😌 Susah Vier. Om Rega kan player. Dia yang ngadalin kamu 🤣
Xavier kesal. Akhir-akhir ini ia semakin sulit untuk menemui kekasih hatinya. Sahabat sang papa yang juga merupakan calon papi mertuanya itu bertindak di luar batas. Pria itu berulah— menyabotase lahannya sebagai penjaga Aurelia. Dia ada dimana-mana. Sudah mirip hantu mati penasaran yang membayang-bayangi pelaku pembunuhannya sendiri.“Kamu nggak ada kerjaan lain, selain ngintilin Aurel, Xav?!”Xavier merolling bola matanya. “Om kali yang senggang banget, sampe anak diikutin mulu!”“Om! Lama-lama anaknya Xavi hamilin loh!”“Heh!” Jeno memekik. Tangannya melayang, memukul kepala Xavier.“Ya abisnya! Inget Om, Xavi ini calon mantu! Bukan musuhnya Om Jeno!”Tidak tahu saja Xavier jika setiap menantu lelaki memanglah musuh abadi seorang ayah. Dikarenakan menemukan cinta baru, anak gadis yang dicintai dengan sepenuh jiwa hilang selama-lamanya. Ibarat sebuah pelaku kejahatan, menantu laki-laki merupakan pencuri berdarah dingin. Menggantikan seluruh tetes keringat menggunakan satu kalimat pan
Seperti sebuah meteor yang jatuh ke bumi, waktu bergerak begitu cepat. Detik demi detik Xavier hadapi dengan kepayahan. Ia berulang kali hampir gagal, tapi bayangan pada akhir perjuangannya kerap kali datang untuk menyemangati dirinya.Saat ini, Xavier bukan lagi remaja tanggung yang setiap harinya memikirkan cara agar bisa berduaan dengan Aurelia. Ia sudah tumbuh dan berkembang, sesuai permintaan sang calon ayah mertua.Gelar sebagai mahasiswa pun telah Xavier tinggalkan berbulan-bulan lamanya. Hari-harinya kini dipenuhi dengan serangkaian tugas kecil yang papanya berikan, demi untuk memajukan perusahaan keluarga mereka.Meski begitu, tahta bucin belum juga Xavier tinggalkan kursinya. Ia masih tetap menggilai Aurelia sama besarnya seperti dahulu kala. Memprioritaskan si kecil diatas segala-galanya.“Om nggak nyangka kamu ada dititik ini..”Xavier mengulas senyumnya, menunjukkan keramahan terhadap pria yang sebentar lagi benar-benar akan menjadi ayah mertuanya.Jangankan pria itu, ia s
“Pacar apaan? Pacar kamu cuman Abang ya, Rel!”“Iya, Abang pacar Aurel. Aurel juga udah bilang kok ke Idan. Kata Idan, dia nggak apa-apa. Jadi Aurel punya 2 pacar. Keren kan?”‘Keren Gundulmu!’ Umpat Xavier, dalam hati. Ia tak tega jika harus mengucapkan kata-kata kasar secara langsung dihadapan Aurelia.“Abang, kenalin. Saya Aidan. Pacar ke-2-nya Aurel. Mohon kerjasamanya, Abang.” Aidan mengulurkan tangan, yang secepat kilat ditepis oleh Xavier.“Abang kok gitu? Kan lagi diajakin Idan kenalan. Nggak boleh nakal, Abang. Ayo kenalannya yang bener. Kan sama-sama pacarnya Aurel.”Ya Tuhan! Jika bukan karena terlanjur cinta mati, mungkin Aurelia sudah Xavier mutilasi menjadi ratusan bagian. Mudahnya dia membuka rahang tanpa memperdulikan perasaan Xavier.Menjadi polos tentu saja boleh— Xavier tidak masalah untuk satu hal itu. Hanya saja kepolosan kali ini sungguh berada di luar batas yang sanggup Xavier toleransi.‘Gila! Gue diselingkuhin secara terang-terangan! Mana dikenalin ke selingkuh
“Nggak bisa!” Pekik Xavier. Ia tidak bisa membiarkan kekasihnya yang baik hati dimanfaatkan oleh lelaki lain. Jika dibiarkan terus berlanjut, kerugian pasti tak hanya menyasar pada segi materi semata.Anak bernama Aidan itu sudah sangat keterlaluan. Dia pandai memanipulasi keadaan dan mengubah penampilannya hingga berhasil menarik simpati Aurelia. Seorang pria akan mengenal sesamanya. Walau pun ia bukan kategori buaya darat, tapi instingnya berjalan dengan semestinya.“Beraninya tuh anjing macem-macemin cewek yang bertahun-tahun gue jaga!”Sebagai laki-laki yang mengenal Aurelia, bahkan mengerti seluruh bentuk kekurangannya, tak sekali pun dirinya pernah memanfaatkan keadaan tersebut.“Sekarang malah cowok bangsat laen! Damn!” Umpat Xavier, tak mampu menahan ledakan amarahnya.Tok! Tok! Tok!“Abang, Adek masuk ya..”Pintu kamar pun terbuka dari luar, membuat Xavier mengalihkan tatapannya pada si pembuka.“Abang, dibawah ada Om Jeno. Katanya mau ketemu Abang.”‘Om Jeno?’ batin Xavier. L
“Nggak mau! Aurel mau disini aja, nggak mau pulang ke rumah Abang, huhuhu!”Setelah pesta pernikahan yang hanya didatangi oleh segelintir orang, momen inilah yang sejak beberapa hari lalu diangkat menjadi topik utama pertemuan keluarga.Jeno selaku papi sudah menduganya. Aurelia yang belum matang dari segi usia, tak akan mungkin bisa menerima perubahan dengan cepat.Sejauh ini, gadis itu bahkan masih mengira jika pesta yang dibuat hanyalah perayaan biasa.“Sayang, Aurel, Cantiknya Papi.”Berat! Jeno sendiri tak rela melepas putri kesayangannya. Hanya saja, ia tak mempunyai pilihan lain untuk melindungi putrinya yang polos. Toh, cepat atau lambat, ia memang harus menikahkan Aurelia dengan Xavier.“Dengerin Papi ya, Cantik.” Jeno membelai wajah putrinya. Rasanya air mata yang sudah susah payah ia hentikan kembali ingin mengalir turun.Aurelia menutup kedua lubang telinganya. Kepalanya terus bergerak, menolak untuk diajak berbicara.“Om, nggak usah dipaksa. Aurel kayaknya emang belom sia
“Selamat pagi Abang..”Xavier mengerjapkan matanya. Mungkin kah saat ini dirinya masih berada di dalam mimpi, hingga dapat melihat wajah cantik Aurelia menyambut kali pertama dirinya memulai hari.“Abang, morning..”Bukan mimpi. Keberadaan Aurelia di kamar yang dirinya huni nyata. Eksistensinya bahkan dapat dirinya raba.Senyum pun mengembang dari wajah khas babgyntudur Xavier. “Pagi Queen-nya, Abang,” lembut ia membalas ucapan selamat pagi yang telah 2X istri kecilnya lontarkan. Jari-jarinya tak bosan membelai pipi tembam Aurelia.“Cantiknya,” gumam Xavier, pelan. Meski tak memakai riasan, Aurelia terlihat begitu cantik, terlebih ketika dilihat pada pagi hari.Bini bocil gue emang nggak ada duanya.“Abang bangun ya, terus mandi, gosok gigi yang bersih. Papi sama Mami udah nunggu di bawah buat sarapan.”Xavier tidak lupa tempat dimana dirinya menginap semalam. Ia berada di rumah orang tua istri kecilnya. Ia tidak menyangka jika orang yang membangunkan dirinya adalah sang istri sendiri.
“Jadi Adek harus ngajarin Aurel buat jadi nakutin?”Xavier menganggukkan kepalanya. Hanya adiknya yang sesama wanita-lah, yang mampu diandalkan dalam perubahan sang istri. Mereka dekat bahkan sudah seperti kakak dan adik.“Polosnya Aurel jadi boomerang, Dek. Kalau itu ke Abang sama Om Jeno, nggak masalah. Masalahnya dia sampe nggak sadar dimanfaatin sama Mokondo!”Xaviera tahu betapa khawatirnya sang kakak. Aurelia memang terlalu baik dalam dunia sosial. Sejujurnya, kepolosan anak itu mendekati bodoh. Ia hanya tidak berani saja mengungkapkan kebenaran itu didepan pria yang sangat mencintai Aurelia. Bisa-bisa kepalanya akan hilang. Meski berstatuskan adik kandung, cinta kakaknya pada Aurelia tidak terhingga luasnya. Seluruh lautan di bumi saja mungkin kalah.“Kalau nanti Aurel jadi kayak Adek, Abang marah nggak?” tanya Xaviera, memastikan jika perbantuannya tak akan menimbulkan masalah untuk dirinya sendiri.“Abang kayaknya malah ngerasa tertantang deh.” Kekeh Xavier.Siapa di dunia in
“Abang!”Xavier kontan memutar kepalanya saat pintu ruangan yang dirinya gunakan untuk merokok, terbuka dengan menampilkan sosok sang adik.“Bau asep, Dek! Nanti kamu pengen ngerokok, Abang yang dimarahin Mama!” Seloroh Xavier. Adiknya beberapa waktu lalu ketahuan masih merokok. Hal tersebut tentu membuat mama mereka marah sekaligus bersedih.Sialnya, ia sebagai kakak ikut terkena imbas. Berkat dirinya yang selalu memanjakan Viera, ia dinilai tak dapat menjaga Princess mereka. Padahal jelas-jelas di keluarga mereka bukan hanya dirinya yang merokok.“Aman.. Adek udah nggak pengen ngerokok kok, Abang. Adek udah insaf!” Cengir Viera sembari menunjukkan deretan giginya. “Adek kan sekarang pakenya pot, jadi nggak bakalan ketauan Mama, hehehe!”Hah!Anak muda jaman now!Larangan adalah bentuk perizinan tak tertulis bagi mereka. Contohnya seperti saat sang papa melarang Viera mengejar-ngejar cinta Om Rega, bukannya mematuhi larangan itu, Viera justru semakin getol memperlihatkan ketertarikann
Xavier terjaga dengan kepala cenat-cenut.Betapa tidak! Sepanjang malam ia tersiksa berkat Aurelia yang langsung tertidur pulas setelah menyentuh permukaan bantal.Sungguh tega kan?!Bodohnya, untuk membangunkan gadis itu dari tidur lelapnya pun ia juga tak tega.Ya salam! Kapan ia bisa menerbitkan episode esek-esek manja kalau begini!! Opa & papanya saja sudah mempunyai chapter 21++ dilapak pribadinya, mengapa hanya dirinya yang dianak tirikan!‘Qeynov! Lo bener-bener nggak adil! Balikin otak gacor lo ke mode awal debut!! Gue juga mau cerita gue meledak kayak Darmawan Family sama Opa-Oma gue, Qeynov!!’Kesal pada ceritanya yang tragis, Xavier menghentak-hentakkan kakinya. Tantrumnya anak itu pun membuat Aurelia yang terlelap membuka kelopak matanya.“Abang, ada gempa!!” pekik Aurelia yang seketika saja melompat dari ranjang.“Gem-pa?”“Iya, Abang!! Kasurnya tadi goyang-goyang padahal kita nggak lagi ena-ena..”Bugh!!Xavier membanting tubuhnya. “Aaaakk!! Why diingetin soal ena-ena!! W
Hellow!!Apa itu beban pikiran?!Hilih! Xavier sih tidak mau merusak pikirannya dengan masalah, terlebih statusnya merupakan pengantin baru yang seharusnya hanya tahu agenda untuk bersenang-senang bersama istri kecilnya.Kalian tentu tahu arti kata bersenang-senang dalam kamus Xavier.Yaps, hu’um! yang itu pokoknya!Sebuah kegiatan yang mengarah pada bertambahnya endorfin di otak sungsang pemuda itu.Maka dari itu, biarkan Bapak Niel saja yang berpusing-pusing-ria, Xavier sih ogah kalau harus join. Ia maunya terima beres, lengkap dengan berakhirnya masalah yang menjerat kehidupan rumah tangganya. Toh, Mamanya juga sudah menghubungi omanya. Sebentar lagi masalah akan benar-benar tamat, tertutup rapat seolah-olah tak pernah terjadi sebelumnya.Xavier bisa menjaminnya. Kalau perlu, kepalanya akan ia jadikan persembahan jika hasil tebakannya melenceng.Dalam sejarah yang menyangkut keterlibatan sang oma, belum pernah sekalipun Xavier mendengar adanya kekalahan. Perempuan bercucu banyak it
Ceplak!!Xavier mengerang tatkala sebuah sandal mendarat pada wajah tampannya.Sandal tersebut jatuh ke atas lantai setelah mengenai targetnya, tergeletak dengan posisi tengkurap tak berdaya, berkebalikan dengan korbannya yang mereog-reog, mencari sosok tersangka dibalik penyerangannya.“Papa yang ngelempar! Mau apa kamu?!” tanya Niel, menantang.Pria yang berdiri tegap dengan tangan terlipat didadanya itu menatap tajam sang putra.Ia benar-benar geram merasakan kelakuan ajaib putranya.“Otak kamu geser kan?! Papa benerin biar balik ke tempat semula!” sentak Niel, berapi-api.“Otak Abang geser?” beo Aurelia dengan polosnya. Ia memegangi kepala Xavier, menggoyang-goyangkannya ke kanan dan kiri.“Qu-ee-een.. Kamu ngapa-iiin...” Suara Xavier bergetar seiring dengan goyangan sang istri pada kepalanya.“Mampus kamu, digoclak-goclak nggak tuh!” cicit Niel. Ia teramat menyukai kepolosan sang menantu. Kepolosan itu mendekati kebodohan sehingga begitu menghiburnya diwaktu-waktu tertentu.Yeah,
“Abang, beli rumahnya udah?”Pertanyaan Aurelia itu membuat gerakan tangan Xavier yang hendak meloloskan kaos dalamnya terhenti di udara.‘Belom 2*24 jam loh, Rel!’ batin Xavier miris. Melaporkan orang hilang ke pihak kepolisian saja membutuhkan waktu, apalagi membeli rumah yang syarat-syaratnya cukup meresahkan sampai memusingkan isi kepala.Nggak mendadak gegar otak aja Alhamdulillah nih gue!!“Papi tanya loh, Abang.. Aurel jawab apa ini?” tanya Aurelia sembari menunjukkan ruang obrolannya bersama sang papi diponselnya.“Bales aja, sabar Pi, kalau nggak sabar mabur.” Ucap Xavier mengutip kalimat yang pernah dirinya lihat dibelakang sebuah truk bermuatan sayur saat pulang dugem.“Mabur?”Xavier pun terkekeh. Ia menarik turun ujung kaos dalamnya, mengembalikan kaos tersebut ke tatanan semula.“Artinya terbang, Queen..” bebernya dengan tangan membelai puncak kepala Aurelia.“Nggak usah dibalesin aja.. Nanti Abang yang telepon Papi kamu. Buat sekarang rumahnya masih dicari. Kalau rumahny
“Huwaa— Papi masih kangen,’ rengek Jeno sembari mengayun-ayunkan tangan putrinya yang saat ini tengah ia genggam.“Aurel juga, Papi..” Sama seperti sang papi, Aurelia ikut merengek.Keduanya lalu berpelukan dengan rengekkan yang terus saja mengudara.Didekat ayah dan anak itu, sepasang saudara memutar bola mata mereka.“Untung Papa nggak senajisin Om Jeno..” lontar Xaviera. Ia bersyukur papanya tak lebih mencintai dirinya dibandingkan cintanya kepada sang mama. Dengan begitu, ia tak perlu mempunyai papa yang sikapnya seperti bocil Paud.“Ssst..” Xavier membenturkan lengannya pada tangan adik perempuannya. “Tahan, Ces.. Mertuanya Aban itu..” bisik Xavier ditelinga sang adik.Jeno pun melepaskan pelukannya.“Nggak bisa!!”Tirto bersaudara terperanjat tatkala mendengar Jeno memekik keras. “Wah, bakalan lama nih..” gumam Xaviera, mencium akan adanya penambahan chapter terbaru dari drama seorang ayah yang tak pernah ikhlas putrinya dipinang orang.“Papi kenapa?” tanya Aurelia. Gadis itu t
“… Ah, satu lagi! Dia lulus kuliah dulu..”“Heum.. Bisa diatur.. ASAL!” kata Xavier, sengaja menggantung kalimatnya.“Apa?”“Om janji nggak nyentuh mami mertuanya Xavi juga. Gimana? Adil kan jadinya?!”Duarr!!!‘Keputer soundtrack sinema azab nggak tuh di kepalanya? Orang kok sukanya nyiksa! Ya kali bobok bareng Ayang nggak ena-ena! Kayak yang sendirinya bisa tahan aja!’ dumel Xavier di dalam hati.Jeno angkat ketiak ketika Xavier menyebutkan persyaratan yang harus dirinya penuhi agar sang putri terbebas dari jamahan anak itu.Come on! yang benar sajalah!Ia mana bisa untuk tidak menyentuh istri tercintanya!Hah!Betapa pintarnya rubah ekor sembilan yang dihasilkan benih sahabatnya. Anak itu sangat mirip papanya, tak ada satu pun gen Nathaniel Tirto yang tercecer darinya. Semuanya mengalir ke dalam diri Xavier, termasuk kecerdasan otaknya yang digunakan untuk tindak kelicikan.“Ya udah, main aman aja! Om belom pengen punya cucu, Xav.” Ucap Jeno sesaat setelah mengibarkan bendera putih
“Kak Viera.. Kakak dari tadi di depan sini? Kenapa nggak masuk aja ih?”“He-he..” balas Xaviera, kehilangan kata-katanya. Bagaimana mungkin ia menerobos masuk ke ruangan Dekan. Ia kan bukan orang yang berkepentingan.“Jangan langsung balik ke kantor, Xav! Ikut Om dulu!”Adik Xavier itu melirik kakak dan omnya. Tampang keduanya tampak tak enak untuk dilihat.“What happen, Rel?” tanya Xaviera.“Eh? Nggak ada apa-apa kok, Kak.” Aurelia lalu berteriak, “Papi, Papi! Tungguin Aurel!”Juno menghentikan langkah kakinya. “Aurel juga mau ikut?”“Loh! Nggak boleh ya?”“Anu, bukannya nggak boleh, Sayang. Papi mau ngobrol empat mata sama Xavier.”“Tambah empat mata lagi nggak bisa? Aurel kan pengen ikut, terus Kak Viera juga. Masa Kak Viera ditinggal sendirian. Kan kasihan, Papi.”Juno pun mendesah. Mana mungkin ia tega untuk mengatakan tidak pada anak semata wayangnya. “Iya, boleh,” ucapnya, terpaksa. Padahal ia ingin memarahi Xavier karena telah membuat Aurelianya pingsan. Kalau begini, ia kan j
“Eh, kalian udah denger belom. Anak semester satu yang namanya Aurel, yang suka ke kantin bareng Aidan.. Katanya dia married by accident.”“Serius lo? Nggak mungkin ah! Anaknya keliatan polos gitu.”“Yeee! Aidan sendiri yang ngomong ke gue. Mereka putus gara-gara tuh cewek ketahuan mahidun. Si Aidannya ngerasa belom ngapa-ngapain tuh cewek, tapi udah keburu hamil sama cowok laen. Makanya diputusin sama Aidan.”“Buset! Nggak nyangka gue! Keliatannya polos mendekati bloon loh padahal.”“Itu kali yang bikin dia hamil. Gara-gara kebloonannya, jadinya gampang dipake sama orang. Zaman sekarang kan ada kondom kali biar nggak kebobolan. Kalau pinter mah nggak bakalan sampe hamil.”“Anjay-lah!”Brak!Xaviera yang mendengar kakak iparnya digosipkan pun meradang. Tangannya yang terkepal ia hantamkan pada daun meja dihadapannya.“Anjing!” maki adik Xavier itu keras. Ia jelas tak terima jika Aurelia diolok-olok, terlebih menggunakan bahan yang mereka tak ketahui kebenarannya. Jelas-jelas Aurelia-l
Xavier merasakan pergerakan dari tubuh yang semalaman dirinya dekap. Perlahan, ia pun membuka matanya.Jantungnya berdegup tatkala netranya bertemu dengan sepasang bola mata indah, yang kini juga tengah menatapnya.“Morning, Queen..” sapa Xavier. Senyum hangat terbit dari bibirnya.“Morning, Abang.”“May I kiss you? Ciuman selamat pagi.”Aurelia menutup mulutnya, cepat-cepat. “Bau jigong, Abang. Aurel baru melek, belum sikat gigi.” Ucap gadis itu dibalik bekapan tangannya. Ia malu meski ingin kembali merasakan ciuman Xavier.Bagaimana jika nanti suaminya pingsan?— pikir Aurelia.“Abang suka semua bagian dalam diri kamu, karena Abang cinta kamu, bau jigong kamu pasti wangi.”Eh?Begitu ya, kalau cinta seseorang?! Bau jigong jadi wangi kalau cinta sama orangnya?!Dalam otak kecil Aurelia, gadis itu tengah berpikir sangat keras.“Boleh ya?” tanya Xavier, kembali meminta persetujuan. Padahal bisa saja jika dirinya langsung menyosor. Namun Xavier tidak akan melakukannya. Ia membutuhkan ker