Laila .... Laila
mana ayam nya satu lagi ini ?
Aku segera berlari menuju dapur mendengar namaku di panggil, mamak menanyakan di mana ayam sambal yang dia beli semalam saat pulang berkunjung dari rumah temannya.
"Mak, itu kan sudah banyak lauk di atas meja makan, ada pepes ikan, sambal tempe, itu juga sudah aku keluarkan ayam goreng yang mamak beli semalam" jelasku pada mamak, yang seharusnya tanpa aku jelaskan mamak sudah bisa melihat sendiri di atas meja makan ada hidangan apa saja.
"Ayam sambalnya mana, kan semalam mamak beli ayam sambal juga, bukan hanya ayam goreng"
"Ampun aku, mamak ini gak pernah cukup sama satu lauk" batinku
"Mana?" Suara mamak mulai meninggi.
"Mak, ayam sambalnya ku simpan di dalam kulkas, itu kan sudah banyak sekali lauk di atas meja makan, maksudku ayam sambal nya buat lauk besok saja tinggal di panasi" jelasku masih penuh dengan kesabaran.
"Bapakmu mau ayam sambal itu, panaskan taruh di atas meja ini" perintah mamak padaku.
"Sudah, ini saja cukup bapak mau makan pepes ikan" sambung bapak menetralkan keadaan.
"Mana enak, aku beli lauk buat di makan bukan buat di simpan pak"
Bila mamak sudah menyela omongan bapak, tidak ada yang bisa berkutik, semua harus menuruti perintah mamak. Ku panasi ayam sambal yang mamak minta, setelah itu ku letakkan di atas meja makan, ku lihat mamak begitu lahap menyantap setiap lauk yang tersaji di atas meja makan, tepat sekali yang di santap hanya ayam sambal dan ayam gorengnya, pepes ikan beserta sambal tempe yang ku masak tidak di sentuh mamak sama sekali.
Padahal mamaklah yang menyuruhku memasak itu. Mamak benar-benar lidah warung sifatnya tidak pernah berubah dari dulu sampai hari ini, menyuruhku masak tapi tetap membeli lauk dari luar.
Awalnya aku lapar, melihat tingkah mamak, nafsu makanku hilang, aku membiarkan mamak dan bapak sarapan berdua, sedangkan aku memilih kembali masuk ke dalam kamar.
"Kenapa kak?" Tanya adikku yang sedang sibuk memainkan ponselnya tanpa menoleh ke arah ku.
"Biasalah" ucapku sambil menghela nafas panjang.
"Sudah macam rudal mulut mamak itu kalau bicara" sambung adikku"
"Ish mulutmu ini, biar bagaimanapun mamak kita itu"
"Aku tau dia mamak kita, tapi kalau bicara suaranya tak bisa pelan, menggelegar, terus setiap kemauannya harus ada, sampai kapan kita terus menerus seperti ini?"
Nampaknya adikku yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya, sekarang sedang berbicara serius dan mengubah posisi nya menjadi duduk.
"Ya mana kakak tau, doakan saja semoga mamak berubah, lagian bapak juga sedang tidak bekerja kalau kita kekurangan uang mana mungkin mamak bisa jajan di luar terus" sambungku dengan nada yang sangat pelan.
"Ahhh gak percaya aku" adikku mengibaskan tangannya.
"Rahmiiiiiiiiiiii .... Rahmiiiiiiiiii"
Mamak teriak memanggil adikku.
"Benar benar rudal, baru saja aku bicarakan sudah di panggilnya aku" ucap adikku sebelum keluar menghampiri mamak di dalam kamarnya.
Aku yang siap mendaratkan kepalaku di atas bantal, terkejut saat adikku membuka pintu kamar dengan kasar.
"Rahmi rasa gak ada otak mamak itu"
"Kenapa lagi, kamu juga gak bisa apa buka pintu pelan-pelan, rusak pintu rumah orang, ganti kita" jawabku jengkel.
"Baru kemarin ku kasih uang gajiku buat penuhi kebutuhan lauk pauk, sudah di mintanya lagi uang simpanan ku"
"Serius dulu bicara itu" jawabku mengubah posisi menjadi duduk.
"Kakak tengok ini, wajah Rahmi sedang ada ekspresi bercanda kah?" Jawab adikku sambil menunjuk wajahnya sendiri.
"Berapa kamu kasih mamak kemarin?" Tanyaku serius, karena selama ini aku tak pernah mencampuri urusan adikku dalam memberikan uang untuk mamak.
"Ku kasihnya 1.500.000 aku cuma ambil 500.000 aja sisa dari gajiku, ku pikir karena bapak sedang tidak bekerja, aku mengalah demi rumah, tapi rupanya mamak bertindak sesukanya" keluar juga air mata adikku saat menjelaskan berapa nominal uang yang di berikannya, mungkin dia sedang menahan kesal karena ulah mamak, itu sebabnya air matanya tak dapat di tahan.
"Hapus dulu air mata itu, biar kakak kasih uang mamak nanti, simpan saja sisa gajimu untuk kebutuhan, nanti kakak tambahkan untuk uang bensinmu juga selama sebulan.
Mendengarkan penuturanku, Rahmi yang tadinya menangis beralih mengusap kasar air matanya. Dapat ku lihat dia nyengir karena mendengar aku akan menanggung uang bensinnya selama sebulan penuh.
Selama bapak tidak bekerja, tanggung jawab mengisi kebutuhan rumah berlarih kepadaku dan Rahmi, adikku sendiri bekerja di percetakan sablon dan stiker.
Sedangkan aku tidak bekerja dengan orang, melainkan setiap pagi sehabis subuh aku sudah keluar untuk jualan, paling lama menghabiskan daganganku jatuh pada pukul 09.00 pagi, aku hanya menjual dua jenis jajan basah yang gurih dan yang manis. Risoles dan sarang semut, aku berjualan sejak lulus SMA terhitung 7 tahun.
Jadi aku sudah memiliki pelanggan tetap. Tidak jarang aku mendapatkan pesanan risoles untuk acara arisan dari ibu-ibu perumahan dan acara besar lainnya dari para pegawai kantor. Di tambah aku memiliki dua orang yang mengambil risoles dariku untuk di jualnya lagi. Hasil dari jualanku selama ini bisa di katakan lebih dari cukup.
Next?
Rahmi sendiri yang tidak mau repot belanja kebutuhan rumah, dia lebih memilih memberikan uang kepada mamak setiap bulannya.Dengan menyisihkan sebagian dari gajinya, sebagai penyenang hati mamak katanya agar rejekinnya lancar, tapi setelah bapak tidak bekerja dia memberikan mamak dengan jumlah yang cukup besar dengan alasan dia tidak tega bila mamak harus terus menerus mengajak bapak bertengkar tiap hari karena merasa kekurangan uang.Aku yang dari awal saat bapak masih bekerja, lebih memilih mengisi kebutuhan rumah seperti belanja sabun cuci baju, cuci piring, bumbu bumbu dapur garam, micin, penyedap rasa, gula, kopi dan membayar air serta listrik tiap bulan, membuat mamak sedikit tidak enak jika meminta uang padaku.Gaji bapak di gunakan mamak untuk membeli ikan dan sayuran, sisanya mamak pakai untuk kesenangan nya.Sehabis sholat magrib aku masuk ke dalam kamar mamak, kebetulan bapak masih di masj
"Mi" aku mengguncang tubuh Rahmi matanya terpejam."Apa kak?" Jawabnya sambil mengucek matanya."Kakak tadi coba bicara sama mamak, niat kakak mau memberikan mamak jatah perminggu, mamak juga sudah menyetujui, tapi ada sedikit masalah""Masalah apa kak?""Mamak tetap meminta uang darimu, kata mamak harusnya semua gajimu serahkan ke mamak""Gila mamak itu, apa kurang cukup setengah dari gaji yang ku berikan, bahkan lebih dari setengahnya" emosi Rahmi menaik."Sabar dulu, coba bicarakan baik-baik sama mamak mungkin mamak akan mengerti""Sudahlah kak, aku malas debat dengan mamak, kakak tau sendiri macam apa mamak kita, sekali di mintanya A gak akan berubah jadi B, kecuali B itu lebih menarik dari A""Terus mau apa?""Diamkan saja, kalau perlu tidak ku kasih sama sekali gajiku""
"Waktu mamak bilang begitu, apa kata bapak?""Bapak masih beli sayur sama ikan, pas aku lari kesini, ketemu bapak depan gerbang di lihatnya aku nangis, tapi aku langsung lari, bapak teriak, ditanya mau kemananya aku, tak lama ku dengar mamak teriak di suruhnya bapak masuk" Jelas Rahmi padaku."Jualan kakak sudah habis, kamu tunggu dulu, sambil di beresi sisanya ini, kakak mau pergi koperasi sebentar, ambil uangmu yang kakak pinjam semalam".Melihat adikku menangis seperti itu hatiku tidak tega, mamak benar-benar terlalu, hanya karena uang anaknya di ajak bertengkar.Padahal bisa di bilang Rahmi termasuk anak yang pengertian, di umur 18 tahun dia tau bagaimana cara membuat senang hati orangtuanya, dengen menyisihkan sedikit dari gajinya untuk mamak senang-senang.Bahkan setelah bapak tidak bekerja dia mengalah, memberikan 75% dari gajinya tapi tetap saja tidak cukup. Sesampa
"Kita tak perlu masak ya mak?" aku sengaja bertanya seperti itu pada mamak, ingin melihat reaksinya seperti apa."Eh masaklah, kalau tidak masak mau makan apa kita nanti kalau tidak ada lauk" jawab mamak sebelum keluar gerbang."Kata mamak tadi mau beli menu baru bang Hasan" aku mencoba mengingat kan kembali ucapan mamak."Lauk tambahan aja itu yang aku beli di Hasan, kamu hari ini goreng tempe, tahu, masak sayur asem, ikan itu di sambal, jangan lupa cumi itu kamu tepungi Laila" perintah mamak lalu pergi meninggalkan rumah."Pak, mamak itu mau sedekah sama tong sampah lagi kah?" Tanya Rahmi pada bapak."Pak bagaimana ini?" Tanyaku pada bapak."Tak usah di ikuti semua perintah mamak mu nak, cumi itu simpan saja dalam kulkas, beri penjelasan nanti" jawab bapak lembut."Senang betul bapak dan kak Laila memancing rudalnya mamak keluar, kalau
"Tau apanya kamu sama malu Imron, jawab dulu aku" saat mamak menjawab seperti itu, pak RT langsung pergi begitu saja tanpa pamit.Bagiku mamak memang keterlaluan, tapi aku selalu memperhatikan setiap mamak bertemu pak Imron, mamak tetap memandang sinis dan tak pernah bersikap baik."Mak minum dulu es teh ini" Rahmi memberikan segelas teh untuk mamak."Memang benar-benar anak berbakti kamu Rahmi, mamak lagi emosi begini di turunkan nya emosi mamak dengan es teh" jawab mamak sambil menyeruput es tehnya."Laila pijit dulu pundak mamak ini, tegang sekali rasanya, di buat emosi sama janda gila itu" mamak sambil memegang pundaknya.Aku yang mendapatkan perintah dari mamak langsung ku jalankan."Mak, apa masalahnya sama ayuk Nunung?" Rahmi yang sedang memijit kaki mamak mencoba mencari tahu kejadian yang sebenarnya."Kamu panggilnya sekali lagi ayuk, lidahmu yang mamak cin
"Ini baru makan enak, kalau tadi tak ada nafsuku makan sama sekali, melihat lauk hanya di masak setengah" ucap mamak selesai makan.Rahmi menyenggol kakiku dari bawah meja, memberi isyarat bahwa dia benar-benar ingin menjawab kata-kata mamak tapi tidak mampu di lakukannya."Pak, mana?" Tanya mamak pada bapak."Apa mak?" Tanya bapak balik."Nafkah" jawab mamak singkat. Bapak mengeluarkan 3 lembaran merah lalu di serahkan ke mamak."300.000 ribu aja pak?" Mamak menautkan alisnya."Alhamdulillah mak" jawab bapak."Cukup apalah uang segini, beli lauk pauk habislah sehari" mamak memasukkan kasar uang itu ke dalam kantung dasternya. Lalu meninggalkan kami bertiga masuk ke dalam kamar."Mak" panggil bapak lagi sebelum mamak menutup pintu kamarnya."Apa lagi?" Jawab mamak ketus."Ada masalah apa sa
"Pak, ada masalah apanya mamak sama pak Imron, kenapa mamak itu kalau Laila tengok tak pernahlah baik sikap mamak sama pak Imron setiap ketemu juga mamak selalu sinis" tanyaku penasaran."Biarlah kak, itu urusan mamak, nanti bapak coba tanya mamak lagi lebih jelasnya" jawab bapak."Pak tapi ada satu lagi yang buat kami terkejut" ucapku ragu."Apalah yang buat anak gadis bapak terkejut, coba ceritakan""Yuk Nunung bilang, bapak pernah kasihkannya uang" jawabku ragu."Astaghfirullah" bapak terkejut mengelus dadanya."Benar Nunung bilang begitu?" Tanya bapak memastikan."Iya pak, tetangga juga dengar itu, terus mamak jalan mau di hampiri yuk Nunung, tapi lari dia pak langsung di kuncinya pintu
"Sebenarnya masalah pamernya tidak ku ambil pusing, tapi kalau sudah pamer, di traktirnya semua ibu-ibu yang duduk di warung si Yati nanti, belum lagi kalau datang si Hasan. Di bayarinya si Tutik biang gosip itu, yang ku tau Cek Ali belum ada gawe lagi, sudah taunya aku pasti duitnya itu kalau tidak darimu pasti dari Rahmi, kasihanlah aku sama kamu dua orang capek cari uang tapi mamakmu foya-foya" Sambung Yuk Nunung lagi. "Ayuk tak sedang memfitnah mamak kan?" "Ya Allah Ya Karim, Laila apa untung ayuk fitnah Cek Kasih, tak dapat uang pun aku dari fitnah itu" "Tapi kemarin ayuk tega bawa nama bapak seperti itu" "Iyolah kalau yang itu ayuk salah, maafkan ayuk, niatnya nanti malam ayuk mau main ke rumah kamu, mau minta maaf sama Cek Ali, tapi suruh Rahmi ajak Cek Kasih keluar, kalau ada Cek Kasih, mana bisa aku minta maaf, pastilah jadi ribut lagi" "Tak usahlah yuk, biar n