Tepat saat dirinya menginjakkan kaki pada area kantin sekolah, sepasang mata Niel menyala merah bersama dengan jari-jari tangannya yang ia kepal erat disisi tubuhnya.
Napasnya yang tersengal terdengar semakin tak beraturan, sebab ia yang mencoba untuk menahan letupan amarah didadanya. Rega benar. Pemuda itu tidak salah melapor, apalagi menambahkan tamburan bumbu penyedap ke dalam laporannya. Saat ini Zeusyu memang tengah diganggu oleh cicit dari pemilik Yayasan tempat mereka mengenyam pendidikan. Menghentakkan langkah, Niel pun siap memasang kuda-kudanya. Ia berjalan cepat menghampiri Zeusyu dan sang pengganggu. Tanpa babibu, menarik kerah seragam Gamalael. Membuat anak yang paling disegani se-Bumi Pena itu terhuyung hingga menuruni meja tempatnya berdiam. “Apa-apaan lo, Tirto?” Mereka memang terbiasa memanggil menggunakan nama belakang satu sama lain. Kebiasaan mengucapkan nama keluarga itu berawal dari pertengkaran pertama mereka di bangku kelas satu. Siapapun sudah mengetahui kebiasaan lama ini dan menganggapnya lumrah. “Lepasin baju gue! Lo mau cari, hah?!” Sentak Gamalael. Tanpa banyak kata, Niel menghantamkan kepalan tangannya ke wajah sang penguasa Caesar. Ia tidak takut dengan hukuman yang menanti dirinya nanti. Ribuan kali mereka berselisih paham, tapi namanya tidak pernah sampai menjadi target siswa usiran di Bumi Pena. Uang bisa melakukan segalanya dan itu berlaku juga untuk dirinya walau berkali-kali terlibat baku hantam dengan Gamalael. “Gue bilang jauhin Zeu, Sialan!” Suara menggelegar Niel menggema. Ia merunduk, berniat ingin kembali mengais seragam Gamalael jika saja sepupu-sepupu anak itu tak menghalangi jalannya. “Gue peringatin, jangan pernah sentuh tunangan gue kalau lo masih mau idup!” Peringatan itu melambung sangat tajam. Niel tak pernah bermain dengan kata-kata yang dirinya lontarkan. Ia benar-benar akan menghabisi Gamalael jika pangeran dari trah Caesar itu kembali melewati batas. Niel membalikkan tubuhnya. Rencananya ia ingin membawa Zeusyu pergi dari kantin, tapi tindakan itu tampaknya harus diurungkan kala matanya tak melihat sang istri settingan. “Mana Zeusyu?” tanya Niel karena tak mendapatkan Zeusyu yang tadi duduk di salah satu kursi. Satu alisnya menukik sangat tinggi. “Bos..” Rega meringis, “orang yang lo cari, barusan aja dibawa pergi sama Abdi Dalemnya Raksa.” Infonya, tak enak hati. Pahlawan yang ingin menyelamatkan kekasih tak dianggapnya itu sungguh malang. Sudah susah-susah war, eh.. Alasannya ribut malah dicuri diam-diam. Rega kan jadi bingung memilih jobdesk terbaru sebagai penonton kemarahan Niel. Ia dilema antara ingin tertawa atau malah kasihan terhadap kemalangan sahabanya. “Ke mana?” “Pintu kantin cuman satu, Bos.” Zikri memberitahu kalau-kalau saja Niel lupa. “Ck! Mangkuhartianto Babi!” Niel berlari meninggalkan teman-temannya. Sebelumnya ia sempat melihat senyum menyeringai Gamalael. Tak sadar, putra bungsu Amelia Tirto itu kembali mengepalkan jari-jarinya. Jujur saja Niel membenci Gamalael. Anak itu seakan tak memiliki jera untuk mengganggu Zeusyu. Ia sudah memperingatkan berulang kali, tapi Gamalael terus saja mengusik ketenangan Zeusyu di sekolah. Entah apa yang anak itu inginkan, Niel sendiri tidak tahu. Orang seperti Gamalael yang suka bergonta-ganti pasangan jelas tidak mungkin menaruh rasa pada Zeusyu. Dia pasti hanya menjadikan Zeusyu mainan sesaat sebelum istrinya itu dilempar ke tong sampah. “Berani lo lanjutin langkah kaki, gue pastiin Raksa bakalan terusir dari rumah utama! Lo jelas tau, satu kerajaan nggak boleh ada dua pangeran mahkota!” Zeusyu terpaksa berhenti ditempatnya. Gadis itu meminta Abdi Dalem Raksa untuk menyampaikan pesan supaya pangerannya tak perlu cemas dengan keadaannya. Seperti apa yang terlihat, Zeusyu baik-baik saja. “Tolong ucapkan terima kasih, nanti saya menyusul ke kelas.” “Baik Non.” Niel berjalan tergesa. Ia menyambar lengan Zeusyu, menyeret istri settingan yang tidak dicintainya itu menuju tempat parkir. “Masuk!” Titahnya usai membuka pintu mobil. “Ngapain? Bentar lagi bel sekolah bunyi.” “Gue bilang masuk, ya masuk!” Mengabaikan penolakan yang sepertinya akan terjadi, Niel mendorong tubuh Zeusyu untuk memasuki mobilnya. “Jangan coba-coba keluar lagi!” Pemuda itu membanting keras pintu sebelum berlari memutari mobil untuk masuk ke dalam sisi lainnya. “Niel mau kemana?!” Zeusyu panik saat Niel menyalakan mesin. Kemarin mereka sudah alpha tanpa keterangan. Niel tak merespon pertanyaan Zeusyu. Alih-laih menjawabnya, Niel justru menginjak pedal gas. Lonceng masuk belum berbunyi, itu tandanya masih ada kesempatan untuk mereka kabur melewati gerbang sekolah. “Pake sabuk pengaman lo!” “Balik Niel. Aku mau sekolah. Raksa juga pasti nyariin aku.” Persetan dengan sekolah dan sepupunya– Niel tidak peduli. Ia sedang marah sekarang. Emosinya berada diubun-ubun karena menyaksikan Zeusyu baik-baik saja setelah Gamalael mencium pipinya. Seharusnya Zeusyu menangis seperti kemarin-kemarin. Seharusnya dia tidak setenang ini, seolah laki-laki lain tidak pernah menyentuh bagian tubuhnya. “Tutup mulut lo apa gue cium!” Ancam Niel. “Aku nggak mau bolos Niel. Tolong turunin aku.” Zeusyu sempat merasa lega saat Niel menepikan mobilnya. Ia pikir Niel akan melepaskannya. Tidak apa-apa jika ia harus kembali dan dihukum karena terlambat. Itu jauh lebih baik dibandingkan pergi bersama Niel yang sedang coba dirinya hindari. Namun kelegaan itu tak bertahan lama. Matanya yang cantik seketika membulat, menolak percaya saat Niel memegang kepala belakangnya, lalu mendaratkan sebuah ciuman. Tubuhnya langsung membeku layaknya bongkahan es batu. Ia bahkan tak bisa memberikan perlawanan kala bibirnya dikuasai Niel. Sedangkan untuk Niel sendiri, anak itu tak merasa membuat sebuah kesalahan setelah merasakan bibir lain selain milik kekasihnya. Niel justru memejamkan matanya, berusaha lebih menikmati apa yang dirinya kulum saat ini. Tangannya yang menganggur bahkan menggenggam jemari Zeusyu. Sampai sebuah ketukan menyadarkan Niel dari kegilaannya. “Polisi..” Cicit Zeusyu ketakutan, berbanding terbalik dengan Niel yang santai menurunkan kaca mobilnya. “Selamat pagi, Dek. Apa yang sedang adek berdua lakukan di dalam mobil? Saya melihat ada aktivitas tidak pantas dari pos saya.” “Dia tunangan saya.” Niel mengangkat tangan kirinya lalu memaksa Zeusyu melakukan hal yang sama. “Kalau Bapak tidak percaya, Bapak bisa hubungi pengacara keluarga saya.” Ujarnya lalu membuka dashboard mobil, membuat Zeusyu memundurkan tubuhnya agar tak bertabrakan dengan Niel. Kosong.. Zeusyu tak dapat mencerna apa yang terjadi. Otaknya blank setelah mengetahui Niel mengenakan cincin pertunangan mereka. ‘Sejak kapan?’ batin Zeusyu,bertanya-tanya.. yang Zeusyu tahu, selama ini Nie selalu melepaskannya. Katanya, pria itu tak sudi mengenakan apapun yang berkenaan dengan keterikatan mereka berdua. Bahkan lebih mirisnya, Niel berkata dirinya tidak ingin menyakiti hati Meyselin. Mereka mungkin telah bertunangan atau bahkan gilanya menikah diusia dini, tapi perjodohan itu tak lantas menjadi sebuah keharusan dimana Niel terkurung dan mengkhianati Meyselin secara terang-terangan. “Zeu.” Zeusyu tersentak dari lamunan. Ia merasakan ibu jari Niel mengusap bibirnya. Ia bahkan tidak menyadari jika pembicaraan Niel dengan petugas kepolisian telah usai. “Kita lanjutin di apartemen, Tunangan!” ‘No!’ Hati Zeusyu menjerit. Ia tidak mau mengulang kontak fisik yang beberapa saat lalu mereka lakukan. Tidak untuk nanti ataupun hari berikutnya. Ia sudah memutuskan mundur dan melepaskan Niel. “Aku nggak mau. Buka lock-nya. Aku mau pulang, Niel.” Ciuman seperti tadi hanya akan membuatnya semakin kesulitan untuk melupakan Niel. “Apartemen kan rumah kita juga. Itu hadiah pertunangan kita kan? Ayo kita pulang ke sana.” Niel berucap tanpa perasaan. Tidak ada ekspresi apapun dibalik wajah tampannya. “Nggak!” Zeusyu menggeleng-gelengkan kepala. “Please turunin aku. Apa salah aku Niel? Kenapa kamu kayak gini?! yang tadi, aku nggak akan cerita ke siapa-siapa. Itu akan jadi rahasia kita. Kam-Kamu bisa ajak Kak Meyse ke apart. Aku nggak apa-apa, Niel.” “Sayangnya yang bikin kesalahan hari ini bukan Meyse, tapi kamu Tunangan..” Niel ingin melakukannya lagi. Anggap saja itu sebagai hukuman meski ia sendiri tahu dirinyalah yang menginginkan ciuman itu terulang kembali. Bibir Zeusyu terasa manis dilidahnya tidak seperti milik.. Meyselin.. Niel merasa menjadi laki-laki terburuk karena membandingkan-bandingkan kekasihnya. “Kita pulang ke rumah!” Putus Niel akhirnya. Jari-jarinya mencengkram roda kemudi erat. ‘Sial.. Gue kenapa coba!’ Rutuk Niel karena sadar jika ia telah kehilangan kendali atas dirinya.Tin.. Tin!!Secara brutal Niel menekan klakson mobilnya. Kebarbarannya itu membuat beberapa satpam yang berjaga berlarian keluar meninggalkan pos jaga mereka.Niel melongokkan kepala di antara kaca mobil yang ia turunkan. “Ngapain pake keluar semua? Bukain gerbangnya!” titahnya, berteriak.Di samping pemuda itu, Zeusyu memilih memperhatikan dalam diam. Pemandangan dimana Niel menjadikan orang lain sebagai pelampiasan amarahnya bukanlah tontonan yang baru terjadi sekali ini saja. Memang seperti itulah tabiat pemuda yang dicintainya. Tak peduli salah atau tidak, ketika dirinya marah, semua orang akan terkena imbas kemarahannya.“Silahkan, Mas Niel!” Setelah pintu gerbang rumahnya terbuka, Niel kembali menginjak pedal gas. Ia memarkirkan mobilnya tepat disamping milik mamanya. Niel tak langsung menuruni tunggangannya. Di dalam mobilnya, ia mengamati pergerakan mamanya yang tengah berbincang dengan Handoko di pekarangan rumah mereka.“Tunggu Mama pergi aja!” Ujar Niel melarang Zeusyu untu
Dulu sekali, Niel sangat menggilai Zeusyu. Tak ada satu hari pun dalam hitungan kalender yang tak dirinya habiskan untuk memikirkan Zeu-nya. Siang dan malamnya penuh dengan pikiran tentang Zeu-nya seorang.Walau aroma playboy menguar dari keringatnya sejak usia tiga tahunan, Zeusyu akan tetap menjadi urutan nomor satu pada list nama-nama kekasihnya.Ia bahkan dengan bangga memperkenalkan Zeusyu ke seantero dunia. Selalu meminta restu Zeusyu ketika matanya melirik gadis cilik lain, selayaknya Zeusyu adalah istri sah pertamanya.Namun siapa sangka jika pada pergantian waktu, nama yang selalu mendominasi kehidupan Niel itu dapat tergeser oleh gadis lain. Perkembangan membuatnya berubah seiring waktu yang berlalu.Kini tak ada lagi Zeusyu yang melekat di dalam hatinya, sosok kecintaan Niel kecil itu benar-benar sudah menghilang dan tergantikan oleh kehadiran Meyselin.Di balkon kamarnya, Niel menghabiskan senja yang menurutnya kelabu. Sore harinya ditemani oleh secangkir es kopi yang diri
“Goblok! Begok! Tolol!!”Niel tak henti-hentinya mengumpati dirinya sendiri. Ia berguling-guling di atas ranjang king size-nya. Bergerak ke sana-ke mari sembari merutuki kebodohan mulutnya yang sepertinya tidak tersinkronisasi dengan otak. Bodoh sekali dirinya! Ia saja malu setelah menyadari kelakuannya tadi.“Ngapain pake bilang hamil segala! Nyium aja baru pertama kali. Dodol-Dodol! Diketawain orang serumah kan jadinya.”Omanya yang galak benar-benar murka mendengar celotehan tak bermutunya. Wanita tua itu langsung memberikan ultimatum, melarang dirinya untuk berdekatan dengan Zeusyu. Selain karena Zeusyu sudah berpindah tangan, ke tangan keponakannya, Sukmana Tirto rupanya takut jika ia akan melakukan tindakan tak bermoral demi mempertahakan ego setinggi langitnya.“Siapa juga sih yang mau hamilin dia. Kalau gue sampe punya anak, itu jelas sama Meyse lah! Ngapain sama orang yang nggak gue cinta.” Decak Niel. Salahnya memang terlalu terbawa emosi. Padahal ia mempertahankan hubunganny
Melewati gerbang megah kediaman Tirto, Niel dengan sengaja memperlambat laju mobil yang ia kendarai. Ada tiga bangunan dengan kemewahan hampir serupa berdiri di depan matanya. Tentu saja bangunan ke-3 yang dibangun paling akhir, tak sebanding dengan dua bangunan sebelumnya. Rumah yang berada di tengah-tengah milik papa dan omanya itu terlihat mengotori istana-istana megah mereka.Terkutuklah Darmanto bin Joko Dadarman bersama sahabat karibnya Handoko. Karena pengabdian mereka, kedua pria itu sampai mendapatkan kado istimewa dari omanya. Sampai keduanya mati, mereka akan tergabung dalam satu keluarga yang sama. Enak sekali para asisten serbaguna papanya itu. Kerjanya hanya membuat onar, tapi bayarannya ditanggung sampai bertemu malaikat pencabut nyawa.Ah! Mengingat peranan dua pengikut setianya, Niel teringat akan alasannya pulang sore ini. Kedua orang tuanya sedang lembur di kantor, itu berarti seluruh antek-antek-nya pun akan pulang terlambat. Ia pun bisa melancarkan serangan kepada
“Mbak! Bu Sukma. Apa Ibu ada di rumah?”“Diah kamu kenapa? Kayak habis liat apa aja kamu sampe ngos-ngosan gini.” Asisten rumah tangga yang ada di rumah Amel mencoba menenangkan Diah dengan membelai punggungnya. “Kenapa nyaari Nyonya Besar? Beliau di taman kolam ikan.”“Saya emang abis liat sesuatu, Mbak Sur. Mbak tolong panggilin Bu Sukma. Saya udah nggak kuat lagi, Mbak. Rasanya mau pingsan saya liatnya.” Diah menggapai-gapai lengan Surti. Kaki-Kakinya yang lemah terlipat, saking tak adanya lagi tenaga yang ia miliki. Semua sudah terkuras habis ketika menyaksikan majikannya dirudapaksa.“Tunggu sini. Aku panggilin dulu. Kayaknya masalah penting ini.” Surti kontan berlari cepat. Wanita itu berteriak sembari memacu langkahnya. “Ibu! Bu Sukmaaaa!!” Sama seperti halnya Diah tadi, Surti pun berlari hingga terengah.“ART rumahnya Mbak Zeu, Bu. Dia dateng ke sini, mau ketem..” Surti diam. Ia tak berani lagi bersuara ketika melihat Nyonya Besarnya memejamkan mata dalam posisi duduknya. Tanga
“Nggak! Gue nggak bisa biarin ini semua terjadi. Gimana kalau gue sampe punya anak sama si Zeu?!” Di dalam kamarnya, Niel terus melangkahkan kaki. Ia memutari seluruh sudut ruangan pribadinya dengan kegelisahan yang tak kunjung mereda.Demi Meyselin yang teramat dirinya cintai, semua yang terjadi hari ini merupakan bentuk ketidak-sengajaan. Ia terlalu terbawa emosi atas rencana yang Zeusyu susun hingga berakhir meniduri gadis itu. Setan-Setan disekitar mereka-lah yang menjadi saksi, dimana sebelumnya ia sudah berniat untuk mengurungkan niat.“Argh!” Kesal Niel, pusing sendiri.Dulu ia sungguh menantikan hari ini. Hari dimana dirinya dapat melihat kehancuran gadis yang membuat hidupnya sengsara. Ia pikir dengan kehancuran itu, ia dapat meraih ketenangan yang selama ini dirinya cari. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Beban pikirannya malah semakin bertambah. Bayang-Bayang Zeusyu hamil kini melayang-layang di otak tumpulnya.“Rega Anjing!” Ia tak mau disalahkan. Baginya kesalahan itu t
Zeusyu berlari cepat meninggalkan tempatnya. Untuk kesekian kalinya ia kalah pada rasa cintanya. Pria bernama Nathaniel Rahardian Restian Tirto itu, sekali lagi bisa mengubah keteguhan hati yang susah payah dirinya bangun.“Niel!!” “Niel bangun!!” Zeusyu bersimpuh disamping tubuh sang pujaan hati. Ia tak memperdulikan keadaan di sekitarnya. Seluruh atensinya hanya tertuju pada laki-laki yang ia cintai. “Nathaniel, bangun!” Pintanya menepuk-nepuk pipi Niel yang memejamkan matanya. “Jangan buat aku takut, Niel! Ayo buka mata kamu!” “Nieeeel!” Zeusyu bergetar hebat. Ia mengguncang-guncangkan tubuh yang terkapar berlumur darah itu, berharap Niel membuka kelopak matanya yang terpejam.Sungguh, Zeusyu tak akan memaafkan dirinya sendiri jika hal buruk menimpa Niel-nya. Ia mungkin tak akan mampu bernapas lagi dan memilih untuk menyusul Niel kemanapun pria itu pergi. Meski di alam baka sekalipun pria itu menjauhinya— tak apa. Asal bersama Niel, seluruh derita mampu ia tanggung.Lima belas m
Prang!!Amel menghembuskan napas. Sudah dua kali Niel menghempaskan napan berisikan makanan dan obat yang dirinya bawa ke dalam kamar sang putra. Anak itu memang sangat terlalu. Bahkan dengan cedera parah pada tangan serta kakinya, Niel masih bisa-bisanya berulah.Jangan katakan jika Amel kejam. Seandainya sakit yang menimpa anaknya merupakan musibah, ia pasti merajakan Niel layaknya pengikut Firaun di zamannya. Masalahnya, anak itu mengalami cedera tulang juga karena kebodohannya sendiri. Dia yang mencari-cari bala hingga berakhir menjadi penghuni kursi roda.Meluaskan lautan sabar di dadanya, Amel mengacakkan lengan dipinggang. “Mau sampai kapan kamu kayak begini? Sebentar lagi ujian sekolah. Kamu mau nggak lulus? Mau berhenti sekolah aja terus jadi pengemis di lampu merah?” tanya Amel dengan kejamnya.Amel sudah berusaha sangat keras untuk menahan kebarbarannya. Demi merawat putranya, ia tinggalkan segudang pekerjaannya. Ia jadikan Niel sebagai prioritas utama dan anak itu malah ber
“Jadi Adek harus ngajarin Aurel buat jadi nakutin?”Xavier menganggukkan kepalanya. Hanya adiknya yang sesama wanita-lah, yang mampu diandalkan dalam perubahan sang istri. Mereka dekat bahkan sudah seperti kakak dan adik.“Polosnya Aurel jadi boomerang, Dek. Kalau itu ke Abang sama Om Jeno, nggak masalah. Masalahnya dia sampe nggak sadar dimanfaatin sama Mokondo!”Xaviera tahu betapa khawatirnya sang kakak. Aurelia memang terlalu baik dalam dunia sosial. Sejujurnya, kepolosan anak itu mendekati bodoh. Ia hanya tidak berani saja mengungkapkan kebenaran itu didepan pria yang sangat mencintai Aurelia. Bisa-bisa kepalanya akan hilang. Meski berstatuskan adik kandung, cinta kakaknya pada Aurelia tidak terhingga luasnya. Seluruh lautan di bumi saja mungkin kalah.“Kalau nanti Aurel jadi kayak Adek, Abang marah nggak?” tanya Xaviera, memastikan jika perbantuannya tak akan menimbulkan masalah untuk dirinya sendiri.“Abang kayaknya malah ngerasa tertantang deh.” Kekeh Xavier.Siapa di dunia in
“Selamat pagi Abang..”Xavier mengerjapkan matanya. Mungkin kah saat ini dirinya masih berada di dalam mimpi, hingga dapat melihat wajah cantik Aurelia menyambut kali pertama dirinya memulai hari.“Abang, morning..”Bukan mimpi. Keberadaan Aurelia di kamar yang dirinya huni nyata. Eksistensinya bahkan dapat dirinya raba.Senyum pun mengembang dari wajah khas babgyntudur Xavier. “Pagi Queen-nya, Abang,” lembut ia membalas ucapan selamat pagi yang telah 2X istri kecilnya lontarkan. Jari-jarinya tak bosan membelai pipi tembam Aurelia.“Cantiknya,” gumam Xavier, pelan. Meski tak memakai riasan, Aurelia terlihat begitu cantik, terlebih ketika dilihat pada pagi hari.Bini bocil gue emang nggak ada duanya.“Abang bangun ya, terus mandi, gosok gigi yang bersih. Papi sama Mami udah nunggu di bawah buat sarapan.”Xavier tidak lupa tempat dimana dirinya menginap semalam. Ia berada di rumah orang tua istri kecilnya. Ia tidak menyangka jika orang yang membangunkan dirinya adalah sang istri sendiri.
“Nggak mau! Aurel mau disini aja, nggak mau pulang ke rumah Abang, huhuhu!”Setelah pesta pernikahan yang hanya didatangi oleh segelintir orang, momen inilah yang sejak beberapa hari lalu diangkat menjadi topik utama pertemuan keluarga.Jeno selaku papi sudah menduganya. Aurelia yang belum matang dari segi usia, tak akan mungkin bisa menerima perubahan dengan cepat.Sejauh ini, gadis itu bahkan masih mengira jika pesta yang dibuat hanyalah perayaan biasa.“Sayang, Aurel, Cantiknya Papi.”Berat! Jeno sendiri tak rela melepas putri kesayangannya. Hanya saja, ia tak mempunyai pilihan lain untuk melindungi putrinya yang polos. Toh, cepat atau lambat, ia memang harus menikahkan Aurelia dengan Xavier.“Dengerin Papi ya, Cantik.” Jeno membelai wajah putrinya. Rasanya air mata yang sudah susah payah ia hentikan kembali ingin mengalir turun.Aurelia menutup kedua lubang telinganya. Kepalanya terus bergerak, menolak untuk diajak berbicara.“Om, nggak usah dipaksa. Aurel kayaknya emang belom sia
“Nggak bisa!” Pekik Xavier. Ia tidak bisa membiarkan kekasihnya yang baik hati dimanfaatkan oleh lelaki lain. Jika dibiarkan terus berlanjut, kerugian pasti tak hanya menyasar pada segi materi semata.Anak bernama Aidan itu sudah sangat keterlaluan. Dia pandai memanipulasi keadaan dan mengubah penampilannya hingga berhasil menarik simpati Aurelia. Seorang pria akan mengenal sesamanya. Walau pun ia bukan kategori buaya darat, tapi instingnya berjalan dengan semestinya.“Beraninya tuh anjing macem-macemin cewek yang bertahun-tahun gue jaga!”Sebagai laki-laki yang mengenal Aurelia, bahkan mengerti seluruh bentuk kekurangannya, tak sekali pun dirinya pernah memanfaatkan keadaan tersebut.“Sekarang malah cowok bangsat laen! Damn!” Umpat Xavier, tak mampu menahan ledakan amarahnya.Tok! Tok! Tok!“Abang, Adek masuk ya..”Pintu kamar pun terbuka dari luar, membuat Xavier mengalihkan tatapannya pada si pembuka.“Abang, dibawah ada Om Jeno. Katanya mau ketemu Abang.”‘Om Jeno?’ batin Xavier. L
“Pacar apaan? Pacar kamu cuman Abang ya, Rel!”“Iya, Abang pacar Aurel. Aurel juga udah bilang kok ke Idan. Kata Idan, dia nggak apa-apa. Jadi Aurel punya 2 pacar. Keren kan?”‘Keren Gundulmu!’ Umpat Xavier, dalam hati. Ia tak tega jika harus mengucapkan kata-kata kasar secara langsung dihadapan Aurelia.“Abang, kenalin. Saya Aidan. Pacar ke-2-nya Aurel. Mohon kerjasamanya, Abang.” Aidan mengulurkan tangan, yang secepat kilat ditepis oleh Xavier.“Abang kok gitu? Kan lagi diajakin Idan kenalan. Nggak boleh nakal, Abang. Ayo kenalannya yang bener. Kan sama-sama pacarnya Aurel.”Ya Tuhan! Jika bukan karena terlanjur cinta mati, mungkin Aurelia sudah Xavier mutilasi menjadi ratusan bagian. Mudahnya dia membuka rahang tanpa memperdulikan perasaan Xavier.Menjadi polos tentu saja boleh— Xavier tidak masalah untuk satu hal itu. Hanya saja kepolosan kali ini sungguh berada di luar batas yang sanggup Xavier toleransi.‘Gila! Gue diselingkuhin secara terang-terangan! Mana dikenalin ke selingkuh
Seperti sebuah meteor yang jatuh ke bumi, waktu bergerak begitu cepat. Detik demi detik Xavier hadapi dengan kepayahan. Ia berulang kali hampir gagal, tapi bayangan pada akhir perjuangannya kerap kali datang untuk menyemangati dirinya.Saat ini, Xavier bukan lagi remaja tanggung yang setiap harinya memikirkan cara agar bisa berduaan dengan Aurelia. Ia sudah tumbuh dan berkembang, sesuai permintaan sang calon ayah mertua.Gelar sebagai mahasiswa pun telah Xavier tinggalkan berbulan-bulan lamanya. Hari-harinya kini dipenuhi dengan serangkaian tugas kecil yang papanya berikan, demi untuk memajukan perusahaan keluarga mereka.Meski begitu, tahta bucin belum juga Xavier tinggalkan kursinya. Ia masih tetap menggilai Aurelia sama besarnya seperti dahulu kala. Memprioritaskan si kecil diatas segala-galanya.“Om nggak nyangka kamu ada dititik ini..”Xavier mengulas senyumnya, menunjukkan keramahan terhadap pria yang sebentar lagi benar-benar akan menjadi ayah mertuanya.Jangankan pria itu, ia s
Xavier kesal. Akhir-akhir ini ia semakin sulit untuk menemui kekasih hatinya. Sahabat sang papa yang juga merupakan calon papi mertuanya itu bertindak di luar batas. Pria itu berulah— menyabotase lahannya sebagai penjaga Aurelia. Dia ada dimana-mana. Sudah mirip hantu mati penasaran yang membayang-bayangi pelaku pembunuhannya sendiri.“Kamu nggak ada kerjaan lain, selain ngintilin Aurel, Xav?!”Xavier merolling bola matanya. “Om kali yang senggang banget, sampe anak diikutin mulu!”“Om! Lama-lama anaknya Xavi hamilin loh!”“Heh!” Jeno memekik. Tangannya melayang, memukul kepala Xavier.“Ya abisnya! Inget Om, Xavi ini calon mantu! Bukan musuhnya Om Jeno!”Tidak tahu saja Xavier jika setiap menantu lelaki memanglah musuh abadi seorang ayah. Dikarenakan menemukan cinta baru, anak gadis yang dicintai dengan sepenuh jiwa hilang selama-lamanya. Ibarat sebuah pelaku kejahatan, menantu laki-laki merupakan pencuri berdarah dingin. Menggantikan seluruh tetes keringat menggunakan satu kalimat pan
“Where else are we, Beautifuls?” tanya Xavier. Hari ini ia akan menyenangkan pujaan hatinya. Hal tersebut tentu saja juga berlaku untuk sang adik tercinta.“Shopping?” Xavier mencoba memberikan opsi. Kekasihnya paling sulit berpikir, jadi ia akan membantu sebisanya. “Kebetulan Viera pengen beli sesuatu. Kamu ada yang mau dibeli juga nggak?”“Ice cream.” Sahut Aurelia.Xaviera terkekeh. Calon kakak iparnya memang berbeda. Mungkin jika itu gadis lain, mereka akan memanfaatkan kakak kesayangannya sampai semua keinginannya terpenuhi dalam satu waktu.“Minta yang lebih mahal dong!” Ujar Xavier sembari mengacak rambut Aurelia. “Duit Abang banyak loh.”Aurelia menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat dua orang yang bersamanya gemas karena ekspresi lucu gadis itu.“Abang udah beliin Aurel iPad, kata Papi nggak boleh minta-minta sesuatu lagi selain makanan. Nanti Abang Xavi nggak punya duit lagi.”Huh!— Raut wajah Xavier menggelap. Pria tua itu meremehkan pemuda seperti dirinya. Jangankan satu i
Dilema menyerang diri Xavier. Rencana yang omanya usulkan memang menarik. Tak bisa dipungkiri pula, rencana itu juga menguntungkan dirinya jika berhasil.Tapi, bagaimana jika Aurelia malah membenci dirinya?Ia jelas tidak akan sanggup menerima kebencian gadis yang dirinya cintai.“Apa gue sabar-sabarin aja kali ya? Tapi sampe kapan, Anjing!” lirih Xavier sembari menatap langit-langit kamarnya.Sudah beribu sabar ia lambungkan. Bukan hanya satu dua tahun dirinya menekuri jalan kesabaran. Jika diriwayatkan dalam sebuah perlombaan, mungkin dirinya bisa menyabet gelar manusia tersabar di seluruh alam jagat raya.“Mau kawin aja kok susah banget elah! Perasaan katanya kalau kita lebih kaya, apa aja bisa didapetin.”Realita sungguh tak seindah ekspektasi. Percuma rajin-rajin berkhayal, hasilnya tetap sulit terwujud.“Aurel lagi ngapain yak? Malem minggu nih. Dia kok nggak ada chat gue sih!”Menjadi pihak yang paling menyukai tidaklah enak. Terkadang ia juga ingin dikejar, seperti apa yang dil