Setelah beberapa bulan di bawah bimbingan guru tua, Xiao Feng merasa lebih siap menghadapi tantangan yang menghalangi jalannya. Setiap latihan mengajarinya tentang kontrol diri, kekuatan, dan fokus. Saat ini, setiap gerakan dan napas terasa lebih terarah, seolah-olah tubuh dan energinya bekerja dalam harmoni yang selaras.
Namun, ada satu hal yang selalu membayangi pikirannya—Yin Mo Sect. Meskipun pelatihan telah mempersiapkan fisiknya, kemarahan dan rasa sakit dari kehilangan Shifu Yan terus menyala dalam hatinya, membuat api kecil membara menjadikannya api besar yang tak kunjung padam.
Waktu kembali berjalan cepat. Xiao Feng yang sudah memulai perjalanan kembali menuju desa Ling Shan merasakan hatinya berdebar-debar saat ia melintasi jalan yang sama. Perasaannya campur aduk. Ia tahu bahwa banyak hal telah berubah, tetapi tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kenangan akan desa dan orang-orang yang dicintainya yang telah mati.
Saat tiba di desa, suasana terasa mencekam. Penduduk tampak gelisah, dan bisikan tentang ancaman dari Yin Mo Sect terus beredar Dimana-mana. Mehyadari hal itu Xiao Feng segera menuju ke kedai teh, untuk menenangkan pikiran yang semakin rumit, selain itu ia bermaksud untuk menemui salah satu orang. Ya Liang tempat pria tua itu biasanya duduk adalah tempat yang cocok untuk ia singgahi.Namun ia mendapati lelaki tua itu sedang berbicara dengan beberapa penduduk desa, wajahnya tampak begitu cemas, entah mengapa.
"Liang!" panggil Xiao Feng, melangkah maju, mendekat kearah pria tua itu.
Liang menoleh dan matanya menyala ketika melihat pemuda tersebut. "Xiao Feng! Kau kembali lebih cepat dari yang kuharapkan." Ungkapnya seolah merasa perduli dengan kehadiran pemuda itu.
"Apa yang terjadi di sini?" tanya Xiao Feng, khawatir.
Pria tua itu tidak langsung menjawab, melainkan menundukkan kepala beberapa saat, sebelum akhirnya membuka mulut "Yin Mo Sect baru saja mengancam kami lagi. Mereka meminta kami untuk menyerahkan semua yang kami miliki, atau mereka akan datang dengan kekuatan penuh," jawab Liang dengan nada serius. "Kami tidak memiliki banyak pilihan, dan penduduk desa sangat ketakutan." Ujarnya sembari mengepalkan tangan, seolah menaruh dendam begitu besar terhadap kelompok aliran sesat.
Mendengar hal itu kemarahan kembali menyala dalam diri Xiao Feng. "Aku tidak akan membiarkan mereka menghancurkan desa ini! Aku akan melawan mereka." Timpalnya sembari menggertakkan gigi, berusaha menahan amarah.
Liang mengguncang kepalanya beberapa kali. "Kau harus hati-hati, anak muda. Kekuatan mereka jauh lebih besar dari yang bisa kau bayangkan. Jangan biarkan emosimu menguasaimu." Ujar pria itu kembali mengingatkan.
"Aku tidak akan mundur," tekad Xiao Feng membara. "Aku tidak akan membiarkan orang-orang yang kucintai menderita lagi." Timpalnya memastikan. “Permisi.”
Tanpa menunggu tanggapan Liang, Xiao Feng segera berangkat mencari tahu informasi lebih lanjut tentang rencana Yin Mo Sect. Dia berjalan menuju tempat pertemuan penduduk desa, di mana mereka berkumpul dan membahas situasi yang semakin genting.
Ketika tiba ditempat yang ia tuju, ia melihat di tengah kerumunan, seorang wanita muda berdiri, wajahnya tampak tegas meskipun matanya penuh kekhawatiran. Xiao Feng mengenal wanita itu; dia adalah Ling Yu, putri kepala desa. “Kita tidak bisa menyerah pada ancaman mereka,” ujarnya dengan suara lantang. “Kita harus melawan dan mempertahankan desa kita!”
Mendengar kalimat yang terlontar keluar dari mulut wanita tersebut. Suara gemuruh dukungan memenuhi udara, tetapi Xiao Feng merasakan ada sesuatu yang kurang. Dia tahu mereka membutuhkan strategi yang lebih baik daripada sekadar keberanian.
Setelah pertemuan itu, Xiao Feng menghampiri Ling Yu. “Kau berbicara dengan berani, tetapi kita perlu rencana,” ujarnya. “Yin Mo Sect tidak akan datang tanpa persiapan.”
Perkataan Xiao Feng membuat Ling Yu menatapnya dengan antusias, seolah baru saja menyadari kesalahn yang ia lakukan. “Apa yang kau sarankan?” tanya Wanita itu serius.
“Aku ingin kita mengumpulkan informasi tentang mereka,” jawab Xiao Feng. “Kita harus mengetahui kekuatan dan kelemahan mereka. Jika kita bisa mengumpulkan sekutu, mungkin kita bisa melawan mereka.”
Ling Yu mengangguk, matanya berbinar. “Aku setuju. Kita bisa meminta bantuan dari desa-desa terdekat. Jika kita bersatu, mungkin kita bisa mengusir mereka.” Timpalnya sembari mengepalkan tangan, ia merasa bersemangat dengan ide barusan.
Mereka mulai merencanakan strategi, mengumpulkan penduduk desa dan mendiskusikan langkah-langkah selanjutnya. Xiao Feng merasa semangat yang membara, ia merasa bahwa dia tidak lagi sendirian. Bersama Ling Yu dan penduduk desa, dia membangun rencana untuk melawan Yin Mo Sect, salah satu kelompok aliran sesat yang menyebar teror.
Siang berlalu berganti dengan awan jingga di upuk timur. Malam itu, saat bintang-bintang bersinar cerah di langit, Xiao Feng dan Ling Yu menghabiskan waktu berbicara tentang harapan dan impian mereka. Ling Yu berbagi tentang keinginannya untuk menjaga desa dan semua orang yang dicintainya, sementara Xiao Feng menceritakan tentang perjalanan dan pelatihannya yang sudah ia lalui beberapa waktu belakangan.
“Mungkin kita bisa menjadikan desa ini tempat yang lebih aman,” ujar Ling Yu. “Aku percaya kita bisa mengalahkan mereka jika kita bersatu.” Ungkapnya sembari menatap Xiao Feng.
“Ya,” jawab Xiao Feng, merasa terinspirasi oleh semangatnya. “Bersama, kita bisa melawan apa pun.” Timpalnya memastikan.
Namun, di balik semangat tersebut, ada ketakutan yang terus menghantuinya. Dia tahu bahwa Yin Mo Sect akan segera datang, dan saat itu tiba, semuanya akan diuji, entah dia akan berhasil atau tidak. Apakah mereka cukup kuat untuk bertahan? Apakah semua usaha ini akan sia-sia?
Ketika malam semakin larut, Xiao Feng teringat akan kata-kata guru tua. "Ketakutanmu adalah kekuatanmu." Dia bertekad untuk mengubah ketakutannya menjadi kekuatan untuk melindungi orang-orang yang dicintainya.
Malam berganti hingga saat fajar menjemput diikuti suara kicauan burung yang mulai bernyanyi dan hembusan angin lembut, menyejukan suasanpagi. Saat matahari terbit, Xiao Feng bersiap untuk menghadapi tantangan yang akan datang. Dia mempersiapkan senjata dan perlengkapan, siap untuk memimpin penduduk desa dalam menghadapi musuh yang sangat ditakuti. Dengan Ling Yu di sisinya dan penduduk desa yang telah bersatu, dia tahu bahwa mereka bisa menghadapi apa pun, meski tidak ada yang menjamin keselematan mereka.
“Bersiaplah!” teriak Xiao Feng kepada mereka. “Kita akan mengumpulkan informasi dan membangun kekuatan untuk melawan Yin Mo Sect! Kita tidak akan membiarkan mereka mengambil apa pun dari kita!” ujarnya memberikan semangat.
Suara sorakan memenuhi udara, mengisi semangat dan keberanian ke dalam hati setiap orang yang mendengarnya. Xiao Feng merasa ada api baru yang menyala dalam dirinya, dorongan untuk tidak hanya melawan musuh, tetapi juga untuk melindungi orang yang dicintai.
Setelah beberapa hari merencanakan strategi, Xiao Feng dan Ling Yu memutuskan untuk mengumpulkan sekutu dari desa-desa terdekat. Mereka membuat rencana untuk mengunjungi desa Shui Lin, yang terkenal dengan pendekar-pendekarnya yang tangguh dan keterampilan bertarung yang mumpuni. Xiao Feng yakin bahwa jika mereka bisa mendapatkan dukungan dari mereka, kekuatan desa Ling Shan akan meningkat secara signifikan.Pagi itu, dengan matahari yang baru muncul di cakrawala, Xiao Feng dan Ling Yu berangkat ke desa Shui Lin. Mereka mengendarai kuda, melintasi ladang hijau yang membentang di antara bukit-bukit, merasakan angin sejuk menyapu wajah mereka. Di sepanjang jalan, mereka berdiskusi tentang rencana dan harapan mereka.“Jika kita bisa mendapatkan dukungan dari kepala desa Shui Lin, kita mungkin bisa mendapatkan lebih banyak pendekar untuk bergabung dengan kita,” ujar Xiao Feng, bersemangat.Ling Yu mengangguk. “Aku mendengar bahwa kepala desa adalah seorang pendekar hebat yang pernah menga
Setelah menempuh perjalanan melelahkan melalui jalur berbatu dan hutan lebat, akhirnya Xiao Feng dan kelompoknya tiba di kaki Gunung Hitam. Kabut tebal menyelimuti puncak gunung, menciptakan suasana yang mencekam. Suara gemuruh dari kejauhan memberi tanda bahwa bahaya semakin dekat.“Mari kita bersiap,” bisik Ling Yu kepada Xiao Feng. “Kita tidak tahu apa yang menanti kita di dalam sana.”Xiao Feng mengangguk, matanya menyapu sekeliling. “Kita harus tetap bersatu dan hati-hati. Jika kita terpisah, kita akan menghadapi risiko yang lebih besar.”Mereka mulai merangkak naik, menelusuri jalur sempit yang menuju markas kelompok aliran sesat. Saat mereka mendekati puncak, suara gaduh dan teriakan bisa terdengar dari kejauhan. Suasana yang biasanya tenang kini berubah menjadi hiruk-pikuk, menciptakan ketegangan di dalam hati setiap orang yang ikut serta.Ketika mereka sampai di puncak, pemandangan yang menakutkan menyambut mereka. Di depan, sebuah bangunan besar terbuat dari batu gelap menju
Waktu berjalan cukup cepat, setelah perjalanan yang melelahkan, Xiao Feng dan kelompoknya kembali ke desa, seolah melupakan kejadian yang cukup menyakitkan beberapa saat lalu. Mereka bahkan sempat berfikir, apakah ini sebuah keajaiban atau hanya sebuah keberuntungan.Langit malam berkilauan dengan bintang-bintang, tetapi hati mereka dipenuhi kegelisahan. Setelah pertempuran di Gunung Hitam, meskipun kemenangan ada di tangan mereka, ancaman dari kelompok aliran sesat masih terasa menggantung.Xiao Feng berdiri di tepi desa, memandang ke arah cakrawala yang jauh. “Mengapa rasanya belum berakhir?” gumamnya pelan. Pikiran tentang sekte dan kekuatannya yang luar biasa tak bisa meninggalkannya. Pertarungan itu hanyalah permulaan. Dia tahu bahwa musuh memiliki rencana yang jauh lebih besar.“Kau terlihat khawatir.” Suara lembut terdengar dari belakangnya.Xiao Feng menoleh dan melihat Ling Yu berdiri dengan anggun, rambut hitamnya yang panjang berkilauan di bawah sinar rembulan. Tatapannya l
Cahaya fajar perlahan menyelimuti hutan, menyapu embun yang menempel di dedaunan, memberikan kehangatan yang tipis setelah malam yang dingin. Xiao Feng membuka matanya perlahan, merasakan beban kelelahan yang masih tertinggal di tubuhnya. Luka di lengannya berdenyut, rasa sakit yang tajam menyusup setiap kali ia mencoba menggerakkan tangannya, tapi ia tak punya pilihan selain terus bergerak, karena jika tidak...“Perjalananku masih panjang,” bisiknya pelan.Xiao Feng menyingkirkan sisa api unggun yang kini sudah padam, lalu mengikat kembali pedangnya di pinggang. Langkahnya pelan saat ia menyusuri jalan setapak yang semakin terjal. Kabut tipis yang melingkupi lereng gunung menambah kesan misterius dan penuh tantangan ditempat tersebut. Di setiap tikungan, bayangan pepohonan tinggi tampak seperti sosok penjaga kuno yang diam-diam mengamati perjalanan Xiao Feng.Gunung Tianmu tidak hanya menjadi ujian fisik, tetapi juga mental. Setiap langkah diiringi dengan ketidakpastian, seolah-olah
Di balik altar, sebuah pintu tersembunyi perlahan terbuka, mengundang Xiao Feng untuk melangkah lebih jauh ke dalam misteri Gunung Tianmu. Udara yang keluar dari celah pintu itu dingin dan lembap, menandakan bahwa lorong di baliknya sudah lama tak disentuh cahaya matahari.Xiao Feng berdiri di tempatnya, menatap pintu yang kini terbuka lebar. Hatinya berdebar, bukan karena ketakutan, melainkan rasa penasaran yang semakin membuncah. Dia tahu, langkah berikutnya akan semakin mendekatkan dirinya pada Zirah Besi, senjata pusaka yang dia cari. Namun, di balik keinginan itu, ada perasaan yang sulit diabaikan—seperti sebuah peringatan dari alam bawah sadarnya. Tempat ini penuh bahaya yang jauh lebih besar dari sekadar penjaga raksasa tadi.Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah pertarungan sengit, dia menggenggam pedangnya lebih erat. Lorong gelap itu seperti mulut naga, siap menelannya kapan saja. Tapi tidak ada waktu untuk ragu. Dia melangkah masuk dengan hati-hati, mengamati se
Saat ini, Xiao Feng berdiri dengan sikap dingin, berusaha menjaga ketenangan dalam menghadapi pria tua misterius yang kini berdiri di depannya. Matanya yang baru saja terbuka menatap lurus ke arah Xiao Feng, seolah membaca setiap pikiran dan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara deru angin di luar ruangan hilang, digantikan oleh kesunyian yang menegangkan.“Apakah kau siap untuk mati?” suara pria tua itu terdengar berat, tapi sangat tenang. Seolah pertarungan ini hanyalah permainan kecil bagi dirinya. Xiao Feng tahu, lawannya kali ini berbeda. Bukan hanya usia pria tua itu yang membuatnya tampak penuh misteri, melainkan kekuatan tersembunyi di balik tubuh yang kurus itu. Auranya seperti gunung yang tak tergoyahkan, teguh dan tak terkalahkan.Xiao Feng menggenggam pedangnya lebih erat lagi. “Tidak, aku datang ketempat ini bukan untuk mati, tetapi aku inign hidup untuk mendapatkan kekuatan lebih...,” jawabnya dengan nada tegas. Namun di balik s
Saat ini Xiao Feng berdiri dengan napas tersengal-sengal, tubuhnya masih bergetar dari ledakan energi yang baru saja dia lepaskan. Di depan altar kuno, debu-debu mulai mengendap, mengungkapkan sosok pria tua itu yang masih berdiri tegak di hadapannya.Dengan senyum tipis pria itu tua itu membuka mulutnya perlahan. "Sudah cukup," kata pria tua itu dengan suara yang penuh wibawa. Tatapan matanya yang dulu tampak menghakimi kini berubah lembut. "Kau telah menunjukkan tekadmu, dan kekuatan yang kau miliki baru permulaan dari apa yang akan kau capai saat ini. Namun, kekuatan yang lebih besar menanti di luar sana, di tempat yang belum pernah kau bayangkan."Xiao Feng mengatur napasnya, mencoba mencerna kata-kata pria tua itu. "Aku... aku belum layak untuk pusaka ini," gumamnya dengan rendah hati, merasakan betapa kecil dirinya di hadapan kekuatan sebesar itu.Pria tua itu menggelengkan kepalanya. "Bukan soal layak atau tidak. Zirah Besi ini memang untukmu, namun belum saatnya kau menggunaka
Xiao Feng melangkah maju setelah menghancurkan cermin yang memantulkan bayangan tergelap dirinya. Serpihan kaca berkilauan di lantai, namun ruang di sekitarnya tampak semakin luas, seolah-olah terbentang tanpa batas. Kabut tipis yang dingin menyelimuti kaki Xiao Feng, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat dan menekan.Tapi di balik keheningan itu, terdengar bunyi gemerisik, nyaris seperti bisikan dari kedalaman bumi. Xiao Feng merasakan sesuatu yang kuat dan tidak kasatmata, namun kali ini bukan serangan fisik yang mengancamnya. Ada sesuatu yang merasuk ke dalam pikirannya, menggali kenangan terkelam yang sudah lama ia kubur.Lalu, tiba-tiba saja ia berada di tempat lain.Sebuah padang hijau yang ia kenali dengan baik terbentang di hadapannya. Padang tempat ia dan keluarganya dulu sering berlatih, jauh sebelum semua berubah, sebelum gurunya tewas, sebelum ia terjun ke dalam perburuan dendam. Xiao Feng tertegun. Suara tawa riang dari kejauhan menggema, dan dia melihat dua so
Disisi lain. Tepatnya di tengah kejayaan Kekaisaran Thang, angin buruk mulai berhembus. Laporan demi laporan tentang kekacauan di berbagai wilayah membuat suasana istana tegang. Desa-desa dibakar, pedagang dirampok, dan rumor tentang sekte aliran sesat yang hendak menggulingkan kekuasaan mulai menyebar seperti api di musim kemarau.Di dalam aula utama istana, Kaisar Thang yang agung duduk di singgasana emasnya, ditemani oleh para menteri dan jenderal kepercayaannya."Apakah ini hanya kebetulan atau memang ada kekuatan besar yang sedang menggerakkan semua ini?" tanya Kaisar, suaranya dalam namun penuh kekhawatiran.Seorang menteri tua bernama Wen Liang maju, membungkuk hormat, lalu berkata, "Yang Mulia, informasi yang kami terima menunjukkan adanya keterkaitan antara semua kejahatan ini. Mereka tampaknya dikendalikan oleh sekte aliran sesat yang telah lama bersembunyi. Namun, lokasi pusat kekuatan mereka masih menjadi misteri."Jenderal Guan, seorang pendekar tanpa tanding yang juga ko
Waktu berjalan dengan cepat, malampun berganti pagi. Mentari terbit perlahan, menciptakan kilauan keemasan di balik pepohonan. Xiao Feng berdiri di tengah desa, menghadap beberapa penduduk yang telah berkumpul untuk mengucapkan kalimat perpisahan. Di antara mereka, ada Tuan Guo, wanita yang diselamatkan Xiao Feng dari gua, dan pemuda yang memberinya informasi tentang Bukit Barat."Tuan Xiao, terima kasih atas keberanianmu. Desa kami akhirnya bisa bernapas lega," ucap seorang pria tua dengan nada penuh haru.Xiao Feng hanya tersenyum tipis. "Kewajibanku sebagai seorang pendekar adalah melindungi mereka yang membutuhkan. Jangan berterima kasih padaku, tapi berterima kasihlah pada keberanian kalian untuk bertahan."Setelah Xiao Feng berkata-kata. Wanita yang ia selamatkan mendekat, matanya masih sedikit sembap, akibat menangis semalaman. "Aku tidak tahu bagaimana membalas kebaikanmu, Tuan Xiao. Jika bukan karena kau, aku mungkin sudah..." Suaranya tersendat, air mata kembali mengalir.Xi
Xiao Feng meninggalkan Lembah Bayangan Abadi dengan hati yang merasa puas, ketika ia telah berhasil mengalahkan salah satu pemimpin di tempat tersebut. Dengan demikian ia kembali melanjutkan perjalanan, meninggal Lembah Bayangan Abadi. Langkah-langkahnya mulai terasa berat, bukan karena lelah, tetapi karena beban pikiran yang menghantui. Kristal hitam yang ia hancurkan tadi meninggalkan banyak pertanyaan. Apa tujuan Bayangan Kegelapan yang sebenarnya? Siapa penguasa mereka? Dan, apakah ini hanya permulaan?Dari kejauhan, lembah itu mulai tampak seperti bayangan samar di balik kabut. Mataharitampak mulai terbit, sinarnya yang hangat menyentuh wajah Xiao Feng, memberinya sedikit rasa damai setelah pertempuran panjang. "Aku harus terus maju," gumamnya sambil mengeratkan cengkeraman pada gagang pedangnya.Saat menyusuri jalan setapak menuju desa terdekat, Xiao Feng melihat seorang pria tua dengan gerobak kayu yang penuh dengan barang-barang dagangan. Pria itu tampak kelelahan, berjuang me
Xiao Feng mulai melangkah memasuki Lembah Bayangan Abadi, dikelilingi tebing-tebing tinggi yang menjulang seperti dinding raksasa. Udara di lembah ini terasa dingin, tetapi ada aroma samar yang aneh, seperti tanah basah bercampur bunga liar. Suara burung atau hewan lain nyaris tak terdengar, menambah suasana sunyi yang mencekam.Di kejauhan, ia melihat reruntuhan bangunan tua yang terlihat seperti kuil, diselimuti kabut tipis yang bergerak perlahan. “Tempat ini sepertinya menyimpan rahasia yang lebih dari sekadar markas kelompok Bayangan Kegelapan,” pikirnya.Setelah beberapa saat mengamati tempat tersebut, Xiao Feng memutuskan mendekati kuil itu. Setiap langkahnya terasa berat, bukan karena lelah, tetapi karena aura lembah ini seakan menekan energinya. Ketika ia tiba di depan reruntuhan, ia melihat ukiran-ukiran aneh pada dinding batu. Gambaran ular besar melilit matahari, dengan pilar-pilar batu yang sudah rapuh berdiri di sekelilingnya.Saat ia menyentuh salah satu ukiran, batu itu
Xiao Feng melangkah perlahan meninggalkan reruntuhan tempat kelompok Bayangan Kegelapan. Cahaya matahari pagi yang menembus dedaunan terasa menenangkan, kontras dengan kegelapan yang baru saja ia hadapi. Di tangannya, gulungan peta yang ditemukan dari pemimpin kelompok itu terus digenggam erat seakan tidak ingin kehilangan benda tersebut.Ia membuka peta itu sekali lagi, mempelajari setiap detailnya. Jalur yang ditunjukkan tampak samar, tetapi ia bisa melihat bahwa jalur itu akan membawanya melewati pegunung
Ruang utama yang dimasuki Xiao Feng tampak seperti aula besar yang pernah digunakan untuk ritual. Tiang-tiang batu besar menopang langit-langit tinggi, sementara lilin-lilin merah darah menerangi tempat itu dengan cahaya yang redup. Aroma dupa menyengat bercampur dengan hawa dingin, membuat suasana semakin mencekam.Di tengah aula, sebuah altar berdiri, dihiasi ukiran ular hitam melingkar. Di atas altar, seorang pria dengan jubah hitam berdiri, tangannya menggenggam tongkat berujung tengkorak kecil yang bersinar hijau. Wajahnya setengah tertutup topeng yang menyerupai ular, memberikan kesan bahwa ia adalah pemimpin dari kelompok ini."Selamat datang di markas Bayangan Kegelapan, Pendekar muda," suara pria itu terdengar serak namun penuh kekuatan. "Aku sudah mendengar kedatanganmu. Keberanianmu patut dipuji, tapi keberanian saja tidak cukup untuk melawan kami."Xiao Feng berdiri tegak, matanya memandang tajam. "Aku tidak
Lorong-lorong sempit di dalam sarang Bayangan Kegelapan semakin menyesatkan. Xiao Feng melangkah perlahan, setiap derap kakinya dijaga agar tak bersuara. Suasana di tempat itu begitu mencekam, udara terasa berat, dipenuhi oleh aroma lembap yang bercampur dengan bau darah yang samar.Dokumen yang ia temukan sebelumnya memberikan petunjuk penting tentang pemimpin kelompok ini, tetapi tidak ada yang menyebutkan secara jelas lokasi ruangannya. Xiao Feng menyadari bahwa ia harus terus menyusuri tempat ini dam akan melawan apa pun yang menghadang di depannya.Ketika melewati sebuah lorong panjang dengan obor yang mulai padam, Xiao Feng mendengar suara bisikan pelan. Ia segera menempelkan tubuhnya ke dinding, memanfaatkan bayangan untuk menyembunyikan keberadaannya.Dua orang penjaga berbicara di sudut ruangan, tampaknya sedang mendiskusikan rencana kelompok mereka."Tuan Besar mengatakan untuk meningkatkan penjagaan di sekitar ruang utama. Kita tidak bo
Pagi itu, matahari baru saja menampakkan cahayanya, menyinari reruntuhan kecil yang tertinggal dari pertarungan semalam. Xiao Feng berdiri di halaman penginapan, menatap jasad pria yang menjadi korban ledakan senjatanya sendiri. Bau asap masih samar-samar tercium, bercampur dengan hawa pagi yang dingin.Dengan hati-hati, ia membungkuk memeriksa tubuh pria itu. Tangannya menyusuri lipatan pakaian yang compang-camping akibat ledakan. Di balik jubah gelap, ia menemukan secarik kertas kecil yang terlipat rapi. Di kertas itu tertera sebuah lambang berbentuk ular dengan mata merah menyala dan tulisan pendek dalam bahasa kuno: "Hanya bayangan yang bisa memasuki gerbang kegelapan."Xiao Feng juga menemukan peta sederhana dengan tanda X di sebuah lokasi di luar desa. "Ini pasti petunjuk ke sarang mereka," gumamnya sambil mengamati peta itu dengan seksama.Namun, saat ia hendak beranjak, pemilik penginapan, pria tua yang baik hati, mendek
Xiao Feng duduk di ruang tengah penginapan pria tua itu, menikmati semangkuk sup hangat dan segelas teh herbal yang wangi. Aroma kayu bakar yang membara di perapian menciptakan suasana nyaman, sementara angin malam berhembus lembut melalui celah jendela."Nikmati malam ini, Tuan Pendekar," kata pria tua itu dengan senyum ramah. "Di desa ini, kedamaian adalah kemewahan yang jarang kami rasakan."Xiao Feng mengangguk, menyandarkan tubuhnya pada kursi kayu. Matanya menatap ke arah jendela, memandang bintang-bintang yang berkerlip di langit. Namun, jauh di dalam hatinya, ia tetap waspada. Kedamaian ini terasa terlalu sunyi, seolah ada sesuatu yang mengintai dalam bayang-bayang malam.Saat ia hendak menutup matanya untuk beristirahat sejenak, pintu penginapan tiba-tiba terbuka dengan suara keras. "Brak!" Udara malam yang dingin menyeruak masuk, diikuti oleh langkah-langkah berat dari beberapa pria bertubuh kekar yang