Hujat aja hujat bocahnya. Kalau perlu sumpahin juga nggak apa, wkwkw.
“Nggak! Gue nggak bisa biarin ini semua terjadi. Gimana kalau gue sampe punya anak sama si Zeu?!” Di dalam kamarnya, Niel terus melangkahkan kaki. Ia memutari seluruh sudut ruangan pribadinya dengan kegelisahan yang tak kunjung mereda.Demi Meyselin yang teramat dirinya cintai, semua yang terjadi hari ini merupakan bentuk ketidak-sengajaan. Ia terlalu terbawa emosi atas rencana yang Zeusyu susun hingga berakhir meniduri gadis itu. Setan-Setan disekitar mereka-lah yang menjadi saksi, dimana sebelumnya ia sudah berniat untuk mengurungkan niat.“Argh!” Kesal Niel, pusing sendiri.Dulu ia sungguh menantikan hari ini. Hari dimana dirinya dapat melihat kehancuran gadis yang membuat hidupnya sengsara. Ia pikir dengan kehancuran itu, ia dapat meraih ketenangan yang selama ini dirinya cari. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Beban pikirannya malah semakin bertambah. Bayang-Bayang Zeusyu hamil kini melayang-layang di otak tumpulnya.“Rega Anjing!” Ia tak mau disalahkan. Baginya kesalahan itu t
Zeusyu berlari cepat meninggalkan tempatnya. Untuk kesekian kalinya ia kalah pada rasa cintanya. Pria bernama Nathaniel Rahardian Restian Tirto itu, sekali lagi bisa mengubah keteguhan hati yang susah payah dirinya bangun.“Niel!!” “Niel bangun!!” Zeusyu bersimpuh disamping tubuh sang pujaan hati. Ia tak memperdulikan keadaan di sekitarnya. Seluruh atensinya hanya tertuju pada laki-laki yang ia cintai. “Nathaniel, bangun!” Pintanya menepuk-nepuk pipi Niel yang memejamkan matanya. “Jangan buat aku takut, Niel! Ayo buka mata kamu!” “Nieeeel!” Zeusyu bergetar hebat. Ia mengguncang-guncangkan tubuh yang terkapar berlumur darah itu, berharap Niel membuka kelopak matanya yang terpejam.Sungguh, Zeusyu tak akan memaafkan dirinya sendiri jika hal buruk menimpa Niel-nya. Ia mungkin tak akan mampu bernapas lagi dan memilih untuk menyusul Niel kemanapun pria itu pergi. Meski di alam baka sekalipun pria itu menjauhinya— tak apa. Asal bersama Niel, seluruh derita mampu ia tanggung.Lima belas m
Prang!!Amel menghembuskan napas. Sudah dua kali Niel menghempaskan napan berisikan makanan dan obat yang dirinya bawa ke dalam kamar sang putra. Anak itu memang sangat terlalu. Bahkan dengan cedera parah pada tangan serta kakinya, Niel masih bisa-bisanya berulah.Jangan katakan jika Amel kejam. Seandainya sakit yang menimpa anaknya merupakan musibah, ia pasti merajakan Niel layaknya pengikut Firaun di zamannya. Masalahnya, anak itu mengalami cedera tulang juga karena kebodohannya sendiri. Dia yang mencari-cari bala hingga berakhir menjadi penghuni kursi roda.Meluaskan lautan sabar di dadanya, Amel mengacakkan lengan dipinggang. “Mau sampai kapan kamu kayak begini? Sebentar lagi ujian sekolah. Kamu mau nggak lulus? Mau berhenti sekolah aja terus jadi pengemis di lampu merah?” tanya Amel dengan kejamnya.Amel sudah berusaha sangat keras untuk menahan kebarbarannya. Demi merawat putranya, ia tinggalkan segudang pekerjaannya. Ia jadikan Niel sebagai prioritas utama dan anak itu malah ber
Teriakan berasal dari kamar yang ditempati Niel saat ini, membuat Amel berlari cepat meninggalkan pekerjaannya di ruang ruang kerjanya. Usai perdebatannya dengan sang putra, wanita itu memutuskan untuk tinggal di rumah. Benar saja firasatnya, Niel pasti akan kembali menyiksa Zeusyu karena keadaannya sekarang.“Gue benci sama lo, Zeu! Gue harap lo mati dan busuk di neraka!” Sumpah serapah itu terlontar bebas dari mulut Niel. Ia mantap Zeusyu dengan segenap amarah yang dirinya miliki.“NATHANIEL TIRTO!!” Jerit Amel, murka. Ia tak habis pikir dengan kelakuan putranya. Bergegas, wanita kecintaan seluruh keluarga Tirto itu mendekati sang putra. Emosi mengantarkan tangannya pada pipi sang putra.Plak!!“Jaga mulut kamu, Nathaniel!” Seru Amel, berteriak. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan napasnya yang memburu. “Mah!” Zeusyu memeluk satu kaki Amel. Kepalanya menggeleng, meminta wanita yang menyayanginya itu untuk tak melanjutkan kemarahannya.“Jangan terus kamu bela laki-laki ini, S
“Gue belom minum obat. Panggilin Zeu.” Pinta Niel, tak lama usai dirinya melihat Raksa menggandeng Zeusyu keluar dari kamar yang ditempatinya. Ada gemuruh yang tak bisa dirinya jelaskan hingga tak ingin membiarkan keponakannya memiliki waktu bersama Zeusyu.“Gue pang..”“Mana obatnya? Aku aja ya yang bantuin. Kan ada aku, eung?!” Tawar Meyselin, memotong Jeno yang hendak memanggilkan Zeusyu untuk sahabatnya.Jeno melirik ketiga teman-temannya yang lain. Sepertinya ada ketidakrelaan dari Meyselin, sehingga gadis itu menyodorkan dirinya. Perilaku aneh ini membuat Jeno teringat pada penolakan Meyselin saat mereka mengajak kekasih sahabatnya itu untuk datang menjenguk.Meyselin sempat menyatakan rasa tak enak hatinya kepada Zeusyu, tapi apa yang dilihatnya sekarang berbanding terbalik dengan ucapan gadis itu di indekosnya. Meyselin kini justru terlihat seolah ingin menguasai Niel untuk dirinya seorang. Rasa cemburu sepertinya mulai tumbuh dihatinya mengetahui sang kekasih hati bergantung
“Zikruy?” tanya Alvian sembari menerima es teh gratisan dari kafe Jeno. Di antara teman-teman Niel lainnya, memang hanya Alvian saja yang memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi. Dia tidak aji mumpung meski sudah ditawari ini-itu. Berbeda sekali dengan Rega. Hampir semua menu sudah dicoba lidahnya tanpa merogoh satupun rupiah dari dalam dompetnya.“On the way sambil ngata-ngatain kita,” papar Rega keluar dari bilik dapur sembari membawa salmon mentai ditangannya.“Kenapa tadi nggak kita suruh naik ojol aja sih? Kasihan egok si Zikri. Bolak-Balik jadinya dia demi rapat rahasia kita.”“Sungkan sama lakinya, Nyet!”Apa yang Jeno katakan tidak salah. Selama ini mereka memang menaruh sungkan pada Niel jika berurusan dengan Meyselin. Mereka jelas menghargai pilihan sahabatnya meski jika menyangkut soal selera, Zeusyu tetap menjadi gadis idaman mereka semua.“Ngemeng-Ngemeng, usul siapa Njing yang bikin kita bawa Meyse?” Sentak Rega penuh emosi. “Asli bikin hareudang aja! Dewinya Bumi Pen
“Gusti Pangeran Urang. Niel! Apa yang kamu lakuin ke calon mantu orang?!” Berang Amel melihat tindakan mesum putranya. Ia sengaja menekankan kalimat jika Zeusyu sudah tak lagi memiliki hubungan istimewa dengan keluarga kecil mereka.Niel kontan melepaskan tautan bibirnya. Ia membiarkan Zeusyu bangkit lalu memasang tampang tak berdosa. Anak itu sangat yakin jika dibalik punggungnya, sang mama pasti seperti sedang kebakaran jenggot.Berbeda dengan Niel yang bersikap biasa-biasa saja, keponakannya justru berpamit untuk undur diri. Ia tak lagi sanggup melihat gadis yang dirinya sukai berada disekitar pamannya. “Oma, Raksa ke atas dulu.” “Aca, maafin Om kamu ya. Kamu boleh kutuk dia,” Amel meringis. Ia tahu jika cucunya tengah mengalami momen patah hati terhebat. Laki-Laki mana coba yang akan menerima cem-ceman-nya dicium oleh pemuda lain. Apalagi pemuda itu merupakan pamannya sendiri. Setelah kepergian sang cucu, Amelia melangkahkan kakinya memasuki kamar Niel. Wanita itu memukul temp
Niel membuka mata. Ia terjaga dari lelap yang sempat dapat ia rasakan. Sudah lama sekak dirinya terbangun usai operasi, ia hampir tak pernah mendapatkan ketenangan dalam tidurnya. Ia pasti selalu terbangun. Persis seperti malam ini. Pada ketidaksadaran tidurnya, seorang wanita datang menghampiri dirinya. Wanita itu mengungkapkan kekecewaannya. Dia selalu menagih kapan tepatnya ia akan membahagiakan Zeusyu. Entah siapa dia, Niel tak mengenalnya. Dia selalu meneteskan air mata ketika menemuinya."Ck! Punya hubungan apa lo sama dia? Kenapa dia selalu gangguin gue?!" Ucap Niel pelan sembari menatap Zeusyu yang terlelap di sampingnya. Seperti Zeusyu, ia juga ingin beristirahat dengan tenang. Namun apa yang Niel pikirkan nyatanya tak sesuai dengan apa yang baru saja dirinya lihat. Dalam beberapa detik, Zeusyu menggeliat. Gadis itu merintih dalam tidurnya. Memanggil-Manggil namanya berulang kali sembari mengatakan kata-kata yang membuat dirinya terhenyak hebat."Niel jangan! Aku nggak mau!
Xavier merasakan pergerakan dari tubuh yang semalaman dirinya dekap. Perlahan, ia pun membuka matanya.Jantungnya berdegup tatkala netranya bertemu dengan sepasang bola mata indah, yang kini juga tengah menatapnya.“Morning, Queen..” sapa Xavier. Senyum hangat terbit dari bibirnya.“Morning, Abang.”“May I kiss you? Ciuman selamat pagi.”Aurelia menutup mulutnya, cepat-cepat. “Bau jigong, Abang. Aurel baru melek, belum sikat gigi.” Ucap gadis itu dibalik bekapan tangannya. Ia malu meski ingin kembali merasakan ciuman Xavier.Bagaimana jika nanti suaminya pingsan?— pikir Aurelia.“Abang suka semua bagian dalam diri kamu, karena Abang cinta kamu, bau jigong kamu pasti wangi.”Eh?Begitu ya, kalau cinta seseorang?! Bau jigong jadi wangi kalau cinta sama orangnya?!Dalam otak kecil Aurelia, gadis itu tengah berpikir sangat keras.“Boleh ya?” tanya Xavier, kembali meminta persetujuan. Padahal bisa saja jika dirinya langsung menyosor. Namun Xavier tidak akan melakukannya. Ia membutuhkan ker
“Hiks, Abang sakit! Kak Viera bilang, sakitnya cuman sedikit, ini kok banyak, huhuhuhu!”“Sakit banget ya?” tanya Xavier. Ia jadi tidak tega melanjutkan malam pertama yang tertunda. Namun untuk menarik milik-nya yang sedikit bersarang pun, ia juga tak rela.Sangat, sangat tidak relah bahkan.“Queen, kamu masih bisa tahan sakitnya kan? Sedikit aja. Katanya kalau udah masuk, sakitnya bakalan ilang.”“Sakit banget. Aurel kayak lagi ditusuk pisau.”Bagaimana ini?! Xavier dilema. Istrinya menangis.Apakah sesakit itu rasanya? Kok perasaan dirinya enak-enak saja.“Ya udah, kita nggak usah lanjutin,” putus Xavier. Apalah artinya keenakan sendiri jika gadis yang dirinya cintai kesakitan. Xavier tak ingin egois. Mungkin ia harus mencari tahu bagaimana cara bercinta tanpa menyakiti pasangannya.“No! Jangan!” Tangan Aurelia memeluk Xavier. “Nggak boleh, harus lanjut! Kata Kak Viera harus berhasil malam ini.” Gadis itu tak mengizinkan lelaki di atasnya beranjak.“Tapinya kamu kesakitan, Queen. Ab
“Abang!”Xavier kontan memutar kepalanya saat pintu ruangan yang dirinya gunakan untuk merokok, terbuka dengan menampilkan sosok sang adik.“Bau asep, Dek! Nanti kamu pengen ngerokok, Abang yang dimarahin Mama!” Seloroh Xavier. Adiknya beberapa waktu lalu ketahuan masih merokok. Hal tersebut tentu membuat mama mereka marah sekaligus bersedih.Sialnya, ia sebagai kakak ikut terkena imbas. Berkat dirinya yang selalu memanjakan Viera, ia dinilai tak dapat menjaga Princess mereka. Padahal jelas-jelas di keluarga mereka bukan hanya dirinya yang merokok.“Aman.. Adek udah nggak pengen ngerokok kok, Abang. Adek udah insaf!” Cengir Viera sembari menunjukkan deretan giginya. “Adek kan sekarang pakenya pot, jadi nggak bakalan ketauan Mama, hehehe!”Hah!Anak muda jaman now!Larangan adalah bentuk perizinan tak tertulis bagi mereka. Contohnya seperti saat sang papa melarang Viera mengejar-ngejar cinta Om Rega, bukannya mematuhi larangan itu, Viera justru semakin getol memperlihatkan ketertarikan
“Jadi Adek harus ngajarin Aurel buat jadi nakutin?”Xavier menganggukkan kepalanya. Hanya adiknya yang sesama wanita-lah, yang mampu diandalkan dalam perubahan sang istri. Mereka dekat bahkan sudah seperti kakak dan adik.“Polosnya Aurel jadi boomerang, Dek. Kalau itu ke Abang sama Om Jeno, nggak masalah. Masalahnya dia sampe nggak sadar dimanfaatin sama Mokondo!”Xaviera tahu betapa khawatirnya sang kakak. Aurelia memang terlalu baik dalam dunia sosial. Sejujurnya, kepolosan anak itu mendekati bodoh. Ia hanya tidak berani saja mengungkapkan kebenaran itu didepan pria yang sangat mencintai Aurelia. Bisa-bisa kepalanya akan hilang. Meski berstatuskan adik kandung, cinta kakaknya pada Aurelia tidak terhingga luasnya. Seluruh lautan di bumi saja mungkin kalah.“Kalau nanti Aurel jadi kayak Adek, Abang marah nggak?” tanya Xaviera, memastikan jika perbantuannya tak akan menimbulkan masalah untuk dirinya sendiri.“Abang kayaknya malah ngerasa tertantang deh.” Kekeh Xavier.Siapa di dunia in
“Selamat pagi Abang..”Xavier mengerjapkan matanya. Mungkin kah saat ini dirinya masih berada di dalam mimpi, hingga dapat melihat wajah cantik Aurelia menyambut kali pertama dirinya memulai hari.“Abang, morning..”Bukan mimpi. Keberadaan Aurelia di kamar yang dirinya huni nyata. Eksistensinya bahkan dapat dirinya raba.Senyum pun mengembang dari wajah khas babgyntudur Xavier. “Pagi Queen-nya, Abang,” lembut ia membalas ucapan selamat pagi yang telah 2X istri kecilnya lontarkan. Jari-jarinya tak bosan membelai pipi tembam Aurelia.“Cantiknya,” gumam Xavier, pelan. Meski tak memakai riasan, Aurelia terlihat begitu cantik, terlebih ketika dilihat pada pagi hari.Bini bocil gue emang nggak ada duanya.“Abang bangun ya, terus mandi, gosok gigi yang bersih. Papi sama Mami udah nunggu di bawah buat sarapan.”Xavier tidak lupa tempat dimana dirinya menginap semalam. Ia berada di rumah orang tua istri kecilnya. Ia tidak menyangka jika orang yang membangunkan dirinya adalah sang istri sendiri.
“Nggak mau! Aurel mau disini aja, nggak mau pulang ke rumah Abang, huhuhu!”Setelah pesta pernikahan yang hanya didatangi oleh segelintir orang, momen inilah yang sejak beberapa hari lalu diangkat menjadi topik utama pertemuan keluarga.Jeno selaku papi sudah menduganya. Aurelia yang belum matang dari segi usia, tak akan mungkin bisa menerima perubahan dengan cepat.Sejauh ini, gadis itu bahkan masih mengira jika pesta yang dibuat hanyalah perayaan biasa.“Sayang, Aurel, Cantiknya Papi.”Berat! Jeno sendiri tak rela melepas putri kesayangannya. Hanya saja, ia tak mempunyai pilihan lain untuk melindungi putrinya yang polos. Toh, cepat atau lambat, ia memang harus menikahkan Aurelia dengan Xavier.“Dengerin Papi ya, Cantik.” Jeno membelai wajah putrinya. Rasanya air mata yang sudah susah payah ia hentikan kembali ingin mengalir turun.Aurelia menutup kedua lubang telinganya. Kepalanya terus bergerak, menolak untuk diajak berbicara.“Om, nggak usah dipaksa. Aurel kayaknya emang belom sia
“Nggak bisa!” Pekik Xavier. Ia tidak bisa membiarkan kekasihnya yang baik hati dimanfaatkan oleh lelaki lain. Jika dibiarkan terus berlanjut, kerugian pasti tak hanya menyasar pada segi materi semata.Anak bernama Aidan itu sudah sangat keterlaluan. Dia pandai memanipulasi keadaan dan mengubah penampilannya hingga berhasil menarik simpati Aurelia. Seorang pria akan mengenal sesamanya. Walau pun ia bukan kategori buaya darat, tapi instingnya berjalan dengan semestinya.“Beraninya tuh anjing macem-macemin cewek yang bertahun-tahun gue jaga!”Sebagai laki-laki yang mengenal Aurelia, bahkan mengerti seluruh bentuk kekurangannya, tak sekali pun dirinya pernah memanfaatkan keadaan tersebut.“Sekarang malah cowok bangsat laen! Damn!” Umpat Xavier, tak mampu menahan ledakan amarahnya.Tok! Tok! Tok!“Abang, Adek masuk ya..”Pintu kamar pun terbuka dari luar, membuat Xavier mengalihkan tatapannya pada si pembuka.“Abang, dibawah ada Om Jeno. Katanya mau ketemu Abang.”‘Om Jeno?’ batin Xavier. L
“Pacar apaan? Pacar kamu cuman Abang ya, Rel!”“Iya, Abang pacar Aurel. Aurel juga udah bilang kok ke Idan. Kata Idan, dia nggak apa-apa. Jadi Aurel punya 2 pacar. Keren kan?”‘Keren Gundulmu!’ Umpat Xavier, dalam hati. Ia tak tega jika harus mengucapkan kata-kata kasar secara langsung dihadapan Aurelia.“Abang, kenalin. Saya Aidan. Pacar ke-2-nya Aurel. Mohon kerjasamanya, Abang.” Aidan mengulurkan tangan, yang secepat kilat ditepis oleh Xavier.“Abang kok gitu? Kan lagi diajakin Idan kenalan. Nggak boleh nakal, Abang. Ayo kenalannya yang bener. Kan sama-sama pacarnya Aurel.”Ya Tuhan! Jika bukan karena terlanjur cinta mati, mungkin Aurelia sudah Xavier mutilasi menjadi ratusan bagian. Mudahnya dia membuka rahang tanpa memperdulikan perasaan Xavier.Menjadi polos tentu saja boleh— Xavier tidak masalah untuk satu hal itu. Hanya saja kepolosan kali ini sungguh berada di luar batas yang sanggup Xavier toleransi.‘Gila! Gue diselingkuhin secara terang-terangan! Mana dikenalin ke selingkuh
Seperti sebuah meteor yang jatuh ke bumi, waktu bergerak begitu cepat. Detik demi detik Xavier hadapi dengan kepayahan. Ia berulang kali hampir gagal, tapi bayangan pada akhir perjuangannya kerap kali datang untuk menyemangati dirinya.Saat ini, Xavier bukan lagi remaja tanggung yang setiap harinya memikirkan cara agar bisa berduaan dengan Aurelia. Ia sudah tumbuh dan berkembang, sesuai permintaan sang calon ayah mertua.Gelar sebagai mahasiswa pun telah Xavier tinggalkan berbulan-bulan lamanya. Hari-harinya kini dipenuhi dengan serangkaian tugas kecil yang papanya berikan, demi untuk memajukan perusahaan keluarga mereka.Meski begitu, tahta bucin belum juga Xavier tinggalkan kursinya. Ia masih tetap menggilai Aurelia sama besarnya seperti dahulu kala. Memprioritaskan si kecil diatas segala-galanya.“Om nggak nyangka kamu ada dititik ini..”Xavier mengulas senyumnya, menunjukkan keramahan terhadap pria yang sebentar lagi benar-benar akan menjadi ayah mertuanya.Jangankan pria itu, ia s