"Ini baru makan enak, kalau tadi tak ada nafsuku makan sama sekali, melihat lauk hanya di masak setengah" ucap mamak selesai makan.
Rahmi menyenggol kakiku dari bawah meja, memberi isyarat bahwa dia benar-benar ingin menjawab kata-kata mamak tapi tidak mampu di lakukannya.
"Pak, mana?" Tanya mamak pada bapak.
"Apa mak?" Tanya bapak balik.
"Nafkah" jawab mamak singkat. Bapak mengeluarkan 3 lembaran merah lalu di serahkan ke mamak.
"300.000 ribu aja pak?" Mamak menautkan alisnya.
"Alhamdulillah mak" jawab bapak.
"Cukup apalah uang segini, beli lauk pauk habislah sehari" mamak memasukkan kasar uang itu ke dalam kantung dasternya. Lalu meninggalkan kami bertiga masuk ke dalam kamar.
"Mak" panggil bapak lagi sebelum mamak menutup pintu kamarnya.
"Apa lagi?" Jawab mamak ketus.
"Ada masalah apa sama Nunung" tanya bapak.
"Tanya saja sama Imron, bapak mendengar cerita dari Imron kan?"
"Imron hanya mengatakan mamak ada masalah dengan Nunung"
"Yasudah, kalau sudah tau dari si Imron tanya saja ceritanya dengan Imron"
"Mak, Imron tak tau apa-apa, itulah kenapa bapak tanya mamak"
"Kalau bapak dapat informasi nya dari Imron, tanya saja sama Imron semuanya mulai asalnya, penyebabnya, masalahnya. Kalau dapat informasinya dari mamak baru tanya sama mamak, jadi kan bapak dapat informasi nya dari Imron, jangan tanya sama mamak lah" mamak masuk menutup pintu kamarnya.
"Bapak sabar ya, hanya kalimat itu yang dapat ku ucapkan, sedangkan Rahmi mengelus punggung bapak"
"Kakak, dan adik tahu masalahnya kah?" Tanya bapak. Lalu di sambut anggukkan kepala dariku dan Rahmi.
"Nanti malam ya pak kita cerita" jawabku.
"Pak, jadi kah?" Rahmi bertanya pada bapak menagih janji.
"Alhamdulillah jadi, siap-siap lah nanti malam habis isya' kita jalan" jawab bapak seraya meninggalkan meja makan.
Mendengar Adzan Isya' berkumandang aku dan Rahmi segera berlari berebut mengambil air wudhu, kami tidak mau kemalaman jalan bersama bapak, apalagi ini jalan pertama kami, setelah bapak lama tidak ada gawe.
"Sudah siap?" Tanya bapak yang baru saja melepas kopiah dan baju kokonya.
"Sudah pak" kami menjawab serempak.
"Mau kemana kalian?" Mamak bertanya keluar dari kamar mandi.
"Jalan sama anak-anak, mamak mau ikut kah?" Tawar bapak.
"Oh jadi uang tadi siang itu tidak utuh sepenuhnya, sisanya di jajankan untuk anak-anak, hebat sekali bapak, anak-anak itu sudah besar.
Laila banyak hasil jualannya, Rahmi pun sudah bekerja ada gajinya, mana ada pantas seorang bapak jajankan anaknya yang sudah berpenghasilan, jangan mau di jadikan kacungnya anak pak, biarkan mereka yang menjajani kita" mamak mulai mengoceh, aku dan Rahmi yang tadinya semangat untuk keluar bersama bapak, sekarang menjadi tidak bersemangat lagi karena kata-kata mamak.
"Ya Allah Ya Robby, Ya Rasulullah Muhammad ku, mak sadar dulu kalau berucap itu. Laila, Rahmi anak kita, apa salahnya kita buat senang, walaupun mereka berdua sudah berpenghasilan. Sebelum mereka menikah masih tanggung jawab kita anak dua ini, terutama tanggung jawab bapak" bapak mulai menasihati mamak.
"Ah sudahlah kalau di kasih tau perempuan tak pernah mau di turutinya aku. Pergi-pergilah kalian keluar sana, aku titip nasi goreng dan sate kambing" jawab mamak mengibaskan tangannya.
"Mak, lauk tadi kan masih ada" Rahmi menjawab.
"Ku yakin sudah tak enak itu, sudah dingin tak segar lagi". Jawab mamak sambil duduk jongkok memegangi perutnya.
"Mana uang?" Sambung Rahmi lagi.
"Pakailah uang bapakmu itu, kalian di jajankannya, kenapa aku istrinya tidak?" Mamak menjawab sambil meringis.
"Mamak sakit kah?" Tanyaku yang menyadari mamak meringis sejak bicara tadi.
"Eh taklah, ku rasa sembelitnya aku ini, mamak titip obat pencahar jugalah".
"Yasudah tunggu kami pulang" ucap bapak.
Sejak keluar dari gerbang rumah, aku, Rahmi dan bapak tak berhenti tertawa, bapak menceritakan bagaimana masa kecil kami berdua, bagaimana tulusnya mamak merawat kami dan menyayangi kami berdua.
"Pak, kalau mamak sayang sama Rahmi dan kakak seperti cerita bapak, kenapa mamak seperti itu sikapnya sekarang?" Tanya Rahmi menghentikan tawa kami bertiga.
"Mamak tetap sayanglah sama kalian berdua, bagaimanapun mamak tetap sayang sama anak-anak nya, kalau tidak sayang sudah lamanya tak di urus Laila dan Rahmi. Kalau mamak tak sayang, tak di duduknya Rahmi dan Laila"
Aku yang mendengar penjelasan bapak, mengingat sewaktu Rahmi di lahirkan mamak, mamak begitu hati-hati dalam merawat Rahmi, mamak sampai tak tidur, bahkan aku juga tidak lepas dari pantauan mamak, walaupun mamak sibuk mengurus Rahmi waktu masih bayi, aku juga tetap di urus mamak.
"Laila ingat itu tak?" Ucap bapak membuyarkan lamunanku.
"Ingat pak" jawabku tersenyum.
"Tapi pak, kenapa mamak jadi macam itu sekarang? Rahmi masih belum bisa menerima cerita masa kecilnya.
"Doakan saja semoga mamak berubah ya dengan sifat dan sikap yang tidak kita sukai" jawab bapak mengelus kepala adikku.
"Bapak mau balik bertanya, sebenarnya ada masalah apa mamak sama Nunung tadi?"
"Oh itu, hampirlah lupa kami pak, tadi itu Laila lagi duha, terus terkejut lah mamak teriak-teriak, ternyata di depan sudah ada Rahmi ngawani mamak, entah apa masalah awalnya" jelasku pada bapak.
"Terus Rahmi kenapa mamak bisa ribut?" Bapak bertanya lagi.
"Tak taulah pak, tiba-tiba mamak buka gerbang rumah kasar sekali, kebetulan Rahmi lagi nyapu halaman gerbang, terus di belakang adalah yuk Nunung nyusul mamak, yuk Nunung manggil mamak baik-baik, tapi di setan-setankan nya orang sama mamak" jawab Rahmi.
"Terus datanglah pak Imron, dari situ mamak masuk ke dalam rumah, Rahmi tarik. Pak Imron tanya ada masalah apa, mamak bilang yuk Nunung mau nyuri uang mamak" tambah Rahmi lagi.
"Tapi pak anehnya, pak Imron pergi tanpa pamit sama mamak waktu mamak bilang tau apanya kamu tentang malu Imron, jawab dulu aku" aku memperagakan ulang cara mamak berbicara.
Ket:
Gawe (Kerja)
Kacung (Budak)
Macam itu (Seperti itu)
"Pak, ada masalah apanya mamak sama pak Imron, kenapa mamak itu kalau Laila tengok tak pernahlah baik sikap mamak sama pak Imron setiap ketemu juga mamak selalu sinis" tanyaku penasaran."Biarlah kak, itu urusan mamak, nanti bapak coba tanya mamak lagi lebih jelasnya" jawab bapak."Pak tapi ada satu lagi yang buat kami terkejut" ucapku ragu."Apalah yang buat anak gadis bapak terkejut, coba ceritakan""Yuk Nunung bilang, bapak pernah kasihkannya uang" jawabku ragu."Astaghfirullah" bapak terkejut mengelus dadanya."Benar Nunung bilang begitu?" Tanya bapak memastikan."Iya pak, tetangga juga dengar itu, terus mamak jalan mau di hampiri yuk Nunung, tapi lari dia pak langsung di kuncinya pintu
"Sebenarnya masalah pamernya tidak ku ambil pusing, tapi kalau sudah pamer, di traktirnya semua ibu-ibu yang duduk di warung si Yati nanti, belum lagi kalau datang si Hasan. Di bayarinya si Tutik biang gosip itu, yang ku tau Cek Ali belum ada gawe lagi, sudah taunya aku pasti duitnya itu kalau tidak darimu pasti dari Rahmi, kasihanlah aku sama kamu dua orang capek cari uang tapi mamakmu foya-foya" Sambung Yuk Nunung lagi. "Ayuk tak sedang memfitnah mamak kan?" "Ya Allah Ya Karim, Laila apa untung ayuk fitnah Cek Kasih, tak dapat uang pun aku dari fitnah itu" "Tapi kemarin ayuk tega bawa nama bapak seperti itu" "Iyolah kalau yang itu ayuk salah, maafkan ayuk, niatnya nanti malam ayuk mau main ke rumah kamu, mau minta maaf sama Cek Ali, tapi suruh Rahmi ajak Cek Kasih keluar, kalau ada Cek Kasih, mana bisa aku minta maaf, pastilah jadi ribut lagi" "Tak usahlah yuk, biar n
"Hahaha Ya Allah lupanya aku, kalau pak Kasim sudah tak ada, maafkan ayuk, Laila kalau tak percaya tanyalah bapakmu" ucap yuk Nunung. "Nantilah, sekarang Laila mau pulang dulu, di rumah belum masak, sudah jam 11 nya ini, telat sudah Laila masak" aku berdiri membereskan tempat jualanku. "Yasudah ayuk pamit dulu, makasih risoles nya, enak loh" "Laila yang makasih sama ayuk sudah banyak membantu tadi" jawabku "Tak masalah, kalau besok mau di bantu lagi ajaklah ayuk, tak usah gaji, kasih risole saja sudah cukup" ucapnya. Aku hanya tersenyum mendengar tawaran yuk Nunung tak ku tanggapi lebih. Sepanjang jalan pulang aku sibuk memikirkan apa yang di sampaikan yuk Nunung barusan, kalau memang benar begitu kenapa bapak tidak cerita apa-apa kepadaku atau Rahmi, kenapa di tutup rapat-rapat seperti ini. "Assalamualaikum" aku
"Assalamualaikum" "Waalaikumsalam, eh yuk Nunung ada apa? "Laila ada?" "Mamak ada" jawab Rahmi. "Aku tak cari mamakmu, aku cari kakakmu" "Maksud ku, kalau di taunya kakak kesini, bisa mengamuk lagi lah mamak" "Panggil saja kakakmu cepat, sebelum mengamuknya mamakmu nanti" Rahmi tertawa cekikikan mendengar perintah yuk Nunung, berlalu memanggil Laila. "Kenapa yuk?" "Laila, kamu dapat pesanan risoles untuk arisan RT, ayuk penanggung jawabnya" "Untuk kapan?" "Besok sore, 50 biji ya" "Sarang semut tak?" "Mereka tak pesan, tapi boleh lah Ayuk pesan sarang semut satu loyang" "Tumben, buat apa yuk?" Rahmi menyambung. "Ayuk ulangtahun besok
"Ya Allah sakit" teriak mamak dari dalam kamar "Kak, sakit bener apa rasa perut mamak itu di urut?" "Tau lah kakak, kita doa saja semoga mamak sehat setelah ini" "Bapak, tukang urut dari mananya itu pak?" Tanya Rahmi. "Dari kampung sebelah dik" "Pantaslah Rahmi tak pernah tengok wajah wak itu" "Sudah wak?" Tanyaku pada tukang urut yang baru saja keluar dari kamar mamak. "Mamak kamu kalau setelah ku urut tak ada perubahan, bawa lah cepat ke dokter, sudah kerasnya ku rasa perut mamak kamu itu, tak berani ku urut terlalu dalam" "Kira-kira apa penyebab mamak kami sampai bisa seperti itu Wak?" "Banyak makan" jawab tukang urut itu singkat. Bapak langsung mengantarkan tukang urut itu pulang ke kampung sebelah, aku dan Rahmi segera menghampiri mamak ke
"Kak mau cerita apanya kakak sama Rahmi?""Adik ingat tak pertanyaan kakak tempo lalu tentang pak Imron?""Ingat lah, ada masalahnya kakak kah sama pak Imron?""Kakak mau cerita satu hal""Apa dia?"Aku mulai menceritakan pada Rahmi apa yang pernah di sampaikan yuk Nunung padaku Rahmi yang mendengarkan ceritaku juga cukup terkejut, hal yang kami lakukan saat selesai bercerita adalah menyambungkan apa yang pernah Rahmi saksikan antara pak Imron dan mamak sewaktu Rahmi masih Kecil."Jadi apanya kita buat sekarang kak?""Adik mau tak mendekati bu Asma, dia kan guru komputer di sekolahnya""Faham lah Rahmi pasti kakak suruh Rahmi pura-pura belajar sama bu Asma kan?"Tak mungkin lah kakak yang mau kesana, kakak sibuk jualan""Serahkan lah sama Rahmi nanti biar Rahmi yang urus
Bapak yang sudah menjalani beberapa pemeriksaan saat ini harus menjalani pengobatan rawat inap di rumah sakit. Hasil dari pemeriksaan menyatakan bapak murni terkena pukulan benda tumpul tepat pada perutnya.Itu sebabnya bapak muntah bercampur darah, bapak yang awalnya tidak ingin mengaku akhirnya menceritakan bagaimana kejadian yang bapak alami setelah pulang dari mengantar wak yang sudah memijat mamak.Rumah sakit yang awalnya menawarkan agar kejadian ini di laporkan ke polisi dengan hasil pemeriksaan lengkap yang sudah di jalani tapi mamak menolak tak ingin memperpanjang masalah. Mamak mengatakan bapak selamat saja sudah cukup untuk kami semua.Dering panggilan dari hp ku membuat semua lamunanku buyar."Laila kenapa tak ada di rumah? ayuk tunggu tak juga datangnya kamu, ayuk ke rumah manggil-manggil namamu tak adanya satupun orang keluar""Kami di rumah sakit yuk, sampaikan maaf Laila ta
Laila .... Laila mana ayam nya satu lagi ini ? Aku segera berlari menuju dapur mendengar namaku di panggil, mamak menanyakan di mana ayam sambal yang dia beli semalam saat pulang berkunjung dari rumah temannya. "Mak, itu kan sudah banyak lauk di atas meja makan, ada pepes ikan, sambal tempe, itu juga sudah aku keluarkan ayam goreng yang mamak beli semalam" jelasku pada mamak, yang seharusnya tanpa aku jelaskan mamak sudah bisa melihat sendiri di atas meja makan ada hidangan apa saja. "Ayam sambalnya mana, kan semalam mamak beli ayam sambal juga, bukan hanya ayam goreng" "Ampun aku, mamak ini gak pernah cukup sama satu lauk" batinku "Mana?" Suara mamak mulai meninggi. "Mak, ayam sambalnya ku simpan di dalam kulkas, itu kan sudah banyak sekali lauk di atas meja makan, maksudku ayam sambal nya buat lauk besok saja tinggal di pa