Hari itu aku ke pasar, memberi beberapa bahan makanan dan kebutuhan dapur lalu bergegas pulang, namun entah mengapa sejak kedatanganku tadi, seseorang membuntuti, ketika aku mencoba untuk melihatnya sosok itu menghilang di antara ramainya kerumunan orang di pasar.Ah, entah siapa, seharusnya aku tak perlu merasa khawatir karena di dunia ini aku tak punya musuh. Satu-satunya orang yang masih membenciku hanya Soraya namun ia sudah tak pernah lagi terlihat batang hidungnya.Sengaja berjalan, menyusuri lorong pasar yang paling lengang dan sepi, untuk memancing orang yang sedang mengikutiku. Aku juga pura pura berhenti di depan sebuah toko kecil dengan etalase kaca yang memajang perhiasan perak. Dari pantulan kaca itu aku bisa lihat seorang pria berkemeja kotak-kotak hijau sedang mengawasiku.Secepat kilat aku menghilang, di antara lorong-lorong, diam diam mengitari los lapak dan memergokinya dari belakang."Apa yang kau lakukan?" tanyaku sambil menepuk punggungnya."Oh,. maaf, Mbak Janna
"Kenapa sikapmu seolah-olah ingin membuka luka lama.""Aku tidak membuka luka lama hanya memberitahumu bahwa aku tidak melakukan apa-apa sejauh ini," jawabku."Maksudmu bagaimana?""Aku hanya menegaskan bahwa kita harus saling menjaga perasaan dan komitmen, jika kamu dari awal enggan untuk jujur bagaimana bisa aku tidak curiga?""Justru aku tak mau memberi tahu agar kau tak curiga, Jannah,," balasnya sambil menghentikan mobil di garasi."Buktinya apa? Akhirnya aku tetap tahu, kan kau memang punya bibit berbohong dengan lihai," jawabku mengambil belanjaan lalu masuk ke dalam."Dengar, istriku, aku tak mau apa yang jadi masalah di luar ikut menjalar pada rumah tangga kita, aku sungguh mengkhawatirkan itu," bisiknya sambil menahan lenganku."Aku berada di titik lelah untuk mempercayaimu, aku merasa berada di titik merindukan kesendirian, berbisnis dan hidupku sempurna, Mas.""Enggak Jannah, kita harus tetap bersama.""Lalu sikap apa yang kau tunjukkan pada Rossa?""Hanya sekedar bantuan.
Kecurigaanku memang belum terbukti, selagi aku belum menyaksikan mereka terang terangan memadu asmara di depanku. Tapi insting tak bisa kupungkiri bahwa ada sesuatu yang kadang membuat jantungku mendadak berhenti berdetak ketika menatap suami.Belum lagi laporan keuangan yang menyusut sebagiannya.**Sejam kemudian dia kembali, sengaja kutunggu di ruang tamu sambil meletakkan semua berkas di atas meja. Melihatku menatapnya dengan tajam bergantian dengan map yang tertumpuk di atas meja ia kemudian paham bahwa aku sedang ingin bertanya tentang semua itu."Ada apa Jannah, mengapa wajahmu secemberut itu?""Aku ingin kau memberi penjelasan ke mana semua defisit uang tokoh dan butikku," ujarku tegas."Lho, memangnya apa yang salah?"saya bertanya dengan senyum gugupnya."Aku tidak akan bertanya, jika ternyata tidak ada yang salah, Aku melakukan semua ini karena memang ada yang salah. Jadi Kau pasti tahu letak kesalahannya." Aku melipat tangan di dada sambil melirik kepada tumpukan kertas-ke
Tak mau buang waktu lama membuang waktu dengan menunggu bukti dari Mas Rafiq, aku akhirnya memutuskan untuk mengambil ponselnya dan memeriksa mutasi rekening yang terjadi sepanjang dua bulan ke belakang. Pertama tama tidak ada yang mencurigakan sampai aku perlahan menemukan laporan uang masuk dari rekening toko dan jumlahnya banyak , lima belas juta, sepuluh juta, dan kini 25 juta. "Astaga, semakin lama semakin besar uang yang berani ia sembunyikan ke kantong sendiri."Itu baru informasi uang masuk, kini aku harus meneliti uang yang mengalir dari rekeningnya, mungkin aku bisa mendapat petunjuk pada siapa saja ia menggelontorkan dana. Sejujurnya meski aku istrinya, aku tak pernah mencampuri keuangan kecuali dari apa yang dia berikan sebagai nafkah. Tapi dia sendiri malah mengingkari kepercayaan yang kuberikan beraninya dia mengganggu uangku. "Entah kemana dia tadi, aku tak bisa menemukannya dalam rumah, aku harus bicara padanya usai memeriksa mutasi rekeningnya."Ada satu nama di b
Dia kembali ke rumah dengan wajah lelah, ketemu dia di ruang tamu dengan berondongan pertanyaan yang akan aku cecarkan tanpa ampun."Aada apa Jannah, kenapa kamu berdiri dengan wajah sedingin itu?""Aku usah memeriksa segalanya," ujarku kesal."Sudah, jangan dibahas lagi, aku lelah.""Sebaliknya Aku ingin menyelesaikan semua itu agar tidak terus menjadi kesalahpahaman."""Kau masih ingin mempermasalahkan uang yang kupakai untuk memodifikasi motor? Tenang saja Jannah aku akan menjual mobil dan mengganti semua uangmu," ujarnya balas menghela napas."Bukan tentang itu, kau sudah tidak jujur telah memberikan gadis itu uang, aku sudah periksa semua rekeningmu!""Kenapa kau lancang, apa aku memberimu izin!" Teriaknya marah."Kenapa tidak boleh mengetahui saldo suami sendiri!" tantangku."Kau lancang, itu uangku, kau tidak berhak mengaturnya, Jannah.""Baru hari ini kau mengatakan aku tak berhak!" tanyaku dengan mata terbelalak."Itu uangku, aku mau memberi siapapun itu hakku, terserah aku,
"Aku tak akan bergerak kemana pun kecuali Mas Rafiq atau Ibunya yang mengusir, Mbak, aku juga gak punya salah sama Mbak," jawabnya menolak."Aku tahu apa yang kau inginkan dari suamiku!""Astaghfirullah, jangan asal menuduh, Mbak gak punya bukti sama sekali," sanggahnya."Aku tak perlu bukti untuk tahu, kau tahu insting seorang istri, aku bisa tahu hanya dengan melihat tatapan mata kalian satu sama lain.""Aku akan melaporkan ini kepada Mas Rafiq dan ibu mertua Mbak agar mereka bisa meluruskan semua kesalahpahaman yang Mbak pikirkan kepadaku.""Aku tidak memerlukan itu, yang penting adalah pergilah sekarang dari tempat ini."Kutarik lengannya lalu menyeretnya pergi."Apa yang kau lakukan jannah?" Tiba-tiba Mas Rafiq sudah berdiri dibelakangku dan menatapku dengan nanar."Mas Rafiq ... Luar biasa ternyata kau penasaran dan menyusulku, dirimu sangat bagus dalam hal melindungi seseorang."Perasaanku sangat kecewa melihat bagaimana suamiku buru-buru datang dari rumah yang cukup jauh untu
Mendengar ucapanku semakin beranglah dia, maka tak ayal dia segera mengambil tas dan langsung melangkah pergi meninggalkan rumah."Aku peringatkan saya lagi jika kau melangkahkan kakimu untuk keluar dari rumah ini maka kau tidak akan pernah kembali selamanya Mas Rafiq.""Baik aku menganggap bahwa apa yang kau ucapkan adalah permintaan perceraianmu juga!""Siapa yang mengatakan bahwa aku ingin bercerai aku hanya ingin kau tegas dan memilih!""Apa yang harus aku pilih jika diantara aku dan Rosa tidak ada jalinan apapun.""Jika tidak ada kenapa kau memberinya begitu banyak uang melebihi nafkah istri sendiri, itu mencurigakan Mas!""Aku hanya membantu pengobatan ibunya.""Kalau kau memang peduli kepada orang miskin Kenapa tidak orang yang sudah tua renta saja yang didonasikan? Kenapa harus dia?""Itu karena aku sudah dekat dengannya," jawabnya berapi api."Kedekatan yang seperti apa? Aku yang coba ingin mengerti, Mas.""Aku menganggapnya sebagai adikku.""Cukup sudah, kebohongan ini. Aku
Sudah seminggu berlalu sejak kepergian Mas Rafiq dari rumah ini, perasaan ini sepi namun biarkan saja biar dia menentukan pilihannya sendiri.Aku beraktifitas seperti biasa, mengurusi rumah dan anak selalu pergi ke butik dan tempat konveksi mencatat keuangan memeriksa stok barang lagi kembali ke rumah.Semuanya berjalan seperti biasa hingga siang ini tiba-tiba Rayan kembali dengan wajah murung, anakku terlihat lesu dan langsung menjatuhkan tas sekolahnya di ruang tamuDia duduk sambil berkali-kali menghembuskan nafasnya, terlihat seperti sedang terkena masalah."Lho, Rayan, kamu udah pulang, Nak?""Udah Bunda.""Kenapa wajahnya ditekuk begitu?""Bunda nggak tahu atau pura-pura enggak tahu?"'"Memangnya ada hal yang Bunda tidak tahu?""Pernikahan ayah, Bunda nggak tahu kalau Ayah nikah lagi?""Apa?" Aku terkejut, sampai-sampai rasanya jantungku berhenti berdegup. Rasanya tidak percaya bahwa putraku menyampaikan hal ini tapi tidak mungkin dia berbohong."Dari mana kamu tahu?""Tadinya