"Kita tak perlu masak ya mak?" aku sengaja bertanya seperti itu pada mamak, ingin melihat reaksinya seperti apa.
"Eh masaklah, kalau tidak masak mau makan apa kita nanti kalau tidak ada lauk" jawab mamak sebelum keluar gerbang.
"Kata mamak tadi mau beli menu baru bang Hasan" aku mencoba mengingat kan kembali ucapan mamak.
"Lauk tambahan aja itu yang aku beli di Hasan, kamu hari ini goreng tempe, tahu, masak sayur asem, ikan itu di sambal, jangan lupa cumi itu kamu tepungi Laila" perintah mamak lalu pergi meninggalkan rumah.
"Pak, mamak itu mau sedekah sama tong sampah lagi kah?" Tanya Rahmi pada bapak.
"Pak bagaimana ini?" Tanyaku pada bapak.
"Tak usah di ikuti semua perintah mamak mu nak, cumi itu simpan saja dalam kulkas, beri penjelasan nanti" jawab bapak lembut.
"Senang betul bapak dan kak Laila memancing rudalnya mamak keluar, kalau mamak bilang A ya A. Jangan di rubah lagi jadi B" Rahmi menimpali, membawa nasi kuning di tangannya, ia menyuapi bapak terlebih dahulu.
Begitulah adikku tidak pernah bisa makanan masuk ke dalam mulutnya, bila belum di bagi dengan orangtua dan saudaranya.
"Kita ini sedekah sama tong sampah pak, setiap hari lagi" tambah Rahmi.
"Pak, bagaimana kalau kita masak lauknya dalam jumlah sedikit saja tidak usah semuanya" aku mencoba memberi saran, karena memang selama ini makanan yang tidak habis selalu di buang, mamak tidak pernah mau makan lauk pauk dan nasi yang di hangatkan.
"Aturlah dengan kakak dan adik, bapak selesai membersihkan ikan ini, di minta pak RT untuk mengecat musholla"
"Bapak dapat kerjaan, Alhamdulillah Ya Allah" jawabku dan Rahmi berbarengan.
"Mau di belikan apa nanti malam?" Tawar bapak pada kami berdua, bapak memang seperti itu, tidak pernah pelit dengan anak.
"Tapi pak, mamak tau tidak bapak dapat kerjaan dari pak RT, kalau mamak tau bagaimana bapak bisa membelikan sesuatu untuk kami?" Kali ini Rahmi yang bertanya sambil mengunyah sisa nasi kuning yang ada di piringnya.
"Biarkan jadi urusan bapak, kalian mau apa?" Tanya bapak lagi.
"Kak mau apa?" Rahmi balik bertanya padaku.
"Pak, Laila mau beli jilbab yang baru keluar sekarang, kalau gak salah bergo namanya" aku mengutarakan keinginanku pada bapak.
"Bener pak, Rahmi juga mau beli itu, biar di rumah bisa makai jilbab instan, tak perlu ribet harus makai jarum pentul atau peniti"
"Doakan uangnya di kasih hari ini sama pak RT ya, semoga kerjaan bapak cepat selesai, biar bisa mengantarkan kalian membeli jilbab itu" ucap bapak seraya berdiri dari duduknya.
"Makasih bapak" aku dan Rahmi memeluk bapak.
Cepat-cepat ku siapkan bumbu untuk masak hari ini, sedangkan Rahmi membersihkan rumah, aku mengambil berbagai jenis lauk dengan jumlah sedikit, agar tak ada yang terbuang nantinya.
Setelah semua sudah ku siapkan, ku tinggalkan sebentar untuk melaksanakan kebutuhan ku, yaitu sholat duha. Di tengah sholat aku terkejut dengan suara menggelegar dari mamak. Tak khusu' sudah ku jalankan duha ku pagi ini. Dzikir dan doa ku tinggal, ku hampiri mamak yang sedang teriak-teriak di depan gerbang.
"Mak kenapa?" Ku lihat Rahmi sudah mengelus pundak mamak, mencoba menurunkan emosi mamak.
"Memang setannya kamu itu, kau curi uangku, di kiranya aku tidak tau, dasar janda gatal" teriak mamak pada salah satu tentangga yang sedang berkacak pinggang.
"Ehhhh Cek, sadar dulu kalau bicara itu, aku tidak pernah melakukan apa yang kau tuduhkan, walau aku janda tak ada suami, hidupku tak kekurangan, tak butuhnya aku mencuri ya, tanpa ku cari banyaklah datang lakinya orang memberikan uang kepadaku, termasuk lakinya Cek Kasih itu" Nunung menjawab ucapan mamak sambil membuang ludah.
"Eh benar dulu kalau ngomong mulut itu, jangan kau bawa-bawa Lakiku, mana mungkin Laki aku kasih uang ke janda gatal macam mu itu, lakiku juga tak ada gawe, pakai dulu otak itu sebelum terbukanya mulutmu, kalau tak ada buktinya ku cincang lidahmu" mamak berjalan mendekati Nunung, seperti nya mamak benar-benar geram dan akan main fisik. Melihat mamak berjalan mendekat. Nunung berlari masuk ke dalam rumahnya segera mengunci pintu.
"Keluar kau Nunung hadapi aku sini, janda sial" teriak mamak sambil menggedor-gedor pintu Nunung.
"Astaghfirullah haladzim Cek Kasih ,kenapalah mekik-mekik di depan rumah Nunung, ibu-ibu juga kenapa hanya menonton bukan merelai. Rahmi Laila ambil mamakmu ini, aku tak berani menyentuhya" ucap pak Imron RT lingkungan kami.
Aku dan Rahmi mematung melihat kejadian ini, bukan karena pertengkaran mamak dengan Nunung, tapi mendengar omongan Nunung mengatakan bahwa bapak juga memberikannya uang.
Aku tidak percaya dan tidak yakin bapak melakukan itu, selama ini bapak tak pernah memegang uang, kalaupun ada yang bapak pegang, uang itu akan di jajankan nya untuk kami.
Rahmi yang sadar namanya di panggil pak RT segera berlari, menarik tangan mamak untuk kembali ke dalam rumah.
"Bapak kalian sedang bekerja di Musholla, kenapa mamak kalian ini malah ribut sama tentangga" tanya pak Imron padaku.
"Jaga dulu mulut itu Imron, aku ini tak pernah cari masalah sama tentangga, tadi ku duduk di warungnya si Yati, janda gatal itu datang duduk di sebelahku, lalu ku rasa di gesek-gesekkannya tangannya ke kantong dasterku, ku tengok sudah jatuh dompet kecilku, apanya lagi kalau bukan mau mencuri uangku?" Jawab mamak geram.
"Bukan begitu Cek, kalau memang Nunung melakukan hal yang Cek tuduhkan, tegurlah dia baik-baik bukan bertengkar macam ini, malu sedikit sama tentangga" jawab pak RT lagi.
Next?
Ket :
Lakiku (suamiku)
Laki Orang ( Suami orang)
Cek ( Panggilan hormat untuk orang yang usianya dia atas kita bisa di gunakan untuk perempuan dan laki-laki. Contoh Cek Kasih dan Cek Ali)
Gawe (Kerja)
"Tau apanya kamu sama malu Imron, jawab dulu aku" saat mamak menjawab seperti itu, pak RT langsung pergi begitu saja tanpa pamit.Bagiku mamak memang keterlaluan, tapi aku selalu memperhatikan setiap mamak bertemu pak Imron, mamak tetap memandang sinis dan tak pernah bersikap baik."Mak minum dulu es teh ini" Rahmi memberikan segelas teh untuk mamak."Memang benar-benar anak berbakti kamu Rahmi, mamak lagi emosi begini di turunkan nya emosi mamak dengan es teh" jawab mamak sambil menyeruput es tehnya."Laila pijit dulu pundak mamak ini, tegang sekali rasanya, di buat emosi sama janda gila itu" mamak sambil memegang pundaknya.Aku yang mendapatkan perintah dari mamak langsung ku jalankan."Mak, apa masalahnya sama ayuk Nunung?" Rahmi yang sedang memijit kaki mamak mencoba mencari tahu kejadian yang sebenarnya."Kamu panggilnya sekali lagi ayuk, lidahmu yang mamak cin
"Ini baru makan enak, kalau tadi tak ada nafsuku makan sama sekali, melihat lauk hanya di masak setengah" ucap mamak selesai makan.Rahmi menyenggol kakiku dari bawah meja, memberi isyarat bahwa dia benar-benar ingin menjawab kata-kata mamak tapi tidak mampu di lakukannya."Pak, mana?" Tanya mamak pada bapak."Apa mak?" Tanya bapak balik."Nafkah" jawab mamak singkat. Bapak mengeluarkan 3 lembaran merah lalu di serahkan ke mamak."300.000 ribu aja pak?" Mamak menautkan alisnya."Alhamdulillah mak" jawab bapak."Cukup apalah uang segini, beli lauk pauk habislah sehari" mamak memasukkan kasar uang itu ke dalam kantung dasternya. Lalu meninggalkan kami bertiga masuk ke dalam kamar."Mak" panggil bapak lagi sebelum mamak menutup pintu kamarnya."Apa lagi?" Jawab mamak ketus."Ada masalah apa sa
"Pak, ada masalah apanya mamak sama pak Imron, kenapa mamak itu kalau Laila tengok tak pernahlah baik sikap mamak sama pak Imron setiap ketemu juga mamak selalu sinis" tanyaku penasaran."Biarlah kak, itu urusan mamak, nanti bapak coba tanya mamak lagi lebih jelasnya" jawab bapak."Pak tapi ada satu lagi yang buat kami terkejut" ucapku ragu."Apalah yang buat anak gadis bapak terkejut, coba ceritakan""Yuk Nunung bilang, bapak pernah kasihkannya uang" jawabku ragu."Astaghfirullah" bapak terkejut mengelus dadanya."Benar Nunung bilang begitu?" Tanya bapak memastikan."Iya pak, tetangga juga dengar itu, terus mamak jalan mau di hampiri yuk Nunung, tapi lari dia pak langsung di kuncinya pintu
"Sebenarnya masalah pamernya tidak ku ambil pusing, tapi kalau sudah pamer, di traktirnya semua ibu-ibu yang duduk di warung si Yati nanti, belum lagi kalau datang si Hasan. Di bayarinya si Tutik biang gosip itu, yang ku tau Cek Ali belum ada gawe lagi, sudah taunya aku pasti duitnya itu kalau tidak darimu pasti dari Rahmi, kasihanlah aku sama kamu dua orang capek cari uang tapi mamakmu foya-foya" Sambung Yuk Nunung lagi. "Ayuk tak sedang memfitnah mamak kan?" "Ya Allah Ya Karim, Laila apa untung ayuk fitnah Cek Kasih, tak dapat uang pun aku dari fitnah itu" "Tapi kemarin ayuk tega bawa nama bapak seperti itu" "Iyolah kalau yang itu ayuk salah, maafkan ayuk, niatnya nanti malam ayuk mau main ke rumah kamu, mau minta maaf sama Cek Ali, tapi suruh Rahmi ajak Cek Kasih keluar, kalau ada Cek Kasih, mana bisa aku minta maaf, pastilah jadi ribut lagi" "Tak usahlah yuk, biar n
"Hahaha Ya Allah lupanya aku, kalau pak Kasim sudah tak ada, maafkan ayuk, Laila kalau tak percaya tanyalah bapakmu" ucap yuk Nunung. "Nantilah, sekarang Laila mau pulang dulu, di rumah belum masak, sudah jam 11 nya ini, telat sudah Laila masak" aku berdiri membereskan tempat jualanku. "Yasudah ayuk pamit dulu, makasih risoles nya, enak loh" "Laila yang makasih sama ayuk sudah banyak membantu tadi" jawabku "Tak masalah, kalau besok mau di bantu lagi ajaklah ayuk, tak usah gaji, kasih risole saja sudah cukup" ucapnya. Aku hanya tersenyum mendengar tawaran yuk Nunung tak ku tanggapi lebih. Sepanjang jalan pulang aku sibuk memikirkan apa yang di sampaikan yuk Nunung barusan, kalau memang benar begitu kenapa bapak tidak cerita apa-apa kepadaku atau Rahmi, kenapa di tutup rapat-rapat seperti ini. "Assalamualaikum" aku
"Assalamualaikum" "Waalaikumsalam, eh yuk Nunung ada apa? "Laila ada?" "Mamak ada" jawab Rahmi. "Aku tak cari mamakmu, aku cari kakakmu" "Maksud ku, kalau di taunya kakak kesini, bisa mengamuk lagi lah mamak" "Panggil saja kakakmu cepat, sebelum mengamuknya mamakmu nanti" Rahmi tertawa cekikikan mendengar perintah yuk Nunung, berlalu memanggil Laila. "Kenapa yuk?" "Laila, kamu dapat pesanan risoles untuk arisan RT, ayuk penanggung jawabnya" "Untuk kapan?" "Besok sore, 50 biji ya" "Sarang semut tak?" "Mereka tak pesan, tapi boleh lah Ayuk pesan sarang semut satu loyang" "Tumben, buat apa yuk?" Rahmi menyambung. "Ayuk ulangtahun besok
"Ya Allah sakit" teriak mamak dari dalam kamar "Kak, sakit bener apa rasa perut mamak itu di urut?" "Tau lah kakak, kita doa saja semoga mamak sehat setelah ini" "Bapak, tukang urut dari mananya itu pak?" Tanya Rahmi. "Dari kampung sebelah dik" "Pantaslah Rahmi tak pernah tengok wajah wak itu" "Sudah wak?" Tanyaku pada tukang urut yang baru saja keluar dari kamar mamak. "Mamak kamu kalau setelah ku urut tak ada perubahan, bawa lah cepat ke dokter, sudah kerasnya ku rasa perut mamak kamu itu, tak berani ku urut terlalu dalam" "Kira-kira apa penyebab mamak kami sampai bisa seperti itu Wak?" "Banyak makan" jawab tukang urut itu singkat. Bapak langsung mengantarkan tukang urut itu pulang ke kampung sebelah, aku dan Rahmi segera menghampiri mamak ke
"Kak mau cerita apanya kakak sama Rahmi?""Adik ingat tak pertanyaan kakak tempo lalu tentang pak Imron?""Ingat lah, ada masalahnya kakak kah sama pak Imron?""Kakak mau cerita satu hal""Apa dia?"Aku mulai menceritakan pada Rahmi apa yang pernah di sampaikan yuk Nunung padaku Rahmi yang mendengarkan ceritaku juga cukup terkejut, hal yang kami lakukan saat selesai bercerita adalah menyambungkan apa yang pernah Rahmi saksikan antara pak Imron dan mamak sewaktu Rahmi masih Kecil."Jadi apanya kita buat sekarang kak?""Adik mau tak mendekati bu Asma, dia kan guru komputer di sekolahnya""Faham lah Rahmi pasti kakak suruh Rahmi pura-pura belajar sama bu Asma kan?"Tak mungkin lah kakak yang mau kesana, kakak sibuk jualan""Serahkan lah sama Rahmi nanti biar Rahmi yang urus