Irene menyuruh Nadine untuk menghubungi Stendy karena kakak beradik ini sudah saling mengenal sejak lama. Saat dompet Jeremy dicopet di stasiun kereta cepat dan bertemu dengan Stendy, dia menyebut Presdir Stendy sebagai temannya.Setelah itu, Irene melihat Stendy juga mengantar Nadine dan Jeremy sampai ke bawah apartemen dengan ramah. Oleh karena itu, kesannya terhadap Stendy cukup bagus. Setelah semalam mengetahui identitas Stendy yang sebenarnya, dia diam-diam bersyukur dan merasa semua ini benar-benar takdir.Nadine menganggukkan kepala. "Baik."....Stendy baru bangun tidur sekitar pukul sembilan pagi, tetapi dia masih merasa tidak begitu enak badan karena mabuk dari malam sebelumnya. Dia sudah memutuskan untuk mengurangi merokok dan minum alkohol selama setengah bulan lebih, tetapi bukan berarti tidak menyentuhnya sama sekali. Namun, dia juga tidak pernah sampai mabuk parah seperti kemarin.Setelah bangkit, Stendy mandi dan menelepon resepsionis untuk minta dikirimkan sarapan. Set
Senyuman Inez terlihat agak canggung. "Benarkah? Adik Ipar benar-benar pria yang sayang keluarga ...."Saat semua orang sedang menikmati makan siang, bel pintu rumah tiba-tiba berbunyi."Biar aku saja yang buka," kata Stendy sambil meletakkan peralatan makannya, lalu berjalan menuju pintu depan.Beberapa detik kemudian, terdengar suara Stendy dengan nada terkejut. "Ayah, kenapa kamu bisa datang ke sini?"Mendengar perkataan itu, tangan Irene yang sedang mengambil lauk langsung berhenti.Jeremy juga terlihat bingung dan pikirannya masih sedang menyusun ulang hubungan di keluarga itu. Ayahnya Stendy berarti suaminya Inez dan kakak iparnya Irene.Corwin dan Safir saling memandang dengan tatapan yang khawatir dan bingung. Padahal mereka belum memberi tahu Paulus sudah menemukan Irene, mengapa Paulus bisa tiba-tiba datang ke sini? Apakah Irene yang memberi tahu Paulus? Mungkin juga.Hanya Inez saja yang tubuhnya langsung kaku saat mendengar suara Paulus, lalu tersenyum sinis. Dia berpikir P
Semua teman dekat di lingkungan pertemanan mereka tahu bahwa Nadine Wicaksono sangat mencintai Reagan Yudhistira. Saking cintanya, Nadine sampai tidak punya kehidupannya sendiri, seolah-olah ingin berada di dekatnya selama 24 jam sehari.Setiap kali mereka putus, belum sampai tiga hari saja Nadine akan kembali untuk meminta balikan. Di dunia ini, siapa pun mungkin bisa mengatakan kata "putus", kecuali Nadine. Ketika Reagan masuk sambil memeluk kekasih barunya, ruangan itu menjadi hening selama lima detik.Gerakan Nadine yang sedang mengupas jeruk terhenti, "Kenapa kalian semua diam? Kenapa pada lihat aku?""Nadine ...." Teman-temannya memandangnya dengan tatapan khawatir.Namun Reagan tetap santai memeluk wanita itu dan langsung duduk di sofa. "Selamat ulang tahun, Philip" ucapnya. Begitu terang-terangan, seolah-olah tidak terjadi apa pun.Nadine langsung berdiri. Ini hari ulang tahun Philip, jadi dia tidak ingin membuat kekacauan. "Aku ke toilet sebentar." Saat menutup pintu, dia mend
Di meja makan.Reagan bertanya, "Kenapa nggak ada bubur?""Maksud Tuan, bubur untuk kesehatan lambung ya?""Bubur untuk kesehatan lambung?" tanya Reagan lagi."Ya, bubur yang sering dimasak Nona Nadine. Bubur millet dicampur ubi, bunga bakung, dan kurma merah, 'kan? Wah, aku nggak sempat menyiapkannya. Hanya untuk bunga bakung, jali-jali, dan kurma merahnya saja harus direndam semalaman dan mulai direbus keesokan paginya.""Selain itu, pengaturan apinya sangat penting. Aku nggak sepeka Nona Nadine untuk terus mengawasi api. Hasil masakanku juga nggak akan seperti miliknya, terus ...."Reagan menyelanya, "Bawakan saus daging sapi.""Oke, Tuan.""Kenapa rasanya beda?" Reagan melihat sekilas botol itu. "Kemasannya juga beda.""Yang sebelumnya sudah habis, hanya tersisa yang ini," jawab Bibi Julia."Nanti belikan dua kaleng di supermarket.""Nggak dijual.""Hah?" Reagan kebingungan.Julia tersenyum canggung. "Saus itu buatan Nona Nadine sendiri, aku nggak bisa buat ...."Prang!"Hm? Tuan n
"Nggak nemu tempat parkir yang bagus ya? Aku keluar untuk bantu ...." Saat menyadari ekspresi Reagan yang muram, Philip baru tersadar. "Hah! Kak Reagan, jangan-jangan ... Kak Nadine masih belum kembali?"Sekarang ini sudah lewat dari tiga jam.Reagan membuka tangannya sambil mengangkat bahu. "Balik apanya? Kamu kira putus itu candaan?" Setelah berkata demikian, dia berjalan melewati Philip dan duduk di sofa.Philip menggaruk kepalanya. Apakah kali ini mereka benar-benar putus? Namun, dia langsung menggelengkan kepala mengenyahkan pemikiran itu. Dia percaya bahwa Reagan tega memutuskan hubungan, tetapi Nadine ....Semua wanita di dunia ini mungkin bisa menerima putus, tapi Nadine sudah pasti tidak bisa. Hal ini adalah fakta yang telah diakui dalam lingkaran pertemanan mereka selama ini."Reagan, kenapa kamu sendirian?" tanya Teddy sambil tersenyum sinis. "Tiga jam sudah lewat, sekarang sudah seharian."Reagan menyeringai, "Aku kalah taruhan, jadi harus terima hukumannya. Apa hukumannya?
Reagan terlalu banyak minum semalam. Selain itu, si berengsek Philip malah mengajaknya untuk minum lagi di tengah malam. Saat Reagan diantar pulang oleh sopir, langit sudah mulai terang.Awalnya dia sudah terkapar di ranjang karena rasa kantuknya yang hebat. Namun, dia tetap memaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya sebentar.'Kali ini Nadine seharusnya nggak akan marah, 'kan?' batin Reagan dalam pikirannya yang setengah sadar. Saat membuka mata kembali, rasa sakit yang hebat membuatnya terjaga."Ugh ...." Sambil menekan perutnya, Reagan berusaha untuk bangkit."Aku sakit maag! Nad ...." Saat hendak memanggil nama itu, Reagan terhenti seketika. Reagan mengerutkan alisnya sejenak. 'Hebat sekali Nadine kali ini, bahkan lebih keras kepala dari sebelumnya. Baiklah, kita lihat seberapa lama dia bisa bertahan.'Akan tetapi ... di mana letak obatnya?Reagan pergi ke ruang tamu untuk mengobrak-abrik laci dan lemari. Semua laci yang bisa menyimpan barang sudah digeleda
"Kenapa Kak Reagan?" Philip melirik sekilas pria yang sedang minum sendirian. Dia diam-diam menggeser duduknya mendekat ke Teddy. Sejak Reagan masuk, wajahnya sudah tampak muram, membuat suasana yang tadinya ramai mendadak menjadi hening."Diblokir seseorang," ucap Teddy yang mengetahui situasinya, menikmati drama yang sedang terjadi ini. Mendengar komentarnya, wajah Reagan semakin muram.Prang!Gelas di tangannya membentur meja kaca dengan keras. Dengan gusar, dia membuka kancing kemejanya dengan satu tangan."Sudah kubilang jangan sebut namanya lagi. Nggak ngerti bahasa manusia ya?"Teddy mengangkat bahunya dan tidak berkomentar lagi. Suasana langsung berubah. Orang-orang yang tadinya bernyanyi memilih untuk diam. Orang lainnya juga ikut bungkam karena takut memancing kemarahan Reagan.Philip tersedak oleh alkohol yang baru diminumnya. Ternyata Nadine serius kali ini?Stendy yang sudah agak mabuk, berpaling dan menanyakan Philip, "Nadine sudah balik belum?"Philip menggelengkan kepal
"Sudah seharusnya aku minta maaf atas tindakanku yang nggak rasional dan impulsif dulu. Ini adalah utangku padanya."Kelly hampir tersedak anggur yang diminumnya. Dia terbatuk dua kali dan berkata dengan wajah yang penuh penolakan, "Tolong, jangan libatkan aku dalam hal ini, Kak.""Kamu tahu sendiri, satu-satunya mata kuliahku yang gagal dan harus mengulang adalah mata kuliah pilihan dari Bu Freya. Setiap kali ketemu Bu Freya, aku langsung gemetaran. Lagian, aku ini orang yang nggak dikenal. Mungkin dia bahkan sudah lupa siapa aku. Aku benar-benar nggak bisa bantu kamu."Melihat Kelly menghindar seperti itu, Nadine tidak memaksanya lagi."Tapi ...." Mata Kelly berkilat licik dan nada bicaranya berubah, "Aku punya seseorang yang cocok untuk masalah ini.""Hmm?""Kamu masih ingat kakak sepupuku, Arnold, 'kan?"Nadine menyesap sedikit air hangat dan mengangguk. "Tentu saja ingat."Arnold adalah pionir termuda dalam bidang fisika di dalam negeri. Tahun lalu, dia dinobatkan sebagai salah sa
Senyuman Inez terlihat agak canggung. "Benarkah? Adik Ipar benar-benar pria yang sayang keluarga ...."Saat semua orang sedang menikmati makan siang, bel pintu rumah tiba-tiba berbunyi."Biar aku saja yang buka," kata Stendy sambil meletakkan peralatan makannya, lalu berjalan menuju pintu depan.Beberapa detik kemudian, terdengar suara Stendy dengan nada terkejut. "Ayah, kenapa kamu bisa datang ke sini?"Mendengar perkataan itu, tangan Irene yang sedang mengambil lauk langsung berhenti.Jeremy juga terlihat bingung dan pikirannya masih sedang menyusun ulang hubungan di keluarga itu. Ayahnya Stendy berarti suaminya Inez dan kakak iparnya Irene.Corwin dan Safir saling memandang dengan tatapan yang khawatir dan bingung. Padahal mereka belum memberi tahu Paulus sudah menemukan Irene, mengapa Paulus bisa tiba-tiba datang ke sini? Apakah Irene yang memberi tahu Paulus? Mungkin juga.Hanya Inez saja yang tubuhnya langsung kaku saat mendengar suara Paulus, lalu tersenyum sinis. Dia berpikir P
Irene menyuruh Nadine untuk menghubungi Stendy karena kakak beradik ini sudah saling mengenal sejak lama. Saat dompet Jeremy dicopet di stasiun kereta cepat dan bertemu dengan Stendy, dia menyebut Presdir Stendy sebagai temannya.Setelah itu, Irene melihat Stendy juga mengantar Nadine dan Jeremy sampai ke bawah apartemen dengan ramah. Oleh karena itu, kesannya terhadap Stendy cukup bagus. Setelah semalam mengetahui identitas Stendy yang sebenarnya, dia diam-diam bersyukur dan merasa semua ini benar-benar takdir.Nadine menganggukkan kepala. "Baik."....Stendy baru bangun tidur sekitar pukul sembilan pagi, tetapi dia masih merasa tidak begitu enak badan karena mabuk dari malam sebelumnya. Dia sudah memutuskan untuk mengurangi merokok dan minum alkohol selama setengah bulan lebih, tetapi bukan berarti tidak menyentuhnya sama sekali. Namun, dia juga tidak pernah sampai mabuk parah seperti kemarin.Setelah bangkit, Stendy mandi dan menelepon resepsionis untuk minta dikirimkan sarapan. Set
Lumayan juga ....Setidaknya, saat ini Safir masih cukup puas terhadap menantunya, Jeremy. Menantunya ini lembut, perhatian, teliti, penuh pertimbangan, tinggi, dan penampilannya juga tidak buruk. Dia juga lulusan dari Universitas Quar dan sekarang menjadi guru fisika di SMA unggulan. Dia memang bukan orang kaya, tetapi cukup terhormat dan mapan juga."Pangsit isi kucai, telur dan jamur ini sangat segar," kata Safir sambil terus menganggukkan kepala setelah mencicipi beberapa gigitan.Corwin sudah melahap satu mangkuk dan sedang mengambil porsi yang kedua. "Kamu coba yang isi daging sapi dan daun ketumbar ini, rasanya sangat wangi ...."Jeremy dipuji sampai merasa agak malu pun tersenyum canggung dan menggaruk kepalanya. "Asalkan kalian suka makan saja. Aku sudah membuat banyak pangsit. Kalau kurang, nanti aku kukus lagi.""Jangan terus berdiri di sana, duduklah dan makan bareng. Kamu sudah sibuk dari pagi, kamu pasti capek ...," kata Irene.Jeremy langsung mengiakan. Dia mengambil per
"Berkumpulnya satu keluarga itu hal yang baik," kata Corwin dengan nada haru.Jeremy segera mengangguk setuju.Irene baru teringat bahwa dia belum memperkenalkan Jeremy kepada Inez."Ini suamiku.""Halo." Inez tersenyum tipis. "Adik Ipar terlihat sopan dan berwibawa."Kali ini, tidak ada lagi tatapan menilai atau mencela dari matanya.Jeremy membalas dengan anggukan kecil. "Halo."Sopan, tetapi dengan sedikit jarak yang nyaris tak terasa.Orang lain mungkin tidak menyadari, tetapi Irene yang telah hidup bersama dengannya selama bertahun-tahun langsung menangkap gelagat aneh itu.Dia menatap Jeremy dengan heran. Namun, Jeremy hanya menggeleng dan memberikan isyarat lewat mata. Nanti baru dibicarakan.Entah kenapa, kakak ipar yang satu ini memberinya perasaan yang sangat aneh dan tidak nyaman. Karena itulah, dia bersikap hati-hati."Ayah, pangsitnya masih ...." Mau dimasak?Eh? Nadine keluar dari dapur dan langsung tertegun melihat banyak orang di ruang tamu. Detik berikutnya, pandangann
Inez mengikuti alamat yang tertera dalam dokumen dan menemukan tempat tinggal Irene saat ini. Dia berdiri di luar gerbang besi, mendongak menatap vila di hadapannya.Tak disangka, bagian luar kompleks ini terlihat biasa saja. Akan tetapi, setelah masuk, ternyata cukup mengejutkan. Jelas-jelas terdampar sampai ke kota kecil seperti ini, tetapi masih bisa tinggal di vila.Heh .... Sudut bibir Inez terangkat. Adiknya ini memang selalu beruntung sejak kecil. Bahkan saat ke kuil, biksu tua akan keluar menyambutnya, merapatkan tangan, dan berkata bahwa dia ditakdirkan menjadi orang kaya.Sedangkan dirinya, berdiri di samping seperti tak kasatmata. Selama ada Irene di suatu tempat, maka tak akan ada yang memperhatikan dirinya.Setelah melewati taman, Inez sampai di depan pintu utama, tersenyum tipis, dan menekan bel pintu.Yang membukakan pintu adalah Jeremy. Dia sempat menanyakan makanan favorit orang tua Irene. Setelah tahu mereka lebih suka sarapan dengan makanan berbasis tepung, dia pun b
Stendy memilih sebuah bar. Begitu duduk, dia langsung memesan beberapa botol minuman keras, menuangkannya gelas demi gelas tanpa henti. Selama itu, beberapa wanita mencoba mendekatinya, tetapi semuanya diusir tanpa pengecualian.Wajah Stendy memerah karena alkohol. Setelah pandangannya mulai kabur, dia memutuskan untuk kembali ke hotel. Sepanjang perjalanan, kepalanya pusing dan berat. Saat memejamkan mata, yang muncul hanyalah wajah Nadine.Dia tidak mengerti kenapa dia selalu terlambat satu langkah? Dulu, dia kalah dari Reagan. Sekarang, kalah lagi karena status sialan sebagai sepupu.Haha .... Tuhan tidak pernah berpihak padanya!Begitu keluar dari taksi, Stendy masuk ke lobi hotel dengan sempoyongan. Saat pintu lift terbuka, aroma harum langsung menyeruak, lalu tubuh seorang wanita bersandar padanya. Wanita itu sengaja menggesekkan dadanya ke lengan Stendy, menggoda tanpa malu.Suaranya manis hingga terasa menjijikkan. "Ganteng, sendirian saja? Kamu kelihatannya mabuk. Gimana kalau
"Stendy!" Nadine menyela perkataannya, menatap langsung ke matanya. "Pikirkan baik-baik apa yang sebenarnya ingin kamu katakan, apa yang seharusnya kamu katakan, baru buka mulut.""Kamu tahu, 'kan?" Pria itu menyudutkannya di antara dinding dan dadanya, kedua tangannya pun menahan di sisi tubuh Nadine."Memangnya kenapa kalau aku tahu? Hubungan kita sekarang nggak pantas untuk ....""Apa hubungan kita?" Stendy menyeringai, sudut bibirnya terangkat dengan getir. "Katakan, aku ini siapamu?""Kakak sepupu.""Mungkin kamu belum tahu, ibuku sebenarnya bukan anak kandung kakek dan nenekku. Itu artinya, kita nggak punya hubungan darah!"Nadine termangu sejenak. "Mau ada hubungan darah atau nggak, aku dan kamu tetap nggak punya peluang untuk bersama.""Kenapa?""Karena aku nggak suka sama kamu."Lagi-lagi kalimat itu! Selalu saja kalimat itu!Stendy mencengkeram bahu Nadine dengan agak kuat. "Kenapa kamu nggak bisa suka sama aku? Kamu dulu pernah suka sama cowok berengsek seperti Reagan, kenap
Kini, Safir merasa sangat bersyukur karena mendengarkan saran dari Stendy yang menyuruhnya melanjutkan pengobatan matanya serta menjaga kesehatannya.Penglihatannya perlahan mulai pulih. Karena itulah, dia akhirnya bisa melihat dengan jelas betapa miripnya wajah cucunya dengan putrinya.Irene kaget mengetahui putrinya dan orang tuanya sudah saling mengenal sejak lama. Nadine pun bercerita tentang pertemuan pertama mereka.Corwin tak kuasa untuk berkomentar, "Aku dan ibumu sudah mencarimu selama bertahun-tahun ke mana-mana, baik dalam negeri maupun luar negeri. Tak kusangka, ternyata kita sedekat ini, bahkan sempat terlewat dua kali. Untung saja kali ini nggak terlewat lagi."Mendengar itu, Safir teringat bahwa Nadine dan Stendy sudah saling mengenal sejak lama. Ternyata, takdir memang punya jalannya sendiri."Nadine, omong-omong, Stendy itu sebenarnya sepupumu lho. Selama ini, dia sama sekali nggak sadar ...."Sejak tadi, Stendy tidak melontarkan sepatah kata pun. Wajahnya tegang dan k
Nadine buru-buru mencoba menenangkan ayahnya, "Ibu menemukan orang tua kandungnya itu kabar baik."Selama ini, Irene adalah seseorang tanpa masa lalu yang jelas. Dulu, dia pernah punya keinginan untuk mencari asal-usulnya. Namun, setelah sekian lama tanpa hasil, dia sudah berhenti berharap.Kadang-kadang, Irene bahkan membayangkan dirinya seperti tokoh dalam novel. Masa kecil tragis, orang tua dibunuh musuh ....Lambat laun, Irene berhenti memikirkan hal itu dan tak lagi berandai-andai.Namun, Nadine tetap bisa merasakan kerinduan ibunya terhadap keluarga. Jadi, saat Jeremy menyebut kakek dan nenek dari pihak ibunya datang, reaksi pertama Nadine adalah gembira, gembira untuk Irene.Namun, Jeremy jelas belum bisa mencerna semuanya secepat itu."Ayah sudah hidup bersama Ibu sekian lama, masa masih nggak tahu gimana sifatnya? Luarannya kelihatan lembut dan tenang, tapi Ibu itu orang yang punya pendirian kuat. Begitu memutuskan, nggak ada yang bisa menggoyahkannya.""Ayah dan Ibu sudah ber