"Baby, aku tidak mau lama-lama membiarkan hubungan kita tanpa ikatan resmi. Aku tidak rela jika ada laki-laki lain yang merebutmu dariku.”
Naura menutup mulutnya dengan kedua tangan disertai linangan air mata saat Wisnu bersimpuh, mengeluarkan kotak beludru dari saku celananya dan membukanya memperlihatkan cincin berlian yang sangat cantik dan berkilau. “Naura, bersediakah kamu menikah denganku?” Naura tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya saat akhirnya dihadapkan pada momen sakral yang selama ini dinantikannya dari lelaki yang selama satu tahunan ini menjadi kekasihnya dan membuat mereka mendapatkan predikat relationship goals. Wisnu, lelaki yang memiliki perusahaan furniture merupakan sosok yang diimpikannya untuk menjadi calon suami masa depan.Saat ini mereka sedang makan malam romantis di salah satu rooftop hotel bintang lima yang dihias aneka bunga mawar hidup yang harum semerbak. Seharusnya, acara lamaran itu bersifat rahasia tapi dia tidak sengaja mencuri dengar rencana itu membuatnya lebih banyak tersenyum semingguan ini karena sibuk membayangkan hal romantis apa yang akan dilakukan kekasihnya sampai dia dikatain sinting karena tersenyum sendiri persis orang gila.
"Aku bersedia!" pekiknya, menjawab terlalu bersemangat. "Tentu saja aku bersedia menjadi istrimu." "Jadi kamu bersedia menikah denganku?" Ulang Wisnu. Naura menganggukkan kepala. "Tentu saja." "Terima kasih sayang." Wisnu menyematkan cincin di jemarinya kemudian berdiri dan menariknya mendekat lalu mencium bibirnya. Kembang api yang sangat meriah menghiasi langit seakan ikut berbahagia dengan status baru mereka. Setelah saling berpelukan, Naura memilih duduk di pangkuan Wisnu dan mengalungkan lengannya di leher lelaki itu dengan segelas wine di tangan. "Sayang, aku saja ya yang merancang pernikahan kita. Pokoknya aku mau mewujudkan pernikahan impianku selama ini." "Iya. Semuanya aku serahkan padamu." Naura menyesap winenya seraya mengangguk, bahagia. "Tapi, kamu nggak boleh protes kalau aku akan langsung membuatmu hamil. Aku sudah tidak sabar untuk punya anak dari kamu.”Naura batuk-batuk, menatap Wisnu dengan pandangan horor.
"Anak?" Naura berharap kalau dia salah dengar.Wisnu mengangguk. "Iya, anak. Kenapa?"
Naura meletakkan gelasnya di meja dan berucap serius. "Kamu nggak bisa mutusin sepihak gitu dong ,sayang. Kamu kan tahu bagaimana buruknya interaksiku dengan anak-anak. Aku nggak pernah cocok sama mereka." "Iya tapi bukan berarti kamu nggak mau punya anak sendiri kan?" "Yang pasti saat ini aku belum mau memikirkan hal itu. Kita nikmati saja dulu kehidupan pengantin kita sampai puas.” Wisnu nampak tercengang, "Are you seriously?" "Yes, of course." "Aku nggak setuju!!" Wisnu menolak tegas. “Kamu bisa bilang begitu karena belum merasakan menjadi ibu. Nanti kalau kamu sudah melahirkan anakmu sendiri, itu akan menjadi sesuatu yang berbeda." "Sekali tidak tetap tidak! Aku nggak mau punya anak dulu," Naura tetap pada pendiriannya, berdiri dari duduknya dan melipat lengan di dada. "Aku membutuhkan penerus!!" Wisnu tidak mau kalah,berdiri di depannya dengan ekspresi marah. "Kalau itu ya dipikirkan nanti saja lah. Aku tetap tidak mau." Wisnu ternganga, mengacak rambut belakangnya dengan kesal kemudian menendang pinggiran kolam. "Jangan memaksaku," tambah Naura. "Oke, aku tidak akan memaksa." Naura tersenyum, Wisnu buru-buru menambahkan. "Aku tidak akan membahasnya lagi karena aku tidak jadi menikahimu." Naura ternganga, menatap Wisnu tidak percaya. "Lebih baik kita putus saja!" "What?!" Naura jelas kaget. "Lebih baik kamu cari saja lelaki lain yang mau menerima pemikiran sempitmu itu." "Tapi—" Naura melepas cincin yang baru saja disematkan Wisnu beberapa menit yang lalu. "Kamu baru saja melamarku." Wisnu berdecak, "Kamu simpan saja cincin itu atau buang sekalian karena aku tidak mungkin melamar wanita lain dengan cincin yang sudah aku berikan padamu." Perlahan Wisnu mundur, berbalik pergi meninggalkan Naura yang menatap punggungnya tidak percaya. Dihinggapi keterkejutan yang membuatnya membeku hingga punggung Wisnu menghilang dari pandangan. Naura tersentak, buru-buru tersadar kalau dia tidak bisa membiarkan semua kebahagiaannya malam ini berantakan. "WISNUU!!" teriaknya, bergegas mengejar dengan tergesa namun seseorang yang tiba-tiba saja muncul membuatnya harus menghentikan laju jalannya meski tabrakan itu tidak terhindarkan. “Aduhh—” pekik Naura, terduduk di lantai dingin. “Mamaaaa—” Naura kaget, seseorang yang ditabraknya tadi terduduk di lantai sembari menangis. Naura kaget karena bertabrakan dengan seorang anak kecil. “Sakit Mamaaaaa—” Naura menahan kesal, melihat ke sekitar yang tidak ada siapa-siapa karena memang area di luar sudah di pesan sama Wisnu khusus untuk melamarnya. Jadi, anak laki-laki di hadapannya ini pasti menyelinap masuk. “Heh! Di sini nggak ada Mamamu. Cepatan berdiri dan pergi sana!” usirnya, tanpa berniat sedikitpun membantu hingga membuat anak itu semakin menangis kencang. Naura jelas kesal, “Ah, masa bodoh!” Naura melewati anak itu begitu saja berniat meninggalkannya karena dia harus mengejar Wisnu untuk kembali membicarakan pernikahan saat tiba-tiba ada seseorang yang menghadang langkahnya. Naura mengatupkan bibir saat berhadapan dengan laki-laki tampan berkemeja rapi yang ekspresinya sedater triplek. “Key—” Laki-laki itu mendorongnya ke samping dengan lengan hingga membuatnya hampir saja kembali mendarat di lantai dingin untuk mendekati anak laki-laki yang masih menangis tadi. “Aduhh.” Naura mengusap lengannya. “Sialan!” “Kenapa kamu menangis,sayang?” Naura tersadar kalau dialah yang membuat anak itu menangis, buru-buru dia balik badan dan berjalan pelan-pelan untuk pergi dari sana sebelum ketahuan. “Kamu mau kemana, hah?!” Naura berjengit kaget, remasan kuat di bahunya memaksanya untuk menghentikan langkah. Sialan! “Kamu yang membuatnya menangis dan sekarang kamu mau melarikan diri dengan tidak tahu malunya?” Naura menggeram dalam hati dengan kesal, berbalik sembari menepis tangan laki-laki itu dan mundur beberapa langkah. Tatapan sangar laki-laki itu membuatnya takut tapi dia sudah tidak bisa mengelak lagi. Anak kecil yang ditabraknya tadi masih terisak dalam gendongannya. “Iya, memangnya kenapa?!” Lagaknya sok marah. “Kita sama-sama terjatuh karena bertabrakan tadi tapi aku sedang terburu-buru jadi tidak punya waktu untuk meladeni—” Naura mengatupkan bibir saat laki-laki itu maju mendekat, Naura harus mendongak untuk melihat tatapan matanya yang nampak menahan kesal. “Setidaknya kamu bisa sedikit merasa prihatin dan menenangkannya.” “Maaf, aku tidak punya waktu. Permisi.” Naura merasa tidak ada gunanya mereka berdebat jadi dia langsung balik badan berniat pergi. “Hei—” Lengannya di tahan, Naura reflek menepisnya dengan kuat hingga membuat sesuatu yang sedari tadi di genggamnya langsung terbang bebas ke arah kolam renang. “TIDAK!” pekik Naura, mengejar cincin lamarannya yang menggelinding ke arah kolam dan masuk ke dalam sana tanpa hambatan. Naura yang hanya memikirkan harus mendapatkan cincin itu kembali langsung loncat ke dalamnya dan menyelam masih menggunakan gaun dan heelsnya. Naura berusaha mencarinya, mengabaikan sengatan dingin yang menusuk tubuhnya hingga akhirnya dia bisa menemukan cincin itu dan mengambilnya. Naura berniat naik tapi sialnya, kakinya terasa kram. Naura mencoba untuk menggapai permukaan tapi tubuhnya tidak bisa diajak kerja sama hingga dia merasa harus pasrah pada keadaan sampai samar-samar dia mendengar seseorang ikut terjun ke dalam kolam. Semoga saja Wisnu, ucapnya dalam hati. Naura tidak rela jika acara lamarannya harus berakhir dengan tragis seperti ini. Naura kehilangan kesadarannya saat seseorang berusaha membawanya naik ke permukaan dan mengangkatnya ke pinggir hingga beberapa menit kemudian dia batuk-batuk setelah seseorang memaksa mengeluarkan air kolam yang masuk ke tenggorokannya meski matanya enggan untuk membuka. “Jangan mati konyol,” decakan suara laki-laki yang begitu dekat dengannya terdengar, hidungnya dipencet dan mulutnya terbuka lalu dia merasakan bibir seseorang menciumnya hingga membuat Naura langsung membuka mata lebar-lebar dan terbelalak melihat laki-laki sedatar triplek tadi wajahnya begitu dekat dengannya hingga Naura reflek mendorong dadanya. “WOI, kesempatan lo ya!!” pekiknya, menjauh dari laki-laki itu yang menatapnya heran. Naura mengusap bibirnya dengan punggung tangan. “DASAR MESUM!” Naura mencoba berdiri dengan sisa-sisa tenaganya, berbalik pergi dengan langkah cepat, memgambil tas tangannya di atas meja lalu berlari meninggalkan penolongnya dengan perasaan malu. Sial! Sampai di dalam lift yang kebetulan sedang kosong, Naura merosot jatuh mengabaikan tubuhnya yang basah kuyup, merasakan perasaan berdebar yang tidak dimengertinya dan menangis di sana. “Arrghh, sialan!” isaknya. Bagi Naura, anak-anak itu hanya berarti satu hal yaitu masalah dan inilah yang terjadi padanya saat ini. Malam itu, Naura harus pulang dengan basah kuyup kedinginan setelah berhasil menyelamatkan cincin miliknya meski dia tidak berhasil menyelamatkan hubungannya dengan Wisnu dan parahnya dia malah berciuman dengan laki-laki lain meskipun karena insiden. Hancur sudah!***
HATCHIMM!“Errgh, sial!” umpatnya sembari menyeka hidungnya yang meler.Bisa-bisanya dia malah terserang flu dalam keadaan patah hati seperti ini. Rasanya tubuhnya menggigil dan hidungnya mampet. Ini pasti akibat dari berenang malam-malam. Kejadian itu membuat Naura ingin mengeluarkan umpatan dari mulutnya meskipun dia jadi teringat dengan ciuman itu.Naura diam memandangi langit-langit kamarnya dengan tubuh tidak berdaya. Mencoba merenungkan kejadian semalam yang masih terasa seperti mimpi baginya. Di mana letak salahnya saat dia memang belum siap lahir dan batin untuk memiliki anak setelah menikah?Tidak bisakah mereka berdua duduk, membicarakan semuanya baik-baik dan mencari jalan keluarnya bersama bukannya malah adu mulut demi ego masing-masing hingga membuat hubungan mereka renggang seperti ini. Naura memegangi kepalanya dengan dua tangan. Mungkin, dia yang terlalu egois. "Hiihihihihihihihih. Tan-Tan ngomong cendili taya olang gila." Suara cekikikan itu tiba-tiba terdengar. "
“Jes—” Naura memberikan kode pada Jessi, sekretaris Wisnu yang duduk di meja kerjanya tidak jauh dari ruangan kantor bosnya.”Kamu pahamkan yang aku bilang tadi?”Jessi mengangguk,”Paham,Bu. Kalian lagi bertengkar ya,Bu Naura?”“Ssstt—” Naura menggeleng. “Cuma salah paham aja.” Melirik sekilas pintu kantor Wisnu yang saat ini terutup karena dia sedang ada meeting dengan client.“Hati-hati loh,Bu.” Naura mengeryit. “Salah pahamnya jangan kelamaan—” Jessi berbisik pelan. “Yang mau ngerebut pak Wisnu banyak.”Naura melotot,”Ihh, awas aja! Kamu lihat dong cincin ini—” Naura menunjukkan cincin lamaran Wisnu.”Kami on the way menikah.”“Ohh—” Jessi manggut-manggut sembari membenarkan rambutnya. “Selamat deh,Bu.”Naura mengibaskan rambutnya, melirik sekilas Siska yang nampak tidak senang dengan Jessi yang sudah sibuk sendiri dengan riasannya. Rencananya, dia akan menyelinap ke kantor Wisnu saat kekasihnya itu keluar. Mereka harus mencoba berbicara dari hati ke hati.Klek! Naura menoleh ketika
"Ya Tuhan,kenapa gue apes banget ya!"Naura memegangi kepalanya dengan dua tangan terlihat begitu frustasi sementara sahabatnya, Fransiska, pemilik apartemen yang dia tinggali sementara selama mengajar di Paud sedang duduk santai menikmati kue blackforest sambil bertopang dagu. Mendengarkan saja Naura menumpahkan kekesalannya."Di sana penuh dengan anak-anak yang terlihat susah diatur.""Yaiyalah anak-anak. Kalau nenek-nenek ya namanya panti jompo!"Naura melotot. "Ih serius. Elo tahu kan apa yang gue maksud?!""Lebay." Siska mengunyah blackforestnya. "Cuma elo aja yang menganggap kalau anak-anak itu menyebalkan padahal ya mereka itu lucu dan ngegemesin.”Naura menopangkan dagu, menghela napas panjang. "Keponakan-keponakan gue yang biang onar itu. Setiap mereka datang ke rumah atau pas gue lagi main ke rumah mereka, pokoknya hanya ada keributan aja di sana. Bikin pusing dan sumpek. Belum lagi kalau kakak-kakak gue lagi ngomelin mereka."Siska tertawa membuat Naura keki dan dengan ger
“Beb, ini sih namanya bunuh diri." Naura memutar bola mata sembari mengotak-atik ponsel di tangan saat perias yang sedang menata rambutnya berkomentar."Elo kan gak suka banget sama anak kecil. Udah deh dari pada elo yang pusing nantinya mending angkat bendera putih aja dari sekarang.""Kamu lebay deh, Don. Masa gue harus kalah sebelum berperang sih. No Way!!"Doni Amirah, lelaki berjari lentik di salon langganannya yang bisa menyulap itik buruk rupa menjadi secantik cinderella itu sangat tahu bagaimana tidak sukanya dia dengan anak-anak.Pagi-pagi buta, Naura sudah ada di depan salon Doni padahal jam operasionalnya itu masih beberapa jam lagi hingga membuat Doni marah-marah. Dihari pertamanya bekerja, Naura ingin penampilannya sempurna supaya mudah mempengaruhi anak-anak."Ihh dibilangin juga ih. Gue gak bisa bayangin itu nanti anak-anak bakal lihat wajah monster lo yang galaknya gak ketulungan. Kasihan aja sih sama mereka yang harus berhadapan dengan guru modelan lo gini."“Makany
“Bagaimana hari pertamamu bekerja?” Naura yang sedang selonjoran kaki di sofa ruang tamu rumahnya mencebik menjawab pertanyaan Arbella yang datang dari arah dapur dan duduk di sofa tunggal sambil nyemilin kacang goreng. “Rusuh.” Arbella tertawa membuat Naura keki dan membuang muka kembali fokus dengan ponselnya untuk mencari tahu kegiatan Wisnu. Tapi sayangnya, sejak satu jam yang lalu tidak ada yang bisa di dapatkannya. “Tapi seru kan?” “Seru apanya? Stress sih iya.” Arbella berdecak, “Tapi ingat loh ya, mereka itu anaknya orang yang nggak bisa kamu marahin sembarangan. Kamu harus hati-hati dalam berbicara dan bersikap.” “Aku sudah berusaha semampuku,” desah Naura. Membayangkan kembali dia harus menahan dirinya sekuat tenaga agar tidak berubah menjadi hulk. “Percayalah, itu semua akan kamu rasakan manfaatnya suatu hari nanti.” “Aku tidak peduli,” cibir Naura. “Kalau kamu mau menyerah dan pasrah ditinggalkan Wisnu ya kamu berhenti saja.” Naura mendelik. “Kamu bilang aja sam
Hari ini lengkap sudah deritanya. Tadi pagi mobilnya mogok, tidak ada seorangpun yang bisa diandalkan untuk datang membantunya selain tukang bengkel hingga akhirnya memilih naik taksi, maag-nya kambuh karena belum makan, kemeja putihnya sudah bercorak saat ini yang bisa aja dia cuci tapi itu malah akan membuat warnanya amburadul jadi terpaksa dia pakai dan akan membuangnya saat berada di apartemen dan sekarang saat pulang, hujan turun dengan derasnya. Sekolah sudah sepi sejak setengah jam yang lalu, Naura memilih berdiri sendirian di gerbang menunggu Fransiska yang akan menjemputnya, di bawah lindungan payung yang dipinjamkan Karen yang motifnya spongebob. Luar biasa sekali Naura meniup poninya. "Apes banget hari ini." Naura memeluk tubuhnya sendiri, memperhatikan sekelilingnya dan hujan seakan mengaburkan pemandangan apapun yang ada di depannya. Saat melihat kemejanya, di mana ada dua corak telapak tangan yang letaknya pas banget di masing-masing bagian dadanya membuat Naura tam
Setelah diancam akan digeret ke pengadilan sama hot daddy yang ganteng itu, Naura stress. "Elo kalau stress mengerikan!!" Di sampingnya, Siska begidik seraya menunjuk lima paperbag dengan ukiran nama merek butik terkenal yang Naura letakkan di atas kursi. Malam ini, Naura menggeret paksa Siska menemaninya ke mall untuk menghilangkan rasa stress dan penat setelah seharian mengalami kesialan. "Ya inilah gue." Naura menggidikkan bahu, duduk menyandar di kursi salah satu restoran di dalam mall yang malam ini cukup ramai. Steak di piringnya masih sisa setengah berbeda dengan Siska yang sudah menghabiskan spaghetti-nya dan sedang menyantap es krim coklat bertabur kacang almond. "Memangnya elo gimana?" "Gym—" Siska menyendok es krim di mangkuknya. "Yoga dan sebagainya." "Ah kalau itu sih memang keharusan. Gue selalu rutin olahraga." "Elo ngilangin stress ngabisin duit berjuta-juta." Siska menggelengkan kepala, Naura hanya nyengir. "Jadi sebenarnya elo stress karena bertemu dengan lak
Gara-gara laki-laki itu juga, Naura sampai gak bisa tidur dan paginya malah bangun kesiangan dan buru-buru berangkat ke sekolah sampai tidak sempat sarapan. Padahal dia tahu akibatnya jika tidak sarapan bagi tubuhnya.Di sekolah, dia jadi gampang marah. Entah sudah berapa banyak anak-anak yang dia omeli padahal mereka melakukan kesalahan yang tidak perlu dipermasalahkan. Bahkan Keylan sudah dia marahi habis-habisan karena tidak mau menurut.Setelah semua anak-anak sudah pulang, Naura keluar dari ruangan kelas setelah membersihkan beberapa barang yang tercecer. Dia sudah membayangkan makan rawon iga yang enak banget hingga membuatnya buru-buru keluar dari sana.Saat berada di depan pintu di mana sepatunya berada, Naura terdiam sesaat dan menyimpitkan mata. Ada yang bergerak-gerak di sana. Naura mengedarkan pandangan melihat suasana sekolah yang sepi lalu kembali memperhatikan apa yang ada di dalam sepatunya. Naura mengaitkan rambut panjangnya ke telinga, merunduk seraya mengulurkan ta
"Tumben, Ibu bos ada di kantor sepagi ini." Naura sedang duduk diam di dalam ruang kantornya sejak pagi-pagi sekali saat sekretarisnya, Amel, masuk ke dalam kantornya."Lagi nggak mood aja," balasnya asal.Naura hari ini memutuskan untuk izin sehari pada Ibu Dahlia dari kegiatan mengajar dengan alasan kurang sehat padahal dia hanya tidak ingin melakukan apapun saat ini. Kalau datang ke sekolah bisa-bisa dia berubah jadi hulk."Kalau nggak mood mending tidur aja di rumah,Bu." Amel meletakkan secangkir teh herbal yang masih mengepul di mejanya. "Tapi, karena kebetulan Ibu ada di sini jadi ada beberapa berkas yang harus Ibu tanda tanganin." Amel meletakkan setumpuk berkas yang membuat Naura melotot. Biasanya saat dia harus ke sekolah, Naura akan menyelesaikan pekerjaannya di restoran saat sore hari."Haaaah--" Naura mendesah. "Ini kan masih pagi,Mel.""Yah, senam jari pagi-pagi bagus juga."Amel terkekeh, Naura memutar bola matanya kesal."Tapi Bu, maaf nih, apa Ibu sudah putus sama Pak
"Apa yang elo pikirkan sampai segitunya?" tanya Siska yang datang dari dapur membawa semangkuk salad buah saat melihat Naura bengong memandangi keluar kaca jendela. Saat ini mereka sedang asyik menikmati Weekend di apartemen. "Elo kan sudah lega bisa lepas dari Wisnu. Dia sama sekali nggak ada hubungin elo lagi kan?"Naura menggelengkan kepala,"Seminggu ini hidup gue rasanya tenang, tentram dan adem banget. Keylan tukang rusuh belum masuk sekolah, Arjuna belum menampakkan hidung mancungnya, Wisnu sudah nggak tahu gimana kabarnya, walaupun yah, duda nomor dua masih tetap berusaha mengajak gue makan malam.""Elo suka sama duda nomor dua?""Masih belum tahu.""Kalau sama duda nomor satu?""Masih dalam tahap memahami cara berpikir Arjuna gendeng yang kadang gak gue pahamin.""Terus nanti elo nyoblos kandidat duda yang mana?""Nomor—" Naura mendelik saat menyadari sesuatu, Siska di depannya sudah menutup mulut geli."Sialan lo ngerjain mulu!!!""Arjuna itu cinta sama elo. Tandanya
Aku akan merindukanmuAku akan merindukanmuAku akan merindukanmuKalimat itu yang terus terulang di dalam kepala Naura bahkan di saat dia tengah duduk di depan Wisnu yang hanya diam memandanginya di salah satu sudut area outdoor cafe yang siang hari nampak tidak banyak pengunjung,kecuali yang berada di area dalam.Apa laki-laki itu memang benar-benar menyukainya? Kenapa sulit sekali memahaminya? Naura jadi pusing memikirkannya. Naura bahkan tidak tahu kenapa dia sempat-sempatnya memikirkan kalimat itu dalam keadaan seperti ini."Naura."Panggilan itu menarik kembali Naura dari lamunannya akan duda nomor satu. Akhirnya, Wisnu buka suara setelah keterdiamannya selama beberapa menit lalu."Mama meminta kita berpisah." Naura tidak kaget lagi dengan hal itu. Malah aneh kalau Mamanya malah memperbolehkannya menikah setelah pembicaraan mereka tempo hari."Apa kamu memang tidak mau menikah denganku hingga menolak persyaratan dari Mama?" lirihnya."Bagaimana bisa kita menikah dalam
“Taman hiburan?” Naura tidak menyangka jika Arjuna akan membawanya ke taman hiburan yang malam ini terlihat padat pengunjung. Naura pikir dia harus melakukan sesuatu contohnya memasak seperti niat awalnya di mana dia akan menukar kunci mobilnya dengan bento buatannya tapi ternyata dia salah. “Iya. Keylan pengen naik komedi putar.” Sepertinya, ini rencana dadakannya Arjuna karena malu jika bermain berdua saja dengan Keylan. Naura berjalan bersisian di samping Arjuna sembari memperhatikan sekitarnya yang ramai dengan banyaknya stan jualan juga wahana yang lampunya berpendar meriah. Keylan yang berada dalam gendongan Papinya juga terlihat senang. “Bu gulu Naula, nanti kita naik kuda yang itu ya,” tunjuknya ke arah kejauhan di mana wahana komedi putar berada. “Loh, naiknya sama Papimu aja dong. Kenapa ajak-ajak Ibh!" “Nda mau. Pokoknya sama Bu Gulu aja.” "Kalau aku sudah ketuaan nail begituan," kilah Arjuna. "Memangnya aku masih terlihat seperti anak baru gede gitu," cibir
Sepanjang sore, ponsel Naura tidak berhenti berdering hingga dia harus mengubahnya menjadi mode getar. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Wisnu yang sudah bisa dia tebak apa yang akan dia bicarakan, yaitu Mamanya. Naura memang merasa bersalah karena sudah bersikap tidak sopan tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak bisa menunda-nunda melakukan pemutusan hubungan dengan Wisnu. Sebagai seorang anak tunggal yang selalu dimanja, Wisnu pasti akan membela Mamanya dan Naura enggan untuk berdebat. Naura akan menenangkan diri dulu lalu menemui Wisnu untuk membicarakan semuanya.Naura keluar dari restoran selepas matahari tenggelam dan berniat untuk pulang ke apartemen Siska. Selama perjalanan, Naura tidak habis pikir dengan semua yang dibicarakan oleh Mamanya Wisnu. Baginya itu terlalu berlebihan memaksakan sesuatu yang seharusnya tidak perlu ikut campur. Bagaimana nanti kalau ternyata, dia dan Wisnu malah ditunda memiliki momongan oleh Tuhan bukan karena mereka tidak subur dan sejenisnya.
Naura baru saja akan membuka pintu ruangan Wisnu di kantornya saat pintu itu terbuka dari dalam dan muncul Jessi dari sana yang langsung kaget melihatnya. “Astaga, Bu Naura.” Jessi yang memeluk map di dadanya nampak tidak menyangka dengan kedatangannya. “Kok nggak kasih kabar dulu kalau mau datang.” Naura menaikkan alis, memperhatikan penampilan Jessi dari atas sampai bawah, tidak ada yang aneh tapi di mata Naura nampak sedikit mencurigakan.“Memangnya harus ngabarin dulu kalau mau ketemu bosmu.”Jessi merapikan rambutnya yang diikat satu, “Bisa saja Pak Wisnunya sedang ada meeting di luar,Bu. Lagian, saya pikir kalian sudah putus karena Bu Naura nggak pernah kelihatan lagi ngejar-ngejar Pak Wisnu.”Naura mendelik, mulut sekretarisnya Wisnu ini memang kadang-kadang bisa membuat orang darah tinggi yang diucapkan dengan ekspresi sok imut.“Sok tahu kamu!” decak Naura, mendorong Jessi minggir dengan lengannya. “Tapi, dia ada di dalam kan?” Jessi minggir,“Ada kok,Bu. Silahka
Naura melintasi halaman lobbi salah satu apartemen mewah setelah mengantarkan kue titipan Mamanya untuk temannya dan segera masuk ke dalam mobil saat Siska menelepon."Hmm—""Elo beneran makan siang sama duda nomor dua?""Apaan sih duda nomor dua?" decaknya. "Namanya Mas Rendy.""Wuiiihhhhh—" Naura menjauhkan ponselnya saat mendengar pekikan Siska. "Jadi sekarang manggilnya sudah Mas?""Itu cuma panggilan biasa aja!" dengus Naura kesal, duduk di balik kemudi. "Kita cuma makan siang biasa terus nemenin dia nyari kado buat Malika.""Wuuiiiihhhh—" Naura memutar bola mata saat Siska memekik lagi. "Jadi sekarang sudah makin akrab sama tuh duda sampai diajak makan dan jalan-jalan begitu?""Itu cuma makan dan jalan biasa aja.""Tetap aja dari hal yang biasa bisa berubah menjadi hal yang luar biasa. Elo memperbolehkan dia satu kali dan dia akan mencoba lagi nanti. Pegang aja kata-kata gue!""Entahlah, gue gak mau terlalu mikirin itu.""Tapi elo harus bisa menentukan pilihan. Semakin lama elo
Siska tertawa sampai guling-guling di lantai saat malamnya Naura menceritakan kesialan apa yang dialaminya tadi siang termasuk adegan pertikaian antara dirinya dengan Arjuna.Niat hati ingin menghindar dari serangan para duda tapi apa daya kalau dia malah membuat Wisnu berasa senang akibat dipanggil calon suami. Yeah, senjata makan tuan. Kampret memang!!"Heh, elo udahan kenapa sih ah ketawanya!!" Sungutnya kesal, mendaratkan bantal sofa berkali-kali ke badan Siska yang masih dikuasai oleh tawa. "Prihatin kek, khawatir kek atau dihibur kek, eh, malah ketawa. Gue ini lagi kena musibah, Siskaaa gendengggg!!""Wait!" Siska menarik bantal di tangannya. "Gue lagi ngetawain kebegoan lo!!"Siska tertawa lagi, Naura manyun dan merebahkan diri di sofa, menutup wajahnya dengan bantal. "Aihh sial banget gue hari ini. Gara-gara dikerubungin dua duda sekaligus bikin gue jadi kehilangan fokus." Naura duduk lagi dan menarik rambut Siska dengan kesal. "Elo kemana sih?!! Gue kan sudah suruh elo siaga
BRUKK!Naura kaget, saat Arjuna melempar dua plastik sampah itu dengan keras ke dalam bak sampah. Nampak seperti sedang menahan sengatan emosinya. Arjuna bergerak dalam diam mencuci tangannya di saluran air tidak jauh dari sana dan berakhir berdiri di depannya. Naura hanya bisa mengerjapkan matanya, menatap Arjuna dan menunggu laki-laki itu membuka suaranya."Apa kamu bahagia dengan hal itu?" tanyanya."Hah?" Naura cengok."Kembali bersama laki-laki berpikiran pendek yang bisa saja mencelakakanmu untuk yang kesekian kalinya bahkan setelah dia kembali dan meminta maaf berkali-kali? Apa kamu bahagia menikah dengan orang seperti itu?"Entah kenapa Naura merasa marah. "Siapapun orang yang sedang dalam keadaan marah, bisa saja membuat kesalahan seperti itu--""Semarah-marahnya aku, dalam hidupku,jangan sampai aku melukai seorang wanita apalagi seseorang yang aku cintai. Aku akan berpikir ribuan kali untuk melakukan hal itu." Arjuna terlihat emosi. "Dia hampir mencelakaimu karena tidak bisa