjaga-jaga, es tipis mulai terbentuk di sekeliling tangannya.Dari balik pepohonan, lima sosok muncul. Tubuh mereka tegap, masing-masing memancarkan aura yang kuat dan mengintimidasi. Pakaian mereka m
Setelah membebaskan para tahanan, mereka berdua hendak kembali melanjutkan perjalanan. Di tengah hutan lebat mereka semua merasakan udara dingin mulai terasa menusuk kulit, seolah baru menemukan ketenangan yang berarti, namun ketenangan itu mendadak terpecah oleh suara gemuruh langkah kaki yang terdengar semakin mendekat.Xiao Feng lalu memberikan perintah pada tahanan yang mereka lepaskan untuk segera bersembunyi, mencari tempat yang aman, "Pergilah dari sini... Kalian harus selamat."Mendengar perintah dari Xiao Feng, orang-orang itu segera pergi menjauh, seolah tidak ingin terlibat dari pertarungan yang akan segera terjadi."Feng'Ge," ucap Bai Ling, matanya memandang lurus ke depan. "Kau dengar itu?"Xiao Feng mengangguk pelan. Ia memicingkan matanya, memeriksa lingkungan sekitarnya. "Langkah kaki... banyak sekali. Mereka datang ke arah kita."Tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul puluhan pria bersenjata. Mereka mengenakan pakaian khas dengan lambang bendera warna di dada mereka.
Xiao Feng bergerak perlahan menuju perkemahan, langkahnya begitu tenang tanpa suara sedikitpun. Bai Ling mengikuti di belakangnya, sembari mengeluarkan es dari tangannya yang berkilauan di bawah sinar matahari yang mulai redup. Aroma asap yang bercampur dengan daging panggang semakin jelas, dan suara-suara tawa kasar dari sekelompok pria mulai terdengar."Bai'er," bisik Xiao Feng sambil berhenti di balik semak belukar. "Kita akan mendekat dari dua sisi. Kau ambil sisi kiri untuk memastikan mereka tidak melarikan diri."Bai Ling mengangguk, menatap Xiao Feng dengan penuh keyakinan. "Aku mengerti. Kau hati-hati."Xiao Feng menoleh ke arah wanita yang mereka bawa. "Tetap di sini. Jangan keluar sampai kami kembali."Wanita itu menggigit bibirnya, jelas khawatir, namun akhirnya mengangguk. "Baik, Tuan Pendekar. Tolong... selamatkan mereka."**Dari balik semak-semak, Xiao Feng dan Bai Ling akhirnya bisa melihat perkemahan itu dengan jelas. Sekelompok pria kasar duduk di sekitar api unggun,
Saat Xiao Feng dan Bai Ling hendak melangkah pergi, suara langkah kaki yang tergesa-gesa menghampiri mereka dari belakang. Wanita muda yang sebelumnya mereka selamatkan berlari dengan wajah penuh kecemasan. Matanya merah, basah oleh air mata yang tak henti-hentinya mengalir.“Tuan pendekar!” panggilnya seraya berlutut di hadapan Xiao Feng. “Terima kasih telah menyelamatkan kami. Namun, aku memohon... tolong bantu aku sekali lagi. Ibu dan adik perempuanku dibawa oleh anggota mereka yang lain. Aku tak tahu harus bagaimana...”Xiao Feng menatap wanita itu dengan tatapan serius, sementara Bai Ling mengernyit, menatapnya penuh rasa iba. “Di mana mereka terakhir kali terlihat?” tanya Xiao Feng.Wanita itu menggeleng lemah. “Aku hanya mendengar salah satu dari mereka menyebut sebuah tempat di dekat lembah barat. Di sana mereka berencana mengumpulkan para tawanan lainnya.”Xiao Feng menarik napas panjang. “Baiklah, kami akan membantu. Tapi kau harus beristirahat dan kembali ke tempat yang ama
Matahari mulai terbenam di ufuk barat, menyelimuti dunia dalam semburat oranye yang perlahan memudar. Di tengah perjalanan mereka, Xiao Feng dan Bai Ling berjalan menyusuri jalan berbatu yang sunyi. Pepohonan di kiri dan kanan menjulang tinggi, menciptakan bayangan panjang yang mengintimidasi. Namun, di tengah ketenangan itu, sepasang mata dari balik rimbunan dedaunan terus mengintai mereka."Sialan... Dia jauh lebih kuat dari yang dikabarkan," gumam pria itu pelan, matanya tetap tertuju pada Xiao Feng. Setelah memastikan tidak tertangkap basah, dia segera bergerak pergi dengan langkah ringan, menghilang di antara pohon-pohon lebat. Beberapa saat kemudian, pria itu tiba di sebuah lokasi tersembunyi dan langsung melapor pada Yu Zhi, pemimpin kelompok bendera merah yang baru menggantikan Tianbao.“Ketua, aku sudah memastikan. Mereka bergerak ke arah utara, sepertinya mencari jejak kelompok kecil kita,” lapornya sambil berlutut.Yu Zhi yang sedang duduk di kursinya dengan angkuh setelah
Langit sore mulai berubah menjadi jingga keemasan ketika Xiao Feng dan Bai Ling berdiri di depan rumah utama desa. Keheningan mencekam menyelimuti mereka. Bau busuk dari mayat yang terkumpul di dalam ruangan mulai menyengat, membuat Bai Ling menutup hidungnya dengan lengan baju.“Feng'Ge,” ujar Bai Ling dengan nada serak. “Orang-orang desa ini... mereka semua korban. Kita harus melakukan sesuatu untuk memberi mereka penghormatan terakhir.”Xiao Feng mengangguk pelan. “Kita tidak bisa membiarkan mereka seperti ini. Mereka sudah cukup menderita.”Bai Ling berjalan ke arah pintu, memperhatikan tumpukan mayat yang kulit wajahnya telah dilucuti. Mata mereka yang kosong seakan berbicara, memohon keadilan atas apa yang telah terjadi. “Bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan hal sekeji ini?” gumamnya, suaranya hampir tak terdengar.Xiao Feng menghela napas panjang, tangannya menggenggam erat Pedang Pembalik Surga. “Ini adalah pekerjaan kelompok bendera lima warna itu. Mereka tak hanya meng