“Lo pindah ke belakang!” Pinta Niel dengan nada yang tak bisa dikatakan baik. “Buruan!!” Ia membentak karena tak sabar.
Sadar Niel tidak dalam mood yang bagus pagi ini, Zeusyu memilih menurut. Tak ada penolakan darinya karena ia tak ingin menambah daftar panjang keributannya dengan Niel. Tanpa banyak kata, ia lepaskan sabuk pengaman yang membungkus tubuhnya. Tangannya membuka pintu mobil dan memilih turun.
Menghela napasnya, Zeusyu memandang bangunan rumah berlantai dua di hadapannya. Saat ini mereka berada tepat di depan pagar sebuah indekos. Ia tahu benar siapa sosok yang berdiam di dalamnya.
Mesyelin..
Gadis cantik yang dulu menjadi kakak senior mereka di sekolah. Mayse— begitu sang gadis sering dipanggil, kini tengah menduduki bangku perkuliahan. Satu tahun Meyse menghilang tanpa kabar. Ia kembali setelah Niel mencarinya ke seluruh penjuru Indonesia. Teringat alasan mengenai pulangnya Meyse, Zeusyu pun tersenyum getir.
Brak!!
Tubuh Zeuyu tersentak kala pintu mobil dihempaskan hingga menimbulkan suara debuman yang begitu keras. Ia lalu melihat Niel yang berlari cepat untuk menyongsong kekasih hatinya.
“By..”
Drama mereka dimulai lagi!
“Ngapain kamu kesini?! Aku udah bilang kan kalau nggak mau kamu jemput!”
“Please By.. Jangan mulai lagi. Aku anter ya ke kampus.” Lirih Niel yang dapat Zeu dengar. Zeu mulai mengingat lagi kapan terakhir Niel memperlakukan dirinya selembut itu. Rasanya, Zeu bahkan tak bisa menyebutkan kapan tepatnya. Sudah terlalu lama, semenjak Mesyelin menggetarkan hati pria yang ia cintai.
“Niel kita udah putus. Kamu nggak perlu kayak gini..”
“Nggak!!”
Zeusyu menghembuskan napas lagi. Ia mengeluarkan ponsel, membuka aplikasi startup yang kini menggeluti usaha jasa antar. Zeu mulai menentukan rute penjemputan. Ia tak mau terseret ke dalam drama percintaan Niel. Menunggu keduanya hanya akan membuat dirinya terlambat masuk sekolah. Terserah saja jika Niel ingin membolos. Zeu akan berusaha sendiri untuk sampai.
“Kamu sekolah sana.. Nanti telat. Kamu bawa Zeu, Niel!”
“Its okay, Kak. Nggak apa-apa. Lanjutin aja.” Ujar Zeu. Bibirnya mungkin mudah berkata-kata, tapi tidak dengan hatinya yang mulai kembali hancur berkeping-keping.
Tak menunggu lama, ojek pesanan Zeu datang. Ia beruntung karena sang driver berada dekat pada daerah yang dirinya pijaki saat ini.
“Mbak Zeusyu Tirto?”
“Betul Mas. Yuk. Saya sudah ready.” Zeu lantas menerima helm, memakainya cepat agar tak membuang-buang waktu.
“Mau kemana lo?!” Sergap Niel yang tiba-tiba saja menarik lengan Zeu. Beruntung Zeu tidak terjatuh karenanya. “Nggak usah cari perkara baru!” Bentaknya membuat Zeu langsung menarik tangannya cepat hingga terlepas dari genggaman Niel.
“Gue capek, Niel. Mau sekolah. Udah ya,” ucap Zeu lemah. Ia lalu naik ke atas jok motor. “Kak Meyse, duluan ya. Hati-hati dijalan kalian.” Pamit Zeu ramah. Berbeda sekali ketika ia sedang berbicara dengan Niel.
“Pak ayo..” Pintanya pada pengemudi ojek online.
Niel memukul udara kosong. Menatap geram punggung Zeu yang lamat-lamat menghilang ditelan oleh tikungan perumahan tempat kos Mesyelin. Ia kesal sendiri jadinya. Beraninya gadis itu meninggalkannya.
“Kamu keterlaluan Niel! Liat apa yang udah kamu buat ke Zeu.” Mesyelin merasa tak enak hati. Niel selalu memperlakukan Zeu semaunya dan lagi-lagi ia melihat pancaran kesedihan dimata gadis yang menjadi istri mantan kekasihnya.
“Tolong jangan bikin keadaan aku sulit lagi, Niel.. Mama kamu nggak akan suka.”
Meyselin menghormati keluarga Niel. Ia memang pernah meninggalkan Jakarta karena ancaman mama Niel. Menyembunyikan diri demi menjauhi kekasih yang dirinya cintai. Meski begitu, wanita bernama Amelia Tirto tersebut tidak lepas tangan. Dia mengirimi dirinya uang yang lebih dari cukup untuk bertahan hidup. Ia bahkan bisa merasakan bangku perkuliahan akibat kebaikan wanita itu.
“Niel, aku pengen kuliah, jadi orang hebat. Pengen bisa sekolahin adek-adek pantiku. Kalau kamu kayak gini, gimana nasib aku ke depannya?!” tanya-nya lirih.
“than me?” Serak, suara Niel terdengar sangat berat. Ada kesakitan disana.
“Aku gimana, By?! Cinta kita? Kenapa kamu jahat banget. Kamu mikirin Zeu tapi nggak sama aku?!” Matanya mulai berkaca-kaca. Ia sangat menyukai Meyselin. Mencintainya lebih dari apapun sehingga berani melakukan konfrontasi pada .ama dan omanya.
Niel mengulurkan tangannya, menggenggam jemari Meyselin. “Aku yakin kalau kita terus berjuang, lama-lama mereka pasti setuju. Percaya sama aku, By..” Kepercayaan diri itu muncul karena ia adalah anak laki-laki satu-satu di keluarga Tirto.
“Niel..” Meyselin lelah. Ia bukan manusia tak tahu diri.
“By, kita cari restu Mama Papa lagi ya? Zeusyu bukan urusan kita, By. Nggak seharusnya kita pikirin nasib dia. Ngalah demi dia dan ngorbanin cinta kita..”
Disela-sela rayuannya, ponsel Niel bergetar. “Wait,” ia pun meminta agar Meyselin menunggunya. “Jangan ke mana-mana. Aku yang akan anterin kamu ngampus.” Ujarnya seolah ketika tangannya terlepas, Meyselin bisa saja pergi melarikan diri.
Pada layar ponselnya, Niel menemukan raut wajah sang mama. Ia melirik Meyselin sebelum menekan tombol merah untuk menolak panggilan Amel.
“Mama kamu Niel..”
“Nggak penting..” Jawabnya enteng.
Niel tidak pernah menduga jika mamanya akan terus menghubungi dirinya. Demi menghindari wanita yang telah melahirkan dirinya, ia lantas memasang mode senyap. Pikiran mengenai Zeusyu yang mengadu menyeruak dalam otak kecil Niel.
“Ayo..”
Kali ini, dering telepon menggema di ponsel Meyselin. Amel seperti memiliki indera ke enam. Menebak sangat jitu keberadaan putranya sekarang.
“Halo, Bu Amel..” Sapa Meyselin.
‘Niel sama kamu?!’
Niel mengeram. Harusnya Meyselin tidak menerima panggilan mamanya. Wanita itu terlalu takut hingga mengorbankan perasaannya yang tulus.
“Iya Bu.. Ini saya minta Niel untuk pulang.”
‘Tolong loudspeaker.. Saya mau bicara sama dia..’
Meyselin pun patuh. Pada mailakat yang juga merupakan jagal nyawanya, ia menuruti perintah Amel. Menghadapkan layar ponsel ke udara. ‘Zeu naik motor ke sekolah, bener?’ Amel meminta kejelasan tanpa adanya basa-basi.
‘Nathaniel Rahardian Restian Tirto! Mama minta kamu jawab pertanyaan Mama. Apa Zeusyu naik ojek barusan?!’ Hardikan keras menyeruak, menandakan bahwa sosok dibalik sambungan telepon tersebut menaruh amarah yang tinggi.
“Ya Mah..” Pasrah Niel. Ia tidak mungkin bisa berbohong karena mamanya jelas-jelas sudah tahu. Awas saja Zeu.. Niel pasti akan membuat perhitungan karena gadis itu berani mengadu domba antara dirinya dan sang mama.
‘Good.. Jadi bener. Valid udah. Cewek yang kecelakaan barusan itu Zeu. Oke.. Gitu aja.. Mama hubungin kamu cuman buat pastiin kalau telepon dari polisi barusan emang karena Zeu. Dia bener nggak lagi sama kamu sekarang..’
Tubuh Niel menegang hebat.
“Ma.. Maksudnya apa?!”
“Mah!” Pekik Niel meninggikan suaranya.
Tuts..
Sial... Sambungan telepon dimatikan sepihak tanpa sebuah penjelasan. Ia bahkan tidak tahu dimana Zeusyu sekarang. Beberapa waktu lalu gadis itu masih terlihat baik-baik saja. Ia terlalu kalut, hingga tanpa sadar dirinya langsung masuk ke dalam mobil. Meninggalkan Meyselin tanpa sepatah kata.
“Kamu bahkan nggak pernah sadar kalau bisa gila karena dia kenapa-napa, Niel.” Kekeh Meyselin miris, menyaksikan laju mobil Niel yang bisa dikatakan sangat kencang. Bagaimana ia dapat berjuang sedangkan tanpa sadar Niel selalu bertindak diluar kendali ketika kesulitan menimpa Zeusyu.
Di tempat yang berbeda, Niel seperti orang kesetanan. Ia terus mencoba menghubungi Amel, mencari tahu dimana ia bisa menemukan Zeusyu. Ia bahkan tidak berpikir tentang keselamatannya sendiri. Meski kesal, Niel tidak berpikir jika Zeusyu harus merasakan kemalangan. Andai ia melarang lebih keras, gadis itu pasti masih bersamanya. Mereka bisa berangkat bersama setelah mengantarkan Mesyelin.
“Maaa.. Tolonglah!”
“Shit!!” Emosinya semakin tak terkendali kala reject-an terus dirinya terima.
“Oma.. Iya Omaaa!” Jalan satu-satunya adalah bertanya kepada sang nenek. Wanita itu pasti memiliki informasi mengenai cucu kesayangannya. Peduli setan dengan amukan wanita omanya. Niel akan menerimanya asal ia bisa melihat keadaan Zeu sekarang.
“Oma come on,” Niel menatap layar ponsel dalam genggamnya. Sudah lima belas menit ia mencoba menghubungi Sukmana Tirto namun tak satu pun tulisan dering berubah menjadi angka-angka pengukur lamanya sebuah panggilan.Semesta tampaknya sedang mempersulit dirinya. Seluruh alam sedang berkonspirasi menghukum kejahatannya pagi ini pada Zeusyu.Katakan dirinya jahat,Benar.. Niel tak akan menampik sebutan itu. Ia adalah bajingan tengik yang khawatir setengah mati setelah menyakiti hati seorang gadis yang sialnya merupakan istri settingannya. Niel mengacak rambutnya— merasa frustasi karena tak menemukan sedikitpun kabar mengenai tempat dirawatnya Zeusyu. Ia menatap aspal jalanan yang berdebu, memukul roda kemudinya sebelum berteriak memaki dirinya sendiri.“Anjing!” Umpatnya teramat kasar. Untuk dirinya sendiri, bukan orang lain, terlebih Zeusyu yang sangat dirinya khawatirkan sekarang ini.“Siapa lagi yang bisa gue mintain info?!” Racaunya, kebingungan.Niel takut— Jujur saja, Niel merasa b
Niel memarkirkan mobilnya dengan asal setelah ia sampai di pelataran rumahnya. Anak itu melemparkan kunci mobil pada salah satu tukang kebun yang berada di sana, lalu melangkah tergesa masuk ke dalam kediaman orang tuanya.Pakaiannya masih sama seperti ketika dirinya meninggalkan rumah. Seragam sekolah yang dirinya kenakan belum berubah meski ia telah berkeliling kota Jakarta.“Mas Niel, ini diapain mobilnya?!” Sang Tukang Kebun mengikuti Niel dari belakang. Ia mengekor karena tak tahu harus melakukan apa terhadap mobil mewah tunggangan tuan mudanya.“BAKAR!” Si tukang kebun pun tercengang setelah mendengar perintah anak majikannya. Melihat kode dari sang Nyonya Rumah, pria setengah baya itu membungkuk lantas pergi keluar. Ia tak mungkin ikut menimbrung pada perdebatan kesekian kali yang dilakukan oleh para bosnya.“Nathaniel Tirto!”Niel sendiri terus melangkah menaiki tangga rumah, mengabaikan seruan tinggi sang mama di ruang keluarga. Ia lelah. Kamar adalah tujuan utamanya untuk me
“Maksud Oma apa?!” tanya Niel tergagap. Ia tidak salah dengar kan?! Wanita yang paling bersikeras dengan perjodohannya, mendadak memberikan restu untuk terputusnya tali yang mengekangnya selama ini?!Ini pasti lelucon! Ya, Niel yakin itu!“Oma, jawab Niel! Maksud ini semua apa, Oma?!”“Awas!” Zeusyu menarik lengan Niel ketika pemuda itu hendak melangkahkan kakinya maju. “Kaki kamu bisa kena kaca!” Ucap gadis itu yang entah kapan mengangkat tubuhnya dari kursi. Keterkejutan Niel tampaknya membuat dirinya tak menyadari pergerakan Zeusyu. Terlebih setelahnya Zeusyu merunduk, memunguti pecahan gelas yang dirinya jatuhkan tadi.Zeusyu menahan ringisannya. Sayangnya, luka ditangannya tak dapat ia sembunyikan. Niel yang sedari tadi memperhatikan tindakan Zeusyu menyentak gadis itu. “Lo goblok apa gimana?! Lo yang ingetin gue!” Sentaknya lalu menyeret Zeusyu memasuki dapur.“P3K!” Teriak Niel menggegerkan seisi dapur yang juga tengah dihuni oleh asisten rumah tangga. Mereka sedang makan mal
Niel menekan klakson mobilnya berulang kali. Ia sudah menunggu selama lima lamanya dan gadis yang ia tunggu-tunggu tak juga kunjung menampakkan batang hidungnya.Tiiin!!Masih tak ada perubahan. Tak ayal hal itu membuat Niel mengeluarkan erangan. Sungguh menyebalkan! Tak mungkin sekali jika Zeu memiliki kotoran ditelinganya hingga membuatnya diserang oleh penyakit tuli dadakan. Niel yakin Zeu sengaja. Gadis itu pasti ingin membuat dirinya marah untuk kesekian kalinya.“Nih cewek mana sih?! Dua puluh menit lagi gerbang ditutup. Tau macet nggak sih si Zeu?!” Gerutu Niel sembari menuruni mobilnya. “Han!!” Niel berteriak, mengagetkan Handoko yang juga sedang menanti kehadiran Darmanto di pekarangan rumah.“Mas Niel. Apa yang bisa Handoko bantu, Mas?!” Seperti biasa— Pengabdi setia Niel itu akan melakukan apapun yang Tuannya inginkan. Ia merupakan pengikut paling wahid. Tak seperti Darmanto yang kerap membelot demi mengikuti kata hatinya, Handoko selalu berada dibelakang Niel. Ia merupa
Tepat saat dirinya menginjakkan kaki pada area kantin sekolah, sepasang mata Niel menyala merah bersama dengan jari-jari tangannya yang ia kepal erat disisi tubuhnya.Napasnya yang tersengal terdengar semakin tak beraturan, sebab ia yang mencoba untuk menahan letupan amarah didadanya.Rega benar. Pemuda itu tidak salah melapor, apalagi menambahkan tamburan bumbu penyedap ke dalam laporannya. Saat ini Zeusyu memang tengah diganggu oleh cicit dari pemilik Yayasan tempat mereka mengenyam pendidikan.Menghentakkan langkah, Niel pun siap memasang kuda-kudanya. Ia berjalan cepat menghampiri Zeusyu dan sang pengganggu.Tanpa babibu, menarik kerah seragam Gamalael. Membuat anak yang paling disegani se-Bumi Pena itu terhuyung hingga menuruni meja tempatnya berdiam.“Apa-apaan lo, Tirto?”Mereka memang terbiasa memanggil menggunakan nama belakang satu sama lain. Kebiasaan mengucapkan nama keluarga itu berawal dari pertengkaran pertama mereka di bangku kelas satu. Siapapun sudah mengetahui kebia
Tin.. Tin!!Secara brutal Niel menekan klakson mobilnya. Kebarbarannya itu membuat beberapa satpam yang berjaga berlarian keluar meninggalkan pos jaga mereka.Niel melongokkan kepala di antara kaca mobil yang ia turunkan. “Ngapain pake keluar semua? Bukain gerbangnya!” titahnya, berteriak.Di samping pemuda itu, Zeusyu memilih memperhatikan dalam diam. Pemandangan dimana Niel menjadikan orang lain sebagai pelampiasan amarahnya bukanlah tontonan yang baru terjadi sekali ini saja. Memang seperti itulah tabiat pemuda yang dicintainya. Tak peduli salah atau tidak, ketika dirinya marah, semua orang akan terkena imbas kemarahannya.“Silahkan, Mas Niel!” Setelah pintu gerbang rumahnya terbuka, Niel kembali menginjak pedal gas. Ia memarkirkan mobilnya tepat disamping milik mamanya. Niel tak langsung menuruni tunggangannya. Di dalam mobilnya, ia mengamati pergerakan mamanya yang tengah berbincang dengan Handoko di pekarangan rumah mereka.“Tunggu Mama pergi aja!” Ujar Niel melarang Zeusyu untu
Dulu sekali, Niel sangat menggilai Zeusyu. Tak ada satu hari pun dalam hitungan kalender yang tak dirinya habiskan untuk memikirkan Zeu-nya. Siang dan malamnya penuh dengan pikiran tentang Zeu-nya seorang.Walau aroma playboy menguar dari keringatnya sejak usia tiga tahunan, Zeusyu akan tetap menjadi urutan nomor satu pada list nama-nama kekasihnya.Ia bahkan dengan bangga memperkenalkan Zeusyu ke seantero dunia. Selalu meminta restu Zeusyu ketika matanya melirik gadis cilik lain, selayaknya Zeusyu adalah istri sah pertamanya.Namun siapa sangka jika pada pergantian waktu, nama yang selalu mendominasi kehidupan Niel itu dapat tergeser oleh gadis lain. Perkembangan membuatnya berubah seiring waktu yang berlalu.Kini tak ada lagi Zeusyu yang melekat di dalam hatinya, sosok kecintaan Niel kecil itu benar-benar sudah menghilang dan tergantikan oleh kehadiran Meyselin.Di balkon kamarnya, Niel menghabiskan senja yang menurutnya kelabu. Sore harinya ditemani oleh secangkir es kopi yang diri
“Goblok! Begok! Tolol!!”Niel tak henti-hentinya mengumpati dirinya sendiri. Ia berguling-guling di atas ranjang king size-nya. Bergerak ke sana-ke mari sembari merutuki kebodohan mulutnya yang sepertinya tidak tersinkronisasi dengan otak. Bodoh sekali dirinya! Ia saja malu setelah menyadari kelakuannya tadi.“Ngapain pake bilang hamil segala! Nyium aja baru pertama kali. Dodol-Dodol! Diketawain orang serumah kan jadinya.”Omanya yang galak benar-benar murka mendengar celotehan tak bermutunya. Wanita tua itu langsung memberikan ultimatum, melarang dirinya untuk berdekatan dengan Zeusyu. Selain karena Zeusyu sudah berpindah tangan, ke tangan keponakannya, Sukmana Tirto rupanya takut jika ia akan melakukan tindakan tak bermoral demi mempertahakan ego setinggi langitnya.“Siapa juga sih yang mau hamilin dia. Kalau gue sampe punya anak, itu jelas sama Meyse lah! Ngapain sama orang yang nggak gue cinta.” Decak Niel. Salahnya memang terlalu terbawa emosi. Padahal ia mempertahankan hubunganny
“Jadi Adek harus ngajarin Aurel buat jadi nakutin?”Xavier menganggukkan kepalanya. Hanya adiknya yang sesama wanita-lah, yang mampu diandalkan dalam perubahan sang istri. Mereka dekat bahkan sudah seperti kakak dan adik.“Polosnya Aurel jadi boomerang, Dek. Kalau itu ke Abang sama Om Jeno, nggak masalah. Masalahnya dia sampe nggak sadar dimanfaatin sama Mokondo!”Xaviera tahu betapa khawatirnya sang kakak. Aurelia memang terlalu baik dalam dunia sosial. Sejujurnya, kepolosan anak itu mendekati bodoh. Ia hanya tidak berani saja mengungkapkan kebenaran itu didepan pria yang sangat mencintai Aurelia. Bisa-bisa kepalanya akan hilang. Meski berstatuskan adik kandung, cinta kakaknya pada Aurelia tidak terhingga luasnya. Seluruh lautan di bumi saja mungkin kalah.“Kalau nanti Aurel jadi kayak Adek, Abang marah nggak?” tanya Xaviera, memastikan jika perbantuannya tak akan menimbulkan masalah untuk dirinya sendiri.“Abang kayaknya malah ngerasa tertantang deh.” Kekeh Xavier.Siapa di dunia in
“Selamat pagi Abang..”Xavier mengerjapkan matanya. Mungkin kah saat ini dirinya masih berada di dalam mimpi, hingga dapat melihat wajah cantik Aurelia menyambut kali pertama dirinya memulai hari.“Abang, morning..”Bukan mimpi. Keberadaan Aurelia di kamar yang dirinya huni nyata. Eksistensinya bahkan dapat dirinya raba.Senyum pun mengembang dari wajah khas babgyntudur Xavier. “Pagi Queen-nya, Abang,” lembut ia membalas ucapan selamat pagi yang telah 2X istri kecilnya lontarkan. Jari-jarinya tak bosan membelai pipi tembam Aurelia.“Cantiknya,” gumam Xavier, pelan. Meski tak memakai riasan, Aurelia terlihat begitu cantik, terlebih ketika dilihat pada pagi hari.Bini bocil gue emang nggak ada duanya.“Abang bangun ya, terus mandi, gosok gigi yang bersih. Papi sama Mami udah nunggu di bawah buat sarapan.”Xavier tidak lupa tempat dimana dirinya menginap semalam. Ia berada di rumah orang tua istri kecilnya. Ia tidak menyangka jika orang yang membangunkan dirinya adalah sang istri sendiri.
“Nggak mau! Aurel mau disini aja, nggak mau pulang ke rumah Abang, huhuhu!”Setelah pesta pernikahan yang hanya didatangi oleh segelintir orang, momen inilah yang sejak beberapa hari lalu diangkat menjadi topik utama pertemuan keluarga.Jeno selaku papi sudah menduganya. Aurelia yang belum matang dari segi usia, tak akan mungkin bisa menerima perubahan dengan cepat.Sejauh ini, gadis itu bahkan masih mengira jika pesta yang dibuat hanyalah perayaan biasa.“Sayang, Aurel, Cantiknya Papi.”Berat! Jeno sendiri tak rela melepas putri kesayangannya. Hanya saja, ia tak mempunyai pilihan lain untuk melindungi putrinya yang polos. Toh, cepat atau lambat, ia memang harus menikahkan Aurelia dengan Xavier.“Dengerin Papi ya, Cantik.” Jeno membelai wajah putrinya. Rasanya air mata yang sudah susah payah ia hentikan kembali ingin mengalir turun.Aurelia menutup kedua lubang telinganya. Kepalanya terus bergerak, menolak untuk diajak berbicara.“Om, nggak usah dipaksa. Aurel kayaknya emang belom sia
“Nggak bisa!” Pekik Xavier. Ia tidak bisa membiarkan kekasihnya yang baik hati dimanfaatkan oleh lelaki lain. Jika dibiarkan terus berlanjut, kerugian pasti tak hanya menyasar pada segi materi semata.Anak bernama Aidan itu sudah sangat keterlaluan. Dia pandai memanipulasi keadaan dan mengubah penampilannya hingga berhasil menarik simpati Aurelia. Seorang pria akan mengenal sesamanya. Walau pun ia bukan kategori buaya darat, tapi instingnya berjalan dengan semestinya.“Beraninya tuh anjing macem-macemin cewek yang bertahun-tahun gue jaga!”Sebagai laki-laki yang mengenal Aurelia, bahkan mengerti seluruh bentuk kekurangannya, tak sekali pun dirinya pernah memanfaatkan keadaan tersebut.“Sekarang malah cowok bangsat laen! Damn!” Umpat Xavier, tak mampu menahan ledakan amarahnya.Tok! Tok! Tok!“Abang, Adek masuk ya..”Pintu kamar pun terbuka dari luar, membuat Xavier mengalihkan tatapannya pada si pembuka.“Abang, dibawah ada Om Jeno. Katanya mau ketemu Abang.”‘Om Jeno?’ batin Xavier. L
“Pacar apaan? Pacar kamu cuman Abang ya, Rel!”“Iya, Abang pacar Aurel. Aurel juga udah bilang kok ke Idan. Kata Idan, dia nggak apa-apa. Jadi Aurel punya 2 pacar. Keren kan?”‘Keren Gundulmu!’ Umpat Xavier, dalam hati. Ia tak tega jika harus mengucapkan kata-kata kasar secara langsung dihadapan Aurelia.“Abang, kenalin. Saya Aidan. Pacar ke-2-nya Aurel. Mohon kerjasamanya, Abang.” Aidan mengulurkan tangan, yang secepat kilat ditepis oleh Xavier.“Abang kok gitu? Kan lagi diajakin Idan kenalan. Nggak boleh nakal, Abang. Ayo kenalannya yang bener. Kan sama-sama pacarnya Aurel.”Ya Tuhan! Jika bukan karena terlanjur cinta mati, mungkin Aurelia sudah Xavier mutilasi menjadi ratusan bagian. Mudahnya dia membuka rahang tanpa memperdulikan perasaan Xavier.Menjadi polos tentu saja boleh— Xavier tidak masalah untuk satu hal itu. Hanya saja kepolosan kali ini sungguh berada di luar batas yang sanggup Xavier toleransi.‘Gila! Gue diselingkuhin secara terang-terangan! Mana dikenalin ke selingkuh
Seperti sebuah meteor yang jatuh ke bumi, waktu bergerak begitu cepat. Detik demi detik Xavier hadapi dengan kepayahan. Ia berulang kali hampir gagal, tapi bayangan pada akhir perjuangannya kerap kali datang untuk menyemangati dirinya.Saat ini, Xavier bukan lagi remaja tanggung yang setiap harinya memikirkan cara agar bisa berduaan dengan Aurelia. Ia sudah tumbuh dan berkembang, sesuai permintaan sang calon ayah mertua.Gelar sebagai mahasiswa pun telah Xavier tinggalkan berbulan-bulan lamanya. Hari-harinya kini dipenuhi dengan serangkaian tugas kecil yang papanya berikan, demi untuk memajukan perusahaan keluarga mereka.Meski begitu, tahta bucin belum juga Xavier tinggalkan kursinya. Ia masih tetap menggilai Aurelia sama besarnya seperti dahulu kala. Memprioritaskan si kecil diatas segala-galanya.“Om nggak nyangka kamu ada dititik ini..”Xavier mengulas senyumnya, menunjukkan keramahan terhadap pria yang sebentar lagi benar-benar akan menjadi ayah mertuanya.Jangankan pria itu, ia s
Xavier kesal. Akhir-akhir ini ia semakin sulit untuk menemui kekasih hatinya. Sahabat sang papa yang juga merupakan calon papi mertuanya itu bertindak di luar batas. Pria itu berulah— menyabotase lahannya sebagai penjaga Aurelia. Dia ada dimana-mana. Sudah mirip hantu mati penasaran yang membayang-bayangi pelaku pembunuhannya sendiri.“Kamu nggak ada kerjaan lain, selain ngintilin Aurel, Xav?!”Xavier merolling bola matanya. “Om kali yang senggang banget, sampe anak diikutin mulu!”“Om! Lama-lama anaknya Xavi hamilin loh!”“Heh!” Jeno memekik. Tangannya melayang, memukul kepala Xavier.“Ya abisnya! Inget Om, Xavi ini calon mantu! Bukan musuhnya Om Jeno!”Tidak tahu saja Xavier jika setiap menantu lelaki memanglah musuh abadi seorang ayah. Dikarenakan menemukan cinta baru, anak gadis yang dicintai dengan sepenuh jiwa hilang selama-lamanya. Ibarat sebuah pelaku kejahatan, menantu laki-laki merupakan pencuri berdarah dingin. Menggantikan seluruh tetes keringat menggunakan satu kalimat pan
“Where else are we, Beautifuls?” tanya Xavier. Hari ini ia akan menyenangkan pujaan hatinya. Hal tersebut tentu saja juga berlaku untuk sang adik tercinta.“Shopping?” Xavier mencoba memberikan opsi. Kekasihnya paling sulit berpikir, jadi ia akan membantu sebisanya. “Kebetulan Viera pengen beli sesuatu. Kamu ada yang mau dibeli juga nggak?”“Ice cream.” Sahut Aurelia.Xaviera terkekeh. Calon kakak iparnya memang berbeda. Mungkin jika itu gadis lain, mereka akan memanfaatkan kakak kesayangannya sampai semua keinginannya terpenuhi dalam satu waktu.“Minta yang lebih mahal dong!” Ujar Xavier sembari mengacak rambut Aurelia. “Duit Abang banyak loh.”Aurelia menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat dua orang yang bersamanya gemas karena ekspresi lucu gadis itu.“Abang udah beliin Aurel iPad, kata Papi nggak boleh minta-minta sesuatu lagi selain makanan. Nanti Abang Xavi nggak punya duit lagi.”Huh!— Raut wajah Xavier menggelap. Pria tua itu meremehkan pemuda seperti dirinya. Jangankan satu i
Dilema menyerang diri Xavier. Rencana yang omanya usulkan memang menarik. Tak bisa dipungkiri pula, rencana itu juga menguntungkan dirinya jika berhasil.Tapi, bagaimana jika Aurelia malah membenci dirinya?Ia jelas tidak akan sanggup menerima kebencian gadis yang dirinya cintai.“Apa gue sabar-sabarin aja kali ya? Tapi sampe kapan, Anjing!” lirih Xavier sembari menatap langit-langit kamarnya.Sudah beribu sabar ia lambungkan. Bukan hanya satu dua tahun dirinya menekuri jalan kesabaran. Jika diriwayatkan dalam sebuah perlombaan, mungkin dirinya bisa menyabet gelar manusia tersabar di seluruh alam jagat raya.“Mau kawin aja kok susah banget elah! Perasaan katanya kalau kita lebih kaya, apa aja bisa didapetin.”Realita sungguh tak seindah ekspektasi. Percuma rajin-rajin berkhayal, hasilnya tetap sulit terwujud.“Aurel lagi ngapain yak? Malem minggu nih. Dia kok nggak ada chat gue sih!”Menjadi pihak yang paling menyukai tidaklah enak. Terkadang ia juga ingin dikejar, seperti apa yang dil