"Waktu mamak bilang begitu, apa kata bapak?"
"Bapak masih beli sayur sama ikan, pas aku lari kesini, ketemu bapak depan gerbang di lihatnya aku nangis, tapi aku langsung lari, bapak teriak, ditanya mau kemananya aku, tak lama ku dengar mamak teriak di suruhnya bapak masuk" Jelas Rahmi padaku.
"Jualan kakak sudah habis, kamu tunggu dulu, sambil di beresi sisanya ini, kakak mau pergi koperasi sebentar, ambil uangmu yang kakak pinjam semalam".
Melihat adikku menangis seperti itu hatiku tidak tega, mamak benar-benar terlalu, hanya karena uang anaknya di ajak bertengkar.
Padahal bisa di bilang Rahmi termasuk anak yang pengertian, di umur 18 tahun dia tau bagaimana cara membuat senang hati orangtuanya, dengen menyisihkan sedikit dari gajinya untuk mamak senang-senang.
Bahkan setelah bapak tidak bekerja dia mengalah, memberikan 75% dari gajinya tapi tetap saja tidak cukup. Sesampainya dikoperasi aku mengambil uang sejumlah 1.500.000. Segera ku hampiri Rahmi, adikku duduk termenung, pandangannya kosong, entah apa yang sedang di pikirkan adik semata wayangku ini.
"Rahmi" aku melambaikan tanganku tepat di depan wajahnya.
"Sudah kak?" Tanyanya dengan suara serak.
"Sudah, ini uang untukmu 1.300.000"
"Banyak sekali kak, kan kakak hanya meminjam uangku 500.000, kakak juga hanya menjanjikan uang bensin malam itu"
"Kakak belum selesai bicara jangan di potong dulu, yang 500.000 memang benar uangmu yang kakak pinjam, yang 300.000 uang bensinmu selama sebulan, sisanya yang 500.000, kasihkan ke mamak nanti, bilang itu uang sisa gajimu yang mamak minta, dan jangan lupa minta maaf sama mamak" jelasku pada Rahmi.
"Kenapanya aku harus minta maaf, mamak yang salah, gila sama gaji anak" jawab Rahmi tidak terima.
"Kakak tidak suka ada keributan di dalam rumah, kalau ada jalan tengah yang bisa di pakai, lebih baik ambil jalan tengah, dari pada rumah isinya ribut terus yang ada rejeki nanti payah.
Tidak akan datang rejeki, karena keadaan rumah sendiri suram di isi dengan perdebatan, apapun itu jangan lupa, mamak adalah wanita yang bertaruh nyawa untuk kita, jangan kamu lawan tidak baik, hanya dosa yang menghampiri hidupmu.
Terlebih lagi yang paling utama, hormati bapak di rumah jangan sampai hati bapak tersinggung, karena kita ribut terus menerus dengan hal yang sama yaitu" aku mencoba menasihati Rahmi sesuai permintaan bapak.
"Tapi kak" Rahmi masih mencoba menolak.
"Bila kamu berat melakukan nya, setidaknya pandang bapak dan kakak yang selalu ada untukmu, satu lagi untuk kedepannya tidak usah khawatir, kakak menambahkan gajimu yang akan kamu berikan ke mamak, jadi anggaplah mulai bulan depan kamu genap memberikan mamak 2.000.000"
"Kak boleh aku tanya sesuatu?"
"Tanyalah" aku sambil merapikan uang hasil jualanku hari ini.
"Kakak bilang akan memberikan mamak jatah perminggu, tadi malam kakak meminjam uangku sejumlah 500.000 itu artinya 500.000 di kali 4 Minggu totalnya 2.000.000 ,di tambah kakak akan menambahkan uang Rahmi saat gajian totalnya jadi 2.500.000, selama sebulan pengeluaran kakak." Rahmi mencoba menghitung pengeluaran ku.
"Itu urusan kakak, tidak perlu kamu ikut campur, doakan saja semoga mamak berubah, dan bapak cepat dapat kerja biar kita berdua tidak terus menerus seperti ini"
Rahmi memeluk ku, lalu mengusap punggung ku , dia memang tidak bisa memberikan kata-kata mutiara sebagai penyabar hati. Tetapi dengan memeluk menurut nya itu sudah menjadi hal yang lebih dari sekedar kata-kata mutiara.
Setelah Rahmi menyetujui apa yang ku katakan, aku dan Rahmi segera pulang ke rumah, karena masih banyak kerjaan yang belum ku selesaikan di dalam rumah.
"Assalamualaikum" salamku berbarengan dengan Rahmi, dia memang seperti itu sebentar saja nangisnya lalu kembali ceria.
"Walaikumsalam" jawab bapak yang ku lihat sedang membersihkan ikan, sedangkan mamak yang tadinya asik menonton YouTube, beralih menatap sinis pada Rahmi.
"Kenapa pulang, pergi sana, anak tidak tau diri, sudahlah salah bukannya minta maaf, malah lari meninggalkan rumah" hardik mamak pada Rahmi.
Rahmi berjalan menghampiri mamak, segera mengambil tangan mamak berniat meminta maaf dan menyalami, namun mamak menepis tangan Rahmi, bapak yang memperhatikan tingkah mamak, hanya bisa terdiam tanpa melakukan apapun.
"Mak, minta ampun dulu Rahmi sama mamak, sujud kaki Rahmi sama mamak, Rahmi salah, ini uang sisa gaji Rahmi semua untuk mamak, harusnya Rahmi nurut sama mamak" Rahmi menyodorkan uang 500.000 yang mamak inginkan.
"Nah gitu dong kalau dari tadi otak mu jalan, otak mu berpikir yang benar, tidak akan terjadi ribut dalam rumah" mamak yang tadinya emosi wajahnya berubah adem setelah menerima uang yang Rahmi sodorkan, tak lupa mamak mengelus kepala Rahmi dengan lembut. Aku tau di dalam hati Rahmi pastinya sedang mengumpat atas kelakuan mamak.
"Iya mak maafkan Rahmi, mulai bulan depan semua gaji Rahmi untuk mamak".
"Yasudah kalau kamu sudah sadar, mamak tunggu gaji bulan depan. Sarapanlah tadi ada tukang nasi kuning lewat, mamak sengaja membelinya untuk mamak sarapan, tapi tak ada nafsu mamak makan nasi kuning itu, rasanya mamak mau makan rujak cingur si Yati" mamak berdiri dari kursi yang di dudukinya.
"Laila, nasi kuning itu untuk Rahmi, kamu sama bapak masak dulu baru sarapan" tambah mamak lagi.
"Mau kemana mak?" Tanya bapak.
"Mau ke warung si Yati dulu, mau sarapan rujak cingur aku, sekalian nunggu sayur matang lewat, ku dengar kemarin si Hasan ada menu baru, inginlah ku cicip menu baru Hasan buat makan siang nanti"
Next?
"Kita tak perlu masak ya mak?" aku sengaja bertanya seperti itu pada mamak, ingin melihat reaksinya seperti apa."Eh masaklah, kalau tidak masak mau makan apa kita nanti kalau tidak ada lauk" jawab mamak sebelum keluar gerbang."Kata mamak tadi mau beli menu baru bang Hasan" aku mencoba mengingat kan kembali ucapan mamak."Lauk tambahan aja itu yang aku beli di Hasan, kamu hari ini goreng tempe, tahu, masak sayur asem, ikan itu di sambal, jangan lupa cumi itu kamu tepungi Laila" perintah mamak lalu pergi meninggalkan rumah."Pak, mamak itu mau sedekah sama tong sampah lagi kah?" Tanya Rahmi pada bapak."Pak bagaimana ini?" Tanyaku pada bapak."Tak usah di ikuti semua perintah mamak mu nak, cumi itu simpan saja dalam kulkas, beri penjelasan nanti" jawab bapak lembut."Senang betul bapak dan kak Laila memancing rudalnya mamak keluar, kalau
"Tau apanya kamu sama malu Imron, jawab dulu aku" saat mamak menjawab seperti itu, pak RT langsung pergi begitu saja tanpa pamit.Bagiku mamak memang keterlaluan, tapi aku selalu memperhatikan setiap mamak bertemu pak Imron, mamak tetap memandang sinis dan tak pernah bersikap baik."Mak minum dulu es teh ini" Rahmi memberikan segelas teh untuk mamak."Memang benar-benar anak berbakti kamu Rahmi, mamak lagi emosi begini di turunkan nya emosi mamak dengan es teh" jawab mamak sambil menyeruput es tehnya."Laila pijit dulu pundak mamak ini, tegang sekali rasanya, di buat emosi sama janda gila itu" mamak sambil memegang pundaknya.Aku yang mendapatkan perintah dari mamak langsung ku jalankan."Mak, apa masalahnya sama ayuk Nunung?" Rahmi yang sedang memijit kaki mamak mencoba mencari tahu kejadian yang sebenarnya."Kamu panggilnya sekali lagi ayuk, lidahmu yang mamak cin
"Ini baru makan enak, kalau tadi tak ada nafsuku makan sama sekali, melihat lauk hanya di masak setengah" ucap mamak selesai makan.Rahmi menyenggol kakiku dari bawah meja, memberi isyarat bahwa dia benar-benar ingin menjawab kata-kata mamak tapi tidak mampu di lakukannya."Pak, mana?" Tanya mamak pada bapak."Apa mak?" Tanya bapak balik."Nafkah" jawab mamak singkat. Bapak mengeluarkan 3 lembaran merah lalu di serahkan ke mamak."300.000 ribu aja pak?" Mamak menautkan alisnya."Alhamdulillah mak" jawab bapak."Cukup apalah uang segini, beli lauk pauk habislah sehari" mamak memasukkan kasar uang itu ke dalam kantung dasternya. Lalu meninggalkan kami bertiga masuk ke dalam kamar."Mak" panggil bapak lagi sebelum mamak menutup pintu kamarnya."Apa lagi?" Jawab mamak ketus."Ada masalah apa sa
"Pak, ada masalah apanya mamak sama pak Imron, kenapa mamak itu kalau Laila tengok tak pernahlah baik sikap mamak sama pak Imron setiap ketemu juga mamak selalu sinis" tanyaku penasaran."Biarlah kak, itu urusan mamak, nanti bapak coba tanya mamak lagi lebih jelasnya" jawab bapak."Pak tapi ada satu lagi yang buat kami terkejut" ucapku ragu."Apalah yang buat anak gadis bapak terkejut, coba ceritakan""Yuk Nunung bilang, bapak pernah kasihkannya uang" jawabku ragu."Astaghfirullah" bapak terkejut mengelus dadanya."Benar Nunung bilang begitu?" Tanya bapak memastikan."Iya pak, tetangga juga dengar itu, terus mamak jalan mau di hampiri yuk Nunung, tapi lari dia pak langsung di kuncinya pintu
"Sebenarnya masalah pamernya tidak ku ambil pusing, tapi kalau sudah pamer, di traktirnya semua ibu-ibu yang duduk di warung si Yati nanti, belum lagi kalau datang si Hasan. Di bayarinya si Tutik biang gosip itu, yang ku tau Cek Ali belum ada gawe lagi, sudah taunya aku pasti duitnya itu kalau tidak darimu pasti dari Rahmi, kasihanlah aku sama kamu dua orang capek cari uang tapi mamakmu foya-foya" Sambung Yuk Nunung lagi. "Ayuk tak sedang memfitnah mamak kan?" "Ya Allah Ya Karim, Laila apa untung ayuk fitnah Cek Kasih, tak dapat uang pun aku dari fitnah itu" "Tapi kemarin ayuk tega bawa nama bapak seperti itu" "Iyolah kalau yang itu ayuk salah, maafkan ayuk, niatnya nanti malam ayuk mau main ke rumah kamu, mau minta maaf sama Cek Ali, tapi suruh Rahmi ajak Cek Kasih keluar, kalau ada Cek Kasih, mana bisa aku minta maaf, pastilah jadi ribut lagi" "Tak usahlah yuk, biar n
"Hahaha Ya Allah lupanya aku, kalau pak Kasim sudah tak ada, maafkan ayuk, Laila kalau tak percaya tanyalah bapakmu" ucap yuk Nunung. "Nantilah, sekarang Laila mau pulang dulu, di rumah belum masak, sudah jam 11 nya ini, telat sudah Laila masak" aku berdiri membereskan tempat jualanku. "Yasudah ayuk pamit dulu, makasih risoles nya, enak loh" "Laila yang makasih sama ayuk sudah banyak membantu tadi" jawabku "Tak masalah, kalau besok mau di bantu lagi ajaklah ayuk, tak usah gaji, kasih risole saja sudah cukup" ucapnya. Aku hanya tersenyum mendengar tawaran yuk Nunung tak ku tanggapi lebih. Sepanjang jalan pulang aku sibuk memikirkan apa yang di sampaikan yuk Nunung barusan, kalau memang benar begitu kenapa bapak tidak cerita apa-apa kepadaku atau Rahmi, kenapa di tutup rapat-rapat seperti ini. "Assalamualaikum" aku
"Assalamualaikum" "Waalaikumsalam, eh yuk Nunung ada apa? "Laila ada?" "Mamak ada" jawab Rahmi. "Aku tak cari mamakmu, aku cari kakakmu" "Maksud ku, kalau di taunya kakak kesini, bisa mengamuk lagi lah mamak" "Panggil saja kakakmu cepat, sebelum mengamuknya mamakmu nanti" Rahmi tertawa cekikikan mendengar perintah yuk Nunung, berlalu memanggil Laila. "Kenapa yuk?" "Laila, kamu dapat pesanan risoles untuk arisan RT, ayuk penanggung jawabnya" "Untuk kapan?" "Besok sore, 50 biji ya" "Sarang semut tak?" "Mereka tak pesan, tapi boleh lah Ayuk pesan sarang semut satu loyang" "Tumben, buat apa yuk?" Rahmi menyambung. "Ayuk ulangtahun besok
"Ya Allah sakit" teriak mamak dari dalam kamar "Kak, sakit bener apa rasa perut mamak itu di urut?" "Tau lah kakak, kita doa saja semoga mamak sehat setelah ini" "Bapak, tukang urut dari mananya itu pak?" Tanya Rahmi. "Dari kampung sebelah dik" "Pantaslah Rahmi tak pernah tengok wajah wak itu" "Sudah wak?" Tanyaku pada tukang urut yang baru saja keluar dari kamar mamak. "Mamak kamu kalau setelah ku urut tak ada perubahan, bawa lah cepat ke dokter, sudah kerasnya ku rasa perut mamak kamu itu, tak berani ku urut terlalu dalam" "Kira-kira apa penyebab mamak kami sampai bisa seperti itu Wak?" "Banyak makan" jawab tukang urut itu singkat. Bapak langsung mengantarkan tukang urut itu pulang ke kampung sebelah, aku dan Rahmi segera menghampiri mamak ke