Tepat saat dirinya menginjakkan kaki pada area kantin sekolah, sepasang mata Niel menyala merah bersama dengan jari-jari tangannya yang ia kepal erat disisi tubuhnya.
Napasnya yang tersengal terdengar semakin tak beraturan, sebab ia yang mencoba untuk menahan letupan amarah didadanya. Rega benar. Pemuda itu tidak salah melapor, apalagi menambahkan tamburan bumbu penyedap ke dalam laporannya. Saat ini Zeusyu memang tengah diganggu oleh cicit dari pemilik Yayasan tempat mereka mengenyam pendidikan. Menghentakkan langkah, Niel pun siap memasang kuda-kudanya. Ia berjalan cepat menghampiri Zeusyu dan sang pengganggu. Tanpa babibu, menarik kerah seragam Gamalael. Membuat anak yang paling disegani se-Bumi Pena itu terhuyung hingga menuruni meja tempatnya berdiam. “Apa-apaan lo, Tirto?” Mereka memang terbiasa memanggil menggunakan nama belakang satu sama lain. Kebiasaan mengucapkan nama keluarga itu berawal dari pertengkaran pertama mereka di bangku kelas satu. Siapapun sudah mengetahui kebiasaan lama ini dan menganggapnya lumrah. “Lepasin baju gue! Lo mau cari, hah?!” Sentak Gamalael. Tanpa banyak kata, Niel menghantamkan kepalan tangannya ke wajah sang penguasa Caesar. Ia tidak takut dengan hukuman yang menanti dirinya nanti. Ribuan kali mereka berselisih paham, tapi namanya tidak pernah sampai menjadi target siswa usiran di Bumi Pena. Uang bisa melakukan segalanya dan itu berlaku juga untuk dirinya walau berkali-kali terlibat baku hantam dengan Gamalael. “Gue bilang jauhin Zeu, Sialan!” Suara menggelegar Niel menggema. Ia merunduk, berniat ingin kembali mengais seragam Gamalael jika saja sepupu-sepupu anak itu tak menghalangi jalannya. “Gue peringatin, jangan pernah sentuh tunangan gue kalau lo masih mau idup!” Peringatan itu melambung sangat tajam. Niel tak pernah bermain dengan kata-kata yang dirinya lontarkan. Ia benar-benar akan menghabisi Gamalael jika pangeran dari trah Caesar itu kembali melewati batas. Niel membalikkan tubuhnya. Rencananya ia ingin membawa Zeusyu pergi dari kantin, tapi tindakan itu tampaknya harus diurungkan kala matanya tak melihat sang istri settingan. “Mana Zeusyu?” tanya Niel karena tak mendapatkan Zeusyu yang tadi duduk di salah satu kursi. Satu alisnya menukik sangat tinggi. “Bos..” Rega meringis, “orang yang lo cari, barusan aja dibawa pergi sama Abdi Dalemnya Raksa.” Infonya, tak enak hati. Pahlawan yang ingin menyelamatkan kekasih tak dianggapnya itu sungguh malang. Sudah susah-susah war, eh.. Alasannya ribut malah dicuri diam-diam. Rega kan jadi bingung memilih jobdesk terbaru sebagai penonton kemarahan Niel. Ia dilema antara ingin tertawa atau malah kasihan terhadap kemalangan sahabanya. “Ke mana?” “Pintu kantin cuman satu, Bos.” Zikri memberitahu kalau-kalau saja Niel lupa. “Ck! Mangkuhartianto Babi!” Niel berlari meninggalkan teman-temannya. Sebelumnya ia sempat melihat senyum menyeringai Gamalael. Tak sadar, putra bungsu Amelia Tirto itu kembali mengepalkan jari-jarinya. Jujur saja Niel membenci Gamalael. Anak itu seakan tak memiliki jera untuk mengganggu Zeusyu. Ia sudah memperingatkan berulang kali, tapi Gamalael terus saja mengusik ketenangan Zeusyu di sekolah. Entah apa yang anak itu inginkan, Niel sendiri tidak tahu. Orang seperti Gamalael yang suka bergonta-ganti pasangan jelas tidak mungkin menaruh rasa pada Zeusyu. Dia pasti hanya menjadikan Zeusyu mainan sesaat sebelum istrinya itu dilempar ke tong sampah. “Berani lo lanjutin langkah kaki, gue pastiin Raksa bakalan terusir dari rumah utama! Lo jelas tau, satu kerajaan nggak boleh ada dua pangeran mahkota!” Zeusyu terpaksa berhenti ditempatnya. Gadis itu meminta Abdi Dalem Raksa untuk menyampaikan pesan supaya pangerannya tak perlu cemas dengan keadaannya. Seperti apa yang terlihat, Zeusyu baik-baik saja. “Tolong ucapkan terima kasih, nanti saya menyusul ke kelas.” “Baik Non.” Niel berjalan tergesa. Ia menyambar lengan Zeusyu, menyeret istri settingan yang tidak dicintainya itu menuju tempat parkir. “Masuk!” Titahnya usai membuka pintu mobil. “Ngapain? Bentar lagi bel sekolah bunyi.” “Gue bilang masuk, ya masuk!” Mengabaikan penolakan yang sepertinya akan terjadi, Niel mendorong tubuh Zeusyu untuk memasuki mobilnya. “Jangan coba-coba keluar lagi!” Pemuda itu membanting keras pintu sebelum berlari memutari mobil untuk masuk ke dalam sisi lainnya. “Niel mau kemana?!” Zeusyu panik saat Niel menyalakan mesin. Kemarin mereka sudah alpha tanpa keterangan. Niel tak merespon pertanyaan Zeusyu. Alih-laih menjawabnya, Niel justru menginjak pedal gas. Lonceng masuk belum berbunyi, itu tandanya masih ada kesempatan untuk mereka kabur melewati gerbang sekolah. “Pake sabuk pengaman lo!” “Balik Niel. Aku mau sekolah. Raksa juga pasti nyariin aku.” Persetan dengan sekolah dan sepupunya– Niel tidak peduli. Ia sedang marah sekarang. Emosinya berada diubun-ubun karena menyaksikan Zeusyu baik-baik saja setelah Gamalael mencium pipinya. Seharusnya Zeusyu menangis seperti kemarin-kemarin. Seharusnya dia tidak setenang ini, seolah laki-laki lain tidak pernah menyentuh bagian tubuhnya. “Tutup mulut lo apa gue cium!” Ancam Niel. “Aku nggak mau bolos Niel. Tolong turunin aku.” Zeusyu sempat merasa lega saat Niel menepikan mobilnya. Ia pikir Niel akan melepaskannya. Tidak apa-apa jika ia harus kembali dan dihukum karena terlambat. Itu jauh lebih baik dibandingkan pergi bersama Niel yang sedang coba dirinya hindari. Namun kelegaan itu tak bertahan lama. Matanya yang cantik seketika membulat, menolak percaya saat Niel memegang kepala belakangnya, lalu mendaratkan sebuah ciuman. Tubuhnya langsung membeku layaknya bongkahan es batu. Ia bahkan tak bisa memberikan perlawanan kala bibirnya dikuasai Niel. Sedangkan untuk Niel sendiri, anak itu tak merasa membuat sebuah kesalahan setelah merasakan bibir lain selain milik kekasihnya. Niel justru memejamkan matanya, berusaha lebih menikmati apa yang dirinya kulum saat ini. Tangannya yang menganggur bahkan menggenggam jemari Zeusyu. Sampai sebuah ketukan menyadarkan Niel dari kegilaannya. “Polisi..” Cicit Zeusyu ketakutan, berbanding terbalik dengan Niel yang santai menurunkan kaca mobilnya. “Selamat pagi, Dek. Apa yang sedang adek berdua lakukan di dalam mobil? Saya melihat ada aktivitas tidak pantas dari pos saya.” “Dia tunangan saya.” Niel mengangkat tangan kirinya lalu memaksa Zeusyu melakukan hal yang sama. “Kalau Bapak tidak percaya, Bapak bisa hubungi pengacara keluarga saya.” Ujarnya lalu membuka dashboard mobil, membuat Zeusyu memundurkan tubuhnya agar tak bertabrakan dengan Niel. Kosong.. Zeusyu tak dapat mencerna apa yang terjadi. Otaknya blank setelah mengetahui Niel mengenakan cincin pertunangan mereka. ‘Sejak kapan?’ batin Zeusyu,bertanya-tanya.. yang Zeusyu tahu, selama ini Nie selalu melepaskannya. Katanya, pria itu tak sudi mengenakan apapun yang berkenaan dengan keterikatan mereka berdua. Bahkan lebih mirisnya, Niel berkata dirinya tidak ingin menyakiti hati Meyselin. Mereka mungkin telah bertunangan atau bahkan gilanya menikah diusia dini, tapi perjodohan itu tak lantas menjadi sebuah keharusan dimana Niel terkurung dan mengkhianati Meyselin secara terang-terangan. “Zeu.” Zeusyu tersentak dari lamunan. Ia merasakan ibu jari Niel mengusap bibirnya. Ia bahkan tidak menyadari jika pembicaraan Niel dengan petugas kepolisian telah usai. “Kita lanjutin di apartemen, Tunangan!” ‘No!’ Hati Zeusyu menjerit. Ia tidak mau mengulang kontak fisik yang beberapa saat lalu mereka lakukan. Tidak untuk nanti ataupun hari berikutnya. Ia sudah memutuskan mundur dan melepaskan Niel. “Aku nggak mau. Buka lock-nya. Aku mau pulang, Niel.” Ciuman seperti tadi hanya akan membuatnya semakin kesulitan untuk melupakan Niel. “Apartemen kan rumah kita juga. Itu hadiah pertunangan kita kan? Ayo kita pulang ke sana.” Niel berucap tanpa perasaan. Tidak ada ekspresi apapun dibalik wajah tampannya. “Nggak!” Zeusyu menggeleng-gelengkan kepala. “Please turunin aku. Apa salah aku Niel? Kenapa kamu kayak gini?! yang tadi, aku nggak akan cerita ke siapa-siapa. Itu akan jadi rahasia kita. Kam-Kamu bisa ajak Kak Meyse ke apart. Aku nggak apa-apa, Niel.” “Sayangnya yang bikin kesalahan hari ini bukan Meyse, tapi kamu Tunangan..” Niel ingin melakukannya lagi. Anggap saja itu sebagai hukuman meski ia sendiri tahu dirinyalah yang menginginkan ciuman itu terulang kembali. Bibir Zeusyu terasa manis dilidahnya tidak seperti milik.. Meyselin.. Niel merasa menjadi laki-laki terburuk karena membandingkan-bandingkan kekasihnya. “Kita pulang ke rumah!” Putus Niel akhirnya. Jari-jarinya mencengkram roda kemudi erat. ‘Sial.. Gue kenapa coba!’ Rutuk Niel karena sadar jika ia telah kehilangan kendali atas dirinya.Tin.. Tin!!Secara brutal Niel menekan klakson mobilnya. Kebarbarannya itu membuat beberapa satpam yang berjaga berlarian keluar meninggalkan pos jaga mereka.Niel melongokkan kepala di antara kaca mobil yang ia turunkan. “Ngapain pake keluar semua? Bukain gerbangnya!” titahnya, berteriak.Di samping pemuda itu, Zeusyu memilih memperhatikan dalam diam. Pemandangan dimana Niel menjadikan orang lain sebagai pelampiasan amarahnya bukanlah tontonan yang baru terjadi sekali ini saja. Memang seperti itulah tabiat pemuda yang dicintainya. Tak peduli salah atau tidak, ketika dirinya marah, semua orang akan terkena imbas kemarahannya.“Silahkan, Mas Niel!” Setelah pintu gerbang rumahnya terbuka, Niel kembali menginjak pedal gas. Ia memarkirkan mobilnya tepat disamping milik mamanya. Niel tak langsung menuruni tunggangannya. Di dalam mobilnya, ia mengamati pergerakan mamanya yang tengah berbincang dengan Handoko di pekarangan rumah mereka.“Tunggu Mama pergi aja!” Ujar Niel melarang Zeusyu untu
Dulu sekali, Niel sangat menggilai Zeusyu. Tak ada satu hari pun dalam hitungan kalender yang tak dirinya habiskan untuk memikirkan Zeu-nya. Siang dan malamnya penuh dengan pikiran tentang Zeu-nya seorang.Walau aroma playboy menguar dari keringatnya sejak usia tiga tahunan, Zeusyu akan tetap menjadi urutan nomor satu pada list nama-nama kekasihnya.Ia bahkan dengan bangga memperkenalkan Zeusyu ke seantero dunia. Selalu meminta restu Zeusyu ketika matanya melirik gadis cilik lain, selayaknya Zeusyu adalah istri sah pertamanya.Namun siapa sangka jika pada pergantian waktu, nama yang selalu mendominasi kehidupan Niel itu dapat tergeser oleh gadis lain. Perkembangan membuatnya berubah seiring waktu yang berlalu.Kini tak ada lagi Zeusyu yang melekat di dalam hatinya, sosok kecintaan Niel kecil itu benar-benar sudah menghilang dan tergantikan oleh kehadiran Meyselin.Di balkon kamarnya, Niel menghabiskan senja yang menurutnya kelabu. Sore harinya ditemani oleh secangkir es kopi yang diri
“Goblok! Begok! Tolol!!”Niel tak henti-hentinya mengumpati dirinya sendiri. Ia berguling-guling di atas ranjang king size-nya. Bergerak ke sana-ke mari sembari merutuki kebodohan mulutnya yang sepertinya tidak tersinkronisasi dengan otak. Bodoh sekali dirinya! Ia saja malu setelah menyadari kelakuannya tadi.“Ngapain pake bilang hamil segala! Nyium aja baru pertama kali. Dodol-Dodol! Diketawain orang serumah kan jadinya.”Omanya yang galak benar-benar murka mendengar celotehan tak bermutunya. Wanita tua itu langsung memberikan ultimatum, melarang dirinya untuk berdekatan dengan Zeusyu. Selain karena Zeusyu sudah berpindah tangan, ke tangan keponakannya, Sukmana Tirto rupanya takut jika ia akan melakukan tindakan tak bermoral demi mempertahakan ego setinggi langitnya.“Siapa juga sih yang mau hamilin dia. Kalau gue sampe punya anak, itu jelas sama Meyse lah! Ngapain sama orang yang nggak gue cinta.” Decak Niel. Salahnya memang terlalu terbawa emosi. Padahal ia mempertahankan hubunganny
Melewati gerbang megah kediaman Tirto, Niel dengan sengaja memperlambat laju mobil yang ia kendarai. Ada tiga bangunan dengan kemewahan hampir serupa berdiri di depan matanya. Tentu saja bangunan ke-3 yang dibangun paling akhir, tak sebanding dengan dua bangunan sebelumnya. Rumah yang berada di tengah-tengah milik papa dan omanya itu terlihat mengotori istana-istana megah mereka.Terkutuklah Darmanto bin Joko Dadarman bersama sahabat karibnya Handoko. Karena pengabdian mereka, kedua pria itu sampai mendapatkan kado istimewa dari omanya. Sampai keduanya mati, mereka akan tergabung dalam satu keluarga yang sama. Enak sekali para asisten serbaguna papanya itu. Kerjanya hanya membuat onar, tapi bayarannya ditanggung sampai bertemu malaikat pencabut nyawa.Ah! Mengingat peranan dua pengikut setianya, Niel teringat akan alasannya pulang sore ini. Kedua orang tuanya sedang lembur di kantor, itu berarti seluruh antek-antek-nya pun akan pulang terlambat. Ia pun bisa melancarkan serangan kepada
“Mbak! Bu Sukma. Apa Ibu ada di rumah?”“Diah kamu kenapa? Kayak habis liat apa aja kamu sampe ngos-ngosan gini.” Asisten rumah tangga yang ada di rumah Amel mencoba menenangkan Diah dengan membelai punggungnya. “Kenapa nyaari Nyonya Besar? Beliau di taman kolam ikan.”“Saya emang abis liat sesuatu, Mbak Sur. Mbak tolong panggilin Bu Sukma. Saya udah nggak kuat lagi, Mbak. Rasanya mau pingsan saya liatnya.” Diah menggapai-gapai lengan Surti. Kaki-Kakinya yang lemah terlipat, saking tak adanya lagi tenaga yang ia miliki. Semua sudah terkuras habis ketika menyaksikan majikannya dirudapaksa.“Tunggu sini. Aku panggilin dulu. Kayaknya masalah penting ini.” Surti kontan berlari cepat. Wanita itu berteriak sembari memacu langkahnya. “Ibu! Bu Sukmaaaa!!” Sama seperti halnya Diah tadi, Surti pun berlari hingga terengah.“ART rumahnya Mbak Zeu, Bu. Dia dateng ke sini, mau ketem..” Surti diam. Ia tak berani lagi bersuara ketika melihat Nyonya Besarnya memejamkan mata dalam posisi duduknya. Tanga
“Nggak! Gue nggak bisa biarin ini semua terjadi. Gimana kalau gue sampe punya anak sama si Zeu?!” Di dalam kamarnya, Niel terus melangkahkan kaki. Ia memutari seluruh sudut ruangan pribadinya dengan kegelisahan yang tak kunjung mereda.Demi Meyselin yang teramat dirinya cintai, semua yang terjadi hari ini merupakan bentuk ketidak-sengajaan. Ia terlalu terbawa emosi atas rencana yang Zeusyu susun hingga berakhir meniduri gadis itu. Setan-Setan disekitar mereka-lah yang menjadi saksi, dimana sebelumnya ia sudah berniat untuk mengurungkan niat.“Argh!” Kesal Niel, pusing sendiri.Dulu ia sungguh menantikan hari ini. Hari dimana dirinya dapat melihat kehancuran gadis yang membuat hidupnya sengsara. Ia pikir dengan kehancuran itu, ia dapat meraih ketenangan yang selama ini dirinya cari. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Beban pikirannya malah semakin bertambah. Bayang-Bayang Zeusyu hamil kini melayang-layang di otak tumpulnya.“Rega Anjing!” Ia tak mau disalahkan. Baginya kesalahan itu t
Zeusyu berlari cepat meninggalkan tempatnya. Untuk kesekian kalinya ia kalah pada rasa cintanya. Pria bernama Nathaniel Rahardian Restian Tirto itu, sekali lagi bisa mengubah keteguhan hati yang susah payah dirinya bangun.“Niel!!” “Niel bangun!!” Zeusyu bersimpuh disamping tubuh sang pujaan hati. Ia tak memperdulikan keadaan di sekitarnya. Seluruh atensinya hanya tertuju pada laki-laki yang ia cintai. “Nathaniel, bangun!” Pintanya menepuk-nepuk pipi Niel yang memejamkan matanya. “Jangan buat aku takut, Niel! Ayo buka mata kamu!” “Nieeeel!” Zeusyu bergetar hebat. Ia mengguncang-guncangkan tubuh yang terkapar berlumur darah itu, berharap Niel membuka kelopak matanya yang terpejam.Sungguh, Zeusyu tak akan memaafkan dirinya sendiri jika hal buruk menimpa Niel-nya. Ia mungkin tak akan mampu bernapas lagi dan memilih untuk menyusul Niel kemanapun pria itu pergi. Meski di alam baka sekalipun pria itu menjauhinya— tak apa. Asal bersama Niel, seluruh derita mampu ia tanggung.Lima belas m
Prang!!Amel menghembuskan napas. Sudah dua kali Niel menghempaskan napan berisikan makanan dan obat yang dirinya bawa ke dalam kamar sang putra. Anak itu memang sangat terlalu. Bahkan dengan cedera parah pada tangan serta kakinya, Niel masih bisa-bisanya berulah.Jangan katakan jika Amel kejam. Seandainya sakit yang menimpa anaknya merupakan musibah, ia pasti merajakan Niel layaknya pengikut Firaun di zamannya. Masalahnya, anak itu mengalami cedera tulang juga karena kebodohannya sendiri. Dia yang mencari-cari bala hingga berakhir menjadi penghuni kursi roda.Meluaskan lautan sabar di dadanya, Amel mengacakkan lengan dipinggang. “Mau sampai kapan kamu kayak begini? Sebentar lagi ujian sekolah. Kamu mau nggak lulus? Mau berhenti sekolah aja terus jadi pengemis di lampu merah?” tanya Amel dengan kejamnya.Amel sudah berusaha sangat keras untuk menahan kebarbarannya. Demi merawat putranya, ia tinggalkan segudang pekerjaannya. Ia jadikan Niel sebagai prioritas utama dan anak itu malah ber
“Hai, Jeng Amel.”Amel merubah ekspresinya. Mama Niel itu memang bukan orang yang bisa mengenakan topeng pada mukanya. Ketika ia tidak menyukai seseorang, raut wajahnya akan sangat kentara terlihat.“Ya, Jeng Lulu,” sahutnya dengan malas-malasan. Sepertinya ia terlalu pagi menghadiri pertemuan arisan kali ini. “Sayang,” Amel melongokan kepalanya masuk ke dalam mobil, “yuk turun,” ajaknya kepada menantu kesayangannya.Amel sangat senang kala Zeusyu tak menolak permintaannya. Semalam Niel sudah berkonsultasi. Mengatakan jika ada teman kampusnya yang mengganggu Zeusyu.Seperti biasa— kalau itu menyangkut diri Zeusyu, Amel akan turun tangan. Secepat yang dirinya bisa. Putranya turut menginformasikan identitas diri si pengganggu. Rupanya gadis itu merupakan anak dari teman arisannya.“Loh, Jeng Amel bukannya anaknya laki-laki?”Bola mata Amel berputar. Wanita yang menghampirinya ke parkiran pasti berpikir jika dirinya akan membawa Niel. Hohoho!! Mimpi saja! Tanpa Zeusyu ikut pun, Niel tak
Sejak hari dimana Niel pulang dalam keadaan mabuk, Amelia Tirto tidak lagi berani mengusik ketenangan jiwa sang putra. Wanita itu menahan dirinya, sekuat yang bisa bisa untuk tak mengganggu anak kesayangan suaminya.Berkat kejahilannya selama ini, dua kartu kredit andalan mama Niel itu disita. Dia tak lagi bisa berbelanja sesuka hati untuk menghambur-hamburkan hasil jerih payah Hanggono Tirto. Amel harus rela berhemat dengan lima juta setiap minggunya. Mengikat tangan-tangannya supaya tak khilaf membuka e-commerce atau dirinya tak akan bisa hangout bersama teman-teman sosialita manjanya.Berbeda dengan sang mama yang menjadi sangat menderita usai ketahuan papanya, hidup Niel justru berjalan damai. Istri cantiknya kembali pada mode normal— selayaknya normalnya manusia biasa. Mungkin ini disebabkan oleh bertaubatnya jin laknat yang selalu membisiki telinga istrinya.Ngidamnya pun tak pernah lagi aneh-aneh, sehingga dengan mudah Niel bisa mendapatkannya. Zeusyu juga tak bertingkah menyeb
“Ck! tuh bocahnya!” decak Rega, akhirnya melihat kemunculan batang hidung sahabatnya. “Cepetan card akses-nya, woi!”“Sorry!”“Tiada maaf bagimu, Ntong!” jawab Zikri sembari mengibaskan poni panjangnya.Merasa tidak enak dengan sahabat-sahabatnya yang telah menunggu lama, Niel segera menempelkan kartu aksesnya ke sensor. Ia lalu memasukan kombinasi angka yang menjadi password unit apartemennya.“Assalamualaikum ya ahli kubur!” Celetuk Zikri membuat semuanya bergidik.“Bahasa lo, Nyet!” sosot Alvian sembari menoyor si asal Zikri. “Lo kenapa manggil kita ke sini?” tanya-nya setelah mendudukan diri di sofa.“Bentar gue ngambil minuman,” ucap Niel. Langkah kakinya menyasar pada kulkas super besar miliknya untuk mengeluarkan beberapa botol kaleng bir.“Kadaluarsa nggak itu?” secara mereka sudah lama sekali tidak menyambangi apartemen Niel. Bisa saja makanan-makanan di kulkas sudah mengalami masa tak layak konsumsi.“Aman, baru ini. Gue minta Handoko mampir pas dia balik kantor,” ujar Niel
“Mbak, kalau aku ngeracun Aca, kira-kira kepalaku dipenggal nggak ya sama bapaknya?” Bapak yang Niel maksud merupakan kakak iparnya yang bernama Bumi— Pangeran sebuah kerajaan di Jawa yang melengserkan kursi keemasannya langsung kepada sang keponakan. Tak tanggung-tanggung, Bumi melakukannya khusus untuk mempertahankan cintanya kepada kakak pertamanya.Tak perlu lagi diragukan seberapa besar cinta bapak Raksa itu. Tahtanya saja rela dilepaskan asal tak berpisah dengan istri dan anaknya.Yah, pengorbanannya mirip-mirip dengan Zeusyu. Hanya saja di hati Niel, tetap Zeusyu pemenang nominasi cinta paling tulus sejagat raya.Tenang saja. Niel tak berencana KKN kok. Tak ada kolusi, nepotisme. Korupsi apalagi. Semua ini Niel ambil berdasarkan track record bersih Zeusyu. Maklum suami kakaknya itu pernah brengsek pada masanya.Kembali pada Niel yang menghabiskan paginya di rumah sang kakak pertama, pemuda itu mengepalkan telapak tangannya di atas meja. Kehamilan Zeusyu dan kepulangan Raksa ad
“Zeu, Sayang. Kamu nggak ngidam lagi?” tanya Amel sehari hampir tiga kali, seperti orang sedang masa pemulihan yang meminum obatnya. Amel mengerjapkan matanya, menanti jawaban dari pertanyaannya. Antena kejahilan di atas kepalanya sedang terjulur, meminta asupan nutrisi penderitaan putranya. Sumpah demi Tuhan, Amel sangat senang menantu kesayangannya menyulitkan sang putra.Mama Niel itu seakan ingin berteriak, ‘ya kayak gitu dulu pas Mama hamil kamu, Bocah,” ke telinga anaknya, sekeras-kerasnya supaya anak itu tahu betapa menderitanya dirinya dan Hanggono Tirto saat mengandungnya.Anggap saja ini ajang balas dendam yang tertunda. Anaknya masih sangat beruntung karena tak diminta terbang ke Bandung demi semangkuk seblak.“Nggak lagi pengen sesuatu, Mah. Zeu kenyang,” ucap Zeusyu, membelai perutnya. Usia janinnya kini berjalan memasuki pada minggu ke 12. Perutnya yang rata sekarang memiliki tonjolan, yang setiap malamnya membuat Niel gemas bukan kepalang.“Ih, kok gitu sih! Ngidam aja
Akibat kebaikannya yang tidak ingin mengganggu waktu istirahat sang istri tempo hari, kini Niel menjadi mengerti akan rules menghadapi ibu hamil. Diantaranya sebagai berikut: Pertama, jangan pernah berani-beraninya menghilang tanpa sebuah pemberitahuan. Jika para lelaki berani melakukan hal tersebut, dipastikan dua hari mendatang hidup kalian akan serasa berada di neraka jahanam. Ke-dua, jangan pernah abaikan istri meski mereka terlihat seperti orang ngambek, yang tidak ingin didekati. Percayalah! Jika kalian berpikir menjauh sejenak merupakan hal yang mereka inginkan— jawabannya salah besar. Tet-Tot! Menarik diri dan membiarkan mereka menyendiri dengan kemarahannya, hanya akan membuat telinga kalian panas sampai beberapa hari mendatang. Trust Niel! Pemuda itu telah merasakan dampak dari dua tindakan di atas. Jangan dekat-dekat berarti sama dengan ‘kamu usaha dong,’ dan aku benci kamu artinya ‘buat aku nggak ngambek lagi,’ itu kuncinya. “Sumpah, kayak gitu, Bos?” Niel mengangguk
“Hoeekk!!” Niel berpegangan pada pinggiran closet. Sejak bangun tidur, kamar mandi menjadi tempat berdiamnya. Ia tak mengerti dengan kondisi tubuhnya. Saat membuka mata, kepalanya terasa berputar dan perutnya seperti diaduk-aduk oleh seseorang. “Niel kamu beneran nggak usah ke dokter?” Niel melambaikan tangannya, “no, nggak perlu!” tolaknya. Sepertinya ia hanya perlu menguras seluruh isi perutnya akibat menjadi Sultan Andara satu hari. Tampaknya lambungnya sedang melancarkan amarahnya hari ini. “Hoek!!” Zeusyu berdiri diambang pintu kamar mandi. Wanita hamil itu tak berani masuk, takut jika muntah-muntah Niel akan menular. “Gara-gara aku kemarin ya ini?” tanay Zeusyu. Suaranya melirih, bersiap meledakan tangis dari bibirnya yang bergetar. Niel yang menyadari perubahan suara istrinya lantas mendudukan diri di lantai. Sekuat tenaga membalikan tubuhnya agar bisa berhadapan. “Nggak, Sayang. Bukan gara-gara kamu,” ucapnya agar Zeusyu tidak merasa bersalah. Kepalanya akan semak
Zeusyu menganga melihat banyak-nya pedagang yang memarkirkan gerobak dagangannya di pelataran rumah. Wanita itu mengusap perutnya ratanya. “Mah, ini apa?” tanya Zeusyu kepada Amel. Ibu mertua wanita cantik itu pun tak kalah kaget. Dari gerbang rumahnya, beberapa pedagang makanan masih datang silih berganti. “Mama juga nggak tau, coba tanya suami kamu Zeu. Kali aja ini kerjaan dia.” Zeusyu mengangguk. Ia mengeluarkan ponselnya. “Niel,” sapanya setelah sambungan teleponnya diterima. ‘Halo, Sayang. Gimana? Tukang jajannya udah pada dateng kan?’ Oh.. Jadi benar ini semua ulah Nathaniel. “Ud-Udah,” jawab Zeusyu terbata. “Kenapa banyak banget?” ‘Katanya pengen jajan, hem?’ Ya nggak sebanyak ini— pikir Zeusyu. Setengah jam yang lalu ia memang berkomunikasi dengan Niel. Menyampaikan keinginan tiba-tibanya yang ingin jajan. Berhubung pria itu sedang kuliah, Niel berkata jika dirinya baru bisa pulang sore nanti. ‘Tadi aku minta bantuan Manto. Biar kamu nggak lama nunggu. Jajan
[Mah, bisa ke Semarang sekarang? Zeu masuk rumah sakit. Di Columbia, deket Bandara Ahmad Yani] Demikian isi pesan yang Niel kirimkan. Tak sampai dua jam lamanya, Amelia Tirto benar-benar datang bersama bala-bala gengs wanita itu. Papa Niel, Oma, mertua dan Darmanto diboyong ikut serta meramaikan ruang perawatan Zeusyu. Satu per satu dari mereka berjalan memasuki ruangan. “Mah,” panggil Niel ingin mengadu. Kaki-Kakinya melangkah, mendekati sang mama, dan…. Buagh!! Niel meringis ketika sebuah hantaman mengenai kepalanya. Tas mahal sang mama mampir tanpa permisi, sehingga ia tak sempat memasang kuda-kuda untuk menghindar. Padahal ia sudah melihat wanita itu mengayunkan tangannya. Responnya rupanya kalah cepat oleh gerakan ibu-ibu jaman now. “Kamu apain mantu kesayangan Mama?! Nggak ada sehari kamu ajak keluar, dia udah masuk rumah sakit!! Gimana kalau seminggu?!” “Masuk liang lahat yang ada!!” Buagh! Buagh! Buagh!! “Mah, sakit Mah! Dengerin penjelasan Niel dulu!!” “Haisyaaah!! D