"Sebenarnya masalah pamernya tidak ku ambil pusing, tapi kalau sudah pamer, di traktirnya semua ibu-ibu yang duduk di warung si Yati nanti, belum lagi kalau datang si Hasan. Di bayarinya si Tutik biang gosip itu, yang ku tau Cek Ali belum ada gawe lagi, sudah taunya aku pasti duitnya itu kalau tidak darimu pasti dari Rahmi, kasihanlah aku sama kamu dua orang capek cari uang tapi mamakmu foya-foya" Sambung Yuk Nunung lagi.
"Ayuk tak sedang memfitnah mamak kan?"
"Ya Allah Ya Karim, Laila apa untung ayuk fitnah Cek Kasih, tak dapat uang pun aku dari fitnah itu"
"Tapi kemarin ayuk tega bawa nama bapak seperti itu"
"Iyolah kalau yang itu ayuk salah, maafkan ayuk, niatnya nanti malam ayuk mau main ke rumah kamu, mau minta maaf sama Cek Ali, tapi suruh Rahmi ajak Cek Kasih keluar, kalau ada Cek Kasih, mana bisa aku minta maaf, pastilah jadi ribut lagi"
"Tak usahlah yuk, biar nanti Laila yang sampaikan salam maaf ayuk ke bapak" jawabku tak ingin menuruti pemerintaan yuk Nunung.
"Ohh ya sudah kalau macam itu, tapi sampaikan salam maaf ayuk, jangan tidak di sampaikan"
"Iya yuk pastilah itu" aku sambil menghitung uang hasil jualan hari ini.
"Mana Rahmi?" tanyanya lagi.
"Gawelah yuk, kemarin liburnya dua hari"
"Mau tau sesuatu tak?" yuk Nunung mencolek lenganku.
"Apa yuk?"
"Kak Imron" jawabnya singkat.
"Ngapa pak Imron?" Aku menyipitkan mataku.
"Sebenernya dia itu masih keluarga mamakmu" jelas yuk Nunung.
"Aih seneng ngada-ngada omongan ayuk ini eh" aku menarik nafas panjang.
"Tanyalah Cek Ali kalau tak percaya"
"Ayuk tau apa tentang keluargaku?"
"Tak tau banyak, tapi kak Imron memang masih keluarga mamakmu, Imron itu ponakan mamakmu, jadi mamaknya Imron sama Cek Kasih itu saudara kandung, hanya berdualah mereka bersaudara" jelas yuk Nunung.
Aku yang mendengar hal itu terkejut, tidak ku pungkiri memang wajah mamak mirip dengan pak Imron bila ku perhatikan sekilas.
"Ayuk tau dari mana?" Aku mencoba memastikan, jangan sampai aku di bohongi.
"Bini Imron yang banyak curhat sama ayuk, hubungan mamakmu sama Imron itu rusak gara-garanya warisan. Cek Kasih sama Cek Minah itu cuma dua bersaudara. Cak Minah duluan menikah padahal Cek Minah itu adik mamakmu, tapi Cek Minah setelah melahirkan di ceraikannnya sama suami entah apa masalahnya ayuk tak faham"
"Waktu Nyai sama Yaimu meninggal ada surat wasiat kalau harta warisan itu di bagi rata, tapi Cek Minah curang, di bawanya kabur semua emas Nyai mu sama surat tanah dan rumah Yaimu, semua di kuasainya. Mamakmu hidup susah tak ada tempat tinggal di usirnya sama orang dari rumah sendiri karena Cek Minah jual rumah peninggalan Nyai sama Yaimu"
"Dari sana mamakmu hidup atas belas kasih orang hampirl lah dulu Cek Kasih di titipkan di panti sosial karena tak ada yang mau memberikannya tumpangan, di tambah tak ada tempat tinggal sampe akhirnya jadi pembantu di rumah pak kasim dulu, ketemu Cek Ali di ajak nikah, lahirlah kamu Laila"
"Tapi setalah lulus SD kamu di pondokkan, pas kamu di pondok datanglah Imron nemui mamakmu, minta maaf ke Cek Kasih atas kesalahan Cek Minah, tapi tak di maafkannya sama mamakmu sampai Cek Minah meninggal. Setelah Cek. Minah meninggal Imron memilih tinggal di kampung kita dengan tujuan ingin dekat dengan Waksaknya"
"Dan mendapatkan maaf atas kesalahan Cek Minah, tapi sepertinya Cek Kasih benar-benar sakit hati karena kesalahannya Cek Minah, jadi sampai hari ini tak dapat maaflah si Imron. Bahkan Imron juga ikut di bencinya, karena Cek kasih merasa, hidup enak kak Imron itu karena harta warisannya"
"Sempat kak Imron mau memberikan hak mamakmu, tapi di tolaknya mentah-mentah kata Cek Kasih sudah telat semuanya, aku punya suami, punya anak yang nantinya bisa buatku bahagia"
Penjelasan yuk Nunung membuatku benar-benar terkejut, dan juga tidak terlalu percaya, karena selama ini aku tidak pernah mendengar cerita seperti itu dari bapak atau mamak.
"Tapi kenapa pak Imron manggil mamak Cek, bukan Wak Besak?" Tanyaku lagi.
"Dulu waktu awal ketemu, kak Imron manggil Cek Kasih itu Wak Besak, tapi di ludahinya sama mamakmu, kata Cek Kasih jangan sebut aku Wak Besak kau ya. Aku ini bukan Wak Besak kau, tak adanya hubungan keluarga kita"
"Nah mulai dari itulah kak Imron manggil mamak kamu itu Cek, sebagai rasa hormat"
Mendengar penjelasan yuk Nunung ini, aku merasa sedikit masuk akal karena pak Imron memang memanggil bapak dengan sebutan Waksak, aneh juga bila memanggil mamak dengan sebutan Cek.
"Tapi kenapa bu Asma tau masa lalu mamak, sedangkan waktu mamak hidup susah pak Imron dan bu Asma tak adalah di kampung kita" tanyaku memastikan.
"Cek Minah dapat informasi kalau mamakmu tetap tinggal di kampung kita jadi Cek Minah yang menyuruh kak Imron datang ke kampung kita. Waktu dia datang sampainya tepat di depan rumah pak Kasim niatnya hanya bertanya di mana rumah Cek Kasih, karena pak Kasim juga sudah menganggap Cek Kasih itu anak, di tanyanya Imron itu siapa apa tujuannya nyari Cek Kasih, di jelaskan sama Imron terus di ceritakan semuanya tentang Cek Minah"
"Benar apa yuk?" Tanyaku lagi.
"Tanyalah pak Kasim kalau tidak percaya" jawab yuk Nunung.
"Almarhum aku di suruh tanya, mau kemananya aku, kuburan kah, terus sampai sana sama siapanya aku bicara, batu nisannya kah, terus siapa yang jawab pertanyaanku nanti?" Tanyaku dengan nada kesal.
Ket:
Bini (Istri)
Wak Besak/Waksak (Panggilan untuk kakak dari ibu/Ayah berlaku untuk perempuan dan laki-laki)
Gawe (Kerja)
Ayuk (Mbak)
Nyai/Yai (Nenek/Kakek)
Cek (Panggilan hormat untuk orang yang usianya lebih tua)
"Hahaha Ya Allah lupanya aku, kalau pak Kasim sudah tak ada, maafkan ayuk, Laila kalau tak percaya tanyalah bapakmu" ucap yuk Nunung. "Nantilah, sekarang Laila mau pulang dulu, di rumah belum masak, sudah jam 11 nya ini, telat sudah Laila masak" aku berdiri membereskan tempat jualanku. "Yasudah ayuk pamit dulu, makasih risoles nya, enak loh" "Laila yang makasih sama ayuk sudah banyak membantu tadi" jawabku "Tak masalah, kalau besok mau di bantu lagi ajaklah ayuk, tak usah gaji, kasih risole saja sudah cukup" ucapnya. Aku hanya tersenyum mendengar tawaran yuk Nunung tak ku tanggapi lebih. Sepanjang jalan pulang aku sibuk memikirkan apa yang di sampaikan yuk Nunung barusan, kalau memang benar begitu kenapa bapak tidak cerita apa-apa kepadaku atau Rahmi, kenapa di tutup rapat-rapat seperti ini. "Assalamualaikum" aku
"Assalamualaikum" "Waalaikumsalam, eh yuk Nunung ada apa? "Laila ada?" "Mamak ada" jawab Rahmi. "Aku tak cari mamakmu, aku cari kakakmu" "Maksud ku, kalau di taunya kakak kesini, bisa mengamuk lagi lah mamak" "Panggil saja kakakmu cepat, sebelum mengamuknya mamakmu nanti" Rahmi tertawa cekikikan mendengar perintah yuk Nunung, berlalu memanggil Laila. "Kenapa yuk?" "Laila, kamu dapat pesanan risoles untuk arisan RT, ayuk penanggung jawabnya" "Untuk kapan?" "Besok sore, 50 biji ya" "Sarang semut tak?" "Mereka tak pesan, tapi boleh lah Ayuk pesan sarang semut satu loyang" "Tumben, buat apa yuk?" Rahmi menyambung. "Ayuk ulangtahun besok
"Ya Allah sakit" teriak mamak dari dalam kamar "Kak, sakit bener apa rasa perut mamak itu di urut?" "Tau lah kakak, kita doa saja semoga mamak sehat setelah ini" "Bapak, tukang urut dari mananya itu pak?" Tanya Rahmi. "Dari kampung sebelah dik" "Pantaslah Rahmi tak pernah tengok wajah wak itu" "Sudah wak?" Tanyaku pada tukang urut yang baru saja keluar dari kamar mamak. "Mamak kamu kalau setelah ku urut tak ada perubahan, bawa lah cepat ke dokter, sudah kerasnya ku rasa perut mamak kamu itu, tak berani ku urut terlalu dalam" "Kira-kira apa penyebab mamak kami sampai bisa seperti itu Wak?" "Banyak makan" jawab tukang urut itu singkat. Bapak langsung mengantarkan tukang urut itu pulang ke kampung sebelah, aku dan Rahmi segera menghampiri mamak ke
"Kak mau cerita apanya kakak sama Rahmi?""Adik ingat tak pertanyaan kakak tempo lalu tentang pak Imron?""Ingat lah, ada masalahnya kakak kah sama pak Imron?""Kakak mau cerita satu hal""Apa dia?"Aku mulai menceritakan pada Rahmi apa yang pernah di sampaikan yuk Nunung padaku Rahmi yang mendengarkan ceritaku juga cukup terkejut, hal yang kami lakukan saat selesai bercerita adalah menyambungkan apa yang pernah Rahmi saksikan antara pak Imron dan mamak sewaktu Rahmi masih Kecil."Jadi apanya kita buat sekarang kak?""Adik mau tak mendekati bu Asma, dia kan guru komputer di sekolahnya""Faham lah Rahmi pasti kakak suruh Rahmi pura-pura belajar sama bu Asma kan?"Tak mungkin lah kakak yang mau kesana, kakak sibuk jualan""Serahkan lah sama Rahmi nanti biar Rahmi yang urus
Bapak yang sudah menjalani beberapa pemeriksaan saat ini harus menjalani pengobatan rawat inap di rumah sakit. Hasil dari pemeriksaan menyatakan bapak murni terkena pukulan benda tumpul tepat pada perutnya.Itu sebabnya bapak muntah bercampur darah, bapak yang awalnya tidak ingin mengaku akhirnya menceritakan bagaimana kejadian yang bapak alami setelah pulang dari mengantar wak yang sudah memijat mamak.Rumah sakit yang awalnya menawarkan agar kejadian ini di laporkan ke polisi dengan hasil pemeriksaan lengkap yang sudah di jalani tapi mamak menolak tak ingin memperpanjang masalah. Mamak mengatakan bapak selamat saja sudah cukup untuk kami semua.Dering panggilan dari hp ku membuat semua lamunanku buyar."Laila kenapa tak ada di rumah? ayuk tunggu tak juga datangnya kamu, ayuk ke rumah manggil-manggil namamu tak adanya satupun orang keluar""Kami di rumah sakit yuk, sampaikan maaf Laila ta
Laila .... Laila mana ayam nya satu lagi ini ? Aku segera berlari menuju dapur mendengar namaku di panggil, mamak menanyakan di mana ayam sambal yang dia beli semalam saat pulang berkunjung dari rumah temannya. "Mak, itu kan sudah banyak lauk di atas meja makan, ada pepes ikan, sambal tempe, itu juga sudah aku keluarkan ayam goreng yang mamak beli semalam" jelasku pada mamak, yang seharusnya tanpa aku jelaskan mamak sudah bisa melihat sendiri di atas meja makan ada hidangan apa saja. "Ayam sambalnya mana, kan semalam mamak beli ayam sambal juga, bukan hanya ayam goreng" "Ampun aku, mamak ini gak pernah cukup sama satu lauk" batinku "Mana?" Suara mamak mulai meninggi. "Mak, ayam sambalnya ku simpan di dalam kulkas, itu kan sudah banyak sekali lauk di atas meja makan, maksudku ayam sambal nya buat lauk besok saja tinggal di pa
Rahmi sendiri yang tidak mau repot belanja kebutuhan rumah, dia lebih memilih memberikan uang kepada mamak setiap bulannya.Dengan menyisihkan sebagian dari gajinya, sebagai penyenang hati mamak katanya agar rejekinnya lancar, tapi setelah bapak tidak bekerja dia memberikan mamak dengan jumlah yang cukup besar dengan alasan dia tidak tega bila mamak harus terus menerus mengajak bapak bertengkar tiap hari karena merasa kekurangan uang.Aku yang dari awal saat bapak masih bekerja, lebih memilih mengisi kebutuhan rumah seperti belanja sabun cuci baju, cuci piring, bumbu bumbu dapur garam, micin, penyedap rasa, gula, kopi dan membayar air serta listrik tiap bulan, membuat mamak sedikit tidak enak jika meminta uang padaku.Gaji bapak di gunakan mamak untuk membeli ikan dan sayuran, sisanya mamak pakai untuk kesenangan nya.Sehabis sholat magrib aku masuk ke dalam kamar mamak, kebetulan bapak masih di masj
"Mi" aku mengguncang tubuh Rahmi matanya terpejam."Apa kak?" Jawabnya sambil mengucek matanya."Kakak tadi coba bicara sama mamak, niat kakak mau memberikan mamak jatah perminggu, mamak juga sudah menyetujui, tapi ada sedikit masalah""Masalah apa kak?""Mamak tetap meminta uang darimu, kata mamak harusnya semua gajimu serahkan ke mamak""Gila mamak itu, apa kurang cukup setengah dari gaji yang ku berikan, bahkan lebih dari setengahnya" emosi Rahmi menaik."Sabar dulu, coba bicarakan baik-baik sama mamak mungkin mamak akan mengerti""Sudahlah kak, aku malas debat dengan mamak, kakak tau sendiri macam apa mamak kita, sekali di mintanya A gak akan berubah jadi B, kecuali B itu lebih menarik dari A""Terus mau apa?""Diamkan saja, kalau perlu tidak ku kasih sama sekali gajiku""