"Mi" aku mengguncang tubuh Rahmi matanya terpejam.
"Apa kak?" Jawabnya sambil mengucek matanya.
"Kakak tadi coba bicara sama mamak, niat kakak mau memberikan mamak jatah perminggu, mamak juga sudah menyetujui, tapi ada sedikit masalah"
"Masalah apa kak?"
"Mamak tetap meminta uang darimu, kata mamak harusnya semua gajimu serahkan ke mamak"
"Gila mamak itu, apa kurang cukup setengah dari gaji yang ku berikan, bahkan lebih dari setengahnya" emosi Rahmi menaik.
"Sabar dulu, coba bicarakan baik-baik sama mamak mungkin mamak akan mengerti"
"Sudahlah kak, aku malas debat dengan mamak, kakak tau sendiri macam apa mamak kita, sekali di mintanya A gak akan berubah jadi B, kecuali B itu lebih menarik dari A"
"Terus mau apa?"
"Diamkan saja, kalau perlu tidak ku kasih sama sekali gajiku"
"Yasudah kalau itu jadi pilihanmu, kamu ada uang 500.000?" Tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Ada, buat apa?"
"Pinjam dulu, besok kakak ambilkan uang di koperasi sekalian sama uang bensinmu"
"Menyangkut mamak pasti ini" Rahmi mencoba menebak.
"Siapa lagi?" Tanyaku balik.
"Rudal darat" jawabnya menyeringai
"Apalagi itu?" Tanyaku heran
"Mulut mamak macam rudal, sikap mamak macam lintah darat"
"Ishhh gak bisa di jaganya mulut anak ini rupanya" aku mencubit lengan Rahmi.
"Memang itu nyatanya kok" Rahmi meringis kesakitan.
"Sudah mana dulu uang itu, besok kakak ganti setelah pulang jualan"
Rahmi menyerahkan uang yang ku minta. Malam ini aku tak bisa tidur, ku balikkan badanku ke kanan dan ke kiri bertujuan mendapatkan posisi yang enak tapi tak bisa juga aku memejamkan mata.
Padahal aku ngantuk, semua karena mamak, mamak yang tidak aku ketahui bagaimana jalan pikirannya sebagai orangtua. Dari pada aku pusing memikirkan hal yang tidak ku dapatkan hasilnya, aku memutuskan untuk membuat kulit risoles sebagai stok yang memang sudah menipis, entah bagaimana besok raut wajahku saat jualan karena malam ini aku tidak bisa tidur.
"Kak?" Bapak menepuk pundakku
"Bapak tak tidur?" Tanyaku sedikit terkejut melihat bapak tiba-tiba menghampiri ku.
"Bapak habis sholat hajat, kenapa kakak malah membuat kulit risoles, bukannya jam segini harusnya sudah tidur karena besok jualan?" bapak ikut membantu ku.
"Laila gak bisa tidur pak, dari pada waktunya habis di pakai untuk main ponsel, lebih baik Laila pakai untuk membuat kulit risoles, lebih bermanfaat juga kebetulan stoknya menipis" jawabku jujur.
"Sedang memikirkan apa, sampai tidak bisa tidur?" Bapak mencoba mengetahui isi pikiran ku saat ini.
"Tidak ada yang di pikirkan pak, mungkin memang sedang tidak bisa tidur saja" aku membohongi bapak, bukan aku tidak mau curhat dengan bapak, tapi aku tidak mau melukai hati bapak atau menyinggung bapak karena ulah mamak, bagaimana pun mamak semakin menjadi-jadi saat bapak tidak bekerja.
"Maafkan bapak ya semua karena bapak tidak bekerja, saat ini bapak hanya bisa merayu Yang Maha Kuasa, agar bapak segera di berikan pekerjaan, dan tidak membebankan kalian seperti ini" jawab bapak seolah-olah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
"Pak, Laila dan Rahmi tidak pernah merasa di bebankan, kami berdua anak gadis bapak ikhlas membantu di dalam rumah, yang kami lakukan tidak seberapa dengan apa yang sudah bapak usahakan. Membahagiakan Laila dan Rahmi sejak dalam kandungan, sampai hari ini, bapak tetap menjadi pahlawan yang melindungi kami, memberikan tempat kami berlindung dari panasnya matahari, dinginnya malam" jawabku memegang tangan bapak.
"Nak, tetap beri pengertian pada adikmu Rahmi, jangan biarkan dia kalah dengan emosinya, Rahmi anak yang baik, dia anak yang pengertian, walaupun dia terlihat cuek tapi dia memiliki kasih sayang yang besar untuk orangtuanya, sama seperti mu" bapak mengelus kepalaku, aku melihat mata bapak berkaca-kaca segera ku peluk bapak, andai saja mamak bisa lebih bijak seperti bapak, mungkin Rahmi pun tidak akan seperti ini.
Waktu menunjukkan pukul 04.00, segera ku siapkan risoles yang ku bawa ke tempat jualan. Aku menggoreng nya di tempat jualan, sengaja ku lakukan trik itu agar risoles ku tetap dalam keadaan hangat, itulah trik untuk menarik pelanggan ku.
Bapak yang membantuku menyiapkan jualan di luar, mulai dari mengurus kompor dan alat untuk menggoreng. Setelah semua siap, baru bapak kembali ke rumah menyiapkan bahan untuk aku masak setelah selesai jualan.
Satu persatu pelanggan ku datang, pagi ini jualanku habis tepat pukul 08.00. Saat aku sedang menghitung uang jualan, ku lihat Rahmi dari kejauhan berlinang air mata menghampiri ku.
"Kenapa kamu?" Tanyaku melepas uang yang sedang ku pegang.
"Mamak itu benar-benar keterlaluan" jawabnya sesegukan.
"Terlalu gimana, bapak mana?" Aku melihat kebelakang ternyata Rahmi datang sendiri.
"Aku berantem sama mamak barusan, terus ku tinggalnya pergi"
"Apa masalahnya?"
"Mamak minta uang simpanan sisa gaji, ku bilang tak ada mak, terus mamak maksa, ku jawab lagi, kalau semua ku kasih mamak, kebutuhan ku gimana?"
"Terus mamak bilang apa?"
"Mamak bilang, kamu tinggal di rumah gratis semua fasilitas rumah kamu nikmati, kebutuhan apa lagi maksud kamu, terus ku jelaskan sama mamak, bukan pengertian yang ku dapatkan, malah di oceh-ocehinnya aku, mamak bilang, aku anak tak tau diri, tak tau terimakasih, tak bisa balas budi, lebih mementingkan diri sendiri dari pada keluarga yang lagi susah" tangis Rahmi semakin menjadi-jadi.
Next?
"Waktu mamak bilang begitu, apa kata bapak?""Bapak masih beli sayur sama ikan, pas aku lari kesini, ketemu bapak depan gerbang di lihatnya aku nangis, tapi aku langsung lari, bapak teriak, ditanya mau kemananya aku, tak lama ku dengar mamak teriak di suruhnya bapak masuk" Jelas Rahmi padaku."Jualan kakak sudah habis, kamu tunggu dulu, sambil di beresi sisanya ini, kakak mau pergi koperasi sebentar, ambil uangmu yang kakak pinjam semalam".Melihat adikku menangis seperti itu hatiku tidak tega, mamak benar-benar terlalu, hanya karena uang anaknya di ajak bertengkar.Padahal bisa di bilang Rahmi termasuk anak yang pengertian, di umur 18 tahun dia tau bagaimana cara membuat senang hati orangtuanya, dengen menyisihkan sedikit dari gajinya untuk mamak senang-senang.Bahkan setelah bapak tidak bekerja dia mengalah, memberikan 75% dari gajinya tapi tetap saja tidak cukup. Sesampa
"Kita tak perlu masak ya mak?" aku sengaja bertanya seperti itu pada mamak, ingin melihat reaksinya seperti apa."Eh masaklah, kalau tidak masak mau makan apa kita nanti kalau tidak ada lauk" jawab mamak sebelum keluar gerbang."Kata mamak tadi mau beli menu baru bang Hasan" aku mencoba mengingat kan kembali ucapan mamak."Lauk tambahan aja itu yang aku beli di Hasan, kamu hari ini goreng tempe, tahu, masak sayur asem, ikan itu di sambal, jangan lupa cumi itu kamu tepungi Laila" perintah mamak lalu pergi meninggalkan rumah."Pak, mamak itu mau sedekah sama tong sampah lagi kah?" Tanya Rahmi pada bapak."Pak bagaimana ini?" Tanyaku pada bapak."Tak usah di ikuti semua perintah mamak mu nak, cumi itu simpan saja dalam kulkas, beri penjelasan nanti" jawab bapak lembut."Senang betul bapak dan kak Laila memancing rudalnya mamak keluar, kalau
"Tau apanya kamu sama malu Imron, jawab dulu aku" saat mamak menjawab seperti itu, pak RT langsung pergi begitu saja tanpa pamit.Bagiku mamak memang keterlaluan, tapi aku selalu memperhatikan setiap mamak bertemu pak Imron, mamak tetap memandang sinis dan tak pernah bersikap baik."Mak minum dulu es teh ini" Rahmi memberikan segelas teh untuk mamak."Memang benar-benar anak berbakti kamu Rahmi, mamak lagi emosi begini di turunkan nya emosi mamak dengan es teh" jawab mamak sambil menyeruput es tehnya."Laila pijit dulu pundak mamak ini, tegang sekali rasanya, di buat emosi sama janda gila itu" mamak sambil memegang pundaknya.Aku yang mendapatkan perintah dari mamak langsung ku jalankan."Mak, apa masalahnya sama ayuk Nunung?" Rahmi yang sedang memijit kaki mamak mencoba mencari tahu kejadian yang sebenarnya."Kamu panggilnya sekali lagi ayuk, lidahmu yang mamak cin
"Ini baru makan enak, kalau tadi tak ada nafsuku makan sama sekali, melihat lauk hanya di masak setengah" ucap mamak selesai makan.Rahmi menyenggol kakiku dari bawah meja, memberi isyarat bahwa dia benar-benar ingin menjawab kata-kata mamak tapi tidak mampu di lakukannya."Pak, mana?" Tanya mamak pada bapak."Apa mak?" Tanya bapak balik."Nafkah" jawab mamak singkat. Bapak mengeluarkan 3 lembaran merah lalu di serahkan ke mamak."300.000 ribu aja pak?" Mamak menautkan alisnya."Alhamdulillah mak" jawab bapak."Cukup apalah uang segini, beli lauk pauk habislah sehari" mamak memasukkan kasar uang itu ke dalam kantung dasternya. Lalu meninggalkan kami bertiga masuk ke dalam kamar."Mak" panggil bapak lagi sebelum mamak menutup pintu kamarnya."Apa lagi?" Jawab mamak ketus."Ada masalah apa sa
"Pak, ada masalah apanya mamak sama pak Imron, kenapa mamak itu kalau Laila tengok tak pernahlah baik sikap mamak sama pak Imron setiap ketemu juga mamak selalu sinis" tanyaku penasaran."Biarlah kak, itu urusan mamak, nanti bapak coba tanya mamak lagi lebih jelasnya" jawab bapak."Pak tapi ada satu lagi yang buat kami terkejut" ucapku ragu."Apalah yang buat anak gadis bapak terkejut, coba ceritakan""Yuk Nunung bilang, bapak pernah kasihkannya uang" jawabku ragu."Astaghfirullah" bapak terkejut mengelus dadanya."Benar Nunung bilang begitu?" Tanya bapak memastikan."Iya pak, tetangga juga dengar itu, terus mamak jalan mau di hampiri yuk Nunung, tapi lari dia pak langsung di kuncinya pintu
"Sebenarnya masalah pamernya tidak ku ambil pusing, tapi kalau sudah pamer, di traktirnya semua ibu-ibu yang duduk di warung si Yati nanti, belum lagi kalau datang si Hasan. Di bayarinya si Tutik biang gosip itu, yang ku tau Cek Ali belum ada gawe lagi, sudah taunya aku pasti duitnya itu kalau tidak darimu pasti dari Rahmi, kasihanlah aku sama kamu dua orang capek cari uang tapi mamakmu foya-foya" Sambung Yuk Nunung lagi. "Ayuk tak sedang memfitnah mamak kan?" "Ya Allah Ya Karim, Laila apa untung ayuk fitnah Cek Kasih, tak dapat uang pun aku dari fitnah itu" "Tapi kemarin ayuk tega bawa nama bapak seperti itu" "Iyolah kalau yang itu ayuk salah, maafkan ayuk, niatnya nanti malam ayuk mau main ke rumah kamu, mau minta maaf sama Cek Ali, tapi suruh Rahmi ajak Cek Kasih keluar, kalau ada Cek Kasih, mana bisa aku minta maaf, pastilah jadi ribut lagi" "Tak usahlah yuk, biar n
"Hahaha Ya Allah lupanya aku, kalau pak Kasim sudah tak ada, maafkan ayuk, Laila kalau tak percaya tanyalah bapakmu" ucap yuk Nunung. "Nantilah, sekarang Laila mau pulang dulu, di rumah belum masak, sudah jam 11 nya ini, telat sudah Laila masak" aku berdiri membereskan tempat jualanku. "Yasudah ayuk pamit dulu, makasih risoles nya, enak loh" "Laila yang makasih sama ayuk sudah banyak membantu tadi" jawabku "Tak masalah, kalau besok mau di bantu lagi ajaklah ayuk, tak usah gaji, kasih risole saja sudah cukup" ucapnya. Aku hanya tersenyum mendengar tawaran yuk Nunung tak ku tanggapi lebih. Sepanjang jalan pulang aku sibuk memikirkan apa yang di sampaikan yuk Nunung barusan, kalau memang benar begitu kenapa bapak tidak cerita apa-apa kepadaku atau Rahmi, kenapa di tutup rapat-rapat seperti ini. "Assalamualaikum" aku
"Assalamualaikum" "Waalaikumsalam, eh yuk Nunung ada apa? "Laila ada?" "Mamak ada" jawab Rahmi. "Aku tak cari mamakmu, aku cari kakakmu" "Maksud ku, kalau di taunya kakak kesini, bisa mengamuk lagi lah mamak" "Panggil saja kakakmu cepat, sebelum mengamuknya mamakmu nanti" Rahmi tertawa cekikikan mendengar perintah yuk Nunung, berlalu memanggil Laila. "Kenapa yuk?" "Laila, kamu dapat pesanan risoles untuk arisan RT, ayuk penanggung jawabnya" "Untuk kapan?" "Besok sore, 50 biji ya" "Sarang semut tak?" "Mereka tak pesan, tapi boleh lah Ayuk pesan sarang semut satu loyang" "Tumben, buat apa yuk?" Rahmi menyambung. "Ayuk ulangtahun besok