“Oma come on,” Niel menatap layar ponsel dalam genggamnya. Sudah lima belas menit ia mencoba menghubungi Sukmana Tirto namun tak satu pun tulisan dering berubah menjadi angka-angka pengukur lamanya sebuah panggilan.
Semesta tampaknya sedang mempersulit dirinya. Seluruh alam sedang berkonspirasi menghukum kejahatannya pagi ini pada Zeusyu.
Katakan dirinya jahat,
Benar.. Niel tak akan menampik sebutan itu. Ia adalah bajingan tengik yang khawatir setengah mati setelah menyakiti hati seorang gadis yang sialnya merupakan istri settingannya.
Niel mengacak rambutnya— merasa frustasi karena tak menemukan sedikitpun kabar mengenai tempat dirawatnya Zeusyu. Ia menatap aspal jalanan yang berdebu, memukul roda kemudinya sebelum berteriak memaki dirinya sendiri.
“Anjing!” Umpatnya teramat kasar. Untuk dirinya sendiri, bukan orang lain, terlebih Zeusyu yang sangat dirinya khawatirkan sekarang ini.
“Siapa lagi yang bisa gue mintain info?!” Racaunya, kebingungan.
Niel takut— Jujur saja, Niel merasa bersalah. Iya! Tak ada alasan lain. Karena dirinya, Zeusyu mengalami kecelakaan. Seharusnya mereka berada di sekolah saat ini, bukan membolos akibat insiden yang tak ia kehendaki.
“Zeu,” lirih Niel.
Darmawan Hospital..
Pesan tersebut Niel terima dari kontak papanya. Pria itu pasti sangat marah sampai-sampai tak memberikan basa-basi.
“Masih untung Papa ngirimin lokasi Zeu sekarang, Niel!” Decaknya sebelum kembali melajukan mobil menuju rumah sakit yang Hanggono sebutkan.
Orang pertama yang Niel lihat ketika sampai adalah Darmanto— asisten sekaligus supir kesayangan papanya. Pria itu merokok di parkiran mobil dan sempat ia lalui.
“Mas Niel!” Sapa Darmanto sembari melempar batang rokok ditangannya.
“Gimana Zeu?!” tanya Niel, penasaran. Ayolah! Ia hanya penasaran. Jantungnya masih aman, tak bertalu-talu seperti kala Meyselin pergi meninggalkannya tanpa kabar.
“Di operasi Mas.” Ya Allah ampuni Manto udah bohongin Mas Niel. Ibu Negara yang suruh! Limpahin dosanya ke dia aja.
Dan kali ini, penolakan atas perasaan Niel ternistakan oleh suara jantungnya sendiri. Pusat kehidupan manusia itu berdetak hanya satu kali, tapi sangat kencang. Ia bahkan tak menyadari langkah kakinya sendiri setelah mendengar berita mengenai Zeusyu.
Darmanto menghela napasnya karena teramat lelah dengan kisah cinta sang pangeran muda. “Mas.. Peka gitu loh.” Gumam Darmanto melihat Niel melesat secepat kilat memasuki gedung. Sosok yang menjadi saksi percintaan orang tua Niel itu hampir tak percaya jika yang dilihatnya merupakan si kecil menggemaskan idola segala bangsa.
“Mana Zeusyu?!”
“Dimana Zeusyu sekarang?!”
“Jawab Niel?! Mana dia?!” Niel tidak akan pernah tenang selagi gadis itu belum terlihat di depan matanya.
Hening, tidak ada manusia yang mau menjawab pertanyaan Niel. Ia dinilai sebagai tamu asing yang tak seharusnya ada ditengah para keluarga.
“Mama, Zeu..”
“Excuse me? Who are you young man?!” sarkas Amel bahkan tak menunjukan raut hangat pada putranya sendiri. “Kalian ada yang kenal anak ini?! Kalau nggak, tolong usir. Saya nggak mau nerima orang nggak berkepentingan!” Titahnya.
Rumahnya dihebohkan oleh telepon pihak berwajib yang mengabarkan kecelakaan menantunya. Orang-orang menjadi begitu panik, terlebih Zeusyu ditemukan dengan kondisi mengenaskan. Kaki-kakinya terjepit body motor.
“Mah..” Niel tercengang hebat. Ia tidak menyangka mamanya akan bereaksi sekeras ini.
“Seret Niel keluar! Saya nggak mau lihat wajah manusia tidak bertanggung jawab ini di hadapan saya!”
“Oma,” Niel melirik Sukma, meminta bantuan. Wajahnya memelas. Setidaknya jika ia harus pergi, ia telah mengetahui keadaan Zeusyu.
“Alex, kamu biarin dia ada disini?! Setelah putri kamu hampir kehilangan kakinya karena dia jemput selingkuhannya?!” Amel tertawa menyeramkan, “Mas! Tarik anak kamu ya! Setelah ini aku nggak akan izinin Zeu sama dia lagi!” Ultimatum itu berhasil menyentak Niel. Untuk alasan yang tidak Niel ketahui, tubuhnya bergetar hebat.
“Maksud Mama apa?!” Sela Niel galak.
“Kamu nantang Mama?! Mata kamu kondisiin! Melotot kayak orang bisa ngidupin diri sendiri aja!” Murka Amel tak peduli jika ia akan menggegerkan rumah sakit milik kerabatnya.
“Kaki Zeu kenapa?!” tanya Niel. Kepanikan menyandera seluruh kewarasannya. Hilang sudah bayangan wajah yang setiap malam menghiasi tidur nyeyaknya. Ia bahkan tak mengingat manisnya senyum Meyselin didalam ingatan.
“Nggak usah sok pengen tahu kamu, Niel! Sana anter Meyselin kamu itu aja.”
“Mel udah,” desah Hang mencoba melerai perdebatan istri dan anaknya. “Niel pulang! Jangan bikin Mama kamu makin marah.” Ujar Hang mengamankan situasi. Setidaknya hanya untuk saat ini saja.
“Nggak!”
“Ngeyel ya kamu! Mau apa emang?! Ngetawain Zeu?! Seneng-seneng di atas penderitaannya?!”
“AKU SUAMINYA MA! MAMA BILANG GITU KAN! AKU HARUS TAHU ISTRI AKU DIAPAIN DI DALEM SANA!” Wajah Niel memerah. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk berteriak sembari menunjuk pintu yang ia yakini ada Zeusyu di dalamnya.
“Ngarang!” Sentak Amel, “suami dari Hongkong! Detik ini Mama anggap kalian udah cerai. Kamu bukan lagi anak Mama, karena Zeu yang bakalan gantiin posisi kamu.” Sengit Amel.
Amel mendorong tubuh Niel. “Zeu, mantu Mama..” Ia berlari kecil menghampiri Zeu yang baru saja keluar. “Sus, saya aja. Makasih.” Wanita itu menggantikan perawat yang membantu Zeusyu untuk menggerakan kursi roda.
Niel limbung. Ia bersandar pada tembok dibelakangnya. “Darmanto said..” Niel terkekeh, menghentikan ucapannya. Ia dibohongi mentah-mentah. Niel membuang mukanya. Demi Zeusyu, ia bahkan meninggalkan kekasihnya dan gadis itu ternyata baik-baik saja.
“Pulang..” Titah Amel lalu diikuti oleh para pengikutnya, mengabaikan kondisi keterkejutan Niel.
.
.
NIEL MENGINTIP kegiatan Sarah yang sedang mengolesi salep luka bakar di kulit kaki Zeusyu. Ia sendiri meringis menyaksikan luka itu memanjang sampai ke paha Zeusyu.
“Sakit, Sayang?”
“Perih Mama.” Jawab Zeusyu tak kalah meringis dari apa yang Niel lakukan.
“Mama tiupin ya, Nak. Tahan sedikit. Zeu kan anak pinter.”
Zeusyu mengangguk patuh. Hanya luka luar, hatinya tadi bahkan jauh lebih berdarah dan ia bisa menahannya dengan baik. “Mama.. Zeu boleh minta sesuatu?!” tanya Zeusyu menatap dalam mata Sarah.
Niel berjongkok. Ia merangkak, mendekati ibu dan anak yang sepertinya akan berbicara persoalan serius. Ia memilih bersembunyi dibalik sofa panjang rumah Zeusyu.
“Mama, Zeu nggak kuat,” tangis yang Zeusyu pendam pagi tadi pecah. “Disini..” ia menekan dadanya, “sesak Mama,” tangannya lalu memberi pukulan-pukulan kecil agar Sarah tahu jika ia sungguh sangat tersiksa.
“Zeu Sayang Niel, tapi mereka saling mencintai Mama. Zeu capek..” lirihnya menyesakkan. “Tolong bilang ke Mama Amel, Zeu nggak bisa lanjutin semua ini, Mah. Zeu bebasin Niel.” Zeusyu terisak diakhir kalimatnya, membuat Sarah bangkit dan memeluk gadis yang telah ia anggap seperti darah dagingnya sendiri.
“Zeu serius?! Udah pikirin ini mateng-mateng?!” Kepala Zeusyu mengangguk. Tidak ada gunanya terjerat status. Tali yang mengikat mereka terlalu tipis dan tak berdasar. Ikatan semu itu memberatkan mereka dan menjadikannya tokoh antagonis dalam cerita hidupnya sendiri.
“Apapun mau Zeu, pasti akan Mama usahain. Kalau kita diusir, kita bisa mulai semuanya dari awal lagi, Sayang. Kamu yang utama buat Mama.”
Niel terduduk. Ia mendadak lemah tak berdaya ditempat persembunyiannya. ‘Ini kan yang gue mau?! Dia nyerah sendiri. Dengan begini, Mama nggak akan gangguin Meyse kalau kita balikan?!’ Namun kata batinnya tak selaras dengan hatinya yang berdenyut nyeri meski samar.
Niel mengangkat tubuhnya yang lemas. Ia berjalan gontai, keluar dari kediaman yang dulunya ditempati oleh sang oma. Hidupnya entah mengapa terasa hampa setelah kata menyerah itu Zeusyu lontarkan.
“Bocah freak, dari mana kamu?!”
Niel bisu, ia berlalu memasuki mobilnya. Bertindak durhaka pada Amel di pelataran. Ia membutuhkan Meyselin. Selama ini dengan melihat wajah kekasihnya, seluruh lara yang keluarganya ciptakan pun sirna.
“Makin nggak ada adat anak itu!” Kesal Amel. “Sam Gelael kamu, ngebut-ngebut?!” Maki Amel yang tentu saja tak mendapati tanggapan.
“Sabar Bu.. Mas Niel PMS kali,” toyoran Amel mendarat sempurna di kepala Darmanto.
“Niel cowok Manto!”
.
.
NIEL SALAH! Resahnya tidak berkurang seujung kukupun walau Meyselin menghampirinya di parkiran kampus gadis itu. Bayang-bayang air mata Zeusyu bergelayut manja dalam pikirannya.
“Ada apa, Niel?! Kamu buang-buang waktu aku.”
“By!” Desah Niel, “aku cinta kamu. Kamu harus percaya itu, By..” Tegasnya.
“Selamanya..”
“Niel apa sih! Aku kel..”
Niel meraih tengkuk Meyselin. Menempelkan bibir keduanya tanpa memberi jeda untuk Meyselin menolak. Darahnya membeku kala otaknya justru membayangkan wajah tersiksa Zeusyu.
“Are you crazy?! Ini kampus, Niel!”
“Sorry!” Entah kepada siapa permintaan maaf itu terlontar. Kini Niel resmi menjadi seorang pecundang yang sebenarnya.
Niel memarkirkan mobilnya dengan asal setelah ia sampai di pelataran rumahnya. Anak itu melemparkan kunci mobil pada salah satu tukang kebun yang berada di sana, lalu melangkah tergesa masuk ke dalam kediaman orang tuanya.Pakaiannya masih sama seperti ketika dirinya meninggalkan rumah. Seragam sekolah yang dirinya kenakan belum berubah meski ia telah berkeliling kota Jakarta.“Mas Niel, ini diapain mobilnya?!” Sang Tukang Kebun mengikuti Niel dari belakang. Ia mengekor karena tak tahu harus melakukan apa terhadap mobil mewah tunggangan tuan mudanya.“BAKAR!” Si tukang kebun pun tercengang setelah mendengar perintah anak majikannya. Melihat kode dari sang Nyonya Rumah, pria setengah baya itu membungkuk lantas pergi keluar. Ia tak mungkin ikut menimbrung pada perdebatan kesekian kali yang dilakukan oleh para bosnya.“Nathaniel Tirto!”Niel sendiri terus melangkah menaiki tangga rumah, mengabaikan seruan tinggi sang mama di ruang keluarga. Ia lelah. Kamar adalah tujuan utamanya untuk me
“Maksud Oma apa?!” tanya Niel tergagap. Ia tidak salah dengar kan?! Wanita yang paling bersikeras dengan perjodohannya, mendadak memberikan restu untuk terputusnya tali yang mengekangnya selama ini?!Ini pasti lelucon! Ya, Niel yakin itu!“Oma, jawab Niel! Maksud ini semua apa, Oma?!”“Awas!” Zeusyu menarik lengan Niel ketika pemuda itu hendak melangkahkan kakinya maju. “Kaki kamu bisa kena kaca!” Ucap gadis itu yang entah kapan mengangkat tubuhnya dari kursi. Keterkejutan Niel tampaknya membuat dirinya tak menyadari pergerakan Zeusyu. Terlebih setelahnya Zeusyu merunduk, memunguti pecahan gelas yang dirinya jatuhkan tadi.Zeusyu menahan ringisannya. Sayangnya, luka ditangannya tak dapat ia sembunyikan. Niel yang sedari tadi memperhatikan tindakan Zeusyu menyentak gadis itu. “Lo goblok apa gimana?! Lo yang ingetin gue!” Sentaknya lalu menyeret Zeusyu memasuki dapur.“P3K!” Teriak Niel menggegerkan seisi dapur yang juga tengah dihuni oleh asisten rumah tangga. Mereka sedang makan mal
Niel menekan klakson mobilnya berulang kali. Ia sudah menunggu selama lima lamanya dan gadis yang ia tunggu-tunggu tak juga kunjung menampakkan batang hidungnya.Tiiin!!Masih tak ada perubahan. Tak ayal hal itu membuat Niel mengeluarkan erangan. Sungguh menyebalkan! Tak mungkin sekali jika Zeu memiliki kotoran ditelinganya hingga membuatnya diserang oleh penyakit tuli dadakan. Niel yakin Zeu sengaja. Gadis itu pasti ingin membuat dirinya marah untuk kesekian kalinya.“Nih cewek mana sih?! Dua puluh menit lagi gerbang ditutup. Tau macet nggak sih si Zeu?!” Gerutu Niel sembari menuruni mobilnya. “Han!!” Niel berteriak, mengagetkan Handoko yang juga sedang menanti kehadiran Darmanto di pekarangan rumah.“Mas Niel. Apa yang bisa Handoko bantu, Mas?!” Seperti biasa— Pengabdi setia Niel itu akan melakukan apapun yang Tuannya inginkan. Ia merupakan pengikut paling wahid. Tak seperti Darmanto yang kerap membelot demi mengikuti kata hatinya, Handoko selalu berada dibelakang Niel. Ia merupa
Tepat saat dirinya menginjakkan kaki pada area kantin sekolah, sepasang mata Niel menyala merah bersama dengan jari-jari tangannya yang ia kepal erat disisi tubuhnya.Napasnya yang tersengal terdengar semakin tak beraturan, sebab ia yang mencoba untuk menahan letupan amarah didadanya.Rega benar. Pemuda itu tidak salah melapor, apalagi menambahkan tamburan bumbu penyedap ke dalam laporannya. Saat ini Zeusyu memang tengah diganggu oleh cicit dari pemilik Yayasan tempat mereka mengenyam pendidikan.Menghentakkan langkah, Niel pun siap memasang kuda-kudanya. Ia berjalan cepat menghampiri Zeusyu dan sang pengganggu.Tanpa babibu, menarik kerah seragam Gamalael. Membuat anak yang paling disegani se-Bumi Pena itu terhuyung hingga menuruni meja tempatnya berdiam.“Apa-apaan lo, Tirto?”Mereka memang terbiasa memanggil menggunakan nama belakang satu sama lain. Kebiasaan mengucapkan nama keluarga itu berawal dari pertengkaran pertama mereka di bangku kelas satu. Siapapun sudah mengetahui kebia
Tin.. Tin!!Secara brutal Niel menekan klakson mobilnya. Kebarbarannya itu membuat beberapa satpam yang berjaga berlarian keluar meninggalkan pos jaga mereka.Niel melongokkan kepala di antara kaca mobil yang ia turunkan. “Ngapain pake keluar semua? Bukain gerbangnya!” titahnya, berteriak.Di samping pemuda itu, Zeusyu memilih memperhatikan dalam diam. Pemandangan dimana Niel menjadikan orang lain sebagai pelampiasan amarahnya bukanlah tontonan yang baru terjadi sekali ini saja. Memang seperti itulah tabiat pemuda yang dicintainya. Tak peduli salah atau tidak, ketika dirinya marah, semua orang akan terkena imbas kemarahannya.“Silahkan, Mas Niel!” Setelah pintu gerbang rumahnya terbuka, Niel kembali menginjak pedal gas. Ia memarkirkan mobilnya tepat disamping milik mamanya. Niel tak langsung menuruni tunggangannya. Di dalam mobilnya, ia mengamati pergerakan mamanya yang tengah berbincang dengan Handoko di pekarangan rumah mereka.“Tunggu Mama pergi aja!” Ujar Niel melarang Zeusyu untu
Dulu sekali, Niel sangat menggilai Zeusyu. Tak ada satu hari pun dalam hitungan kalender yang tak dirinya habiskan untuk memikirkan Zeu-nya. Siang dan malamnya penuh dengan pikiran tentang Zeu-nya seorang.Walau aroma playboy menguar dari keringatnya sejak usia tiga tahunan, Zeusyu akan tetap menjadi urutan nomor satu pada list nama-nama kekasihnya.Ia bahkan dengan bangga memperkenalkan Zeusyu ke seantero dunia. Selalu meminta restu Zeusyu ketika matanya melirik gadis cilik lain, selayaknya Zeusyu adalah istri sah pertamanya.Namun siapa sangka jika pada pergantian waktu, nama yang selalu mendominasi kehidupan Niel itu dapat tergeser oleh gadis lain. Perkembangan membuatnya berubah seiring waktu yang berlalu.Kini tak ada lagi Zeusyu yang melekat di dalam hatinya, sosok kecintaan Niel kecil itu benar-benar sudah menghilang dan tergantikan oleh kehadiran Meyselin.Di balkon kamarnya, Niel menghabiskan senja yang menurutnya kelabu. Sore harinya ditemani oleh secangkir es kopi yang diri
“Goblok! Begok! Tolol!!”Niel tak henti-hentinya mengumpati dirinya sendiri. Ia berguling-guling di atas ranjang king size-nya. Bergerak ke sana-ke mari sembari merutuki kebodohan mulutnya yang sepertinya tidak tersinkronisasi dengan otak. Bodoh sekali dirinya! Ia saja malu setelah menyadari kelakuannya tadi.“Ngapain pake bilang hamil segala! Nyium aja baru pertama kali. Dodol-Dodol! Diketawain orang serumah kan jadinya.”Omanya yang galak benar-benar murka mendengar celotehan tak bermutunya. Wanita tua itu langsung memberikan ultimatum, melarang dirinya untuk berdekatan dengan Zeusyu. Selain karena Zeusyu sudah berpindah tangan, ke tangan keponakannya, Sukmana Tirto rupanya takut jika ia akan melakukan tindakan tak bermoral demi mempertahakan ego setinggi langitnya.“Siapa juga sih yang mau hamilin dia. Kalau gue sampe punya anak, itu jelas sama Meyse lah! Ngapain sama orang yang nggak gue cinta.” Decak Niel. Salahnya memang terlalu terbawa emosi. Padahal ia mempertahankan hubunganny
Melewati gerbang megah kediaman Tirto, Niel dengan sengaja memperlambat laju mobil yang ia kendarai. Ada tiga bangunan dengan kemewahan hampir serupa berdiri di depan matanya. Tentu saja bangunan ke-3 yang dibangun paling akhir, tak sebanding dengan dua bangunan sebelumnya. Rumah yang berada di tengah-tengah milik papa dan omanya itu terlihat mengotori istana-istana megah mereka.Terkutuklah Darmanto bin Joko Dadarman bersama sahabat karibnya Handoko. Karena pengabdian mereka, kedua pria itu sampai mendapatkan kado istimewa dari omanya. Sampai keduanya mati, mereka akan tergabung dalam satu keluarga yang sama. Enak sekali para asisten serbaguna papanya itu. Kerjanya hanya membuat onar, tapi bayarannya ditanggung sampai bertemu malaikat pencabut nyawa.Ah! Mengingat peranan dua pengikut setianya, Niel teringat akan alasannya pulang sore ini. Kedua orang tuanya sedang lembur di kantor, itu berarti seluruh antek-antek-nya pun akan pulang terlambat. Ia pun bisa melancarkan serangan kepada
“Jadi Adek harus ngajarin Aurel buat jadi nakutin?”Xavier menganggukkan kepalanya. Hanya adiknya yang sesama wanita-lah, yang mampu diandalkan dalam perubahan sang istri. Mereka dekat bahkan sudah seperti kakak dan adik.“Polosnya Aurel jadi boomerang, Dek. Kalau itu ke Abang sama Om Jeno, nggak masalah. Masalahnya dia sampe nggak sadar dimanfaatin sama Mokondo!”Xaviera tahu betapa khawatirnya sang kakak. Aurelia memang terlalu baik dalam dunia sosial. Sejujurnya, kepolosan anak itu mendekati bodoh. Ia hanya tidak berani saja mengungkapkan kebenaran itu didepan pria yang sangat mencintai Aurelia. Bisa-bisa kepalanya akan hilang. Meski berstatuskan adik kandung, cinta kakaknya pada Aurelia tidak terhingga luasnya. Seluruh lautan di bumi saja mungkin kalah.“Kalau nanti Aurel jadi kayak Adek, Abang marah nggak?” tanya Xaviera, memastikan jika perbantuannya tak akan menimbulkan masalah untuk dirinya sendiri.“Abang kayaknya malah ngerasa tertantang deh.” Kekeh Xavier.Siapa di dunia in
“Selamat pagi Abang..”Xavier mengerjapkan matanya. Mungkin kah saat ini dirinya masih berada di dalam mimpi, hingga dapat melihat wajah cantik Aurelia menyambut kali pertama dirinya memulai hari.“Abang, morning..”Bukan mimpi. Keberadaan Aurelia di kamar yang dirinya huni nyata. Eksistensinya bahkan dapat dirinya raba.Senyum pun mengembang dari wajah khas babgyntudur Xavier. “Pagi Queen-nya, Abang,” lembut ia membalas ucapan selamat pagi yang telah 2X istri kecilnya lontarkan. Jari-jarinya tak bosan membelai pipi tembam Aurelia.“Cantiknya,” gumam Xavier, pelan. Meski tak memakai riasan, Aurelia terlihat begitu cantik, terlebih ketika dilihat pada pagi hari.Bini bocil gue emang nggak ada duanya.“Abang bangun ya, terus mandi, gosok gigi yang bersih. Papi sama Mami udah nunggu di bawah buat sarapan.”Xavier tidak lupa tempat dimana dirinya menginap semalam. Ia berada di rumah orang tua istri kecilnya. Ia tidak menyangka jika orang yang membangunkan dirinya adalah sang istri sendiri.
“Nggak mau! Aurel mau disini aja, nggak mau pulang ke rumah Abang, huhuhu!”Setelah pesta pernikahan yang hanya didatangi oleh segelintir orang, momen inilah yang sejak beberapa hari lalu diangkat menjadi topik utama pertemuan keluarga.Jeno selaku papi sudah menduganya. Aurelia yang belum matang dari segi usia, tak akan mungkin bisa menerima perubahan dengan cepat.Sejauh ini, gadis itu bahkan masih mengira jika pesta yang dibuat hanyalah perayaan biasa.“Sayang, Aurel, Cantiknya Papi.”Berat! Jeno sendiri tak rela melepas putri kesayangannya. Hanya saja, ia tak mempunyai pilihan lain untuk melindungi putrinya yang polos. Toh, cepat atau lambat, ia memang harus menikahkan Aurelia dengan Xavier.“Dengerin Papi ya, Cantik.” Jeno membelai wajah putrinya. Rasanya air mata yang sudah susah payah ia hentikan kembali ingin mengalir turun.Aurelia menutup kedua lubang telinganya. Kepalanya terus bergerak, menolak untuk diajak berbicara.“Om, nggak usah dipaksa. Aurel kayaknya emang belom sia
“Nggak bisa!” Pekik Xavier. Ia tidak bisa membiarkan kekasihnya yang baik hati dimanfaatkan oleh lelaki lain. Jika dibiarkan terus berlanjut, kerugian pasti tak hanya menyasar pada segi materi semata.Anak bernama Aidan itu sudah sangat keterlaluan. Dia pandai memanipulasi keadaan dan mengubah penampilannya hingga berhasil menarik simpati Aurelia. Seorang pria akan mengenal sesamanya. Walau pun ia bukan kategori buaya darat, tapi instingnya berjalan dengan semestinya.“Beraninya tuh anjing macem-macemin cewek yang bertahun-tahun gue jaga!”Sebagai laki-laki yang mengenal Aurelia, bahkan mengerti seluruh bentuk kekurangannya, tak sekali pun dirinya pernah memanfaatkan keadaan tersebut.“Sekarang malah cowok bangsat laen! Damn!” Umpat Xavier, tak mampu menahan ledakan amarahnya.Tok! Tok! Tok!“Abang, Adek masuk ya..”Pintu kamar pun terbuka dari luar, membuat Xavier mengalihkan tatapannya pada si pembuka.“Abang, dibawah ada Om Jeno. Katanya mau ketemu Abang.”‘Om Jeno?’ batin Xavier. L
“Pacar apaan? Pacar kamu cuman Abang ya, Rel!”“Iya, Abang pacar Aurel. Aurel juga udah bilang kok ke Idan. Kata Idan, dia nggak apa-apa. Jadi Aurel punya 2 pacar. Keren kan?”‘Keren Gundulmu!’ Umpat Xavier, dalam hati. Ia tak tega jika harus mengucapkan kata-kata kasar secara langsung dihadapan Aurelia.“Abang, kenalin. Saya Aidan. Pacar ke-2-nya Aurel. Mohon kerjasamanya, Abang.” Aidan mengulurkan tangan, yang secepat kilat ditepis oleh Xavier.“Abang kok gitu? Kan lagi diajakin Idan kenalan. Nggak boleh nakal, Abang. Ayo kenalannya yang bener. Kan sama-sama pacarnya Aurel.”Ya Tuhan! Jika bukan karena terlanjur cinta mati, mungkin Aurelia sudah Xavier mutilasi menjadi ratusan bagian. Mudahnya dia membuka rahang tanpa memperdulikan perasaan Xavier.Menjadi polos tentu saja boleh— Xavier tidak masalah untuk satu hal itu. Hanya saja kepolosan kali ini sungguh berada di luar batas yang sanggup Xavier toleransi.‘Gila! Gue diselingkuhin secara terang-terangan! Mana dikenalin ke selingkuh
Seperti sebuah meteor yang jatuh ke bumi, waktu bergerak begitu cepat. Detik demi detik Xavier hadapi dengan kepayahan. Ia berulang kali hampir gagal, tapi bayangan pada akhir perjuangannya kerap kali datang untuk menyemangati dirinya.Saat ini, Xavier bukan lagi remaja tanggung yang setiap harinya memikirkan cara agar bisa berduaan dengan Aurelia. Ia sudah tumbuh dan berkembang, sesuai permintaan sang calon ayah mertua.Gelar sebagai mahasiswa pun telah Xavier tinggalkan berbulan-bulan lamanya. Hari-harinya kini dipenuhi dengan serangkaian tugas kecil yang papanya berikan, demi untuk memajukan perusahaan keluarga mereka.Meski begitu, tahta bucin belum juga Xavier tinggalkan kursinya. Ia masih tetap menggilai Aurelia sama besarnya seperti dahulu kala. Memprioritaskan si kecil diatas segala-galanya.“Om nggak nyangka kamu ada dititik ini..”Xavier mengulas senyumnya, menunjukkan keramahan terhadap pria yang sebentar lagi benar-benar akan menjadi ayah mertuanya.Jangankan pria itu, ia s
Xavier kesal. Akhir-akhir ini ia semakin sulit untuk menemui kekasih hatinya. Sahabat sang papa yang juga merupakan calon papi mertuanya itu bertindak di luar batas. Pria itu berulah— menyabotase lahannya sebagai penjaga Aurelia. Dia ada dimana-mana. Sudah mirip hantu mati penasaran yang membayang-bayangi pelaku pembunuhannya sendiri.“Kamu nggak ada kerjaan lain, selain ngintilin Aurel, Xav?!”Xavier merolling bola matanya. “Om kali yang senggang banget, sampe anak diikutin mulu!”“Om! Lama-lama anaknya Xavi hamilin loh!”“Heh!” Jeno memekik. Tangannya melayang, memukul kepala Xavier.“Ya abisnya! Inget Om, Xavi ini calon mantu! Bukan musuhnya Om Jeno!”Tidak tahu saja Xavier jika setiap menantu lelaki memanglah musuh abadi seorang ayah. Dikarenakan menemukan cinta baru, anak gadis yang dicintai dengan sepenuh jiwa hilang selama-lamanya. Ibarat sebuah pelaku kejahatan, menantu laki-laki merupakan pencuri berdarah dingin. Menggantikan seluruh tetes keringat menggunakan satu kalimat pan
“Where else are we, Beautifuls?” tanya Xavier. Hari ini ia akan menyenangkan pujaan hatinya. Hal tersebut tentu saja juga berlaku untuk sang adik tercinta.“Shopping?” Xavier mencoba memberikan opsi. Kekasihnya paling sulit berpikir, jadi ia akan membantu sebisanya. “Kebetulan Viera pengen beli sesuatu. Kamu ada yang mau dibeli juga nggak?”“Ice cream.” Sahut Aurelia.Xaviera terkekeh. Calon kakak iparnya memang berbeda. Mungkin jika itu gadis lain, mereka akan memanfaatkan kakak kesayangannya sampai semua keinginannya terpenuhi dalam satu waktu.“Minta yang lebih mahal dong!” Ujar Xavier sembari mengacak rambut Aurelia. “Duit Abang banyak loh.”Aurelia menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat dua orang yang bersamanya gemas karena ekspresi lucu gadis itu.“Abang udah beliin Aurel iPad, kata Papi nggak boleh minta-minta sesuatu lagi selain makanan. Nanti Abang Xavi nggak punya duit lagi.”Huh!— Raut wajah Xavier menggelap. Pria tua itu meremehkan pemuda seperti dirinya. Jangankan satu i
Dilema menyerang diri Xavier. Rencana yang omanya usulkan memang menarik. Tak bisa dipungkiri pula, rencana itu juga menguntungkan dirinya jika berhasil.Tapi, bagaimana jika Aurelia malah membenci dirinya?Ia jelas tidak akan sanggup menerima kebencian gadis yang dirinya cintai.“Apa gue sabar-sabarin aja kali ya? Tapi sampe kapan, Anjing!” lirih Xavier sembari menatap langit-langit kamarnya.Sudah beribu sabar ia lambungkan. Bukan hanya satu dua tahun dirinya menekuri jalan kesabaran. Jika diriwayatkan dalam sebuah perlombaan, mungkin dirinya bisa menyabet gelar manusia tersabar di seluruh alam jagat raya.“Mau kawin aja kok susah banget elah! Perasaan katanya kalau kita lebih kaya, apa aja bisa didapetin.”Realita sungguh tak seindah ekspektasi. Percuma rajin-rajin berkhayal, hasilnya tetap sulit terwujud.“Aurel lagi ngapain yak? Malem minggu nih. Dia kok nggak ada chat gue sih!”Menjadi pihak yang paling menyukai tidaklah enak. Terkadang ia juga ingin dikejar, seperti apa yang dil