"Pak, ada masalah apanya mamak sama pak Imron, kenapa mamak itu kalau Laila tengok tak pernahlah baik sikap mamak sama pak Imron setiap ketemu juga mamak selalu sinis" tanyaku penasaran.
"Biarlah kak, itu urusan mamak, nanti bapak coba tanya mamak lagi lebih jelasnya" jawab bapak.
"Pak tapi ada satu lagi yang buat kami terkejut" ucapku ragu.
"Apalah yang buat anak gadis bapak terkejut, coba ceritakan"
"Yuk Nunung bilang, bapak pernah kasihkannya uang" jawabku ragu.
"Astaghfirullah" bapak terkejut mengelus dadanya.
"Benar Nunung bilang begitu?" Tanya bapak memastikan.
"Iya pak, tetangga juga dengar itu, terus mamak jalan mau di hampiri yuk Nunung, tapi lari dia pak langsung di kuncinya pintu rumahnya" jawab Rahmi.
"Haha Ya Allah ada-ada saja" bapak tertawa mendengar penuturan Rahmi.
"Kalian anak bapak, coba tanya sama hati kecil kalian, apa bapak tega melakukan itu?"
"Kita tak yakin lah pak, tak percaya juga" jawabku dan Rahmi berbarengan.
"Kalau dulu benar, bapak pernah memberikan uang ke Nunung, tapi itu Nunung meminjam pada bapak, saat mamak tak ada di rumah, bapak mau jalan pergi ke kebunnya pak Akim. Nunung pinjam 10.000 untuk ongkos ojek ke kampung sebelah, kata dia mamaknya sakit, bapak tak tega, bapak kasihkannya uang itu, bapak bilang tak usah di ganti" jelas bapak pada kami.
"Oh seperti itu ceritanya, berarti jelek juga mulut yuk Nunung itu" jawabku.
"Ishh janda, gatal, gila, sial itu" tambah Rahmi.
"Nah Rahmi bener dulu kalau bicara nak, janganlah gitu, adik masih gadis, ayo istighfar" bapak menegur Rahmi.
"Bukan Rahmi nah pak yang buat panggilan itu, tapi mamak" Rahmi menyela nasihat bapak.
"Kenapa jadi mamak, mana ada mamak di sini?" bapak mencubit hidung Rahmi.
"Mamak bilang kita tak boleh manggil Ayuk, harus manggil janda gatal, janda sial, janda gila, harus lengkap, kalau tak lengkap, di kutuknya kami jadi batu, macam si Malin itu" jelas Rahmi lagi. Bapak yang mendengar hal itu lalu tertawa terbahak-bahak, tak lupa tetap menasihati kami berdua agar tidak mengikuti permintaan buruk dari mamak.
Malam itu kami bertiga keliling mencari bergo, bapak membelikan kami masing-masing dua pasang, setelah membelikan titipan mamak, kami mampir ke minimarket, bapak membelikan kami eskrim. Malam itu aku merasa kembali pada keadaan satu tahun yang lalu, sebelum bapak menganggur. Eskrim yang kami makan habis tepat sampai depan rumah.
"Walaikumsalam" ucap mamak tiba-tiba menampakkan kepalanya, padahal kami belum mengucap salam tapi mamak sudah menjawab.
"Assalamualaikum" bapak akhirnya mengucap salam.
"Lama kali lah jalan-jalan itu, kenapa tak tidur di luar saja sekalian" tanya mamak.
"Salah mamak tidak ikut kami" Rahmi menjawab.
"Jawablah itu kalau mamak ngomong, coba tengok barang belanjaan kalian" mamak mengambil paksa plastik yang di pegang Rahmi.
"Alangkah cantik jilbab ini, ada empat jumlahnya, mamak dua, kalian sama satu" tambah mamak lagi.
"Tapi mak" aku mencoba membantah.
"Baru jilbab, belum lah mamak tua nanti, kalau minta apa-apa sama kalian, mungkin di usirnya aku" mamak mengembalikan bergo itu ke tanganku.
"Ambillah mak, tak apa, biar Laila dan adik sama satu, mamak ambillah dua, pilih warna apa yang mama suka" jawabku menyerahkan bergo tadi.
"Nah gitu lah, itu baru anak mamak, lagian juga beli jilbab ini pakai uang bapak kan, itu artinya uang bapak uang mamak juga, dan jilbab ini tanpa mamak minta juga sebenarnya milik mamak karena di beli dari uang bapak" jawab mamak langsung memakai bergonya.
"Ih cantiklah pasti aku ini" ucap mamak sambil menepuk-nepuk wajahnya. Rahmi yang melihat hal itu wajahnya di tekuk dan sempat mencubitku karena ku berikan bergo.
"Pak ih kayak apa lah ini" Rahmi merengek pada bapak.
"Adik sabar ya, doakan bapak dapat rejeki lagi, kita beli ganti jilbab itu" bapak mengelus kepala Rahmi, mencoba mengajari Rahmi bersabar.
"Ih ulah kakak pun ini, coba tak usah kasih mamak, biarkan saja tadi mamak mengoceh" Rahmi berlalu meninggalkan ku dan bapak di teras depan.
~~~
"Laila" aku yang sedang melayani pembeli di datangi yuk Nunung.
"Duduk dulu yuk, aku masih melayani pembeli" ucapku.
"Sini biar aku bantu, kamu gorenglah risole itu" tawar yuk Nunung.
Kedatangannya meringankan pekerjaanku, aku bisa fokus menggoreng dan yuk Nunung membantu melayani pembeli. Awalnya aku ragu menerima tawaran yuk Nunung mengingat mamak mengatakan dia sempat ingin mencuri uang mamak.
Namun setelah ku perhatikan tak ada gelagat mencurigakan dari yuk Nunung, jadi aku mencoba memercayainya. Lagian jumlah uang yang ada di toples akan sama dengan jumlah risoles yang ku jual hari ini, bila uangku kurang tapi risolesnya habis itu artinya dia tidak jujur.
Hari ini jualanku baru habis sekitar pukul 09.30 pagi, begitulah rejeky bersyukur semuanya habis, ku sisakan 5 biji untuk yuk Nunung karena sudah membantuku.
"Maaf yuk, tumben datang kesini ada apa?" Tanyaku padanya yang asik mengunyah risole.
"Masalah kemarin, aku minta maaf sudah membawa nama bapakmu, aku tidak bermaksud seperti itu. Cek Ali beda, dia tidak sama seperti Lakinya tetangga yang lain" jelas yuk Nunung.
"Terus kenapa ayuk tega bicara seperti itu kemarin?" Aku masih ingin tau apa tujuannya membawa nama bapak.
"Itu semua karena mamakmu, sebenarnya kemarin aku tak ada maksud untuk mengambil uangnya, demi tuhan" ucap yuk Nunung menunjukkan dua jarinya.
"Terus?" Tanyaku lagi.
"Dompet mamakmu kemarin hampir terjatuh keluar dari kantung dasternya, inginku tegur tapi aku malas, karena mamakmu tukang pamer, malasnya ku lihat. Ku putuskan memasukkan dompet itu sendiri, salahnya aku, mungkin tidak pelan-pelan masukkan dompet itu, mamakmu terasa terus jatuhlah dompet itu"
Ket :
Lakinya tetangga (Suaminya tetangga)
Gawe (Kerja)
Ayuk (Mbak)
Cek (Panggilan hormat untuk orang yang usianya lebih tua di atas kita)
Ulah ( perbuatan)
Alangkah (sangat)
"Sebenarnya masalah pamernya tidak ku ambil pusing, tapi kalau sudah pamer, di traktirnya semua ibu-ibu yang duduk di warung si Yati nanti, belum lagi kalau datang si Hasan. Di bayarinya si Tutik biang gosip itu, yang ku tau Cek Ali belum ada gawe lagi, sudah taunya aku pasti duitnya itu kalau tidak darimu pasti dari Rahmi, kasihanlah aku sama kamu dua orang capek cari uang tapi mamakmu foya-foya" Sambung Yuk Nunung lagi. "Ayuk tak sedang memfitnah mamak kan?" "Ya Allah Ya Karim, Laila apa untung ayuk fitnah Cek Kasih, tak dapat uang pun aku dari fitnah itu" "Tapi kemarin ayuk tega bawa nama bapak seperti itu" "Iyolah kalau yang itu ayuk salah, maafkan ayuk, niatnya nanti malam ayuk mau main ke rumah kamu, mau minta maaf sama Cek Ali, tapi suruh Rahmi ajak Cek Kasih keluar, kalau ada Cek Kasih, mana bisa aku minta maaf, pastilah jadi ribut lagi" "Tak usahlah yuk, biar n
"Hahaha Ya Allah lupanya aku, kalau pak Kasim sudah tak ada, maafkan ayuk, Laila kalau tak percaya tanyalah bapakmu" ucap yuk Nunung. "Nantilah, sekarang Laila mau pulang dulu, di rumah belum masak, sudah jam 11 nya ini, telat sudah Laila masak" aku berdiri membereskan tempat jualanku. "Yasudah ayuk pamit dulu, makasih risoles nya, enak loh" "Laila yang makasih sama ayuk sudah banyak membantu tadi" jawabku "Tak masalah, kalau besok mau di bantu lagi ajaklah ayuk, tak usah gaji, kasih risole saja sudah cukup" ucapnya. Aku hanya tersenyum mendengar tawaran yuk Nunung tak ku tanggapi lebih. Sepanjang jalan pulang aku sibuk memikirkan apa yang di sampaikan yuk Nunung barusan, kalau memang benar begitu kenapa bapak tidak cerita apa-apa kepadaku atau Rahmi, kenapa di tutup rapat-rapat seperti ini. "Assalamualaikum" aku
"Assalamualaikum" "Waalaikumsalam, eh yuk Nunung ada apa? "Laila ada?" "Mamak ada" jawab Rahmi. "Aku tak cari mamakmu, aku cari kakakmu" "Maksud ku, kalau di taunya kakak kesini, bisa mengamuk lagi lah mamak" "Panggil saja kakakmu cepat, sebelum mengamuknya mamakmu nanti" Rahmi tertawa cekikikan mendengar perintah yuk Nunung, berlalu memanggil Laila. "Kenapa yuk?" "Laila, kamu dapat pesanan risoles untuk arisan RT, ayuk penanggung jawabnya" "Untuk kapan?" "Besok sore, 50 biji ya" "Sarang semut tak?" "Mereka tak pesan, tapi boleh lah Ayuk pesan sarang semut satu loyang" "Tumben, buat apa yuk?" Rahmi menyambung. "Ayuk ulangtahun besok
"Ya Allah sakit" teriak mamak dari dalam kamar "Kak, sakit bener apa rasa perut mamak itu di urut?" "Tau lah kakak, kita doa saja semoga mamak sehat setelah ini" "Bapak, tukang urut dari mananya itu pak?" Tanya Rahmi. "Dari kampung sebelah dik" "Pantaslah Rahmi tak pernah tengok wajah wak itu" "Sudah wak?" Tanyaku pada tukang urut yang baru saja keluar dari kamar mamak. "Mamak kamu kalau setelah ku urut tak ada perubahan, bawa lah cepat ke dokter, sudah kerasnya ku rasa perut mamak kamu itu, tak berani ku urut terlalu dalam" "Kira-kira apa penyebab mamak kami sampai bisa seperti itu Wak?" "Banyak makan" jawab tukang urut itu singkat. Bapak langsung mengantarkan tukang urut itu pulang ke kampung sebelah, aku dan Rahmi segera menghampiri mamak ke
"Kak mau cerita apanya kakak sama Rahmi?""Adik ingat tak pertanyaan kakak tempo lalu tentang pak Imron?""Ingat lah, ada masalahnya kakak kah sama pak Imron?""Kakak mau cerita satu hal""Apa dia?"Aku mulai menceritakan pada Rahmi apa yang pernah di sampaikan yuk Nunung padaku Rahmi yang mendengarkan ceritaku juga cukup terkejut, hal yang kami lakukan saat selesai bercerita adalah menyambungkan apa yang pernah Rahmi saksikan antara pak Imron dan mamak sewaktu Rahmi masih Kecil."Jadi apanya kita buat sekarang kak?""Adik mau tak mendekati bu Asma, dia kan guru komputer di sekolahnya""Faham lah Rahmi pasti kakak suruh Rahmi pura-pura belajar sama bu Asma kan?"Tak mungkin lah kakak yang mau kesana, kakak sibuk jualan""Serahkan lah sama Rahmi nanti biar Rahmi yang urus
Bapak yang sudah menjalani beberapa pemeriksaan saat ini harus menjalani pengobatan rawat inap di rumah sakit. Hasil dari pemeriksaan menyatakan bapak murni terkena pukulan benda tumpul tepat pada perutnya.Itu sebabnya bapak muntah bercampur darah, bapak yang awalnya tidak ingin mengaku akhirnya menceritakan bagaimana kejadian yang bapak alami setelah pulang dari mengantar wak yang sudah memijat mamak.Rumah sakit yang awalnya menawarkan agar kejadian ini di laporkan ke polisi dengan hasil pemeriksaan lengkap yang sudah di jalani tapi mamak menolak tak ingin memperpanjang masalah. Mamak mengatakan bapak selamat saja sudah cukup untuk kami semua.Dering panggilan dari hp ku membuat semua lamunanku buyar."Laila kenapa tak ada di rumah? ayuk tunggu tak juga datangnya kamu, ayuk ke rumah manggil-manggil namamu tak adanya satupun orang keluar""Kami di rumah sakit yuk, sampaikan maaf Laila ta
Laila .... Laila mana ayam nya satu lagi ini ? Aku segera berlari menuju dapur mendengar namaku di panggil, mamak menanyakan di mana ayam sambal yang dia beli semalam saat pulang berkunjung dari rumah temannya. "Mak, itu kan sudah banyak lauk di atas meja makan, ada pepes ikan, sambal tempe, itu juga sudah aku keluarkan ayam goreng yang mamak beli semalam" jelasku pada mamak, yang seharusnya tanpa aku jelaskan mamak sudah bisa melihat sendiri di atas meja makan ada hidangan apa saja. "Ayam sambalnya mana, kan semalam mamak beli ayam sambal juga, bukan hanya ayam goreng" "Ampun aku, mamak ini gak pernah cukup sama satu lauk" batinku "Mana?" Suara mamak mulai meninggi. "Mak, ayam sambalnya ku simpan di dalam kulkas, itu kan sudah banyak sekali lauk di atas meja makan, maksudku ayam sambal nya buat lauk besok saja tinggal di pa
Rahmi sendiri yang tidak mau repot belanja kebutuhan rumah, dia lebih memilih memberikan uang kepada mamak setiap bulannya.Dengan menyisihkan sebagian dari gajinya, sebagai penyenang hati mamak katanya agar rejekinnya lancar, tapi setelah bapak tidak bekerja dia memberikan mamak dengan jumlah yang cukup besar dengan alasan dia tidak tega bila mamak harus terus menerus mengajak bapak bertengkar tiap hari karena merasa kekurangan uang.Aku yang dari awal saat bapak masih bekerja, lebih memilih mengisi kebutuhan rumah seperti belanja sabun cuci baju, cuci piring, bumbu bumbu dapur garam, micin, penyedap rasa, gula, kopi dan membayar air serta listrik tiap bulan, membuat mamak sedikit tidak enak jika meminta uang padaku.Gaji bapak di gunakan mamak untuk membeli ikan dan sayuran, sisanya mamak pakai untuk kesenangan nya.Sehabis sholat magrib aku masuk ke dalam kamar mamak, kebetulan bapak masih di masj