"Baby, aku tidak mau lama-lama membiarkan hubungan kita tanpa ikatan resmi. Aku tidak rela jika ada laki-laki lain yang merebutmu dariku.” Naura menutup mulutnya dengan kedua tangan disertai linangan air mata saat Wisnu bersimpuh, mengeluarkan kotak beludru dari saku celananya dan membukanya memperlihatkan cincin berlian yang sangat cantik dan berkilau. “Naura, bersediakah kamu menikah denganku?” Naura tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya saat akhirnya dihadapkan pada momen sakral yang selama ini dinantikannya dari lelaki yang selama satu tahunan ini menjadi kekasihnya dan membuat mereka mendapatkan predikat relationship goals. Wisnu, lelaki yang memiliki perusahaan furniture merupakan sosok yang diimpikannya untuk menjadi calon suami masa depan.Saat ini mereka sedang makan malam romantis di salah satu rooftop hotel bintang lima yang dihias aneka bunga mawar hidup yang harum semerbak. Seharusnya, acara lamaran itu bersifat rahasia tapi dia tidak sengaja mencuri dengar rencana
HATCHIMM!“Errgh, sial!” umpatnya sembari menyeka hidungnya yang meler.Bisa-bisanya dia malah terserang flu dalam keadaan patah hati seperti ini. Rasanya tubuhnya menggigil dan hidungnya mampet. Ini pasti akibat dari berenang malam-malam. Kejadian itu membuat Naura ingin mengeluarkan umpatan dari mulutnya meskipun dia jadi teringat dengan ciuman itu.Naura diam memandangi langit-langit kamarnya dengan tubuh tidak berdaya. Mencoba merenungkan kejadian semalam yang masih terasa seperti mimpi baginya. Di mana letak salahnya saat dia memang belum siap lahir dan batin untuk memiliki anak setelah menikah?Tidak bisakah mereka berdua duduk, membicarakan semuanya baik-baik dan mencari jalan keluarnya bersama bukannya malah adu mulut demi ego masing-masing hingga membuat hubungan mereka renggang seperti ini. Naura memegangi kepalanya dengan dua tangan. Mungkin, dia yang terlalu egois. "Hiihihihihihihihih. Tan-Tan ngomong cendili taya olang gila." Suara cekikikan itu tiba-tiba terdengar. "
“Jes—” Naura memberikan kode pada Jessi, sekretaris Wisnu yang duduk di meja kerjanya tidak jauh dari ruangan kantor bosnya.”Kamu pahamkan yang aku bilang tadi?”Jessi mengangguk,”Paham,Bu. Kalian lagi bertengkar ya,Bu Naura?”“Ssstt—” Naura menggeleng. “Cuma salah paham aja.” Melirik sekilas pintu kantor Wisnu yang saat ini terutup karena dia sedang ada meeting dengan client.“Hati-hati loh,Bu.” Naura mengeryit. “Salah pahamnya jangan kelamaan—” Jessi berbisik pelan. “Yang mau ngerebut pak Wisnu banyak.”Naura melotot,”Ihh, awas aja! Kamu lihat dong cincin ini—” Naura menunjukkan cincin lamaran Wisnu.”Kami on the way menikah.”“Ohh—” Jessi manggut-manggut sembari membenarkan rambutnya. “Selamat deh,Bu.”Naura mengibaskan rambutnya, melirik sekilas Siska yang nampak tidak senang dengan Jessi yang sudah sibuk sendiri dengan riasannya. Rencananya, dia akan menyelinap ke kantor Wisnu saat kekasihnya itu keluar. Mereka harus mencoba berbicara dari hati ke hati.Klek! Naura menoleh ketika
"Ya Tuhan,kenapa gue apes banget ya!"Naura memegangi kepalanya dengan dua tangan terlihat begitu frustasi sementara sahabatnya, Fransiska, pemilik apartemen yang dia tinggali sementara selama mengajar di Paud sedang duduk santai menikmati kue blackforest sambil bertopang dagu. Mendengarkan saja Naura menumpahkan kekesalannya."Di sana penuh dengan anak-anak yang terlihat susah diatur.""Yaiyalah anak-anak. Kalau nenek-nenek ya namanya panti jompo!"Naura melotot. "Ih serius. Elo tahu kan apa yang gue maksud?!""Lebay." Siska mengunyah blackforestnya. "Cuma elo aja yang menganggap kalau anak-anak itu menyebalkan padahal ya mereka itu lucu dan ngegemesin.”Naura menopangkan dagu, menghela napas panjang. "Keponakan-keponakan gue yang biang onar itu. Setiap mereka datang ke rumah atau pas gue lagi main ke rumah mereka, pokoknya hanya ada keributan aja di sana. Bikin pusing dan sumpek. Belum lagi kalau kakak-kakak gue lagi ngomelin mereka."Siska tertawa membuat Naura keki dan dengan ger
“Beb, ini sih namanya bunuh diri." Naura memutar bola mata sembari mengotak-atik ponsel di tangan saat perias yang sedang menata rambutnya berkomentar."Elo kan gak suka banget sama anak kecil. Udah deh dari pada elo yang pusing nantinya mending angkat bendera putih aja dari sekarang.""Kamu lebay deh, Don. Masa gue harus kalah sebelum berperang sih. No Way!!"Doni Amirah, lelaki berjari lentik di salon langganannya yang bisa menyulap itik buruk rupa menjadi secantik cinderella itu sangat tahu bagaimana tidak sukanya dia dengan anak-anak.Pagi-pagi buta, Naura sudah ada di depan salon Doni padahal jam operasionalnya itu masih beberapa jam lagi hingga membuat Doni marah-marah. Dihari pertamanya bekerja, Naura ingin penampilannya sempurna supaya mudah mempengaruhi anak-anak."Ihh dibilangin juga ih. Gue gak bisa bayangin itu nanti anak-anak bakal lihat wajah monster lo yang galaknya gak ketulungan. Kasihan aja sih sama mereka yang harus berhadapan dengan guru modelan lo gini."“Makany
“Bagaimana hari pertamamu bekerja?” Naura yang sedang selonjoran kaki di sofa ruang tamu rumahnya mencebik menjawab pertanyaan Arbella yang datang dari arah dapur dan duduk di sofa tunggal sambil nyemilin kacang goreng. “Rusuh.” Arbella tertawa membuat Naura keki dan membuang muka kembali fokus dengan ponselnya untuk mencari tahu kegiatan Wisnu. Tapi sayangnya, sejak satu jam yang lalu tidak ada yang bisa di dapatkannya. “Tapi seru kan?” “Seru apanya? Stress sih iya.” Arbella berdecak, “Tapi ingat loh ya, mereka itu anaknya orang yang nggak bisa kamu marahin sembarangan. Kamu harus hati-hati dalam berbicara dan bersikap.” “Aku sudah berusaha semampuku,” desah Naura. Membayangkan kembali dia harus menahan dirinya sekuat tenaga agar tidak berubah menjadi hulk. “Percayalah, itu semua akan kamu rasakan manfaatnya suatu hari nanti.” “Aku tidak peduli,” cibir Naura. “Kalau kamu mau menyerah dan pasrah ditinggalkan Wisnu ya kamu berhenti saja.” Naura mendelik. “Kamu bilang aja sam
Hari ini lengkap sudah deritanya. Tadi pagi mobilnya mogok, tidak ada seorangpun yang bisa diandalkan untuk datang membantunya selain tukang bengkel hingga akhirnya memilih naik taksi, maag-nya kambuh karena belum makan, kemeja putihnya sudah bercorak saat ini yang bisa aja dia cuci tapi itu malah akan membuat warnanya amburadul jadi terpaksa dia pakai dan akan membuangnya saat berada di apartemen dan sekarang saat pulang, hujan turun dengan derasnya. Sekolah sudah sepi sejak setengah jam yang lalu, Naura memilih berdiri sendirian di gerbang menunggu Fransiska yang akan menjemputnya, di bawah lindungan payung yang dipinjamkan Karen yang motifnya spongebob. Luar biasa sekali Naura meniup poninya. "Apes banget hari ini." Naura memeluk tubuhnya sendiri, memperhatikan sekelilingnya dan hujan seakan mengaburkan pemandangan apapun yang ada di depannya. Saat melihat kemejanya, di mana ada dua corak telapak tangan yang letaknya pas banget di masing-masing bagian dadanya membuat Naura tam