Gara-gara laki-laki itu juga, Naura sampai gak bisa tidur dan paginya malah bangun kesiangan dan buru-buru berangkat ke sekolah sampai tidak sempat sarapan. Padahal dia tahu akibatnya jika tidak sarapan bagi tubuhnya.Di sekolah, dia jadi gampang marah. Entah sudah berapa banyak anak-anak yang dia omeli padahal mereka melakukan kesalahan yang tidak perlu dipermasalahkan. Bahkan Keylan sudah dia marahi habis-habisan karena tidak mau menurut.Setelah semua anak-anak sudah pulang, Naura keluar dari ruangan kelas setelah membersihkan beberapa barang yang tercecer. Dia sudah membayangkan makan rawon iga yang enak banget hingga membuatnya buru-buru keluar dari sana.Saat berada di depan pintu di mana sepatunya berada, Naura terdiam sesaat dan menyimpitkan mata. Ada yang bergerak-gerak di sana. Naura mengedarkan pandangan melihat suasana sekolah yang sepi lalu kembali memperhatikan apa yang ada di dalam sepatunya. Naura mengaitkan rambut panjangnya ke telinga, merunduk seraya mengulurkan ta
“Arjuna Ivander.” Naura mengulang nama itu di kepalanya. Namanya aja udah macho banget meski terkesan sangat Indonesia tapi cocok untuk hot daddy yang satu itu. Bertanya-tanya dalam hati apa wanita berdandanan menor yang dilihatnya kemarin malam di restoran itu adalah Srikandinya. "Iya." Karen menyendok rawon iganya ke dalam mulut sebelum melanjutkan. "Pak Arjuna yang gendong kamu ke klinik. Dia panik banget tadi." "Bohong!!" bantah Naura dengan lantang. Mana mungkin lelaki straight face begitu panik. Kalau tertawa mengejek sih lebih masuk akal. Karen berdecak, menggigit iga lepas dari tulangnya dan mengunyahnya. "Terserah kalau gak percaya." "Aku gak percaya." Karen menggidikkan bahu, terus mengunyah sementara Naura bahkan belum menyentuh iga rawon yang sangat diidamkannya dari tadi pagi karena sibuk memikirkan nasibnya yang hari ini memalukan. Lebih tepatnya, sangat-sangat-sangat-sangat memalukan. Naura bersyukur ketika terbangun dari pingsannya, lelaki dengan ekspresi sedat
"Bu Naula—" "Apa?!" jawab Naura sambil melotot. Keylan merengut seraya mengulurkan kotak bekalnya. "Ini buat Ibu Gulu." "Kenapa buat Ibu?" Naura sempat kaget saat tiba-tiba Keylan datang dan memberikan bekalnya yang biasa dia bawa di kotak makan motif spiderman itu padahal masih terlalu pagi. Biasanya Keylan akan datang kalau sudah mendekati jam masuk sekolah. "Supaya Bu Gulu enggak pingsan lagi sepelti kemalin." Naura mendorong balik bekal itu. "Gak usah, Ibu sudah sarapan." Keylan menarik bekal itu dengan wajah sedih. Naura berdecak. "Nanti kalau Ibu yang makan, kamu bisa pingsan." Keylan menggelengkan kepala, menyodorkan lagi bekalnya. "Kata Papi jadi anak lelaki itu halus kuat, halus mendahulukan pelempuan." Naura menaikkan alis mendengarnya, anak sekecil ini sudah diajarin menjadi seorang gantleman. “Kalau gak mau semua ya udah sepaluhnya aja.” "Nanti Ibu yang dimarahin sama Papimu." Naura berdiri dari duduknya setelah membereskan buku bergambar juga crayon yang
"Aku rasa itu bukan urusanmu." "Oh, itu secara tidak langsung juga urusanku karena anakku ada di dalam kelas yang diajar oleh guru tidak kompeten sepertimu. Sebagai orang tua yang sangat mencintai anak mereka, wajar saja kalau aku khawatir dengan keselamatannya. Bisa saja tiba-tiba di saat kamu sedang stress dan cenderung melakukan hal membahayakan—" "Aku bukan psikopat!” Teriak Naura kesal, menghentikan serbuan kata-kata Arjuna yang langsung terdiam. "Kamu jadi laki cerewet banget ya ngalahin ibu-ibu kompleks. Wanita mana coba yang tahan sama kamu!!" Naura mengetukkan kepalanya dengan tangan. "Ah ya lupa, istrimu pastinya. Sepertinya dia wanita yang extra sabar ya. Apa wanita berdandanan menor malam itu?" Naura mengedarkan pandangan ke sekitar area rumah tapi keadaanya sepi sekali. Bahkan pembantu juga tidak ada nampak. "Wah, apa tanggapannya kalau dia tahu kamu membawa wanita ke dapur rumahmu." Naura mencibir sementara Arjuna hanya diam, nampak tidak terpengaruh membuatnya malah
Masih sambal menelepon, Naura memperhatikan Arjuna melepas kacamata hitamnya seraya berjalan ke arahnya membuat Naura sedikit bergeser merepet ke tembok, memalingkan wajahnya dengan dagu terangkat. Tadi Keylan senang banget saat Papinya membawakannya bento yang langsung dia habiskan tanpa mengatakan kalau bento itu buatannya. Sialan memang tapi Naura sih juga gak peduli yang penting urusan mereka selesai. Arjuna menatapnya tanpa mengatakan apapun dan berjalan melewatinya begitu saja masuk ke dalam sekolah. Naura menghela napas panjang, melihat ke arah jam tangannya dan menghembuskan napas kesal. “Kenapa?” tanya Siska. Naura mendesah,”Badai sudah berlalu.” Siska tertawa kencang, Naura memperhatikan jalanan di depannya. “Lama banget Pak Ahmad. Kayaknya gue harus pesan tak—" Ucapannya terhenti saat matanya menangkap setangkai bunga mawar merah mekar muncul dari samping. “Tak apa—” suara Siska samar-samar terdengar tapi fokus Naura sudah ada pada Keylan di depannya. "Makasih bu
“Wisnu.”Naura mencoba mengontrol ekspresi wajahnya, mengenyahkan bayangan negatif di kepalanya dan mencoba berpikir positif demi keamanan hatinya saat ini. Jadi, Naura berjalan mendekat dengan langkah percaya diri dan memeluk Wisnu yang nampak kaget dengan apa yang dilakukannya. Naura mencoba tidak peduli dengan wanita di sampingnya."Aku kangen banget sama kamu." Naura memeluknya erat, meresapi aroma parfum Wisnu yang sangat dihapalnya. "Kenapa kamu menghindar dari aku sih? Kamu tahu nggak kalau sekarang, aku tuh lagi kerja jadi guru di—"Belum selesai berbicara, Wisnu tiba-tiba mendorongnya menjauh membuat Naura terdiam menatapnya."Naura, kamu ini apa-apan sih?!” ujarnya kesal. “Aku nggak bisa ngeladenin kamu sekarang karena aku sudah punya janji dengan seseorang. Lebih baik kamu pulang sana!”Naura tidak menduga kalau Wisnu akan mengusirnya.“Aku tuh kangen sama kamu.Aku ini calon istri kamu. Kita akan menikah.”“Belum. Bukankah kamu sendiri yang mengacaukan rencana pernikahan k
"Tapi gue akui, dia keren juga. Apa yang dia bilang ke elo itu bener sih walaupun caranya dia frontal banget." "Frontal abis! Kiranya gampang apa move on dalam waktu semalam. Sinting!!" Naura nampak kesal, melipat lengannya di dada. "Sudah tahu orang patah hati malah tambah di sayat-sayat. Mana cincinnya dibuang lagi sama dia plus gue malu banget sudah ketahuan bohong." Naura memukul dahinya sendiri. "Gila aja, paginya gue bohong eh malamnya ketahuan." Siska tertawa. "Kualat kan lo!! Bagus sih cincinnya dia buang supaya elo gak terus terjebak dihayalan tentang pernikahan sama lelaki dongo itu. Memangnya gak bisa apa nunggu sebentar kayak besok onderdilnya bakalan keriput kalau gak dipake buat nanam benih. Buru-buru banget mau punya anak.Ck." "Entahlah. Gue masih berharap kalau dia mau datang, minta maaf dan membicarakan semuanya." Siska menggelengkan kepalanya. "Kok gue ngerasanya dia gak bakalan datang ngemis cinta lo lagi. Yang ada elo bakalan nerima surat undangannya." "Doain
Naura merasakan kepalanya agak pusing saat keluar dari lift yang membawanya ke salah satu lantai di gedung Verister Corportion yang selama ini menggunakan jasa catering dari restorannya untuk semua kegiatan yang mereka lakukan, baik yang resmi ataupun yang tidak. "Selamat datang Ibu Naura di perusahaan Verister Coorporation. Perkenalkan saya Ivanka, sekretaris General Manager, Pak Sheiland yang akan menemui kalian sebentar lagi. Silahkan ikut saya ke ruangan meeting.""Terima kasih," ucap Naura dengan sikapnya yang professional meski tubuhnya terasa lemas.Ivanka tersenyum sopan, mengangguk singkat dan setelah bersalaman dia mengarahkan mereka ke satu-satunya pintu lebar yang ada di sudut dan mempersilahkannya masuk."Silahkan tunggu sebentar karena Pak Sheiland baru saja selesai rapat besar.""Baiklah kami akan menunggu. Saya harap tidak lama.""Tidak. Hanya sebentar.""Oh ya kalau boleh tahu apa Pak Sheiland yang bertanggung jawab untuk masalah kontrak dengan kami?""Iya, Beliau ya
"Papaaa??!” Naura berteriak memanggil Papanya sesaat setelah masuk ke dalam rumah. “Duh, jangan teriak-teriak gitu dong, Na,” ucap Mamanya, duduk menonton televisi di ruang tamu sembari mengupaskan Mangga untuk Papanya yang duduk selonjoran kaki di sofa. “Gimana Naura gak teriak Ma kalau seperti ini.” Naura duduk di lantai di samping Papanya yang senyum-senyum sendiri membuat Naura kesal melihatnya. "Naura kaget banget waktu lihat berita itu terlebih saat nama Papa di sebut. Itu gimana ceritanya?" Naura penasaran. "Sepertinya kamu demen sama dia ya,Na. Gimana kalau kita jebak dia dengan pernikahan juga mumpung Papa punya saham besar di sana?" Naura ternganga maksimal memandangi Papanya yang nampak santai sementara anaknya sudah seperti kena serangan jantung. "Papa yakin dia gak akan menolak dijodohkan paksa dengan kamu." "Ih, Papa ini ngaco deh! Kalau dia aja menolak dijodohkan dengan wanita modelan Fransiska apalagi sama modelan Naura yang amburadul begini!" decaknya. "Eh, ja
"Tumben, Ibu bos ada di kantor sepagi ini." Naura sedang duduk diam di dalam ruang kantornya sejak pagi-pagi sekali saat sekretarisnya, Amel, masuk ke dalam kantornya."Lagi nggak mood aja," balasnya asal.Naura hari ini memutuskan untuk izin sehari pada Ibu Dahlia dari kegiatan mengajar dengan alasan kurang sehat padahal dia hanya tidak ingin melakukan apapun saat ini. Kalau datang ke sekolah bisa-bisa dia berubah jadi hulk."Kalau nggak mood mending tidur aja di rumah,Bu." Amel meletakkan secangkir teh herbal yang masih mengepul di mejanya. "Tapi, karena kebetulan Ibu ada di sini jadi ada beberapa berkas yang harus Ibu tanda tanganin." Amel meletakkan setumpuk berkas yang membuat Naura melotot. Biasanya saat dia harus ke sekolah, Naura akan menyelesaikan pekerjaannya di restoran saat sore hari."Haaaah--" Naura mendesah. "Ini kan masih pagi,Mel.""Yah, senam jari pagi-pagi bagus juga."Amel terkekeh, Naura memutar bola matanya kesal."Tapi Bu, maaf nih, apa Ibu sudah putus sama Pak
"Apa yang elo pikirkan sampai segitunya?" tanya Siska yang datang dari dapur membawa semangkuk salad buah saat melihat Naura bengong memandangi keluar kaca jendela. Saat ini mereka sedang asyik menikmati Weekend di apartemen. "Elo kan sudah lega bisa lepas dari Wisnu. Dia sama sekali nggak ada hubungin elo lagi kan?"Naura menggelengkan kepala,"Seminggu ini hidup gue rasanya tenang, tentram dan adem banget. Keylan tukang rusuh belum masuk sekolah, Arjuna belum menampakkan hidung mancungnya, Wisnu sudah nggak tahu gimana kabarnya, walaupun yah, duda nomor dua masih tetap berusaha mengajak gue makan malam.""Elo suka sama duda nomor dua?""Masih belum tahu.""Kalau sama duda nomor satu?""Masih dalam tahap memahami cara berpikir Arjuna gendeng yang kadang gak gue pahamin.""Terus nanti elo nyoblos kandidat duda yang mana?""Nomor—" Naura mendelik saat menyadari sesuatu, Siska di depannya sudah menutup mulut geli."Sialan lo ngerjain mulu!!!""Arjuna itu cinta sama elo. Tandanya
Aku akan merindukanmuAku akan merindukanmuAku akan merindukanmuKalimat itu yang terus terulang di dalam kepala Naura bahkan di saat dia tengah duduk di depan Wisnu yang hanya diam memandanginya di salah satu sudut area outdoor cafe yang siang hari nampak tidak banyak pengunjung,kecuali yang berada di area dalam.Apa laki-laki itu memang benar-benar menyukainya? Kenapa sulit sekali memahaminya? Naura jadi pusing memikirkannya. Naura bahkan tidak tahu kenapa dia sempat-sempatnya memikirkan kalimat itu dalam keadaan seperti ini."Naura."Panggilan itu menarik kembali Naura dari lamunannya akan duda nomor satu. Akhirnya, Wisnu buka suara setelah keterdiamannya selama beberapa menit lalu."Mama meminta kita berpisah." Naura tidak kaget lagi dengan hal itu. Malah aneh kalau Mamanya malah memperbolehkannya menikah setelah pembicaraan mereka tempo hari."Apa kamu memang tidak mau menikah denganku hingga menolak persyaratan dari Mama?" lirihnya."Bagaimana bisa kita menikah dalam
“Taman hiburan?” Naura tidak menyangka jika Arjuna akan membawanya ke taman hiburan yang malam ini terlihat padat pengunjung. Naura pikir dia harus melakukan sesuatu contohnya memasak seperti niat awalnya di mana dia akan menukar kunci mobilnya dengan bento buatannya tapi ternyata dia salah. “Iya. Keylan pengen naik komedi putar.” Sepertinya, ini rencana dadakannya Arjuna karena malu jika bermain berdua saja dengan Keylan. Naura berjalan bersisian di samping Arjuna sembari memperhatikan sekitarnya yang ramai dengan banyaknya stan jualan juga wahana yang lampunya berpendar meriah. Keylan yang berada dalam gendongan Papinya juga terlihat senang. “Bu gulu Naula, nanti kita naik kuda yang itu ya,” tunjuknya ke arah kejauhan di mana wahana komedi putar berada. “Loh, naiknya sama Papimu aja dong. Kenapa ajak-ajak Ibh!" “Nda mau. Pokoknya sama Bu Gulu aja.” "Kalau aku sudah ketuaan nail begituan," kilah Arjuna. "Memangnya aku masih terlihat seperti anak baru gede gitu," cibir
Sepanjang sore, ponsel Naura tidak berhenti berdering hingga dia harus mengubahnya menjadi mode getar. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Wisnu yang sudah bisa dia tebak apa yang akan dia bicarakan, yaitu Mamanya. Naura memang merasa bersalah karena sudah bersikap tidak sopan tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak bisa menunda-nunda melakukan pemutusan hubungan dengan Wisnu. Sebagai seorang anak tunggal yang selalu dimanja, Wisnu pasti akan membela Mamanya dan Naura enggan untuk berdebat. Naura akan menenangkan diri dulu lalu menemui Wisnu untuk membicarakan semuanya.Naura keluar dari restoran selepas matahari tenggelam dan berniat untuk pulang ke apartemen Siska. Selama perjalanan, Naura tidak habis pikir dengan semua yang dibicarakan oleh Mamanya Wisnu. Baginya itu terlalu berlebihan memaksakan sesuatu yang seharusnya tidak perlu ikut campur. Bagaimana nanti kalau ternyata, dia dan Wisnu malah ditunda memiliki momongan oleh Tuhan bukan karena mereka tidak subur dan sejenisnya.
Naura baru saja akan membuka pintu ruangan Wisnu di kantornya saat pintu itu terbuka dari dalam dan muncul Jessi dari sana yang langsung kaget melihatnya. “Astaga, Bu Naura.” Jessi yang memeluk map di dadanya nampak tidak menyangka dengan kedatangannya. “Kok nggak kasih kabar dulu kalau mau datang.” Naura menaikkan alis, memperhatikan penampilan Jessi dari atas sampai bawah, tidak ada yang aneh tapi di mata Naura nampak sedikit mencurigakan.“Memangnya harus ngabarin dulu kalau mau ketemu bosmu.”Jessi merapikan rambutnya yang diikat satu, “Bisa saja Pak Wisnunya sedang ada meeting di luar,Bu. Lagian, saya pikir kalian sudah putus karena Bu Naura nggak pernah kelihatan lagi ngejar-ngejar Pak Wisnu.”Naura mendelik, mulut sekretarisnya Wisnu ini memang kadang-kadang bisa membuat orang darah tinggi yang diucapkan dengan ekspresi sok imut.“Sok tahu kamu!” decak Naura, mendorong Jessi minggir dengan lengannya. “Tapi, dia ada di dalam kan?” Jessi minggir,“Ada kok,Bu. Silahka
Naura melintasi halaman lobbi salah satu apartemen mewah setelah mengantarkan kue titipan Mamanya untuk temannya dan segera masuk ke dalam mobil saat Siska menelepon."Hmm—""Elo beneran makan siang sama duda nomor dua?""Apaan sih duda nomor dua?" decaknya. "Namanya Mas Rendy.""Wuiiihhhhh—" Naura menjauhkan ponselnya saat mendengar pekikan Siska. "Jadi sekarang manggilnya sudah Mas?""Itu cuma panggilan biasa aja!" dengus Naura kesal, duduk di balik kemudi. "Kita cuma makan siang biasa terus nemenin dia nyari kado buat Malika.""Wuuiiiihhhh—" Naura memutar bola mata saat Siska memekik lagi. "Jadi sekarang sudah makin akrab sama tuh duda sampai diajak makan dan jalan-jalan begitu?""Itu cuma makan dan jalan biasa aja.""Tetap aja dari hal yang biasa bisa berubah menjadi hal yang luar biasa. Elo memperbolehkan dia satu kali dan dia akan mencoba lagi nanti. Pegang aja kata-kata gue!""Entahlah, gue gak mau terlalu mikirin itu.""Tapi elo harus bisa menentukan pilihan. Semakin lama elo
Siska tertawa sampai guling-guling di lantai saat malamnya Naura menceritakan kesialan apa yang dialaminya tadi siang termasuk adegan pertikaian antara dirinya dengan Arjuna.Niat hati ingin menghindar dari serangan para duda tapi apa daya kalau dia malah membuat Wisnu berasa senang akibat dipanggil calon suami. Yeah, senjata makan tuan. Kampret memang!!"Heh, elo udahan kenapa sih ah ketawanya!!" Sungutnya kesal, mendaratkan bantal sofa berkali-kali ke badan Siska yang masih dikuasai oleh tawa. "Prihatin kek, khawatir kek atau dihibur kek, eh, malah ketawa. Gue ini lagi kena musibah, Siskaaa gendengggg!!""Wait!" Siska menarik bantal di tangannya. "Gue lagi ngetawain kebegoan lo!!"Siska tertawa lagi, Naura manyun dan merebahkan diri di sofa, menutup wajahnya dengan bantal. "Aihh sial banget gue hari ini. Gara-gara dikerubungin dua duda sekaligus bikin gue jadi kehilangan fokus." Naura duduk lagi dan menarik rambut Siska dengan kesal. "Elo kemana sih?!! Gue kan sudah suruh elo siaga