Entah keajaiban apa yang saat ini terjadi. Ia terbangun, semuanya sudah terlambat. Saat ini, hanya ada suara desiran angin malam disertai suara hewan yang ikut bernyanyi seakan menangis di kesunyian malam. Dojo yang dulunya megah kini telah hancur. Tidak ada lagi suara tawa atau pelajaran berharga yang akan di ajarkan Sang guru, bahkan tidak hanya itu, teman-temannya bahkan ikut terbunuh, entah kapan itu terjadi. Satu hal yang ia tidak mengerti, bagaimana mungkin saat ini ia masih bisa bernafas. Hanya ada kesunyian yang menyesakkan saat ini, dan bayangan gurunya yang akan menghantui setiap hari di tempat tersebut.
Rasa sakit dan kepedihan menyelimutinya seperti selimut yang sangat berat. Satu-satunya suara yang ia dengar adalah detakan jantungnya yang berpacu cepat, berdegup keras dalam kesunyian yang menyakitkan. Kenangan akan senyum Shifu Yan berkelebat dalam benaknya, mengingatkannya pada pelajaran-pelajaran berharga yang selama ini diajarkan. "Kekuatan berasal dari dalam," suara Shifu bergaung di telinga Xiao Feng.
Namun, saat ini, kekuatan itu terasa sangat jauh. Dengan satu gerakan lamban, Xiao Feng mengangkat kepala dan melihat ke arah dojo yang telah hancur. Ruangan yang dulunya penuh kehidupan kini berubah menjadi puing-puing, dan bau darah masih membekas di udara. Pandangannya beralih ke tempat di mana tubuh gurunya terbaring, tak bernyawa. Tanpa ia sadari air mata mengalir tanpa henti di pipinya.
"Apa yang bisa aku lakukan?" gumamnya, suaranya tercekat. "Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi."
Dengan susah payah, Xiao Feng berdiri, tubuhnya bergetar oleh rasa sakit dan kesedihan. Ia tahu bahwa jalan di depannya akan penuh tantangan, tetapi dia tidak bisa membiarkan kematian Shifu Yan sia-sia. Dalam hatinya, ia berjanji untuk menjadi lebih kuat, untuk mengalahkan semua yang mengambil segalanya dari dirinya. Dengan tekad yang kuat, ia berjalan menuju puing-puing dojo, mencari petunjuk tentang langkah selanjutnya.
Di antara pecahan kayu dan batu, ia menemukan pedang Shifu yang tergeletak di tanah, ia mengingat betul pedang itu sempat di arahkan kepadanya tepat ketika kematian sang guru. Tangan Xiao Feng bergetar saat ia mengangkat pedang tersebut. Senjata itu bukan hanya alat tempur; itu adalah simbol pengorbanan dan keberanian gurunya. "Aku akan mengembalikan kehormatan ini," ia berbisik, menggenggam erat pegangan pedang. "Aku akan menghancurkan Yin Mo Sect." Orang yang dia yakini bertanggung jawab atas semua kejadian ini.
Ya, Yin Mo Sect adalah salah satu pemimpin kelompok aliran sesat, bahkan gurunya pernah mengatakan hal itu. Dan harus berhati-hati, jika bertemu dengan pria tersebut. Namun siapa sangka, jika kejadian beberapa saat lalu, telah terjadi begitu cepat hingga membuat gurunya mati. Setelah berjanji, Xiao Feng melangkah keluar dari dojo yang telah hancur, Langkah kakinya begitu pasti seolah akan menghabisi siapapun yang hendak menghalangi jalannya.
Bersama dengan bintang-bintang yang bersinar redup di langit malam, dia tahu bahwa perjalanannya baru saja dimulai. Dan dalam setiap langkah yang dia ambil, ia mulai merasakan bobot tanggung jawab di bahunya begitu besar. Dia tidak hanya inging membalas dendam untuk dirinya sendiri, tetapi untuk semua orang yang telah mati.
Beberapa saat telah berlalu. Keesokan harinya, Xiao Feng memutuskan untuk meninggalkan desa tempatnya dibesarkan. Dia tahu bahwa dia harus mencari cara untuk mendapatkan kekuatan yang cukup untuk menghadapi kelompok aliran sesat. Dengan mengenakan pakaian yang tersisa dan membawa pedang Shifu dengan menggantungkan pedang tersebut kepunggungnya, ia mulai melangkah maju ke jalan yang tidak dia kenal.
Langkah demi Langkah sudah ia lalui, tanpa ia sadari perjalanan itu melelahkan, melewati hutan lebat dan pegunungan terjal. Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan para petualang dan pendekar lain, tetapi hatinya masih berpegang pada tekad untuk membalas dendam. Dia bertanya kepada mereka tentang Yin Mo Sect salah satu pemimpin aliran sesat, tetapi semua informasi yang dia dapatkan hanyalah desas-desus tentang kekuatan mereka yang menakutkan dan kejahatan yang mereka lakukan.
Waktu berlalu dengan cepat. Suatu malam, saat beristirahat di pinggir sungai, Xiao Feng mendengar suara lembut. Dia menoleh dan melihat seorang gadis sedang bernyanyi. Suaranya bagaikan aliran air yang menenangkan, dan sejenak, semua rasa sakit dan kemarahan yang ia bawa terasa mereda. Gadis itu memiliki wajah yang bersinar, dan dalam pandangannya terdapat kedamaian yang membuatnya merasa nyaman.
"Siapa namamu?" tanya Xiao Feng, merasa tertarik oleh keindahan suara dan wajahnya.
Gadis itu menoleh serta sedikit terkejut dengan kedatangan pemuada yang tidak ia kenal sebelumnya "Gua Mei," jawab gadis itu dengan senyuman. "Apa yang membawamu ke sini, pemuda?" ujar Wanita itu, berusaha menyembunyikan rasa paniknya.
Xiao Feng terdiam sejenak. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk berbagi sedikit tentang dirinya, meskipun beban di hatinya masih berat. "Aku... sedang mencari kekuatan untuk membalas dendam," ucapnya perlahan.
Mendengar kalimat barusan Gua Mei mengerutkan dahi, lalu menatapnya dalam-dalam. "Balas dendam hanya akan membawamu pada jalan gelap. Apakah kau yakin itu yang kau inginkan?" ujarnya Kembali, namun kali ini penuh kewaspadaan.
Xiao Feng tertegun oleh pertanyaannya sendiri. Dalam benaknya, balas dendam adalah satu-satunya tujuan. Namun, tatapan Gua Mei membuatnya merenung akan perkataanya barusan. "Aku hanya ingin melindungi orang-orang yang kucintai." Timpalnya, berusaha untuk membenarkan ucapannya itu.
Wanita itu kembali menatap pemuda yang berada didekatnya, sembari memastikan jika pemuda itu bukanlah orang jahat "Kadang, melindungi berarti menemukan cara untuk mengalahkan musuhmu tanpa membunuh," ujarnya. "Ada banyak cara untuk menang, bukan hanya melalui kekuatan." Timpal Wanita itu dengan kepastian.
Kata-kata gadis itu membekas di hati Xiao Feng. Dia menyadari bahwa meskipun tekadnya kuat, dia mungkin perlu lebih dari sekadar kekuatan untuk menghadapi apa yang akan datang. “Baiklah, aku mengerti apa maksudmu.”
Gua Mei ingin kembali menjawab, akan tetapi belum sempat ia ingin berkata, Xiao Feng terlihat sangat gelisah seolah ingin segera meninggalkan tempat tersebut. Saat mereka berbicara lebih jauh, perasaan aneh mulai tumbuh di antara mereka—sebuah ikatan yang kuat namun belum sepenuhnya dipahami oleh Xiao Feng, begitu juga dengan Wanita itu, mereka merasakan hal yang sama namun belum terucap.
Setelah berbincang beberapa saat, Xiao Feng kembali pada misinya untuk membalaskan dendam gurunya. Kehadiran Gua Mei memberinya harapan baru, membangkitkan semangat untuk tidak hanya mencari kekuatan fisik, tetapi juga kebijaksanaan dalam bertindak.
Waktu kembali berjalan sangat cepat malampun tiba tanpa mereka sadari. Mereka memutuskan untuk berpisah, Gua Mei kembali kedesanya dan Xiao Feng melanjutkan perjalanan kembali. Namun bagi Xiao Feng pertemuan itu akan selalu menjadi kenangan berharga dalam hidupnya.
Langkah demi langkah kembali ia tempuh. Saat ia melanjutkan perjalanan, dia menyimpan harapan bahwa dia tidak hanya akan menemukan kekuatan untuk melawan musuhnya, tetapi juga untuk memahami arti sebenarnya dari keberanian.
Saat Xiao Feng melanjutkan perjalanannya, hari-harinya dipenuhi pelatihan keras dan refleksi mendalam tentang tujuannya. Ia berjalan melalui desa-desa kecil, menanyai penduduk tentang Yin Mo Sect dan mencari informasi lebih lanjut mengenai keberadaan mereka. Di setiap langkah, ia merasakan beban kesedihan dan kemarahan, tetapi juga kekuatan baru yang muncul dari tekadnya untuk membalas dendam.Suatu pagi, ia tiba di desa kecil bernama Ling Shan, yang dikenal karena keindahan alamnya. Di sini, penduduknya hidup damai, tetapi ada aura ketakutan yang melingkupi mereka. Xiao Feng merasa ada sesuatu yang tidak beres ketika ia bertemu dengan seorang lelaki tua, Liang, yang duduk di depan sebuah kedai teh.Kedatangan Xiao Feng tentu menarik banyak perhatian, salah satu diantaranya ialah seorang lelaki tua "Apa yang membuatmu datang ke desa kami, pemuda?" tanya Liang, menatapnya dengan tatapan tajam.Xiao Feng hanya bisa terdiam sesaat, sebeluma akhirnya ia menjawab "Aku mencari informasi ten
Setelah beberapa bulan di bawah bimbingan guru tua, Xiao Feng merasa lebih siap menghadapi tantangan yang menghalangi jalannya. Setiap latihan mengajarinya tentang kontrol diri, kekuatan, dan fokus. Saat ini, setiap gerakan dan napas terasa lebih terarah, seolah-olah tubuh dan energinya bekerja dalam harmoni yang selaras.Namun, ada satu hal yang selalu membayangi pikirannya—Yin Mo Sect. Meskipun pelatihan telah mempersiapkan fisiknya, kemarahan dan rasa sakit dari kehilangan Shifu Yan terus menyala dalam hatinya, membuat api kecil membara menjadikannya api besar yang tak kunjung padam.Waktu kembali berjalan cepat. Xiao Feng yang sudah memulai perjalanan kembali menuju desa Ling Shan merasakan hatinya berdebar-debar saat ia melintasi jalan yang sama. Perasaannya campur aduk. Ia tahu bahwa banyak hal telah berubah, tetapi tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kenangan akan desa dan orang-orang yang dicintainya yang telah mati.Saat tiba di desa, suasana terasa mencekam. Penduduk t
Setelah beberapa hari merencanakan strategi, Xiao Feng dan Ling Yu memutuskan untuk mengumpulkan sekutu dari desa-desa terdekat. Mereka membuat rencana untuk mengunjungi desa Shui Lin, yang terkenal dengan pendekar-pendekarnya yang tangguh dan keterampilan bertarung yang mumpuni. Xiao Feng yakin bahwa jika mereka bisa mendapatkan dukungan dari mereka, kekuatan desa Ling Shan akan meningkat secara signifikan.Pagi itu, dengan matahari yang baru muncul di cakrawala, Xiao Feng dan Ling Yu berangkat ke desa Shui Lin. Mereka mengendarai kuda, melintasi ladang hijau yang membentang di antara bukit-bukit, merasakan angin sejuk menyapu wajah mereka. Di sepanjang jalan, mereka berdiskusi tentang rencana dan harapan mereka.“Jika kita bisa mendapatkan dukungan dari kepala desa Shui Lin, kita mungkin bisa mendapatkan lebih banyak pendekar untuk bergabung dengan kita,” ujar Xiao Feng, bersemangat.Ling Yu mengangguk. “Aku mendengar bahwa kepala desa adalah seorang pendekar hebat yang pernah menga
Setelah menempuh perjalanan melelahkan melalui jalur berbatu dan hutan lebat, akhirnya Xiao Feng dan kelompoknya tiba di kaki Gunung Hitam. Kabut tebal menyelimuti puncak gunung, menciptakan suasana yang mencekam. Suara gemuruh dari kejauhan memberi tanda bahwa bahaya semakin dekat.“Mari kita bersiap,” bisik Ling Yu kepada Xiao Feng. “Kita tidak tahu apa yang menanti kita di dalam sana.”Xiao Feng mengangguk, matanya menyapu sekeliling. “Kita harus tetap bersatu dan hati-hati. Jika kita terpisah, kita akan menghadapi risiko yang lebih besar.”Mereka mulai merangkak naik, menelusuri jalur sempit yang menuju markas kelompok aliran sesat. Saat mereka mendekati puncak, suara gaduh dan teriakan bisa terdengar dari kejauhan. Suasana yang biasanya tenang kini berubah menjadi hiruk-pikuk, menciptakan ketegangan di dalam hati setiap orang yang ikut serta.Ketika mereka sampai di puncak, pemandangan yang menakutkan menyambut mereka. Di depan, sebuah bangunan besar terbuat dari batu gelap menju
Waktu berjalan cukup cepat, setelah perjalanan yang melelahkan, Xiao Feng dan kelompoknya kembali ke desa, seolah melupakan kejadian yang cukup menyakitkan beberapa saat lalu. Mereka bahkan sempat berfikir, apakah ini sebuah keajaiban atau hanya sebuah keberuntungan.Langit malam berkilauan dengan bintang-bintang, tetapi hati mereka dipenuhi kegelisahan. Setelah pertempuran di Gunung Hitam, meskipun kemenangan ada di tangan mereka, ancaman dari kelompok aliran sesat masih terasa menggantung.Xiao Feng berdiri di tepi desa, memandang ke arah cakrawala yang jauh. “Mengapa rasanya belum berakhir?” gumamnya pelan. Pikiran tentang sekte dan kekuatannya yang luar biasa tak bisa meninggalkannya. Pertarungan itu hanyalah permulaan. Dia tahu bahwa musuh memiliki rencana yang jauh lebih besar.“Kau terlihat khawatir.” Suara lembut terdengar dari belakangnya.Xiao Feng menoleh dan melihat Ling Yu berdiri dengan anggun, rambut hitamnya yang panjang berkilauan di bawah sinar rembulan. Tatapannya l
Cahaya fajar perlahan menyelimuti hutan, menyapu embun yang menempel di dedaunan, memberikan kehangatan yang tipis setelah malam yang dingin. Xiao Feng membuka matanya perlahan, merasakan beban kelelahan yang masih tertinggal di tubuhnya. Luka di lengannya berdenyut, rasa sakit yang tajam menyusup setiap kali ia mencoba menggerakkan tangannya, tapi ia tak punya pilihan selain terus bergerak, karena jika tidak...“Perjalananku masih panjang,” bisiknya pelan.Xiao Feng menyingkirkan sisa api unggun yang kini sudah padam, lalu mengikat kembali pedangnya di pinggang. Langkahnya pelan saat ia menyusuri jalan setapak yang semakin terjal. Kabut tipis yang melingkupi lereng gunung menambah kesan misterius dan penuh tantangan ditempat tersebut. Di setiap tikungan, bayangan pepohonan tinggi tampak seperti sosok penjaga kuno yang diam-diam mengamati perjalanan Xiao Feng.Gunung Tianmu tidak hanya menjadi ujian fisik, tetapi juga mental. Setiap langkah diiringi dengan ketidakpastian, seolah-olah
Di balik altar, sebuah pintu tersembunyi perlahan terbuka, mengundang Xiao Feng untuk melangkah lebih jauh ke dalam misteri Gunung Tianmu. Udara yang keluar dari celah pintu itu dingin dan lembap, menandakan bahwa lorong di baliknya sudah lama tak disentuh cahaya matahari.Xiao Feng berdiri di tempatnya, menatap pintu yang kini terbuka lebar. Hatinya berdebar, bukan karena ketakutan, melainkan rasa penasaran yang semakin membuncah. Dia tahu, langkah berikutnya akan semakin mendekatkan dirinya pada Zirah Besi, senjata pusaka yang dia cari. Namun, di balik keinginan itu, ada perasaan yang sulit diabaikan—seperti sebuah peringatan dari alam bawah sadarnya. Tempat ini penuh bahaya yang jauh lebih besar dari sekadar penjaga raksasa tadi.Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah pertarungan sengit, dia menggenggam pedangnya lebih erat. Lorong gelap itu seperti mulut naga, siap menelannya kapan saja. Tapi tidak ada waktu untuk ragu. Dia melangkah masuk dengan hati-hati, mengamati se
Saat ini, Xiao Feng berdiri dengan sikap dingin, berusaha menjaga ketenangan dalam menghadapi pria tua misterius yang kini berdiri di depannya. Matanya yang baru saja terbuka menatap lurus ke arah Xiao Feng, seolah membaca setiap pikiran dan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara deru angin di luar ruangan hilang, digantikan oleh kesunyian yang menegangkan.“Apakah kau siap untuk mati?” suara pria tua itu terdengar berat, tapi sangat tenang. Seolah pertarungan ini hanyalah permainan kecil bagi dirinya. Xiao Feng tahu, lawannya kali ini berbeda. Bukan hanya usia pria tua itu yang membuatnya tampak penuh misteri, melainkan kekuatan tersembunyi di balik tubuh yang kurus itu. Auranya seperti gunung yang tak tergoyahkan, teguh dan tak terkalahkan.Xiao Feng menggenggam pedangnya lebih erat lagi. “Tidak, aku datang ketempat ini bukan untuk mati, tetapi aku inign hidup untuk mendapatkan kekuatan lebih...,” jawabnya dengan nada tegas. Namun di balik s
Disisi lain. Tepatnya di tengah kejayaan Kekaisaran Thang, angin buruk mulai berhembus. Laporan demi laporan tentang kekacauan di berbagai wilayah membuat suasana istana tegang. Desa-desa dibakar, pedagang dirampok, dan rumor tentang sekte aliran sesat yang hendak menggulingkan kekuasaan mulai menyebar seperti api di musim kemarau.Di dalam aula utama istana, Kaisar Thang yang agung duduk di singgasana emasnya, ditemani oleh para menteri dan jenderal kepercayaannya."Apakah ini hanya kebetulan atau memang ada kekuatan besar yang sedang menggerakkan semua ini?" tanya Kaisar, suaranya dalam namun penuh kekhawatiran.Seorang menteri tua bernama Wen Liang maju, membungkuk hormat, lalu berkata, "Yang Mulia, informasi yang kami terima menunjukkan adanya keterkaitan antara semua kejahatan ini. Mereka tampaknya dikendalikan oleh sekte aliran sesat yang telah lama bersembunyi. Namun, lokasi pusat kekuatan mereka masih menjadi misteri."Jenderal Guan, seorang pendekar tanpa tanding yang juga ko
Waktu berjalan dengan cepat, malampun berganti pagi. Mentari terbit perlahan, menciptakan kilauan keemasan di balik pepohonan. Xiao Feng berdiri di tengah desa, menghadap beberapa penduduk yang telah berkumpul untuk mengucapkan kalimat perpisahan. Di antara mereka, ada Tuan Guo, wanita yang diselamatkan Xiao Feng dari gua, dan pemuda yang memberinya informasi tentang Bukit Barat."Tuan Xiao, terima kasih atas keberanianmu. Desa kami akhirnya bisa bernapas lega," ucap seorang pria tua dengan nada penuh haru.Xiao Feng hanya tersenyum tipis. "Kewajibanku sebagai seorang pendekar adalah melindungi mereka yang membutuhkan. Jangan berterima kasih padaku, tapi berterima kasihlah pada keberanian kalian untuk bertahan."Setelah Xiao Feng berkata-kata. Wanita yang ia selamatkan mendekat, matanya masih sedikit sembap, akibat menangis semalaman. "Aku tidak tahu bagaimana membalas kebaikanmu, Tuan Xiao. Jika bukan karena kau, aku mungkin sudah..." Suaranya tersendat, air mata kembali mengalir.Xi
Xiao Feng meninggalkan Lembah Bayangan Abadi dengan hati yang merasa puas, ketika ia telah berhasil mengalahkan salah satu pemimpin di tempat tersebut. Dengan demikian ia kembali melanjutkan perjalanan, meninggal Lembah Bayangan Abadi. Langkah-langkahnya mulai terasa berat, bukan karena lelah, tetapi karena beban pikiran yang menghantui. Kristal hitam yang ia hancurkan tadi meninggalkan banyak pertanyaan. Apa tujuan Bayangan Kegelapan yang sebenarnya? Siapa penguasa mereka? Dan, apakah ini hanya permulaan?Dari kejauhan, lembah itu mulai tampak seperti bayangan samar di balik kabut. Mataharitampak mulai terbit, sinarnya yang hangat menyentuh wajah Xiao Feng, memberinya sedikit rasa damai setelah pertempuran panjang. "Aku harus terus maju," gumamnya sambil mengeratkan cengkeraman pada gagang pedangnya.Saat menyusuri jalan setapak menuju desa terdekat, Xiao Feng melihat seorang pria tua dengan gerobak kayu yang penuh dengan barang-barang dagangan. Pria itu tampak kelelahan, berjuang me
Xiao Feng mulai melangkah memasuki Lembah Bayangan Abadi, dikelilingi tebing-tebing tinggi yang menjulang seperti dinding raksasa. Udara di lembah ini terasa dingin, tetapi ada aroma samar yang aneh, seperti tanah basah bercampur bunga liar. Suara burung atau hewan lain nyaris tak terdengar, menambah suasana sunyi yang mencekam.Di kejauhan, ia melihat reruntuhan bangunan tua yang terlihat seperti kuil, diselimuti kabut tipis yang bergerak perlahan. “Tempat ini sepertinya menyimpan rahasia yang lebih dari sekadar markas kelompok Bayangan Kegelapan,” pikirnya.Setelah beberapa saat mengamati tempat tersebut, Xiao Feng memutuskan mendekati kuil itu. Setiap langkahnya terasa berat, bukan karena lelah, tetapi karena aura lembah ini seakan menekan energinya. Ketika ia tiba di depan reruntuhan, ia melihat ukiran-ukiran aneh pada dinding batu. Gambaran ular besar melilit matahari, dengan pilar-pilar batu yang sudah rapuh berdiri di sekelilingnya.Saat ia menyentuh salah satu ukiran, batu itu
Xiao Feng melangkah perlahan meninggalkan reruntuhan tempat kelompok Bayangan Kegelapan. Cahaya matahari pagi yang menembus dedaunan terasa menenangkan, kontras dengan kegelapan yang baru saja ia hadapi. Di tangannya, gulungan peta yang ditemukan dari pemimpin kelompok itu terus digenggam erat seakan tidak ingin kehilangan benda tersebut.Ia membuka peta itu sekali lagi, mempelajari setiap detailnya. Jalur yang ditunjukkan tampak samar, tetapi ia bisa melihat bahwa jalur itu akan membawanya melewati pegunung
Ruang utama yang dimasuki Xiao Feng tampak seperti aula besar yang pernah digunakan untuk ritual. Tiang-tiang batu besar menopang langit-langit tinggi, sementara lilin-lilin merah darah menerangi tempat itu dengan cahaya yang redup. Aroma dupa menyengat bercampur dengan hawa dingin, membuat suasana semakin mencekam.Di tengah aula, sebuah altar berdiri, dihiasi ukiran ular hitam melingkar. Di atas altar, seorang pria dengan jubah hitam berdiri, tangannya menggenggam tongkat berujung tengkorak kecil yang bersinar hijau. Wajahnya setengah tertutup topeng yang menyerupai ular, memberikan kesan bahwa ia adalah pemimpin dari kelompok ini."Selamat datang di markas Bayangan Kegelapan, Pendekar muda," suara pria itu terdengar serak namun penuh kekuatan. "Aku sudah mendengar kedatanganmu. Keberanianmu patut dipuji, tapi keberanian saja tidak cukup untuk melawan kami."Xiao Feng berdiri tegak, matanya memandang tajam. "Aku tidak
Lorong-lorong sempit di dalam sarang Bayangan Kegelapan semakin menyesatkan. Xiao Feng melangkah perlahan, setiap derap kakinya dijaga agar tak bersuara. Suasana di tempat itu begitu mencekam, udara terasa berat, dipenuhi oleh aroma lembap yang bercampur dengan bau darah yang samar.Dokumen yang ia temukan sebelumnya memberikan petunjuk penting tentang pemimpin kelompok ini, tetapi tidak ada yang menyebutkan secara jelas lokasi ruangannya. Xiao Feng menyadari bahwa ia harus terus menyusuri tempat ini dam akan melawan apa pun yang menghadang di depannya.Ketika melewati sebuah lorong panjang dengan obor yang mulai padam, Xiao Feng mendengar suara bisikan pelan. Ia segera menempelkan tubuhnya ke dinding, memanfaatkan bayangan untuk menyembunyikan keberadaannya.Dua orang penjaga berbicara di sudut ruangan, tampaknya sedang mendiskusikan rencana kelompok mereka."Tuan Besar mengatakan untuk meningkatkan penjagaan di sekitar ruang utama. Kita tidak bo
Pagi itu, matahari baru saja menampakkan cahayanya, menyinari reruntuhan kecil yang tertinggal dari pertarungan semalam. Xiao Feng berdiri di halaman penginapan, menatap jasad pria yang menjadi korban ledakan senjatanya sendiri. Bau asap masih samar-samar tercium, bercampur dengan hawa pagi yang dingin.Dengan hati-hati, ia membungkuk memeriksa tubuh pria itu. Tangannya menyusuri lipatan pakaian yang compang-camping akibat ledakan. Di balik jubah gelap, ia menemukan secarik kertas kecil yang terlipat rapi. Di kertas itu tertera sebuah lambang berbentuk ular dengan mata merah menyala dan tulisan pendek dalam bahasa kuno: "Hanya bayangan yang bisa memasuki gerbang kegelapan."Xiao Feng juga menemukan peta sederhana dengan tanda X di sebuah lokasi di luar desa. "Ini pasti petunjuk ke sarang mereka," gumamnya sambil mengamati peta itu dengan seksama.Namun, saat ia hendak beranjak, pemilik penginapan, pria tua yang baik hati, mendek
Xiao Feng duduk di ruang tengah penginapan pria tua itu, menikmati semangkuk sup hangat dan segelas teh herbal yang wangi. Aroma kayu bakar yang membara di perapian menciptakan suasana nyaman, sementara angin malam berhembus lembut melalui celah jendela."Nikmati malam ini, Tuan Pendekar," kata pria tua itu dengan senyum ramah. "Di desa ini, kedamaian adalah kemewahan yang jarang kami rasakan."Xiao Feng mengangguk, menyandarkan tubuhnya pada kursi kayu. Matanya menatap ke arah jendela, memandang bintang-bintang yang berkerlip di langit. Namun, jauh di dalam hatinya, ia tetap waspada. Kedamaian ini terasa terlalu sunyi, seolah ada sesuatu yang mengintai dalam bayang-bayang malam.Saat ia hendak menutup matanya untuk beristirahat sejenak, pintu penginapan tiba-tiba terbuka dengan suara keras. "Brak!" Udara malam yang dingin menyeruak masuk, diikuti oleh langkah-langkah berat dari beberapa pria bertubuh kekar yang