Saat Xiao Feng melanjutkan perjalanannya, hari-harinya dipenuhi pelatihan keras dan refleksi mendalam tentang tujuannya. Ia berjalan melalui desa-desa kecil, menanyai penduduk tentang Yin Mo Sect dan mencari informasi lebih lanjut mengenai keberadaan mereka. Di setiap langkah, ia merasakan beban kesedihan dan kemarahan, tetapi juga kekuatan baru yang muncul dari tekadnya untuk membalas dendam.
Suatu pagi, ia tiba di desa kecil bernama Ling Shan, yang dikenal karena keindahan alamnya. Di sini, penduduknya hidup damai, tetapi ada aura ketakutan yang melingkupi mereka. Xiao Feng merasa ada sesuatu yang tidak beres ketika ia bertemu dengan seorang lelaki tua, Liang, yang duduk di depan sebuah kedai teh.
Kedatangan Xiao Feng tentu menarik banyak perhatian, salah satu diantaranya ialah seorang lelaki tua "Apa yang membuatmu datang ke desa kami, pemuda?" tanya Liang, menatapnya dengan tatapan tajam.
Xiao Feng hanya bisa terdiam sesaat, sebeluma akhirnya ia menjawab "Aku mencari informasi tentang Yin Mo Sect," jawab Xiao Feng. "Mereka telah menghancurkan hidupku, dan aku ingin menghentikan mereka." Ujarnya.
Liang menghela napas panjang, matanya dipenuhi kesedihan. "Yin Mo Sect adalah mimpi buruk bagi kami semua. Mereka datang dan pergi, meninggalkan kehampaan. Namun, tidak ada yang berani melawan mereka. Mereka memiliki kekuatan yang jauh lebih besar daripada yang dapat kamu bayangkan."
Mendengar jawaban itu, Xiao Feng menggertakan giginya "Jika tidak ada yang melawan mereka, maka aku yang akan melakukannya!" suara Xiao Feng tegas, penuh semangat. "Aku akan membalas semua yang telah mereka lakukan." Timpalnya.
Liang menggelengkan kepala. "Kemarahanmu adalah hal yang berbahaya, anak muda. Kekuatan tidak selalu datang dari kemarahan. Terkadang, yang dibutuhkan adalah kebijaksanaan dan persiapan." Sahut pria tua itu.
Xiao Feng merasa tertegun mendengar perkataan barusan, kali ini sudah dua orang yang sudah memperingatkan ia akan tujuannya--- Membalas dendam. Kata-kata Liang menyentuh jiwanya. Ia mulai menyadari bahwa kekuatan fisik saja tidak akan cukup untuk mengalahkan sekte itu. Dia membutuhkan lebih dari sekadar kemarahan; dia perlu belajar cara bertarung dengan bijak.
Hati Xiao Feng mulai berkecamuk, pikirannya mulai kacau, hal itu di sebabkan oleh ketidakseimbangan antara kemaran dan tujuannya untuk membalas dendam "Di mana aku bisa menemukan kekuatan itu?" tanya Xiao Feng dengan harapan penuh.
Liang tersenyum samar. "Ada seorang guru tua di pegunungan. Dia dikenal karena pengetahuannya yang dalam tentang seni bela diri dan tenaga dalam. Jika kau serius ingin belajar, mungkin dia bisa membantumu." Ungkap pria tua itu memastikan.
Dengan semangat yang membara, Xiao Feng mengucapkan terima kasih kepada Liang dan bersiap untuk berangkat ke pegunungan, untuk menemui pria yang dimaksud. Sebelum melangkahkan kaki ia mengucapkan selamat tinggal pada desa Ling Shan, bertekad untuk menemukan guru yang bisa membimbingnya. Bahkan ia sempat berdoa kepada Dewa agar perjalanannya tidak sia-sia dan agar dia dapat menemukan cara untuk mengatasi kemarahan dan rasa sakit yang menggerogoti hatinya.
Beberapa saat berlalu setelah menempuh perjalanan panjang, Xiao Feng akhirnya tiba di puncak pegunungan yang dingin dan berkabut. Hanya ada sedikit cahaya matahari yang menyinari jalannya, dan angin berhembus dengan kencang. Di tengah kabut tersebut, ia melihat sebuah pondok tua yang terbuat dari kayu. Ia sempat merasa gugup bahkan merasa takut nafasnya terasa sesak ketika melihat kabut tersebut semakin tebal. Ia menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya ia melangkah berusaha untuk mendekat.
Tepat berada di depan pondok itu, seorang lelaki tua dengan janggut putih panjang dan tatapan tajam sedang duduk bersila, seolah-olah merasakan kehadirannya sebelum dia tiba. "Kau datang mencariku, pemuda?" suara pria itu mengalun tenang, mengalir seperti aliran air.
Rasa takut kembali menghampiri, lututnya bergetar hebat, keringat dingin mulai bercucuran, tetapi ia harus berani menjawab "Aku adalah Xiao Feng," ucapnya, merendahkan diri. "Aku mencari kekuatan untuk menghadapi Yin Mo Sect. Aku ingin belajar."ungkapnya sembari mengepalkan tangan.
Lelaki tua itu membuka matanya, menatap Xiao Feng dengan pandangan dalam. "Banyak yang datang mencariku untuk kekuatan, tetapi sedikit yang siap menerima pelajaran yang sebenarnya. Apakah kau bersedia menghadapi ujian untuk menemukan kekuatan sejati dalam dirimu?" tanya pria itu memastikan.
"Ya!" Xiao Feng menjawab, semangatnya membara. "Aku bersedia melakukan apa pun." Timpalnya tanpa berfikir Panjang.
Pria itu tersenyum tipis. "Baiklah. Pertama, kau harus belajar tentang dirimu sendiri sebelum mencoba memahami kekuatan di luar. Untuk itu, kau harus menghadapi ketakutan terbesarmu." Ujarnya.
Tanpa peringatan lebih lanjut, pria tua itu memulai ujian. Dalam satu gerakan cepat, dia mengeluarkan sebuah batu besar dari dalam pondok dan melemparkannya ke arah Xiao Feng. Namun dalam sekejap, Xiao Feng berhasil menghindari serangan itu, bahkan ia tidak sadar akan gerakan yang dia lakukan barusan. Hal itu juga yang membuat ia merasa ketakutan akan kegagalan yang mulai menggerogoti pikirannya.
Melihat Gerakan Xiao Feng, pria tua itu sempat mengangkat alisnya "Apa yang kau takutkan?" tanya pria tua itu. "Apakah kau takut akan kematian? Atau kehilangan lagi?"
Mendengar hal tersebut. Xiao Feng terdiam, merenungkan pertanyaan itu. Kenangan akan Shifu Yan kembali muncul, menghantuinya. "Aku takut kehilangan orang-orang yang kucintai lagi," jawabnya dengan suara pelan.
Pria tua itu kembali tersenyum, sebelum akhirnya berkata "Ketakutan itu adalah kekuatanmu," kata pria itu. "Namun, jika kau membiarkannya menguasai dirimu, kau tidak akan pernah bisa mencapai potensi penuh dalam tujuan hidup. Belajarlah untuk menghadapi ketakutanmu, dan kau akan menemukan kekuatan sejati." Pungkasnya.
Xiao Feng mengangguk, mulai menyadari bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang membalas dendam, tetapi juga tentang menemukan jati diri dan kekuatan dalam diri sendiri. Dia merasa siap untuk mengatasi ujian yang menanti selanjutnya.
Hari-hari berlalu, dan Xiao Feng menjalani pelatihan berat di bawah bimbingan pria tua tersebut. Dia belajar mengendalikan energi KI di dalam tubuhnya, teknik pernapasan, dan seni bela diri yang dalam. Bahkan Latihan yang paling sulit adalah memecahkan batu dengan satu jari telunjuk.
Setiap hari yang dia lakukan ialah memecahkan batu tersebut, pada awalnya ia tidak sanggup untuk melakukan hal tersebut. Bahkan jarinya mulai terkelupas ketika melakukan serangkaian latihan yang telah diberikan. Setiap kali rasa sakit dan kelelahan menggerogoti tubuhnya, dia mengingat tujuan akhirnya—untuk membalas dendam dan menghancurkan Yin Mo Sect. Hal itu membuat ia berhasil melakukan ujian berat yaitu memecahkan batu dengan jari telunjuk.
Di setiap latihan, Xiao Feng merasakan kemajuan, kekuatan, dan pemahaman yang tumbuh dalam dirinya. Ketika bulan berganti, dia merasa lebih siap dari sebelumnya. Dengan bimbingan guru tua, dia mengingat kembali kata-kata Gua Mei, bahwa melindungi orang-orang yang dicintainya bukan hanya tentang mengalahkan musuh, tetapi juga tentang menjadi lebih baik dan lebih bijaksana.
Pada akhirnya, saat pelatihan hendak mencapai puncak, guru tua itu memanggil Xiao Feng. "Kini saatnya kau kembali. Saatnya untuk menghadapi takdirmu. Ingatlah pelajaran yang telah kau ambil, dan jangan biarkan kemarahan mengaburkan pandanganmu, jika kau tidak berhasil maka kembali kesini untuk berlatih."
Xiao Feng menunduk, merasakan beban tanggung jawab di pundaknya. "Aku akan melakukannya. Terima kasih, Guru."
Setelah beberapa bulan di bawah bimbingan guru tua, Xiao Feng merasa lebih siap menghadapi tantangan yang menghalangi jalannya. Setiap latihan mengajarinya tentang kontrol diri, kekuatan, dan fokus. Saat ini, setiap gerakan dan napas terasa lebih terarah, seolah-olah tubuh dan energinya bekerja dalam harmoni yang selaras.Namun, ada satu hal yang selalu membayangi pikirannya—Yin Mo Sect. Meskipun pelatihan telah mempersiapkan fisiknya, kemarahan dan rasa sakit dari kehilangan Shifu Yan terus menyala dalam hatinya, membuat api kecil membara menjadikannya api besar yang tak kunjung padam.Waktu kembali berjalan cepat. Xiao Feng yang sudah memulai perjalanan kembali menuju desa Ling Shan merasakan hatinya berdebar-debar saat ia melintasi jalan yang sama. Perasaannya campur aduk. Ia tahu bahwa banyak hal telah berubah, tetapi tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kenangan akan desa dan orang-orang yang dicintainya yang telah mati.Saat tiba di desa, suasana terasa mencekam. Penduduk t
Setelah beberapa hari merencanakan strategi, Xiao Feng dan Ling Yu memutuskan untuk mengumpulkan sekutu dari desa-desa terdekat. Mereka membuat rencana untuk mengunjungi desa Shui Lin, yang terkenal dengan pendekar-pendekarnya yang tangguh dan keterampilan bertarung yang mumpuni. Xiao Feng yakin bahwa jika mereka bisa mendapatkan dukungan dari mereka, kekuatan desa Ling Shan akan meningkat secara signifikan.Pagi itu, dengan matahari yang baru muncul di cakrawala, Xiao Feng dan Ling Yu berangkat ke desa Shui Lin. Mereka mengendarai kuda, melintasi ladang hijau yang membentang di antara bukit-bukit, merasakan angin sejuk menyapu wajah mereka. Di sepanjang jalan, mereka berdiskusi tentang rencana dan harapan mereka.“Jika kita bisa mendapatkan dukungan dari kepala desa Shui Lin, kita mungkin bisa mendapatkan lebih banyak pendekar untuk bergabung dengan kita,” ujar Xiao Feng, bersemangat.Ling Yu mengangguk. “Aku mendengar bahwa kepala desa adalah seorang pendekar hebat yang pernah menga
Setelah menempuh perjalanan melelahkan melalui jalur berbatu dan hutan lebat, akhirnya Xiao Feng dan kelompoknya tiba di kaki Gunung Hitam. Kabut tebal menyelimuti puncak gunung, menciptakan suasana yang mencekam. Suara gemuruh dari kejauhan memberi tanda bahwa bahaya semakin dekat.“Mari kita bersiap,” bisik Ling Yu kepada Xiao Feng. “Kita tidak tahu apa yang menanti kita di dalam sana.”Xiao Feng mengangguk, matanya menyapu sekeliling. “Kita harus tetap bersatu dan hati-hati. Jika kita terpisah, kita akan menghadapi risiko yang lebih besar.”Mereka mulai merangkak naik, menelusuri jalur sempit yang menuju markas kelompok aliran sesat. Saat mereka mendekati puncak, suara gaduh dan teriakan bisa terdengar dari kejauhan. Suasana yang biasanya tenang kini berubah menjadi hiruk-pikuk, menciptakan ketegangan di dalam hati setiap orang yang ikut serta.Ketika mereka sampai di puncak, pemandangan yang menakutkan menyambut mereka. Di depan, sebuah bangunan besar terbuat dari batu gelap menju
Waktu berjalan cukup cepat, setelah perjalanan yang melelahkan, Xiao Feng dan kelompoknya kembali ke desa, seolah melupakan kejadian yang cukup menyakitkan beberapa saat lalu. Mereka bahkan sempat berfikir, apakah ini sebuah keajaiban atau hanya sebuah keberuntungan.Langit malam berkilauan dengan bintang-bintang, tetapi hati mereka dipenuhi kegelisahan. Setelah pertempuran di Gunung Hitam, meskipun kemenangan ada di tangan mereka, ancaman dari kelompok aliran sesat masih terasa menggantung.Xiao Feng berdiri di tepi desa, memandang ke arah cakrawala yang jauh. “Mengapa rasanya belum berakhir?” gumamnya pelan. Pikiran tentang sekte dan kekuatannya yang luar biasa tak bisa meninggalkannya. Pertarungan itu hanyalah permulaan. Dia tahu bahwa musuh memiliki rencana yang jauh lebih besar.“Kau terlihat khawatir.” Suara lembut terdengar dari belakangnya.Xiao Feng menoleh dan melihat Ling Yu berdiri dengan anggun, rambut hitamnya yang panjang berkilauan di bawah sinar rembulan. Tatapannya l
Cahaya fajar perlahan menyelimuti hutan, menyapu embun yang menempel di dedaunan, memberikan kehangatan yang tipis setelah malam yang dingin. Xiao Feng membuka matanya perlahan, merasakan beban kelelahan yang masih tertinggal di tubuhnya. Luka di lengannya berdenyut, rasa sakit yang tajam menyusup setiap kali ia mencoba menggerakkan tangannya, tapi ia tak punya pilihan selain terus bergerak, karena jika tidak...“Perjalananku masih panjang,” bisiknya pelan.Xiao Feng menyingkirkan sisa api unggun yang kini sudah padam, lalu mengikat kembali pedangnya di pinggang. Langkahnya pelan saat ia menyusuri jalan setapak yang semakin terjal. Kabut tipis yang melingkupi lereng gunung menambah kesan misterius dan penuh tantangan ditempat tersebut. Di setiap tikungan, bayangan pepohonan tinggi tampak seperti sosok penjaga kuno yang diam-diam mengamati perjalanan Xiao Feng.Gunung Tianmu tidak hanya menjadi ujian fisik, tetapi juga mental. Setiap langkah diiringi dengan ketidakpastian, seolah-olah
Di balik altar, sebuah pintu tersembunyi perlahan terbuka, mengundang Xiao Feng untuk melangkah lebih jauh ke dalam misteri Gunung Tianmu. Udara yang keluar dari celah pintu itu dingin dan lembap, menandakan bahwa lorong di baliknya sudah lama tak disentuh cahaya matahari.Xiao Feng berdiri di tempatnya, menatap pintu yang kini terbuka lebar. Hatinya berdebar, bukan karena ketakutan, melainkan rasa penasaran yang semakin membuncah. Dia tahu, langkah berikutnya akan semakin mendekatkan dirinya pada Zirah Besi, senjata pusaka yang dia cari. Namun, di balik keinginan itu, ada perasaan yang sulit diabaikan—seperti sebuah peringatan dari alam bawah sadarnya. Tempat ini penuh bahaya yang jauh lebih besar dari sekadar penjaga raksasa tadi.Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah pertarungan sengit, dia menggenggam pedangnya lebih erat. Lorong gelap itu seperti mulut naga, siap menelannya kapan saja. Tapi tidak ada waktu untuk ragu. Dia melangkah masuk dengan hati-hati, mengamati se
Saat ini, Xiao Feng berdiri dengan sikap dingin, berusaha menjaga ketenangan dalam menghadapi pria tua misterius yang kini berdiri di depannya. Matanya yang baru saja terbuka menatap lurus ke arah Xiao Feng, seolah membaca setiap pikiran dan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara deru angin di luar ruangan hilang, digantikan oleh kesunyian yang menegangkan.“Apakah kau siap untuk mati?” suara pria tua itu terdengar berat, tapi sangat tenang. Seolah pertarungan ini hanyalah permainan kecil bagi dirinya. Xiao Feng tahu, lawannya kali ini berbeda. Bukan hanya usia pria tua itu yang membuatnya tampak penuh misteri, melainkan kekuatan tersembunyi di balik tubuh yang kurus itu. Auranya seperti gunung yang tak tergoyahkan, teguh dan tak terkalahkan.Xiao Feng menggenggam pedangnya lebih erat lagi. “Tidak, aku datang ketempat ini bukan untuk mati, tetapi aku inign hidup untuk mendapatkan kekuatan lebih...,” jawabnya dengan nada tegas. Namun di balik s
Saat ini Xiao Feng berdiri dengan napas tersengal-sengal, tubuhnya masih bergetar dari ledakan energi yang baru saja dia lepaskan. Di depan altar kuno, debu-debu mulai mengendap, mengungkapkan sosok pria tua itu yang masih berdiri tegak di hadapannya.Dengan senyum tipis pria itu tua itu membuka mulutnya perlahan. "Sudah cukup," kata pria tua itu dengan suara yang penuh wibawa. Tatapan matanya yang dulu tampak menghakimi kini berubah lembut. "Kau telah menunjukkan tekadmu, dan kekuatan yang kau miliki baru permulaan dari apa yang akan kau capai saat ini. Namun, kekuatan yang lebih besar menanti di luar sana, di tempat yang belum pernah kau bayangkan."Xiao Feng mengatur napasnya, mencoba mencerna kata-kata pria tua itu. "Aku... aku belum layak untuk pusaka ini," gumamnya dengan rendah hati, merasakan betapa kecil dirinya di hadapan kekuatan sebesar itu.Pria tua itu menggelengkan kepalanya. "Bukan soal layak atau tidak. Zirah Besi ini memang untukmu, namun belum saatnya kau menggunaka