"Tau apanya kamu sama malu Imron, jawab dulu aku" saat mamak menjawab seperti itu, pak RT langsung pergi begitu saja tanpa pamit.
Bagiku mamak memang keterlaluan, tapi aku selalu memperhatikan setiap mamak bertemu pak Imron, mamak tetap memandang sinis dan tak pernah bersikap baik.
"Mak minum dulu es teh ini" Rahmi memberikan segelas teh untuk mamak.
"Memang benar-benar anak berbakti kamu Rahmi, mamak lagi emosi begini di turunkan nya emosi mamak dengan es teh" jawab mamak sambil menyeruput es tehnya.
"Laila pijit dulu pundak mamak ini, tegang sekali rasanya, di buat emosi sama janda gila itu" mamak sambil memegang pundaknya.
Aku yang mendapatkan perintah dari mamak langsung ku jalankan.
"Mak, apa masalahnya sama ayuk Nunung?" Rahmi yang sedang memijit kaki mamak mencoba mencari tahu kejadian yang sebenarnya.
"Kamu panggilnya sekali lagi ayuk, lidahmu yang mamak cincang" mamak menjewer kuping Rahmi.
"Aww sakit mak, lalu ku panggilnya apa?" Rahmi meringis memegang telinganya.
"Panggil sudah janda gatal, janda sial, janda gila" jawab mamak kesal.
"Harus lengkap seperti itu mak manggilnya?" Kali ini aku yang mencoba bertanya.
"Iyalah, kalian kalau tak mau nurut, mamak kutuk jadi batu macam si Malin itu, jangan kalian berani-berani bantah, kalau gak turun nanti sumpahku" mamak menjawab masih dengan emosi.
"Ah sudahlah tak enakpun pijitan kalian berdua ini, bagus lagi aku masuk ke dalam nonton youtube" tambah mamak berlalu meninggalkan aku dan Rahmi di luar.
Saat mamak masuk ke dalam Rahmi mendekat padaku.
"Gilanya mamak itu, belum di ceritakan nya masalah sama kita, sudah lagi masuk ke dalam" bisik Rahmi.
"Hal itu yang kamu pikirkan?" Aku bertanya balik.
"Hmm tidak juga, aku lebih kepikiran waktu yuk Nunung bilang bapak kasihkan nya uang" jawab Rahmi.
"Nanti kita tanyakan bapak pelan-pelan waktu kita jalan-jalan beli jilbab"
"Iyalah kak, ayo sudah kita selesaikan masak itu, nanti bapak pulang lapar lagi perutnya telat makan siang" ajak Rahmi.
Rampung sudah pekerjaan ku dalam rumah, turun bapak dari masjid, tinggal ku siapkan makan siangnya saja.
"Assalamualaikum" ucap bapak
"Walaikumsalam" mamak yang tadinya di dalam kamar, cepat-cepat keluar menghampiri bapak.
"Mamak itu selain memiliki rudal, ku rasa adanya juga mengandung kecepatan roket kakinya itu" bisik Rahmi padaku.
"Apalagi itu Rahmi Ya Allah" aku mengelus dadaku mendengar penuturan Rahmi tentang mamak.
"Maksudku kak, mamak itu kalau masalah uang apalagi dari bapak, cepatnya melangkah kaki itu seperti roket, dengar anaknya masak di dapur tak jalan kakinya secepat itu" jelas Rahmi, aku yang mendengar penjelasan Rahmi ingin tertawa tapi ku tahan.
"Sudah selesai pak kerjanya?" Tanya mamak mendekat pada bapak.
"Laila siapkan makan siang" perintah mamak padaku.
"Alhamdulillah sudah, tadi sekalian Dzuhur di musholla, mau ke Masjid agak jauh" jawab bapak melepas kopiah dan baju koko yang di bawanya sebelum berangkat ke Musholla tadi pagi.
"Sini pak duduk dekat mamak" mamak menepuk kursi di sebelahnya yang sudah di tarik, khusus bapak. Mamak memang manis memperlakukan bapak di saat ada maunya.
"Rahmi buatkan es teh dulu untuk bapakmu, panasnya itu ku rasa habis kerja berat di Musholla tadi" perintah mamak lagi.
"Tak usah Rahmi, bapak tadi sudah di buatkan es teh sama bininya si Imron" jawab bapak sambil menunggu nasi di piringnya hangat.
Aku hanya memperhatikan bapak dan mamak mengobrol.
"Bapak minum es teh itu? Tanya mamak dengan mata mendelik.
"Di suguhkan, sudah pasti di minum, tak baik menolak rejeki" ucap bapak sambil mengambil satu lauk.
"Kenapa di minum, kenapa tidak telpon Rahmi saja suruh antarkan es teh kalau memang haus, ku rasa senanglah bapak itu dapat es teh suguhan perempuan lain" jawab mamak menuduh bapak.
"Astaghfirullah haladzim mak, bapak lagi menghadap makanan ini, tahan dulu kalau mau bicara seperti itu" bapak menghentikan aktivitas makannya.
"Laila, kenapa lauk ini cuma sedikit?" Mamak yang sadar dengan lauk di atas meja, mulai bertanya padaku.
"Mak, sedikit bagaimana ini kan lauknya lengkap di atas meja" jawabku pelan.
"Bapakmu tadi ku suruh beli ikan dua kilo, cumi dua kilo, sayur asam lengkap 2 bungkus, tahu 20 biji, tempe 2 papan, kenapa di sini hanya ada sedikit?" Tanya mamak lagi.
"Mak Laila hanya memasak setengahnya saja, sayang kalau tidak habis dan harus di buang" aku mencoba memberikan mamak pengertian.
"Ah tak nafsu lagi makan aku, kalau seperti ini caranya" mamak menyingkirkan piringnya yang masih kosong.
"Jadi bagaimana mak?" Tanyaku lagi.
"Harusnya kamu nurut perintah mamak, jalankan apa yang mamak perintahkan, kamu ini tak ada nurut-nurutnya jadi anak, heran aku" mamak melemparku memakai lap yang ada di meja.
"Rahmi, lapar perutku ini, belikan dulu aku mie ayam di depan itu" mamak memerintah Rahmi yang sedang makan, segera Rahmi berdiri meninggalkan makanannya, lalu mengambil mangkuk untuk membeli mie ayam.
"Maafkan Laila Mak" aku meminta maaf pada mamak, sedangkan bapak yang memperhatikan hal ini hanya bisa diam dan tak sanggup menelan makanannya.
"Ah malas ku kasih tanganku untuk di salami, kamu ini benar-benar pembangkang jadi anak, berguna juga tidak" emosi mamak semakin menaik.
"Mak, kita di sedang berhadapan dengan makanan ini, tak baik seperti itu, dosa" bapak mulai membuka suara. Mendengar ucapan bapak, mamak langsung terdiam tidak lagi di lanjutkan nya.
Rahmi dari luar datang membawa semangkuk mie ayam untuk mamak, mamak menyantap mie ayam itu dengan lahap, di ambilnya cumi goreng, ikan sambal, sebagai lauk tambahannya, sedangkan tempe, tahu dan sayur asam tak di sentuhannya sama sekali.
Next?
Ket:
Ayuk (Kakak/Mbak)
"Ini baru makan enak, kalau tadi tak ada nafsuku makan sama sekali, melihat lauk hanya di masak setengah" ucap mamak selesai makan.Rahmi menyenggol kakiku dari bawah meja, memberi isyarat bahwa dia benar-benar ingin menjawab kata-kata mamak tapi tidak mampu di lakukannya."Pak, mana?" Tanya mamak pada bapak."Apa mak?" Tanya bapak balik."Nafkah" jawab mamak singkat. Bapak mengeluarkan 3 lembaran merah lalu di serahkan ke mamak."300.000 ribu aja pak?" Mamak menautkan alisnya."Alhamdulillah mak" jawab bapak."Cukup apalah uang segini, beli lauk pauk habislah sehari" mamak memasukkan kasar uang itu ke dalam kantung dasternya. Lalu meninggalkan kami bertiga masuk ke dalam kamar."Mak" panggil bapak lagi sebelum mamak menutup pintu kamarnya."Apa lagi?" Jawab mamak ketus."Ada masalah apa sa
"Pak, ada masalah apanya mamak sama pak Imron, kenapa mamak itu kalau Laila tengok tak pernahlah baik sikap mamak sama pak Imron setiap ketemu juga mamak selalu sinis" tanyaku penasaran."Biarlah kak, itu urusan mamak, nanti bapak coba tanya mamak lagi lebih jelasnya" jawab bapak."Pak tapi ada satu lagi yang buat kami terkejut" ucapku ragu."Apalah yang buat anak gadis bapak terkejut, coba ceritakan""Yuk Nunung bilang, bapak pernah kasihkannya uang" jawabku ragu."Astaghfirullah" bapak terkejut mengelus dadanya."Benar Nunung bilang begitu?" Tanya bapak memastikan."Iya pak, tetangga juga dengar itu, terus mamak jalan mau di hampiri yuk Nunung, tapi lari dia pak langsung di kuncinya pintu
"Sebenarnya masalah pamernya tidak ku ambil pusing, tapi kalau sudah pamer, di traktirnya semua ibu-ibu yang duduk di warung si Yati nanti, belum lagi kalau datang si Hasan. Di bayarinya si Tutik biang gosip itu, yang ku tau Cek Ali belum ada gawe lagi, sudah taunya aku pasti duitnya itu kalau tidak darimu pasti dari Rahmi, kasihanlah aku sama kamu dua orang capek cari uang tapi mamakmu foya-foya" Sambung Yuk Nunung lagi. "Ayuk tak sedang memfitnah mamak kan?" "Ya Allah Ya Karim, Laila apa untung ayuk fitnah Cek Kasih, tak dapat uang pun aku dari fitnah itu" "Tapi kemarin ayuk tega bawa nama bapak seperti itu" "Iyolah kalau yang itu ayuk salah, maafkan ayuk, niatnya nanti malam ayuk mau main ke rumah kamu, mau minta maaf sama Cek Ali, tapi suruh Rahmi ajak Cek Kasih keluar, kalau ada Cek Kasih, mana bisa aku minta maaf, pastilah jadi ribut lagi" "Tak usahlah yuk, biar n
"Hahaha Ya Allah lupanya aku, kalau pak Kasim sudah tak ada, maafkan ayuk, Laila kalau tak percaya tanyalah bapakmu" ucap yuk Nunung. "Nantilah, sekarang Laila mau pulang dulu, di rumah belum masak, sudah jam 11 nya ini, telat sudah Laila masak" aku berdiri membereskan tempat jualanku. "Yasudah ayuk pamit dulu, makasih risoles nya, enak loh" "Laila yang makasih sama ayuk sudah banyak membantu tadi" jawabku "Tak masalah, kalau besok mau di bantu lagi ajaklah ayuk, tak usah gaji, kasih risole saja sudah cukup" ucapnya. Aku hanya tersenyum mendengar tawaran yuk Nunung tak ku tanggapi lebih. Sepanjang jalan pulang aku sibuk memikirkan apa yang di sampaikan yuk Nunung barusan, kalau memang benar begitu kenapa bapak tidak cerita apa-apa kepadaku atau Rahmi, kenapa di tutup rapat-rapat seperti ini. "Assalamualaikum" aku
"Assalamualaikum" "Waalaikumsalam, eh yuk Nunung ada apa? "Laila ada?" "Mamak ada" jawab Rahmi. "Aku tak cari mamakmu, aku cari kakakmu" "Maksud ku, kalau di taunya kakak kesini, bisa mengamuk lagi lah mamak" "Panggil saja kakakmu cepat, sebelum mengamuknya mamakmu nanti" Rahmi tertawa cekikikan mendengar perintah yuk Nunung, berlalu memanggil Laila. "Kenapa yuk?" "Laila, kamu dapat pesanan risoles untuk arisan RT, ayuk penanggung jawabnya" "Untuk kapan?" "Besok sore, 50 biji ya" "Sarang semut tak?" "Mereka tak pesan, tapi boleh lah Ayuk pesan sarang semut satu loyang" "Tumben, buat apa yuk?" Rahmi menyambung. "Ayuk ulangtahun besok
"Ya Allah sakit" teriak mamak dari dalam kamar "Kak, sakit bener apa rasa perut mamak itu di urut?" "Tau lah kakak, kita doa saja semoga mamak sehat setelah ini" "Bapak, tukang urut dari mananya itu pak?" Tanya Rahmi. "Dari kampung sebelah dik" "Pantaslah Rahmi tak pernah tengok wajah wak itu" "Sudah wak?" Tanyaku pada tukang urut yang baru saja keluar dari kamar mamak. "Mamak kamu kalau setelah ku urut tak ada perubahan, bawa lah cepat ke dokter, sudah kerasnya ku rasa perut mamak kamu itu, tak berani ku urut terlalu dalam" "Kira-kira apa penyebab mamak kami sampai bisa seperti itu Wak?" "Banyak makan" jawab tukang urut itu singkat. Bapak langsung mengantarkan tukang urut itu pulang ke kampung sebelah, aku dan Rahmi segera menghampiri mamak ke
"Kak mau cerita apanya kakak sama Rahmi?""Adik ingat tak pertanyaan kakak tempo lalu tentang pak Imron?""Ingat lah, ada masalahnya kakak kah sama pak Imron?""Kakak mau cerita satu hal""Apa dia?"Aku mulai menceritakan pada Rahmi apa yang pernah di sampaikan yuk Nunung padaku Rahmi yang mendengarkan ceritaku juga cukup terkejut, hal yang kami lakukan saat selesai bercerita adalah menyambungkan apa yang pernah Rahmi saksikan antara pak Imron dan mamak sewaktu Rahmi masih Kecil."Jadi apanya kita buat sekarang kak?""Adik mau tak mendekati bu Asma, dia kan guru komputer di sekolahnya""Faham lah Rahmi pasti kakak suruh Rahmi pura-pura belajar sama bu Asma kan?"Tak mungkin lah kakak yang mau kesana, kakak sibuk jualan""Serahkan lah sama Rahmi nanti biar Rahmi yang urus
Bapak yang sudah menjalani beberapa pemeriksaan saat ini harus menjalani pengobatan rawat inap di rumah sakit. Hasil dari pemeriksaan menyatakan bapak murni terkena pukulan benda tumpul tepat pada perutnya.Itu sebabnya bapak muntah bercampur darah, bapak yang awalnya tidak ingin mengaku akhirnya menceritakan bagaimana kejadian yang bapak alami setelah pulang dari mengantar wak yang sudah memijat mamak.Rumah sakit yang awalnya menawarkan agar kejadian ini di laporkan ke polisi dengan hasil pemeriksaan lengkap yang sudah di jalani tapi mamak menolak tak ingin memperpanjang masalah. Mamak mengatakan bapak selamat saja sudah cukup untuk kami semua.Dering panggilan dari hp ku membuat semua lamunanku buyar."Laila kenapa tak ada di rumah? ayuk tunggu tak juga datangnya kamu, ayuk ke rumah manggil-manggil namamu tak adanya satupun orang keluar""Kami di rumah sakit yuk, sampaikan maaf Laila ta