Share

Delapan

"Pak, ada masalah apanya mamak sama pak Imron, kenapa mamak itu kalau Laila tengok tak pernahlah baik sikap mamak sama pak Imron setiap ketemu juga mamak selalu sinis" tanyaku penasaran.

"Biarlah kak, itu urusan mamak, nanti bapak coba tanya mamak lagi lebih jelasnya" jawab bapak.

"Pak tapi ada satu lagi yang buat kami terkejut" ucapku ragu.

"Apalah yang buat anak gadis bapak terkejut, coba ceritakan"

"Yuk Nunung bilang, bapak pernah kasihkannya uang" jawabku ragu.

"Astaghfirullah" bapak terkejut mengelus dadanya.

"Benar Nunung bilang begitu?" Tanya bapak memastikan.

"Iya pak, tetangga juga dengar itu, terus mamak jalan mau di hampiri yuk Nunung, tapi lari dia pak langsung di kuncinya pintu rumahnya" jawab Rahmi.

"Haha Ya Allah ada-ada saja" bapak tertawa mendengar penuturan Rahmi.

"Kalian anak bapak, coba tanya sama hati kecil kalian, apa bapak tega melakukan itu?"

"Kita tak yakin lah pak, tak percaya juga" jawabku dan Rahmi berbarengan.

"Kalau dulu benar, bapak pernah memberikan uang ke Nunung, tapi itu Nunung meminjam pada bapak, saat mamak tak ada di rumah, bapak mau jalan pergi ke kebunnya pak Akim. Nunung pinjam 10.000 untuk ongkos ojek ke kampung sebelah, kata dia mamaknya sakit, bapak tak tega, bapak kasihkannya uang itu, bapak bilang tak usah di ganti" jelas bapak pada kami.

"Oh seperti itu ceritanya, berarti jelek juga mulut yuk Nunung itu" jawabku.

"Ishh janda, gatal, gila, sial itu" tambah Rahmi.

"Nah Rahmi bener dulu kalau bicara nak, janganlah gitu, adik masih gadis, ayo istighfar" bapak menegur Rahmi.

"Bukan Rahmi nah pak yang buat panggilan itu, tapi mamak" Rahmi menyela nasihat bapak.

"Kenapa jadi mamak, mana ada mamak di sini?" bapak mencubit hidung Rahmi.

"Mamak bilang kita tak boleh manggil Ayuk, harus manggil janda gatal, janda sial, janda gila, harus lengkap, kalau tak lengkap, di kutuknya kami jadi batu, macam si Malin itu" jelas Rahmi lagi. Bapak yang mendengar hal itu lalu tertawa terbahak-bahak, tak lupa tetap menasihati kami berdua agar tidak mengikuti permintaan buruk dari mamak.

Malam itu kami bertiga keliling mencari bergo, bapak membelikan kami masing-masing dua pasang, setelah membelikan titipan mamak, kami mampir ke minimarket, bapak membelikan kami eskrim. Malam itu aku merasa kembali pada keadaan satu tahun yang lalu, sebelum bapak menganggur. Eskrim yang kami makan habis tepat sampai depan rumah.

"Walaikumsalam" ucap mamak tiba-tiba menampakkan kepalanya, padahal kami belum mengucap salam tapi mamak sudah menjawab.

"Assalamualaikum" bapak akhirnya mengucap salam.

"Lama kali lah jalan-jalan itu, kenapa tak tidur di luar saja sekalian" tanya mamak.

"Salah mamak tidak ikut kami" Rahmi menjawab.

"Jawablah itu kalau mamak ngomong, coba tengok barang belanjaan kalian" mamak mengambil paksa plastik yang di pegang Rahmi.

"Alangkah cantik jilbab ini, ada empat jumlahnya, mamak dua, kalian sama satu" tambah mamak lagi.

"Tapi mak" aku mencoba membantah.

"Baru jilbab, belum lah mamak tua nanti, kalau minta apa-apa sama kalian, mungkin di usirnya aku" mamak mengembalikan bergo itu ke tanganku.

"Ambillah mak, tak apa, biar Laila dan adik sama satu, mamak ambillah dua, pilih warna apa yang mama suka" jawabku menyerahkan bergo tadi.

"Nah gitu lah, itu baru anak mamak, lagian juga beli jilbab ini pakai uang bapak kan, itu artinya uang bapak uang mamak juga, dan jilbab ini tanpa mamak minta juga sebenarnya milik mamak karena di beli dari uang bapak" jawab mamak langsung memakai bergonya.

"Ih cantiklah pasti aku ini" ucap mamak sambil menepuk-nepuk wajahnya. Rahmi yang melihat hal itu wajahnya di tekuk dan sempat mencubitku karena ku berikan bergo.

"Pak ih kayak apa lah ini" Rahmi merengek pada bapak.

"Adik sabar ya, doakan bapak dapat rejeki lagi, kita beli ganti jilbab itu" bapak mengelus kepala Rahmi, mencoba mengajari Rahmi bersabar.

"Ih ulah kakak pun ini, coba tak usah kasih mamak, biarkan saja tadi mamak mengoceh" Rahmi berlalu meninggalkan ku dan bapak di teras depan. 

~~~

"Laila" aku yang sedang melayani pembeli di datangi yuk Nunung.

"Duduk dulu yuk, aku masih melayani pembeli" ucapku.

"Sini biar aku bantu, kamu gorenglah risole itu" tawar yuk Nunung.

Kedatangannya meringankan pekerjaanku, aku bisa fokus menggoreng dan yuk Nunung membantu melayani pembeli. Awalnya aku ragu menerima tawaran yuk Nunung mengingat mamak mengatakan dia sempat ingin mencuri uang mamak.

Namun setelah ku perhatikan tak ada gelagat mencurigakan dari yuk Nunung, jadi aku mencoba memercayainya. Lagian jumlah uang yang ada di toples akan sama dengan jumlah risoles yang ku jual hari ini, bila uangku kurang tapi risolesnya habis itu artinya dia tidak jujur. 

Hari ini jualanku baru habis sekitar pukul 09.30 pagi, begitulah rejeky bersyukur semuanya habis, ku sisakan 5 biji untuk yuk Nunung karena sudah membantuku.

"Maaf yuk, tumben datang kesini ada apa?" Tanyaku padanya yang asik mengunyah risole.

"Masalah kemarin, aku minta maaf sudah membawa nama bapakmu, aku tidak bermaksud seperti itu. Cek Ali beda, dia tidak sama seperti Lakinya tetangga yang lain" jelas yuk Nunung.

"Terus kenapa ayuk tega bicara seperti itu kemarin?" Aku masih ingin tau apa tujuannya membawa nama bapak.

"Itu semua karena mamakmu, sebenarnya kemarin aku tak ada maksud untuk mengambil uangnya, demi tuhan" ucap yuk Nunung menunjukkan dua jarinya.

"Terus?" Tanyaku lagi.

"Dompet mamakmu kemarin hampir terjatuh keluar dari kantung dasternya, inginku tegur tapi aku malas, karena mamakmu tukang pamer, malasnya ku lihat. Ku putuskan memasukkan dompet itu sendiri, salahnya aku, mungkin tidak pelan-pelan masukkan dompet itu, mamakmu terasa terus jatuhlah dompet itu"

Ket :

Lakinya tetangga (Suaminya tetangga)

Gawe (Kerja)

Ayuk (Mbak)

Cek (Panggilan hormat untuk orang  yang usianya lebih tua di atas kita)

Ulah ( perbuatan)

Alangkah (sangat)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status